PENDAHULUAN
Tumor paru adalah tumor pada jaringan paru yang dapat bersifat jinak maupun ganas atau
disebut dengan kanker paru. Tumor paru dapat bersifat primer maupun sekunder. Prevalensi tumor
paru di negara negara maju seperti Amerika Serikat pada tahun 2001 cukup tinggi, diperkirakan
sekitar 13% penyebab kematian disebabkan oleh kanker paru (Fosella et al, 2002).
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga yang
berada di antara paru kanan dan kiri. Mediastinum berisi jantung, pembuluh darah arteri,
pembuluh darah vena, trakea, kelenjar timus, syaraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor
dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang mengancam jiwa.
Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien sering datang setelah tumor
cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor terhadap organ sekitarnya.
Abses paru disebabakan infeksi bakteri yang menyebabkab jaringan paru-paru menjadi
bernanah.Penyakit yang menyerang organ paru-paru ini, kemungkinan dapat mengancam nyawa
anda jika tidak ditangani segera.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
d.
e. Polusi udara.
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi pengaruhnya kecil bila
dibandingkan dengan perokok. Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan
pada asap rokok) adalah 3,4 benzpiren.
f. Faktor keturunan/ genetik.
g. Penyakit paru.
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat menjadi risiko
kanker paru. Seseorang yang sudah menderita kanker Paru, mempunyai resiko yang tinggi untuk
menderita yang kedua kalinya.
h. Orang dengan umur lebih dari 65 tahun.
i. Diet.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi terhadap betakarotene, selenium,
dan vitamin A menyebabkan tingginya risiko terkena kanker paru.
2.1.3 Klasifikasi
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan kanker
paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan
terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma,
tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
a. Kanker sel paru kecil, small cell lung cancers (SCLC)
Karsinoma sel kecil biasanya terletak di tengah di sekitar percabangan utama bronki. Karsinoma
sel kecil memiliki waktu pembelahan yang tercepat dan prognosis yang terburuk dibandingkan
dengan semua karsinoma bronkogenik.
Gambaran histologis karsinoma sel kecil yang khas adalah dominasi sel-sel kecil yang hampir
semuanya diisi oleh mucus dengan sebaran kromatin dan sedikit sekali/tanpa nucleoli. Bentuk sel
bervariasi ada fusiform, polygonal dan bentuk seperti limfosit.
Kanker tipe ini berhubungan erat sekali dengan perokok, dan hanya 1% Kanker tipe ini terjadi
pada orang bukan perokok. Kanker ini menyebar (metastasis) ke beberapa bagian dari tubuh, dan
sering didiagnosis setelah penyebaran terjadi. Karena dalam pemeriksaan mikroskop sering nampak
seperti sel oat maka dikenal juga dengan nama oat cell carcinomas.
b. Kanker sel paru yang tidak kecil, non-small cell lung cancers (NSCLC)
NSCLC merupakan tipe Kanker Paru yang sering dijumpai, dan meliputi sekitar 80% dari
Kanker Paru. Ada tiga subtipe, yaitu:
1) Adenocarcinomas
Kanker ini memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung
mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang-kadang
dapat dikaitkan dengan jaringan parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering
kali meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering bermetastasis jauh sebelum
lesi primer menyebabkan gejala-gejala. Kanker tipe ini bisa berhubungan dengan perokok namun
bisa terjadi pada orang yang bukan perokok. Ada pula subtipe dari kanker ini dengan nama
Bronchioloalveolar carcinoma yang secara spontan timbul pada beberapa tempat dari paru dan
menyebar melalui dinding alveolar.
•
Papillary
•
Clear cell
•
Small cell
•
Basaloid
•
Combined small cell carcinoma
•
Papillary
•
Bronchoalveolar carcinoma
* Non-mucinous
* Mucinous
* Mixed mucinous and non-mucinous or intermenate
•
Solid adenocarcinoma with mucin
•
Adenocarcinoma with mixed subtypes
•
Varian dari Adenocarcinoma with mixed subtypes
•
Large cell neuroendocrine carcinoma
•
Basaloid carcinoma
•
Lymphoepithelioma-like carcinoma
•
Clear cell carcinoma
•
Large cell carcinoma with rhabdoid phenothype
5. Adenosquamous carcinoma
•
Carcinoma with spindle and/or giant cell
* Pleomorphic carcinoma
* Spindle cell carcinoma
* Giant cell carcinoma
•
•
Carcinosarcoma
•
Pulmonary blastoma
•
Other types
7. Carcinoid tumours
•
Typical carcinoid
•
Atypical carcinoid
8. Salivary gland type carcinoma
•
Mucoepidermoid carcinoma
•
Adenoid cystic carcinoma
•
Other types
9. Unclassified carcinoma
TNM
Stage
occult carcinoma :
Tx N0 M0
0 : Tis N0 M0
IA : T1 N0 M0
IB : T2 N0 M0
IIA : T1 N1 M0
IIB : T2 N1 M0
IIIA : T3 N0 M0
T3 N2 M0
IIIB : seberang N3 M0
T
T4 sebarang N M0
IV : sebarangTsebarang N sebarang
T : tumor primer
Tumor primer sulit dinilai,atau tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret
bronkopulmoner tetapi tudak tampak secara radiologis atau bronkospopik
Tx : tumor primer sulit dinilai ,tumor primer terbukti dari penemuan sel tumor ganas pada sekret
bronkupulmoner tetapi tidak tampak secara radiologis atau bronkoskopik
T1 :Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi oleh jaringan paru atau
pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum
sampai ke bronkus lobus (belum sampai ke bronkus utama). Tumor supervisial sebarang ukuran
dengan komponen invasif terbatas pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus
utama
-berhubungan dengan atelektasis atau penumonitis obstruksif yang meluas kedaerah hilus,tetapi
belum mengenai seluruh paru
T3 :Tumor sebarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding dada (termasuk tumor sulkus
superior), diafragma, pleura mediastinum atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari
2 cm sebelah distal karina atau tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau penumonitis
obstruktif seluruh paru.
T4 :Tumor sebarang ukuran yang mengenai mediastinum atau jantung, pembuluh besar, trakea,
esofagus, korpus vertebra, karina, tumor yang disertai dengan efusi pleura ganas atau satelit tumor
nodul ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.
N : Kelenjar getah bening regional (KGB)
N1 : Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkial dan/atau hilus ipsilateral, termasuk
perluasan tumor secara langsung
N2: Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral dan/atau KGB subkarina
N3 : Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB skalenus / supraklavila
ipsilateral /kontralateral
M1:Ditemukan metastasis jauh. “Metastastic tumor nodule”(s) ipsilateral di luar lobus tumor primer
dianggap sebagai M1
2.1.5 Diagnosis
A. Anamnesis
Gambaran klinik penyakit kanker paru tidak banyak berbeda dari penyakit paru lainnya,
terdiri dari keluhan subyektif dan gejala obyektif. Dari anamnesis akan didapat keluhan utama dan
perjalanan penyakit, serta faktor–faktor lain yang sering sangat membantu tegaknya diagnosis.
Keluhan utama dapat berupa :
• Batuk darah
• Sesak napas
• Suara serak
• Sakit dada
• Sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan rasa nyeri yang
hebat.
Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat metastasis di luar
paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar atau
patah tulang kaki.
Bila foto toraks menunjukkan gambaran efusi pleura yang luas harus diikuti dengan
pengosongan isi pleura dengan punksi berulang atau pemasangan WSD dan ulangan foto toraks
agar bila ada tumor primer dapat diperlihatkan. Keganasan harus difikirkan bila cairan bersifat
produktif, dan/atau cairan serohemoragik.
.
b) CT-Scan toraks : Tehnik pencitraan ini dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik
daripada foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil dari 1 cm secara
lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan juga tergambar secara lebih baik,
bahkan bila terdapat penekanan terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura
yang tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada meski tanpa gejala.
Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB yang sangat berperan untuk menentukan
stage juga lebih baik karena pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga
ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner.
c) Pemeriksaan radiologik lain : Kekurangan dari foto toraks dan CT-scan toraks adalah tidak
mampu mendeteksi telah terjadinya metastasis jauh. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan
radiologik lain, misalnya Brain-CT untuk mendeteksi metastasis di tulang kepala / jaringan otak,
bone scan dan/atau bone survey dapat mendeteksi metastasis diseluruh jaringan tulang tubuh.
USG abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal dan organ lain
dalam rongga perut.
Pemeriksaan khusus
1. Bronkoskopi
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya karena amat mudah
berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum,
karena bilasan dan biopsi bronkus saja sering memberikan hasil negatif.
TBNA di karina, atau trakea 1/1 bawah (2 cincin di atas karina) pada posisi jam 1 bila
tumor ada dikanan, akan memberikan informasi ganda, yakni didapat bahan untuk sitologi dan
informasi metastasis KGB subkarina atau paratrakeal.
Jika lesi kecil dan lokasi agak di perifer serta ada sarana untuk fluoroskopik maka biopsi
paru lewat bronkus (TBLB) harus dilakukan.
Jika lesi terletak di perifer dan ukuran lebih dari 2 cm, TTB dengan bantuan flouroscopic
angiography. Namun jika lesi lebih kecil dari 2 cm dan terletak di sentral dapat dilakukan TTB
dengan tuntunan CT-scan.
6. Biopsi lain
Biopsi jarum halus dapat dilakukan bila terdapat pembesaran KGB atau teraba masa yang
dapat terlihat superfisial. Biopsi KBG harus dilakukan bila teraba pembesaran KGB
supraklavikula, leher atau aksila, apalagi bila diagnosis sitologi/histologi tumor primer di paru
belum diketahui. Biopsi Daniels dianjurkan bila tidak jelas terlihat pembesaran KGB
suparaklavikula dan cara lain tidak menghasilkan informasi tentang jenis sel kanker. Punksi dan
biopsi pleura harus dilakukan jika ada efusi pleura.
7. Torakoskopi medik
Dengan tindakan ini massa tumor di bagaian perifer paru, pleura viseralis, pleura parietal
dan mediastinum dapat dilihat dan dibiopsi.
8. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan murah. Kekurangan
pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer, penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan
pengambilan sputum yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk
merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang diambil dengan pemeriksaan
tersebut di atas harus dikirim ke laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan
sitologi/histologi. Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat sediaan apus,
lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol 90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi
dalamformalin 4%.
Pada kasus kasus yang rumit terkadang tindakan invasif seperti Torakoskopi dan tindakan
bedah mediastinoskopi, torakoskopi, torakotomi eksplorasi dan biopsi paru terbuka dibutuhkan
agar diagnosis dapat ditegakkan. Tindakan ini merupakan pilihan terakhir bila dari semua cara
pemeriksaan yang telah dilakukan, diagnosis histologis / patologis tidak dapat ditegakkan.
Semua tindakan diagnosis untuk kanker paru diarahkan agar dapat ditentukan :
· Jenis histologis.
· Derajat (staging).
a.Petanda Tumor
Petanda tumor yang telah, seperti CEA, Cyfra21-1, NSE dan lainya tidak dapat digunakan
untuk mendiagnosis tetapi masih digunakan evaluasi hasil pengobatan.
Pemeriksaan biologi molekuler telah semakin berkembang, cara paling sederhana dapat
menilai ekspresi beberapa gen atau produk gen yang terkait dengan kanker paru,seperti protein p53,
bcl2, dan lainya. Manfaat utama dari pemeriksaan biologi molekuler adalah menentukan prognosis
penyakit.
Jenis histologis
Untuk menentukan jenis histologis, secara lebih rinci dipakai klasifikasi histologis menurut WHO
tahun 1999 (Lampiran 1), tetapi untuk kebutuhan klinis cukup jika hanya dapat diketahui :
C. Adenokarsinoma (adenocarcinoma)
Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk KPKBSK stadium I dan II.
Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”, misalnya kemoterapi
neoadjuvan untuk KPBKSK stadium IIIA. Indikasi lain adalah bila ada kegawatan yang
memerlukan intervensi bedah, seperti kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap berikut jaringan KGB
intrapulmoner, dengan lobektomi maupun pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya
dikerjakan jika faal paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong beku
untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB mediastinum diambil dengan
diseksi sistematis, serta diperiksa secara patologi anatomis.
Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan tindakan bedah adalah mengetahui
toleransi penderita terhadap jenis tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang
akan dibedah dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat dinilai dari
hasil analisis gas darah (AGD) :
Syarat untuk reseksi paru
Radioterapi pada kanker paru dapat menjadi terapi kuratif atau paliatif. Pada
terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi neoadjuvan untuk
KPKBSK stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi saja tidak jarang menjadi
alternatif terapi kuratif.
1. Staging penyakit
2. Status tampilan
3. Fungsi paru
Dosis radiasi yang diberikan secara umum adalah 5000 – 6000 cGy, dengan cara
pemberian 200 cGy/x, 5 hari perminggu.
1. Hb > 10 g%
1. PS < 70.
2. Penurunan BB > 5% dalam 2 bulan.
Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus kanker paru. Syarat utama
harus ditentukan jenis histologis tumor dan tampilan (performance status) harus
lebih dan 60 menurut skala Karnosfky atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi
dilakukan dengan menggunakan beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen
kemoterapi. Pada keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat
dilakukan.
4. harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 sikius pada penilaian terjadi
tumor progresif.
Imunoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
Hormonoterapi
Ada beberapa cara dan obat yang dapat digunakan meskipun belum ada
hasil penelitian di Indonesia yang menyokong manfaatnya.
Terapi Gen
2.1.9 Komplikasi
a. Gagal nafas
b. Efusi pleura
c. Infark vascular
d. Pneumothoraks
e. Emboli paru
Rongga mediastinum ini sempit dan tidak dapat diperluas, maka pembesaran
tumor dapat menekan organ di dekatnya dan dapat menimbulkan kegawatan yang
mengancam jiwa.Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien
sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan
tumor terhadap organ sekitarnya.
2.2.3 Etiologi
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab
a. Penyebab kimia
Diberbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pemberssih
cerobong asap.Zat yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
b. Faktor genetik (biomolekuler)
Perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan
pengaruh protein bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
c. Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik
trauma fisik maupun penyinaran.Penyinaran bisa berupa sinar ultravilet yang bersala
dari sinar matahari langsung maupun sinar lain seperti sinar X dan radiasi bom atom.
Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat,
a. Batuk
b. sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi
padatrakeadan/ataubronkusutama
c. disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus
d. sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada
tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor
jinak.
e. suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat,
paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus
f. nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada
penekanan sistem syaraf.
b)Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Statis : Asimetris , adanya penarikan dinding dada
yang sakit. ; Dinamis : Pergerakan dinding dada yang sakit
tertinggal dari yang sehat.
Palpasi : Fremitus taktil yang sakit melemah dibandingkan yang
sehat
Perkusi : Pekak dibagian yang sakit, sonor dibagian yang sehat.
Auskultasi : Suara nafas yang sakit menghilang dibandingkan
yang sehat.
2. Tomografi
4. Flouroskopi
5. Ekokardiografi
6. Angiografi
7. Esofagografi
Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan
ke esofagus.
3. Esofagoskopi
4. Torakoskopi diagnostik
-
biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy (TTB) dilakukan bila
massa dapat dicapai dengan jarum yang ditusukkan di dinding dada
dan lokasi tumor tidak dekat pembuluh darah atau tidak ada
kecurigaan aneurisma. Untuk tumor yang kecil (<3cm>, memiliki
banyak pembuluh darah dan dekat organ yang berisiko dapat
dilakukan TTB dengan tuntunan flouroskopi atau USG atau CT
Scan.
2. Pemeriksaan histologi
biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila tidak ada
KGB yang teraba, dapat dilakukan pengangkatan jaringan KGB yang
mungkin ada di sana. Prosedur inidisebut biopsi Daniels.
- torakoskopi diagnostik
·
Pemeriksaan a-fetoprotein dan b-HCG dilakukan untuk tumor
mediastinum yang termasuk kelompok tumor sel germinal, yakni jika
ada keraguan antara seminoma atau non-seminoma. Kadar a-
fetoprotein dan b-HCG tinggi pada golongan nonseminoma.
2.2.7 Penatalaksaan
Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan
sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tumor
mediastinum jenis limfoma Hodgkin's maupun non Hondgkin's diobati sesuai
dengan protokol untuk limfoma dengan memperhatikan masalah respirasi selama
dan setelah pengobatan.
D. Tumor Tinus
1. Klasifikasi histologis
· Tipe medular
· Tipe campuran
· Tipe kortikal
Karsinoma timik
3. Penatalaksanaan Timoma
Stage 1 : Extended thymo thymecthomy (ETT) saja
Stage II : ETT, dilanjutkan dengan radiasi, untuk radiasi harus diperhatikan batas-
batas tumor
seperti terlihat pada CT sebelum pembedahan
Stage III : ETT dan extended resection dilanjutkan radioterapi dan kemoterapi
Stage IV.A : Debulking dilanjutkan dengan kemoterapi dan radioterapi
Stage IV.B : kemoterapi dan radioterapi dilanjutkan dengan debulking
Penatalaksaan untuk tumor ini adalah pembedahan dan karena sering invasif
maka direkomendasikan radiasi pascabedah untuk kontrol lokal, tetapi karena
tingginya kekerapan metastasis maka kemoterapi diharapkan dapat meningkatkan
angka ketahanan hidup. Kemoterapi yang diberikan hampir sama dengan kemoterapi
untuk kanker paru jenis karsinoma sel kecil (KPKSK), yakni antara lain sisplatin +
etoposid sebanyak 6 siklus.Oat cell carcinoma di mediastinum mempunyai prognosis
lebih baik dibandingkan dengan oat cell carcinoma di paru.
Pada setiap kasus timoma, sebelum bedah harus terlebih dahulu dicari tanda
miestenia gravis atau myestenic reaction. Apabila sebelum tindakan bedah ditemukan
maka dilakukan terlebih dahulu plasmaferesis dengan tujuan mencuci antibody pada
plasma darah penderita, paling cepat seminggu sebelum operasi. Kesan yang
menampakkan myesthenic reaction sebelum pembedahan harus terlebih dahulu
diobati sebagai miestenia gravis.
Seminoma
Nonseminoma
- Karsinoma embrional
- Koriokarsinoma
- Yolk sac carcinoma
Teratoma
- Jinak (benign)
- Ganas (malignant)
* Dengan unsur sel germinal
* Dengan unsur nongerminal
* Imatur
2. Penatalaksanaan seminoma
Seminoma adalah tumor yang sensitif terhadap radiasi dan kemoterapi.
Tidak ada indikasi bedah untuk tumor jenis ini. Kemoterapi diberikan setelah
radiasi selesai tetapi respons terapi akan lebih baik dengan cara kombinasi radio-
kemoterapi. Bila ada kegawatan napas, radiasi diberikan secara cito, dilanjutkan
dengan kemoterapi sisplatin based.
C.Tumor Neurogenik
1. Klasifikasi Histologik
· Neurofibroma
· Neurilemoma (Schwannoma)
· Neurosarkoma
· Ganglioneuroma
· Ganglioneuroblastoma
· Neuroblastoma
· Kemodektoma (paraganglioma)
Catatan
2.2.9.Komplikasi
Kompilkasi terberta dari penyakit mediastinum adalah :
a. Obstruksi trachea
b. Sindroma vena cava superior
c. Invasi vascular dan castropic hemorrhage
d. Ruptur esophagus
Inspeksi: asimetris, pada paru yang sakit lebih cembung pada keadaan
statis Pergerakan dinding dada tertinggal pada tempat lesi
Palpasi: fremitus meningkat pada daerah yang sakit
Perkusi: redup/ pekak pada daerah yang sakit
Auskultasi: suara nafas bronkial atau amforik bila kavitasnya besar, ronki,
suara nafas melemah sampai menghilang pada daerah yang sakit
2.3.6 Pemeriksaan Penunjang
1. GAMBARAN RADIOLOGIS
a. Foto Thorax
Pada gambaran radiologik dapat ditemukan gambaran satu atau lebih
kavitas yang disertai dengan adanya air fluid level. Khas pada abses paru
anaerobik kavitasnya singel (soliter) yang biasanya ditemukan pada infeksi
paru primer, sedangkan abses paru sekunder (aerobik, nososkomial atau
hematogen) lesinya biasanya multipel.1,2,7
Gambar 4. Foto X-Ray ini ditemukan kavitas pada hilum kanan. Foto X-
ray posisi lateral memperlihatkan kavitas memiliki dinding yang tipis dan
terletak pada segmen apikal dari lobus paru kanan bawah.
Dikutip dari kepustakaan 13
Gambar 5. Abses Paru – posisi AP dan lateral. Kavitas dengan air fluid
level pada lapangan paru kiri atas.
Dikutip dari kepustakaan 16
b. CT-Scan
CT-Scan adalah modalitas pencitraan yang paling sensitif dalam
menegakkan diagnosis abses paru. Kontras yang diberikan adalah kontras
yang dapat bercampur dengan perselubungan disekitar lesi sehingga batas
margin dapat diidentifikasi.2,3,6
Gambaran khas CT scan abses paru adalah berupa lesi dens bundar
dengn kavitas berdinding tebal, tidak teratur, dan terletak di daerah jaringan
paru yang rusak. Tampak bronkus dan pembuluh darah paru berakhir secara
mendadak pada dinding abses, tidak tertekan atau berpindah letak.17
Gambar 6.Gambaran abses paru dengan CT-scan. CT memperlihatkan
kavitasi pada lobus atas paru kiri dengan jelas (kiri). Gambaran abses paru
dengan pemeriksaan CT kontras (kanan)
Dikutip dari kepustakaan 14 dan 2
c. Ultrasound
Ultrasound tidak memiliki peran yang signifikan dalam menegakkan diagnosis
abses paru dikarenakan banyak daerah dari paru yang berisi udara yang akan
menghalangi visualisasi menggunakan ultrasound. Meskipun begitu, tepi abses yang
berbatasan dengan pleura atau berbatasan dengan daerah paru yang mengalami
penekanan ataupun perselubungan dapat tervisualisasi. Hal ini harus dibedakan dengan
empiema.
2.3.7 Penatalaksanaan
a. Terapi antibiotik
Penisilin merupakan pilihan dengan dosis satu juta unit, 2-3 kali sehari
intramuskular. Bila diperkirakan terdapat kuman gram negatif dapat ditambahkan
kloramfenikol 500 mg empat kali sehari. Respons terapi yang baik akan terjadi
dalam 2-4 minggu, dan selanjutnya bisa dilanjutkan dengan terapi antibiotik
peroral. Pada terapi peroral diberikan:
Penisilin oral 750 mg empat kali sehari.
Apabila hasil terapi kurang memuaskan, terapi dapat dirubah dengan:
Klindamisin 600 mg tiap 8 jam,
Metronidazol 4x500 mg, atau
Gentamisin 5 mg/kg BB dibagi dalam 3 dosis tiap hari.4
b. Drainase postural
Selalu dilakukan bersama dengan pemberian terapi antibiotik. Tubuh
diposisikan sedemikian rupa sehingga drainase pun menjadi lancar. Pada
kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus, dengan
produksi sputum purulen.4
c. Bronkoskopi
Penting untuk membersihkan jalan napas sehingga drainase pun menjadi
lancar.3,4 Di samping itu, dengan bronkoskopi dapat dilakukan aspirasi dan
pengosongan abses yang tidak mengalam drainase yang adekuat, serta dapat
diberikannya larutan antibiotik melewati bronkus langsung ke lokasi abses.1
d. Bedah
Pembedahan dilakukan bila terapi antibiotik gagal, yaitu bila :
- Abses menjadi menahun
- Kavitas, produksi dahak, dan gejala klinik masih tetap ada setelah terapi
intensif selama 6 minggu, atau
- Abses yang sudah sembuh tapi meninggalkan sisa jaringan parut yang
cukup luas dan mengganggu faal paru.4
Lobektomi merupakan prosedur yang paling sering, sedangkan reseksi
segmental biasanya cukup untuk lesi-lesi yang kecil. Pneumoektomi
diperlukan terhadap abses multipel atau gangren paruyang refrakter
terhadap penanganan dengan obat-obatan.1
2.3.8 Komplikasi