TEORI DASAR
3.1 Petrologi
Petrologi yaitu ilmu yang mempelajari batuan pembentuk kulit bumi, yang
mencakup cara terjadinya, komposisi batuan, klasifikasi batuan dan sejarah
geologinya. Batuan sebenarnya telah banyak dipergunakan orang dalam
kehidupan sehari-hari hanya saja kebanyakan orang hanya mengetahui cara
mempergunakannya saja, dan sedikit yang mengetahui asal kejadian dan seluk-
beluk mengenai batuan ini. Batuan merupakan bahan pembentuk kerak bumi.
Batuan didefenisikan sebagai kumpulan dari satu atau lebih mineral yang
terbentuk di alam secara alamiah yang merupakan bagian dari kerak bumi. Batuan
adalah materi yang terbentuk secara alamiah, telah terkonsolidasikan, terdiri dari
satu jenis mineral (monominerallic) atau lebih dan umumnya terdiri dari agregat/
kumpulan dari beberapa mineral yang berbeda ( Plummer, dkk, 2001 ).
1. Batuan beku (igneous rock) : batuan yang terbentuk dari pembekuan dan
kristalisasi magma baik di dalam bumi maupun di permukaan bumi.
2. Batuan piroklastik (pyroclastic rock) : batuan yang disusun oleh material-
material yang dihasilkan oleh letusan gunung api.
3. Batuan sedimen (sedimentary rock) : batuan yang terbentuk dari sedimen
hasil rombakan batuan yang telah ada, akumulasi dari material organik atau
hasil penguapan dari larutan.
4. Batuan metamorf (metamorphic rock) : batuan yang terbentuk akibat proses
perubahan tekanan (P), temperatur (T) atau keduanya dimana batuan
memasuki kesetimbangan baru tanpa adanya perubahan komposisi kimia
(isokimia) dan tanpa melalui fasa cair (dalam keadaan padat), dengan
temperatur berkisar antara 2008000C.
5
Kerak bumi ini bersifat dinamik, dan merupakan tempat berlangsungnya
berbagai proses yang mempengaruhi pembentukan keempat jenis batuan tersebut.
Sepanjang kurun waktu dan akibat dari proses-proses ini, suatu batuan akan
berubah menjadi jenis batuan yang lain, seperti terlihat dalam siklus batuan pada
gambar 3.1.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil dari pemadatan
endapan yang berupa bahan lepas (Pettijohn, 1975). Batuan sedimen adalah
batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil perombakan batuan yang
sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang di
endapkan lapis demi lapis pada permukaan bumi yang kemudia mengalami
pembatuan (Tucker, 1991). Batuan dipermukaan bumi terdiri dari 70% batuan
sedimen. Tetapi batuan tersebut hanya 2% dari volume keseluruhan kerak bumi.
6
Yang dimana batuan sedimen tersebar sangat luas di permukaan bumi, tetapi
ketebalannya relatif tipis.
Batuan sedimen banyak sekali jenisnya dan tersebar sangat luas dengan
ketebalan antara beberapa centimetersampai beberapa kilometer. Juga ukuran
butirnya dari sangat halus sampai sangat kasar dan beberapa proses yang penting
lagi yang termasuk kedalam batuan sedimen. Disbanding dengan batuan beku,
batuan sedimen hanya merupakan tutupan kecil dari kerak bumi. Batuan sedimen
hanya 5% dari seluruh batuan-batuan yang terdapat dikerak bumi. Dari jumlah 5%
ini,batu lempung adalah 80%, batupasir 5% dan batu gamping kira-kira 80%
(Pettijohn, 1975).
Sedimen tidak hanya bersumber dari darat saja tetapi dapat juga dari yang
terakumulasi di tepi-tepi cekungan yang melengser kebawah akibat gaya gravitasi.
Meskipun secara teoritis dibawah permukaan air tidak terjadi erosi, namun masih
ada energy air, gelombang dan arus bawah permukaan yang mengikis terumbu-
terumbu karang di laut dan hasil kikisannya terendapkan di sekitarnya. Material
sedimen dapat berupa :
7
1. Fragmen dan mineral-mineral dari batuan yang sudah ada. Misalnya kerikil
di sungai, pasir di pantai dan lumpur di laut atau di danau.
2. Material organik, seperti terumbu koral di laut, sisa-sisa cangkang organism
air dan vegetasi di rawa-rawa.
3. Hasil penguapan dan proses kimia seperti garam di danau payau dankalsim
karbonat di aut dangkal
1. Pelapukan (Weathering)
Pelapukan adalah proses disintegrasi dan dekomposisi material
atau batuan (batuan beku maupun batuan metamorf). Pelapukan dapat juga
diartikan sebagai proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah
pada dan/atau dekat permukaan bumi yang disebabkan karena proses
fisik, kimia dan/atau biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan asal
(source) dari batuan sedimen dan tanah. Proses pelapukan akan
menghacurkan batuan atau bahkan melarutkan sebagian dari mineral
untuk kemudian menjadi tanah kemudian diangkut dan diendapkan
sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut
secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi
tanah atau batuan klastika mempunyai komposisi yang sangat berbeda
dengan batuan asalnya. Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan
induk, tetapi juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama pelapukan
serta proses jenis pembentukan tanah itu sendiri (Boggs, 1995). Pelapukan
disebabkan oleh bebrapa sifat :
8
A. Pelapukan Secara Fisika
Perubahan suhu dari panas ke dingin akan membuat batuan
mengalami perubahan. Hujan pun juga dapat membuat rekahan-rekahan
yang ada di batuan menjadi berkembang sehingga proses-proses
fisika tersebut dapat membuat batuan pecah menjadi bagian yang
lebih kecil lagi.
B. Pelapukan Secara Kimia
Pelapukan kimia membuat komposisi kimia dan mineralogi suatu
batuan dapat berubah. Mineral dalam batuan yang dirusak oleh air
kemudian bereaksi dengan udara (O2 ataupun CO2), menyebabkan
sebagian dari mineral itu menjadi larutan. Selain itu, bagian unsur
mineral yang lain dapat bergabung dengan unsur setempat
membentuk kristal mineral baru. Kecepatan pelapukan kimia
tergantung dari iklim, komposisi mineral dan ukuran butir dari batuan
yang mengalami pelapukan.
9
adalah penambahan air pada mineral hematit sehingga
membentuk gutit.
10
Gambar 3.2 Skema proses pelapukan batua
2. Transportasi (Transportation)
A. Akibat Air
Air yang melewati pecahan-pecahan kecil batuan yang ada dapat
mengangkut pecahan tersebut dari satu tempat ke tempat yang lain. Pada
transportasi partikel oleh air, partikel dan air akan bergerak secara bersama-
sama. Sifat fisik fluida yang berpengaruh terutama adalah densitas dan
viskositas atau kekentalan. Transportasi partikel di dalam air sejauh ini
merupakan mekanisme transportasi yang paling signifikan. Air mengalir
di permukaan lahan di dalam channel dan sebagai aliran permukaan
(overland flow). Arus-arus di laut digerakkan oleh angin, tidal dan
sirkulasi samudra. Aliran-aliran ini mungkin cukup kuat untuk membawa
material kasar di sepanjang dasarnya dan material yang lebih halus dalam
suspensi. Material dapat terbawa di dalam air sejauh ratusan atau ribuan
11
kilometer sebelum terendapkan sebagai sedimen.
B. Akibat Udara
Selain air, anginpun dapat mengangkut pecahan-pecahan batuan yang
kecil ukurannya seperti halnya yang saat ini terjadi di daerah gurun. Kapasitas
angin untuk mentransportasikan material dibatasi oleh densitas rendah dari
udara. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah
berbeda. Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka
angin sangat susah mengangkut sedimen yang ukurannya sangat besar.
Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu terangkut oleh angin
umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin
bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau
sungai maka sedimen cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan
sampai menuju atmosfer.
C. Akibat Es
Air dan udara adalah media fluida yang jelas, tapi kita juga dapat
mempertimbangkan es sebagai media fluida karena selama periode yang
panjang es bergerak melintasi permukaan bumi, meskipun sangat lambat. Es
adalah fluida berviskositas tinggi yang mampu mentransportasikan sejumlah
besar debris klastik. Pergerakan detritus oleh es penting pada daerah didalam
dan disekitar tudung es kutub dan daerah pegunungan dengan gletser
semipermanen atau permanen. Volume material yang digerakkan es sangat
besar ketika meluasnya es (glaciation).
12
terkumpul di permukaan tanah.
Sedimen yang di angkut oleh media di atas dapat diangkut dengan cara
sebagai berikut:
Bed load, terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti
pasir, kerikil, kerakal, dan bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran
yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang
besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan
gaya aliran melebihi kekuatan inertia butiran pasir tersebut pada saat diam.
Gerakan-gerakan sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser,
atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.
3. Pengendapan (Deposition)
Pecahan-pecahan batuan tidak dapat tertransportasikan selamanya.
Seperti halnya sungai akan bertemu laut, angin akan berkurang tiupannya, dan
juga glasier akan meleleh. Akibatnya, pecahan batuan yang terbawa akan
terendapkan. Proses ini yang sering disebut proses pengendapan. Selama
proses pengendapan, pecahan batuan akan diendapkan secara berlapis
dimana pecahan yang berat akan diendapkan terlebih dahulu baru kemudian
diikuti pecahan yang lebih ringan dan seterusnya. Proses pengendapan
ini akan membentuk perlapisan pada batuan yang sering kita lihat di batuan
13
sedimen saat ini. Deposisi sedimen oleh gravity flow akan menghasilkan
produk yang berbeda dengan deposisi sedimen oleh fluida flow karena pada
gravity flow transportasi dan deposisi terjadi sangat cepat sekali akibat
gravitasi.
4. Litifikasi (Lithification)
Litifikasi adalah proses perubahan material sediment menjadi
batuan sediment yang kompak. Misalnya, pasir mengalami litifikasi
menjadi batupasir.
5. Diagenesis
Seluruh proses yang menyebabkan perubahan pada sedimen selama
terpendam dan terlitifikasi disebut sebagai diagenesis. Diagenesis terjadi pada
temperatur dan tekanan yang lebih tinggi daripada kondisi selama proses
pelapukan, namun lebih rendah daripada proses metamorfisme. Proses
diagenesis dapat dibedakan menjadi tiga macam berdasarkan proses yang
mengontrolnya, yaitu prosesfisik, kimia, dan biologi. Proses diagenesis sangat
berperan dalam menentukan bentuk dan karakter akhir batuan sedimen yang
dihasilkannya. Proses diagenesis akan menyebabkan perubahan material
sedimen. Perubahan yang terjadi adalah perubahan fisik, mineralogi dan kimia.
Proses diagenesis dapat terjadi pada suhu 300oC dan tekanan atmosferik 1–2
kilobar, berlangsung mulai sedimen mengalami penguburan hingga terangkat
dan tersingkap kembali di permukaan. Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam
diagenesa yaitu :
A. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah muka
air.
B. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen
mengalami penguburan semakin dalam.
C. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen
tersingkap kembali di permukaan oleh karena pengangkatan dan erosi.
14
Kompaksi
Adalah proses termampatnya butiran sedimen yang satu terhadap sedimen
yang lain. Pada waktu material sedimen diendapkan terus menerus pada
suatu cekungan, berat endapan yang berada di atas akan membebani
endapan yang berada di bawahnya. Akibatnya butiran sedimen akan
semakin rapat, dan rongga antara butiran akan semakin kecil. Akibat
pertambahan tekanan ini, air yang ada dalam lapisan-lapisan
batuan akan tertekan sehingga keluar dari lapisan batuan yang ada.
Sebagai contoh lempung yang tertimbun dibawah material sedimen lain
beberapa ribu meter tablanya, volume dari lempung tersebut akan
mengalami penyusutan sebanyak 40%. Karena pasir dan sedimen lain
yang berbutir kasar dapat mengalami pemadatan, maka proses kompaksi
merupakan proses yang signifikan untuk proses litifikasi batuan
sedimen yang berbutir halus seperti shale.
Sementasi
Adalah proses pengisian rongga yang semula ditempati oleh
cairan pori oleh kristal-kristal baru. Sementasi dapat juga diartikan
turunnya material-material di ruang antar butir sedimen dan secara
kimiawi mengikat butir-butir sedimen dengan yang lain. Material yang
menjadi semen diangkut sebagai larutan oleh air yang meresap
melalui rongga antar butiran kemudian larutan tersebut akan
15
mengalami presipitasi di dalam rongga antar butir, dan akan mengikat
butiran-butiran sedimen. Material yang umum menjadi semen
adalah kalsit, silika dan oksida besi. Untuk mengetahui macam
semen pada batuan sedimen relatif cukup sederhana. Kalsit dapat
diketahui dengan larutan HCl. Silika merupakan semen yang sangat keras
dan akan menghasilkan batuan sedimen yang sangat keras. Apabila batuan
sedimen berwarna orange atau merah gelap, maka batuan sedimen
tersebut tersemenkan oleh oksida besi. Kadang-kadang semen pada
batuan sedimen dapat memberi nilai ekonomis batuan tersebut.
Sebagai contoh batupasir yang tersemenkan oleh oksida besi dapat
menjadikan batupasir menjadi bijih besi (iron ore). Sementasi makin
efektif bila derajat kelurusan larutan pada ruang butir makin besar
Rekristalisasi
Adalah proses pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu
larutan, contoh rekristalisasi pada batuan karbonat yaitu pengkristalan
kembali kristal-kristal kalsit yang telah ada sebelumnya.
Autigenesis
Adalah terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenetik, dan
mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen.
16
Metasomatisme
Adalah proses pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik
tanpa pengurangan volume asal.
17
Setelah pengendapan berlangsung sedimen mengalami diagenesa yakni,
proses proses-proses yang berlangsung pada temperatur rendah di dalam
suatu sedimen, selama dan sesudah litifikasi. Hal ini merupakan proses yang
mengubah suatu sedimen menjadi batuan keras ( Pettjohn, 1975).
18
Batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bisa juga
dari kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi
langsung atau reaksi organik (Pettjohn, 1975).
19
Gambar 3.7 Golongan detritus halus (R.P. Koesoemadinata, 1980)
3. Golongan Karbonat
4. Golongan Silika
5. Golongan Evaporit
20
Gypsum : garam CaSO4xH2O
Anhidrit : garam CaSO4
Halit (batugaram) : garam NaCl
6. Golongan Batubara
Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik yaitu dari
tumbuh-tumbuhan yang telah mati. Dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati
dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal diatasnya sehingga
tidak akan terjadi pelapukan. Lingkungan terbentuknya batubara adalah di
daerah rawa-rawa, ia harus memiliki banyak sekali tumbuhan sehingga
kalau timbunan itu mati tertumpuk menjadi satu di tempat tersebut (Danang
Endarto, 2005).
Batubara merupakan sedimen organik, lebih tepatnya merupakan
batuan organik. Batubara terbentuk dari sisa tumbuhan yang telah
membusuk dan terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air,
atau bisa disebut rawa-rawa. Kondisi tersebut yang menghambat penguraian
menyeluruh dari sisa-sisa tumbuhan yang kemudian mengalami proses
perubahan menjadi batubara.
Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai polimer
organik yang berasal dari karbohidrat, lignite, protein, resin, tanin,
alkalioda, porphirin, dan hidrkarbon. Namun komposisi dari polimer-
polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.
Pembentukan batubara pada umumnya dijelaskan dengan asumsi
bahwa material tanaman terkumpul dalam suatu periode waktu yang lama,
mengalami peluruhan sebagian kemudian hasilnya teralterasi oleh berbagai
macam proses kimia dan fisika. Selain itu juga, dinyatakan bahwa proses
pembentukan batubara harus ditandai dengan terbentuknya peat.
21
3.2.3 Tekstur Batuan Sedimen
22
2. Pemilahan (sorting)
Pemilahan (sorting) adalah derajat keseragaman besar butir. Istilah yang
dipakai dalam pemilahan adalah terpilah sangat baik, terpilah baik, terpilah
sedang, terpilah buruk dan terpilah sangat buruk (Gambar 3.8).
3. Kebundaran (roundness)
Kebundaran (roundness) adalah tingkat kebundaran atau ketajaman
sudut butir, yang mencerminkan tingkat abrasi selama transportasi.
Kebundaran dipengaruhi oleh komposisi butir, besar butir, jenis transportasi,
jarak transportasi dan resistensi butir. Istilah yang dipakai dalam kebundaran
adalah very angular (sangat menyudut), angular (menyudut), sub angular
(menyudut tanggung), sub rounded (membundar tanggung), rounded
(membundar) dan well rounded (sangat membundar) (Gambar 3.9).
23
4. Kemas (fabric)
Kemas (fabric) adalah sifat hubungan antar butir di dalam suatu masa
dasar atau diantara semennya, sebagai fungsi orientasi butir dan packing.
Kemas secara umum dapat memberikan gambaran tentang arah aliran dalam
sedimentasi serta keadaan porositas dan permeabilitas batuan. Istilah yang
dipakai adalah kemas terbuka (bila butiran tidak saling bersentuhan) dan
kemas tertutup (bila butiran saling bersentuhan). Jenis-jenis kontak antar butir
(Gambar 3.10).
5. Porositas
Porositas adalah perbandingan antara volume rongga dengan volume
total batuan (dinyatakan dalam persen). Porositas dapat diuji dengan
meneteskan cairan (air) ke dalam batuan. Istilah yang dipakai adalah porositas
baik (batuan menyerap air), porositas sedang (di antara baik-buruk), dan
porositas buruk (batuan tidak menyerap air). Jenis-jenis porositas :
intergranular, microporosity, dissolution dan fracture (Gambar 3.11).
24
Gambar 3.11 Jenis-jenis porositas
6. Warna
Warna pada batuan sedimen mempunyai arti yang penting karena
mencerminkan komposisi butiran penyusun batuan sedimen dan dapat
digunakan untuk menginterpretasikan lingkungan pengendapan. Warna batuan
merah menunjukan lingkungan oksidasi,sedangkan warna batuan hitam atau
gelap menunjukan lingkungan reduksi. Secara umum warna pada batuan
sedimen dipengaruhi oleh :
25
7. Kekompakan
Kekompakan adalah sifat fisik dari batuan. Beberapa istilah yang dipakai
dalam kekompakan batuan adalah :
Dense : sangat padat
Hard : keras dan padat
Medium hard : agak keras tetapi masih dapat digores dengan jarum baja
Soft : lunak, mudah tergores dan dipecahkan.
Friable : keras tetapi dapat diremas dengan tangan
Spongy : berongga
Secara umum menurut Tucker (1975) struktur pada batuan sedimen dapat
dibagi menjadi beberapa macam menurut waktu relatif terbentuknya struktur
tersebut dengan waktu diagenesis batuan. Yaitu struktur yang terbentuk saat
sedimentasi (Syndeposisional structure), struktur yang terbentuk setelah
sedimentasi (Postdeposisional structure), dan struktur yang terbentuk setelah
litifikasi yang disebabkan proses erosi (Erosional structure) serta struktur yang
dihasilkan dari aktivitas organisme (Biogenic structure).
1. Syndeposisional structure
Gradded Bedding
Gradded bedding atau perlapisan bergradasi adalah suatu struktur
sedimen berupa penyortiran ukuran butiran batuan dari butiran yang
berukuran lebih besar hingga butiran yang berukuran lebih halus. Secara
umum struktur sedimen ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu Normal
Gradation dan Reverse Gradation. Normal Gradation adalah suatu
struktur gradasi yang urutan ukuran butirnya di bagian atas berukuran
lebih halus dibanding ukuran butir di bagian bawah. Sedangkan Reverse
Gradation memiliki urutan penyortiran batuan yang berkebalikan dengan
26
Normal Gradation, yaitu di bagian atas berukuran lebih besar dibanding
butiran yang dibawahnya.
Lebih lanjut Nichol (1999) membagi struktur gradasi ini menjadi dua
macam berdasarkan perlapisan pada gradasi batuan. Pertama adalah
gradasi yang berada pada satu lapisan batuan dan kedua adalah gradasi
yang dipisahkan oleh perlapisan. Asing asing dari keduanya dibagi lagi
menjadi gradasi normal dan gradasi terbalik.
Current Ripple
Current ripples atau riak arus adalah suatu struktur Sadiman yang
terbentuk saat material sedimen diendapkan. Current ripple adalah
bentukan alas berukuran kecil yang terbentuk karena pengaruh pemisahan
lapisan batas pada lapisan pasir (Baas, 1999 dalam Nichol, 1999).
Pembentukan current ripple ini sangat berkaitan dengan arus agen yang
mengendapkan material sedimen tersebut. Oleh karena itu, current ripple
27
dapat dijadikan alat analisis dalam penentuan arah arus yang
mengendapkan sedimen tersebut. Current ripple biasanya berbentuk
asimetris dengan dimensi sentimeter hingga meter. Bentuk asimetris ini
berkaitan dengan arah aliran purba yang mengendapkannya. Kemiringan
current ripple berbeda pada dua lerengnya. Lereng yang landai disebut
stoss side yang menandakan arah datangnya arus, sedang lereng yang
terjal disebut Lee side yang menandakan arah perginya arus.
Dune
Dune atau gunduk adalah bentukan yang sama dengan current ripple
namun dengan dimensi yang jauh lebih besar (biasanya meter hingga
puluhan meter). Sama dengan current ripple, dune juga erat kaitannya
dengan silang siur, dan karena dimensinya yang cukup besar, silang siur
yang dihasilkan adalah Cross-bedding
28
Gambar 3.14 Pola bentukan dune (Garry Nichol,1999)
Perlapisan (Bedding)
Perlapisan atau bedding adalah suatu struktur sedimen yang berupa
pemisahan material sedimen yang diendapkan pada waktu yang berbeda,
material sedimen yang dimaksud bisa sama satu sama lain atau berbeda.
Perlapisan biasanya dibatasi oleh batas perlapisan yang jelas antara dua
lapisan yang berbeda.
Laminasi
Struktur laminasi sama dengan struktur perlapisan hanya saja memiliki
dimensi yang lebih kecil. Jika perlapisan bisa memiliki ketebalan hingga
beberapa meter, maka laminasi hanya memiliki ketebalan kurang dari 1
cm. Laminasi juga ada beberapa macam berdasarkan bentuk laminasinya.
29
Gambar 3.15 Pola struktur laminasi (Garry Nichol,1999)
2. Post-deposisional structure
Mudcrack
Mudcrack adalah bentukan has pada sedimen berukuran lanau hingga
lempung yang mengalami keretakan pada permukaan lapisan yang
berkontak dengan udara saat proses deposisinya. Mudcrack ini dihasilkan
dari proses dedikasi (proses keluarnya air dari tubuh batuan) yang
menyebabkan terjadinya pengerutan volume batuan sehingga batuan
tersebut menjadi pecah pecah. Struktur mudcrack ini sering digunakan
sebagai Key bed untuk menentukan bagian atas dari suatu perlapisan,
karena mudcrack hanya dapat terbentuk pada bagian atas suatu lapisan.
30
Gambar 3.16 Bentukan mudcrack (Garry Nichol,1999)
3. Erosional Structure
Sole Marks
Sole Marks adalah struktur berskala kecil pada permukaan lapisan yang
disebabkan oleh proses erosi (Nichols, 1999). Struktur yang disebabkan
erosi ini akan berbentuk cekungan pada permukaan lapisan yang
disebabkan penggerusan oleh agen erosi. Nichols (1999) membagi struktur
ini menjadi dua, yaitu Scour Marks, yaitu struktur yang disebabkan oleh
erosi oleh air yang memiliki arus turbulen, dan yang kedua adalah tool
Marks yaitu struktur yang dihasilkan oleh proses erosi oleh material yang
31
dibawa oleh air. Scour Mark ini oleh Nichol dibagi lagi menjadi dua
berdasarkan faktor yang menyebabkan adanya arus turbulen yaitu flute
Mark dan obstacle scour. Perbedaanya adalah pada flute Mark arus
turbulen tercipta oleh air itu sendiri, namun pada obstacle scour arus
turbulen disebabkan adanya penghalang. Kedua struktur ini memiliki
kesamaan berupa bentuknya yang asimetri. Pada flute Mark, jika ia terisi
oleh material lain yang terendapkan setelahnya, maka bentukan tersebut
disebut flute Cast. Jadi flute Mark adalah struktur yang dimiliki lapisan di
bagian bawah, sedangkan flute cast adalah struktur yang dimiliki oleh
lapisan selanjutnya yang lebih muda. Kekhasan ini menjadikan flute cast
dan flute Mark sering dijadikan sebagai Key Bed penentu urutan batuan.
4. Biogenic structure
Pada umumnya struktur biogenik ini berupa fosil jejak yang dihasilkan
dari aktivitas organisme pada masa lampau.
Burrowing dan borring
Struktur ini dihasilkan dari aktivitas pengeboran oleh organisme saat
sedimen tersebut masih bersifat lunak atau belum terlitifikasi. Sebaliknya,
borring adalah struktur yang dihasilkan dari pemboran oleh organisme
saat sedimen tersebut telah mengeras atau telah terlitifikasi. Di alam kedua
struktur ini sulit dibedakan. Umumnya burrowing dan borring berbentuk
tabung dengan arah bisa horizontal atau vertikal. Perbedaan arah ini yang
nantinya akan merepresentasikan energi lingkungan sedimen tersebut
diendapkan. Jika yang dominan adalah borring atau burrowing yang
berarah vertikal, maka kita bisa menyimpulkan bahwa energi
lingkungannya tinggi. Sedangkan kebalikannya, jika yang dominan adalah
borring atau burrowing yang berarah horizontal maka kita bisa
menyimpulkan bahwa energi lingkungan pengendapan sedimen tersebut
rendah. Namun kedua hal itu akan berkebalikan jika sedimen diendapkan
di daerah slope.
32
5. Chemical Anorganic Structure
Dalam Widiasmoro, dkk. (2005) juga disebutkan adanya struktur batuan
sedimen yang disebabkan oleh proses kimiawi yang nonorganik. Contohnya
adalah stylolite (akibat pelarutan), nodul dan konkresi yang termasuk struktur
akresi, serta septaria yang merupakan struktur komposit. Selain itu ada juga
struktur ooides dan struktur pisoides yang mana batunya disebut oolites dan
pisolites. Perbedaan keduanya adalah pada ukuran diameter, dimana pisoide
memiliki diameter yang lebih besar. Dalam Demicco & Hardie (1994) juga
disebutkan struktur dendritic pada tufa dan juga spheleoterm serta travertine
pada batugamping.
33
3.3.1 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Lingkungan Pengendapan
1. Kedalaman Air
1. "Cut and Fill Structures", dan perlapisan silang siur, yang menunjukkan di
daerah tersebut ada arus dan gelombang.
2. "Mud Crack", yang menunjukkan daerah tersebut tersingkap pada
atmosfer.
3. Beberapa jenis "Trail and Burrow" ternyata berbeda bentuknya karena
disebabkan beberapa perbedaan kedalaman dari air.
2. Kecepatan
3. Temperature
4. Kegaraman
34
5. Eh (potensial oksidasi) dan pH (konsentrasi ion H)
35
Gambar 3.17 Lingkungan Pengendapan (Selley, 1988)
36
Gambar 3.18 Lingkungan pengendapan alluvial (Pamela Gore, 1986)
37
3. Lacustrine Environment (Danau)
Biasanya berupa daerah luas dengan bukit- bukit dari endapan pasir.
Endapan pasir mempunyai sorting yang baik, kebundaran yang baik, cross-
bedded tanpa adanya asosiasi dengan gra el atau lempung.
38
3.4.2 Lingkungan Pengendapan Transisi
1. Delta
39
Gambar 3.21 Fisiografi Delta (Allen dan Coadou, 1982)
a. Delta Plain
Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta. Umumnya
terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan
bahanbahan organik (batubara). Delta plain merupakan bagian dari delta yang
karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada
delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang
sangat besar. Daerah delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial
distributaries dengan kedalaman berkisar dari 5 – 30 m. Pada distributaries
40
channel ini sering terendapkan endapan batupasir channel-fill yang sangat
baik untuk reservoir (Allen & Coadou,1982).
b. Delta Front
c. Prodelta
Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau
sering disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta biasanya
dicirikan dengan endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada
daerah ini sering ditemukan zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran pasir.
Batupasir umumnya terendapkan pada delta front khususnya pada daerah
distributary inlet, sehingga pada daerah prodelta hanya diendapkan suspensi
halus. Endapan-endapan prodelta merupakan transisi kepada shelf -
muddeposite. Endapan prodelta umumnya sulit dibedakan dengan shelf -
muddeposite. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika adanya suatu data
runtutan vertikal dan horisontal yang baik (Reineck & Singh,1975).
41
2. Lagoon
3. Tidal Flats
Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut yang
rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus menerus. Zona ini sangat
dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh gelombang laut, sehingga pada
daerah ini sering diendapkan bedload dengan ukuran pasir (sand flat). Pada
zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal . Pengendapan pada daerah
subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal
channel.
Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah sampai
tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari,
tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini biasanya
tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup
42
sering (Boggs, 1995). Karena intertidal merupakan daerah perbatasan antara
pasang surut yang tinggi dan rendah, sehinnga merupakan daerah pencampuran
antara akresi lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya
tersusun oleh endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang
surut tinggi sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat).
Gambar 3.22 Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada lingkungan tidal flat
(Boggs, 1995)
43
3.4.3 Lingkungan Pengendapan Laut
1. Reff
2. Continental shelf
Terletak pada tepi kontinen, relative datar (slope < 0.1o), dangkal
(kedalaman kurang dari 200 m), lebarnya mampu mencapai beberapa ratus
44
meter. Continental shelf ditutupi oleh pasir, lumpur, dan lanau. Daerah shelf
merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada diantara daerah laut
dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam Boggs (1995)
membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal)
dan epikontinental (epeiric). Perikontinental shelf adalah lingkungan laut
dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar batas kontinen
(transitional crust) shelf dengan laut dalam. Perikontinental seringkali
kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya (pasir dan material
berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki
laut dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass
movement). Daerah ini biasanya dibentuk jauh dari pusat badai (storm) dan
arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik dari kedua pengaruh
tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini akan semakin
tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.
Terletak pada dasar laut dari continental shelf. Continental slope adalah
bagian paling curam pada tepi kontinen. Continental slope melewati dasar
laut menuju continental rise, yang punya kemiringan yang lebih landai.
Continental rise adalah pusat pengendapan sedimen yang tebal akibat dari
arus turbidity.
4. Abyssal plain
Merupakan lantai dasar samudera. Pada dasarnya datar dan dilapisi oleh
very fine-grained sediment, tersusun terutama oleh lempung dan selsel
organisme mikroskopis seperti foraminifera, radiolarians, dan diatom.
45
3.4 Kualitas Dan Klasifikasi Batu Bara
3.4.1 Kualitas Batubara
Kualitas batubara yaitu sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas batubara ditentukan oleh material
penyusunnya (maceral) dan derajat pembatubaraan (coalification).
Gambar 3.24 Material utama penyusun batubara. (Kentucky Geological Survey. 1997)
1. Vitrinite
Kelompok ini berasal dari tumbuhan yang mengandung serat kayu (woody
tissues) seperti batang, dahan, akar, dan serat-serat daun. Vitrinit adalah bahan
utama penyusun batubara (biasanya lebih dari 50%) kecuali untuk batubara
Gondwana (Ting, 1978 dalam Ofanda. F 2012). Pengamatan dengan mikroskop
sinar langsung (transmitted light microscope) kelompok vitrinit menunjukkan
warna cokelat kemerahan sampai gelap, tergantung dari tingkat ubahan
(metamorfosa) batubara itu. Semakin tinggi tingkatan suatu batubara semakin
46
gelap terlihatnya maseral tersebut di bawah mikroskop dan demikian pula
sebaliknya.
2. Liptinite
Kelompok ini sering juga disebut eksinit berasal dari jenis tanaman yang
relatif rendah tingkatannya seperti spora (spores), ganggang (algae), kulit luar
(cuticles), getah tanaman (resin), dan serbuk sari (pollen). Kelompok eksinit ini
terlihat sebagai maseral yang berwarna terang, kuning sampai kuning tua di
bawah sinar langsung, sedangkan di bawah sinar pantul kelompok eksinit
menunjukkan pantulan berwarna abu-abu sampai gelap. Kelompok eksinit
mengandung unsur hidrogen (H) yang paling banyak di antara maseral lainnya.
Berdasarkan morfologi dan bahan asalnya kelompok eksinit dibedakan menjadi
sporinit, kutinit, alginit, fluorinit, suberinit, exudatinit, bituminit, liptodetrinit,
dan resinit.
3. Intertinite
Kelompok inertinit diduga berasal dari tumbuhan yang sudah terbakar
(charcoal) dan sebagian lagi diperkirakan berasal dari maseral lainnya yang
telah mengalami proses oksidasi atau proses “decarboxylation” yang
disebabkan oleh jamur dan bakteri (proses biokimia). Dalam proses
karbonisasi, kelompok inertinit sangat lamban bereaksi (inert). Kelompok
inertinit mengandung unsur hidrogen yang terendah di antara dua kelompok
lainnya. Berdasarkan struktur, tingkat pengawetan (preservation), dan
intensitas pembakaran, kelompok inertinit dibedakan menjadi fusinit,
semifusinit, sclerotinit, mikirinit, inertodetrinit, dan macrinit.
47
Gambar 3.25 Perubahan dalam peringkat batubara (Setiawan, 2013)
1. Gambut (Peat)
Gambut adalah akumulasi sisa-sisa tanaman dimana sebagian telah
terkarbonisasi. Gambut merupakan sedimen organik dan bahan baku batubara.
Proses burial, pemadatan, dan pembatubaraan (coalification) akan
mengubahnya menjadi batubara. Gambut memiliki kandungan karbon kurang
dari 60%. Nilai kalori gambut 1700-2300 Kcal.
48
2. Lignit
Disebut juga batubara cokelat (brown coal), lignit adalah batubara yang
sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Lignit merupakan
kelas batubara rendah. Lignit berasal dari kata Lignum dari bahasa latin, yang
artinya kayu, dinamakan begitu karena warnanya yang cokelat. Kandungan
energinya hanya setengah dari Antrasit yaitu 1450019300 kJ/kg.
3. Sub-bituminus
Batubara dengan kelas sub-bituminus ini merupakan kelas yang paling
banyak dijumpai di Indonesia. Kelas ini mengandung sedikit karbon dan
banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien
dibandingkan dengan bituminus. Batubara ini yang biasanya jadi bahan bakar
PLTU di Indonesia. Biasanya batubara ini dilumatkan dulu sebelum dibakar.
Kandungan energinya 19300-26750 kJ/kg.
49
4. Bituminus
Kelas ini mengandung 46 – 86% unsur karbon (C) dan berkadar air 20-
40% dari beratnya. Kelas batubara yang paling banyak ditambang di Australia.
Kelas ini dibagi lagi menjadi 5 subkelas yaitu Low volatile, Medium volatile,
High volatile A, High volatile B dan High volatile C. Kandungan energy dari
kelas ini sekitar 25600-32500 kJ/kg.
5. Antrasit
Merupakan kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% – 98% unsur karbon (C) dengan
kadar air kurang dari 8%. Ciri-ciri dari antrasit sangat mencolok yaitu
hitam/metalik mengkilap, keras dan padat dibandingkan kelas yang lain. Dalam
penggunaannya, batubara ini lebih cocok langsung dibakar dalam stocker
daripada dilumatkan dahulu. Di Indonesia, batubara ini ditambang dan
dijadikan komoditas jual ke luar negeri. Kandungan energinya adalah sekitar
32500-34000 kJ/kg.
50
Gambar 3.25 Kenampakan batubara antrasit
6. Grafit
Grafit menurut Rahayu (2009) adalah suatu modifikasi dari karbon dengan
sifat yang mirip logam (penghantar panas dan listrik yang baik). Di samping
tidak cukup padat, grafit tidak terdapat dalam jumlah banyak di alam.
Sedangkan sumber lain mengatakan bahwa grafit adalah batubara yang telah
mengalami proses metamorfisme regional.
Gambar 3.26 Segitiga sumber daya minyak dan gas bumi (after A. Holditch.
2006 dalam Setiawan T. 2013)
51
Berdasarkan segitiga sumber daya Holditch, 2006 (Gambar 3.26), sumber
daya nonkonvensional memiliki jumlah yang lebih besar dari sumber daya
konvensional, sehingga ketika permintaan energi meningkat dan teknologi telah
mumpuni, eksplorasi dan eksploitasinya tidak terhindarkan. Untuk minyak,
cadangan konvensionalnya adalah minyak ringan, sementara cadangan
nonkonvensionalnya adalah minyak berat, minyak ekstra berat, serta oil shale.
Untuk gas, cadangan konvensionalnya adalah gas kualitas tinggi (high quality
gas), sedangkan cadangan nonkonvensionalnya adalah CBM, shale gas, gas mutu
rendah, dan tight gas. Batubara adalah salah satu batuan sedimen organik yang
memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang banyak, karena
permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas. Meskipun batubara
berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di dalamnya banyak
sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala mikron. Kondisi
inilah yang menyebabkan permukaan batubara mampu menyerap gas dalam
jumlah yangbesar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan batubara
untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar.
Gas metana batubara itu sendiri adalah gas yang terbentuk pada saat
proses pembatubaraan (coalification) yang tersusun atas gas metana mencapai
angka lebih besar dari 80%. Gas tersebut tersimpan di dalam matriks batubara
akibat penyerapan dari batubara tersebut. Gas metana batubara terbentuk akibat
dekomposisi dari bahan-bahan kayu pada saat pengendapan gambut di rawa-rawa.
52
1. Batuan Sumber (SourceRock)
Batuan sumber adalah batuan yang merupakan tempat minyak dan gas
bumi terbentuk. Pada umumnya batuan sumber ini berupa lapisan serpih
(shale) yang tebal dan mengandung material organik. Secara statistik
disimpulkan bahwa prosentasi kandungan hidrokarbon tertinggi terdapat pada
serpih, yaitu 65%, batugamping 21%, napal 12% dan batubara 2% material
organik dalam batuan sedimen secara umum dipengaruhi oleh beberapa faktor
(Koesoemadinata,1980) antara lain lingkungan pengendapan dimana kehidupan
organisme berkembang secara baik, sehingga material organik terkumpul,
pengendapan sedimen yang berlangsung secara cepat, sehingga material
organik tersebut tidak hilang oleh pembusukan dan atau teroksidasi. Faktor lain
yang juga mempengaruhi adalah lingkungan pengendapan yang berada pada
lingkungan reduksi, dimana sirkulasi air yang cepat menyebabkan tidak
terdapatnya oksigen. Dengan demikian material organik akan terawetkan.
Proses selanjutnya yang terjadi dalam batuan sumber ini adalah pematangan.
Dari beberapa hipotesa (Koesoemadinata, 1980) diketahui bahwa pematangan
hidrokarbon dipandang dari perbandingan hidrogen dan karbon yang akan
meningkat sejalan dengan umur dan kedalaman batuan sumber itu sendiri.
Menurut (ASTM,1981, opcitwood et al.,1983), untuk melihat kematangan
batubara yang menghasilkan gas metan berdasarkan kandungan kalori yaitu:
53
f. Antrasit, adalah batubara dengan nilai kalori tertinggi dengan warna
hitam berkilauan, mengandung antara 86%-98% unsur karbon dengan
kadar air kurang dari 8%. Antrasit memiliki kalori yang paling tinggi
yaitu diatas 7777 kcal/kg
54
Gambar 3.27 Pproses pembentukan gas metana batubara (Sekitan no Hon,
2009. hal 119 dalam Budiharjo. 2010)
55
minim bahkan sering tidak ada sirkulasi air sama sekali, hal ini
mengakibatkan minimnya kandungan oksigen di rawa. Dalam lingkungan
seperti ini, tanaman dan sisa-sisa tanaman rawa yang mati tidak bisa
membusuk secara wajar (untuk pembusukan dibutuhkan oksigen/bakteri –
bakteri aerob/suka oksigen). Pada akhirnya yang dominan adalah bakteri-
bakteri jenis an aerab.
Tahap selanjutnya, gel atau jelly semakin lama semakin tebal, membentuk
sedimen, mampat dan memadat. Pemadatan biasanya diikuti dengan
penurunan kandungan air, hingga akhirnya membentuk endapan/sedimen
yang kaya bahanbahan organik (humin) yang dikenal sebagai gambut (peat).
Pada fase ini, terjadi perubahan yang mendasar dari sifat-sifat fisik dan
kimiawi bahan gambut menjadi batubara. Perubahan mendasar ini ditandai
dengan semakin menurunnya kandungan air, hydrogen, oksigen, karbon
dioksida dan bahan-bahan lain yang mudah terbakar (volatile matter). Bakteri
tidak lagi berperan disini, akan tetapi yang berperan adalah perubahan-
perubahan dan aktivitas-aktivitas yang terjadi di dalam bumi, seperti adanya
perubahan tekanan dan temperatur, struktur, intrusi dan lain sebagainya.
56
terperangkap dan terserap pada lapisan batu bara. Proses terbentuknya GMB
berasal dari material organik tumbuhan tinggi, melalui beberapa proses kimia dan
fisika (dalam bentuk panas dan tekanan secara menerus) yang berubah menjadi
gambut dan akhirnya terbentuk batubara.
Semakin baik kualitas (rank) suatu batubara, mka semakin tinggi pula gas
metana yang terdapat di dalamnya, sedangkan hal ini berbanding terbalik dengan
permeabilitasnya. Semakin tinggi kualitas suatu batubara maka semakin sedikit
rekahan (cleat) yang bisa dijumpai di dalamnya yang artinya permeabilitas dari
batubara tersebut adalah buruk atau tidak baik sebagai untuk dijadikan media
transportasi gas
Gambar 3.28 Cleat Sebagai Permeabilitas dalam sistem gas metana batubara
57
Sistem cleat adalah jejaring rekahan alami yang terbentuk pada batu bara
yang disebabkan oleh sifat kerapuhan batubara terhadap tekanan. Cleat umumnya
dijumpai pada batubara dengan rank sub-bituminus. Terjadinya cleat
hubungannya dengan pola kekar pada lapisan pembawa batubara,sehingga dapat
digunakan untuk menghubungkan pula cleat dengan struktur geologi suatu daerah.
(Hanes dkk, 1981 dalam Myatkhan, 2013)
Gambar 3.29 Pengaruh peringkat (rank) batubara terhadap jumlah gas dan
permeabilitasnya
Pada gambar 3.29 dapat dilihat kandungan gas dengan warna kuning
kehijauan sampai abu – abu yang menandakan semakin menuju peringkat
antrasit, maka semakin besar jumlah gas yang terdapat pada batubara tersebut.
Sedangkan pada kurva permeabilitas dengan garis berwarna hijau putus – putus
menandakan bahwa semakin tinggi peringkat suatu batubara maka semakin kecil
permeabilitasnya, sehingga batubara yang memiliki potensi terbaik untuk diambil
gas metana di dalamnya adalah batubara dengan peringkat sub-bituminus sampai
bituminus. Batubara memiliki kemampuan menyimpan gas dalam jumlah yang
banyak, karena permukaannya mempunyai kemampuan mengadsorpsi gas.
Meskipun batubara berupa benda padat dan terlihat seperti batu yang keras, tapi di
58
dalamnya banyak sekali terdapat pori-pori yang berukuran lebih kecil dari skala
mikron, sehingga batubara ibarat sebuah spon. Kondisi inilah yang menyebabkan
permukaan batubara menjadi sedemikian luas sehingga mampu menyerap gas
dalam jumlah yang besar. Jika tekanan gas semakin tinggi, maka kemampuan
batubara untuk mengadsorpsi gas juga semakin besar. Gas yang terperangkap
pada batubara sebagian besar terdiri dari gas metana, sehingga secara umum gas
ini disebut dengan Coal Bed Methane atau disingkat CBM.
59
Proses yang terdapat pada produksi CBM sebelum dapat memproduksi gas
terlebih dahulu akan memproduksi air secara besar-besaran, proses ini dinamakan
dewatering yaitu pengambilan air yang terdapat pada lapisan batubara untuk
dikeluarkan terlebih dahulu. Karena seperti yang kita ketahui bahwa batubara
diendapkan pada lingkungan perairan sehingga ketika proses kompaksi dan
litifikasi air tersebut tidak sepenuhnya terbuang namun sebagian terperangkap
dalam tubuh batubara tersebut. Setelah proses dewatering selesai maka gas akan
menyusul keluar dalam kapasitas yang besar. Pada fase inilah gas bisa diambil
dan diolah untuk dijadikan sumber energi.
60
Untuk memproduksi CBM diperlukan tekik produksi yang khas dan
persyaratan tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah :
1. Umumnya mempunyai kandungan gas yang tinggi, yakni dalam kisaran 15 -
30 m3
2. Mempunyai permeabilitas yang bagus, umumnya dalam kisaran 30 - 50 mD
3. Dangkal biasanya mempunyai kedalaman kurang dari 1.000 m atau 4.000 ft.
4. Coal Rank, umumnya proyek pengembangan GMB diproduksi dari batu
bara bituminous, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan untuk
memproduksi gas dari batu bara anthracite.
61
Pada dasarnya model atau pola (pattern) endapan dan perlapisan pada batubara
dapat digolongkan menjadi dua model, yaitu yang terjadi karena stratigrafinya
(stratigraphic pattern) dan karena pengaruh struktur geologi (structural pattern).
62
A Lapisan gambut yang tererosi sungai (washout)
Erosi sungai
Gambut
Sedimen pasir/lempung
E Lensa-lensa
Lensa-lensapasir/lempung
pasir/lempungdalam
dalamsuatu
suatuseam
seambatubara
batubara
Gambar 3.32 Tahapan pembentukan lensa-lensa batu pasir atau batu lempung pada
suatu seam batubara.
63
A. Washout
merupakan tubuh lentikuler sedimen, biasanya batupasir, yang
menonjol ke bawah dan menggantikan sebagian atau seluruh
lapisan batubara yang ada. Umumnya memanjang atau berbelok-
belok, dan menggambarkan struktur scour and fill dibentuk oleh
aktivitas channel berasosiasi dengan akumulasi gambut. Sebagian
besar struktur washout diisi oleh batupasir, meskipun kerikil
batubara atau konglomeratt kerikilan dapat juga hadir. Hal ini
mencerminkan meander cut off dan paleochannel. (Kuncoro, p.,
1996). Menurut (Thomas, 2002) bentukan chanelling (washout)
dibagi atas beberapa kriterian.
Channel yang terisi material sedimen pasir dan membentuk
atap pada lapisan batubara
Channel yang terisi material sedimen pasir rombakan lain yang
mengerosi lapisan batubara.
Channel yang terisi material sedimen mudstone dan mengerosi
lapisan batubara.
Multiple channel yang mengerosi batubara.
64