Anda di halaman 1dari 3

Fraud dalam Audit - Tinjauan atas dugaan Suap Auditor BPK atas

Proyek E-KTP
Beberapa waktu lalu dunia persilatan (baca;perauditan) digegerkan dengan pemberitaan kasus
suap Auditor BPK dalam kasus E-KTP. Kasus tersebut menambah deretan catatan hitam kasus
suap terhadap auditor, sebut saja Kasus Suap audit BPK atas Pemerintah Kota Bekasi (2010)-
Auditor BPK ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga menerima suap dari
pejabat Pemerintah Kota Bekasi, Kasus Suap WDP (Wajar Dengan Pengecualian) atas LKPD
(Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) Tomohon (2007), Kasus suap Mulyana W Kusuma
terhadap Auditor BPK (2004), Kasus Suap Auditor BPKP dalam joint audit pengawasan di
Kemendikbud (2009).

Bahwa sederatan kasus suap yang menimpa beberapa auditor tersebut menunjukkan adanya
pelanggaran terhadap prinsip etika profesi, atau kemudian, boleh saja kita sebut sebagai “Fraud
dalam audit”

Fraud dalam Audit

Bahwa merupakan tanggung jawab auditor dalam memerangi Fraud (baca:kecurangan). Apakah
pelaksanaan audit yang diterapkan saat ini efektif dalam memerangi Fraud? Apakah pelaksanaan
audit itu sendiri terbebas dari Fraud? Untuk menjawab efektivitas audit dalam memerangi Fraud,
maka seyogyanya pelaksanaan audit itu sendiri harus terbebas dari Fraud.

Apa itu Fraud? Sebenarnya tidak ada definisi fraud resmi dan standar yang jelas. Chartered
Global Management Accountant (CGMA) menyebutkan:

“There is no universal definition of Fraud. But It essentially involves using deception to make a
personal gain dishonestly for oneself and/or create a loss for another.”

Menurut Kamus Hukum, mengartikan Fraud (Inggris) = Fraude (Belanda) sebagai kecurangan =
Frauderen/verduisteren (Belanda) : menggelapkan. Sedangkan dalam Wikipedia
(en.wikipedia.org), memberikan definisi Fraud sebagai berikut:

a fraud is a deception made for personal gain or to damage another individual. In criminal law,
fraud is the crime or offense of deliberately deceiving another in order to damage them –
usually, to obtain property or services unjustly. Fraud can be accomplished through the aid of
forged objects. In the criminal law of common law jurisdictions it may be called “theft by
deception,” “larceny by trick,” “larceny by fraud and deception” or something similar.

Yang kemudian dapat diterjemahkan (tidak resmi) sebagai berikut:

Kecurangan merupakan penipuan yang dibuat untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk
merugikan orang lain. Dalam hukum pidana, kecurangan adalah kejahatan atau pelanggaran yang
dengan sengaja menipu orang lain dengan maksud untuk merugikan mereka, biasanya untuk
memiliki sesuatu/harta benda atau jasa ataupun keuntungan dengan cara tidak adil/curang.
Kecurangan dapat dicapai melalui pemalsuan terhadap barang atau benda. Dalam hukum pidana
secara umum disebut dengan “pencurian dengan penipuan”, “pencurian dengan tipu
daya/muslihat”, “pencurian dengan penggelapan dan penipuan” atau hal serupa lainnya.

Bagaimana caranya mengidentifikasi; apakah suatu tindakan tergolong fraud atau tidak, unsur-
unsur fraud dapat diklasifikasikan adalah sebagai berikut:

1. Adanya tindakan yang disengaja (Niat);


2. Perbuatan tidak jujur/terdapat unsur kecurangan;
3. Menimbulkan Keuntungan pribadi atau kelompok atau kerugian dipihak lain.

Coba kita telisik kembali atas kasus suap Auditor BPK dalam kasus E-KTP (baca kompas 9
maret 2017 Dakwaan: Auditor BPK Terima Uang Proyek E-KTP)…”dalam surat dakwaan, jaksa
KPK menjelaskan bahwa terdakwa S, juga memberikan sejumlah uang kepada staf BPK dan
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. …Bahwa setelah pemberian itu, BPK memberi
opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan keuangan DItjen Dukcapil pada
2010.”

Atas kasus tersebut, apakah tindakan Auditor BPK tersebut tergolong Fraud?

Untuk mengujinya, mari kita analisis apakah unsur-unsur di atas terpenuhi:

1. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang disengaja?

 Jawab: Iya. Bahwa auditor sebagai profesi, memiliki standart dan kode etik profesi, dan
setiap auditor telah dibekali dengan pemahaman dan kewajiban untuk menjalankan kode
etik sebagai auditor. Dalam hal ini auditor BPK telah melanggar Peraturan BPK Nomor 2
Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan. Bahwa dalam Peraturan
BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan, dalam pasal 2
disebutkan bahwa “Kode Etik bertujuan untuk memberikan pedoman yang wajib ditaati
oleh Anggota BPK, Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya untuk mewujudkan BPK
yang berintegritas, independen dan professional demi kepentingan Negara”. Pasal 9 (2)
“….Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang: meminta
dan/atau menerima uang, barang, dan/ atau fasilitas lainnya baik langsung maupun tidak
langsung dari pihak yang terkait dengan pemeriksaan”.

2. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang curang?

 Jawab: Iya. Dalam hal ini terdapat perbuatan yang tidak jujur. Masih (merujuk) pada
Peraturan BPK Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kode Etik Badan Pemeriksa Keuangan
Pasal 9 (2) “….Pemeriksa dan Pelaksana BPK Lainnya selaku Aparatur Negara dilarang:
mengubah temuan atau memerintahkan untuk mengubah temuan pemeriksaan, opini,
kesimpulan, dan rekomendasi hasil pemeriksaan yang tidak sesuai dengan fakta dan/atau
bukti bukti yang diperoleh pada saat pemeriksaan, opini, kesimpulan, dan rekomendasi
hasil pemeriksaan menjadi tidak obyektif; dan mengubah dan/atau menghilangkan bukti
hasil pemeriksaan.”

3. Apakah menerima suap untuk kemudian memberi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)
terhadap pengelolaan keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010 adalah tindakan yang
menguntungkan diri-sendiri/kelompok?

 Jawab: Iya. Bahwa dengan menerima suap adalah tindakan yang menguntungkan
sendiri, untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap pengelolaan
keuangan Ditjen Dukcapil pada 2010, yang tentunya memberikan keuntungan pada pihak
lain.

Semua unsur terpenuhi, berarti tindakan Auditor yang menerima suap dalam kasus E-KTP
adalah dapat dikategorikan sebagai tindakan Fraud.

Apakah hal ini dapat digeneralisir, bahwa tindakan menyembunyikan fakta audit saat melakukan
pemeriksaan adalah tindakan fraud? Apabila kita sepakat dengan CGMA, tanpa melihat ukuran
dan kerugian yang ditimbulkan, asalkan ketiga unsur itu terpenuhi, maka suatu tindakan sudah
bisa dikategorikan sebagai Fraud.

Selanjutnya atas tindakan Fraud dalam Audit, dapat disimpulkan berdasarkan atribut-atribut
audit sebagai berikut:

Simpulan audit:

Kondisi: Terdapat indikasi Fraud dalam Audit

Kriteria: Kode Etik dan Standart Audit

Sebab: Auditor tidak menerapkan Kode Etik dan Standart Audit

Akibat: Hasil audit tidak dapat dipertanggungjawabkan,

Rekomendasi: Agar dilaksanakan audit dengan tujuan tertentu atas indikasi Fraud dalam Audit.
Majelis Kehormatan Kode Etik agar menindaklanjuti dugaan pelanggaran kode etik.

Na’udzubillahi min dzalik.

Semoga kita dijauhkan dari tindakan FRAUD. Amiin.

Anda mungkin juga menyukai