Anda di halaman 1dari 1

FATALISME

Agama mengandung nilai-nilai ajaran yang positif dan bermanfaat bagi kehidupan
manusia. Menurut Elizabeth K. Nottingham sebagai pakar sosiologi agama mengungkapkan
fungsi agama yaitu : fungsi edukatif,penyelamat,kontrol sosial. Dapat dilihat bahwa agama
memiliki fungsi dan peran yang dominan dalam menopang pembentukan tatanan kehidupan
yang diperlukan untuk meningkatkan peradaban manusia. Dengan mematuhi perintah agama
diharapkan pemeluknya termotivasi untuk meningkatkan kualitas dirinya.
Sayangnya dalam kenyataannya, nilai-nilai agama sering “dimanipulasi” hingga
melahirkan masyarakat pemeluk yang fatalis (berserah kepada nasib).

Sikap pasrah yang mengarah kepada fatalisme dapat dikategorikan sebagi tingkah laku
keagamaan yang menyimpang, sikap seperti ini setidaknya mengabaikan fungsi dan peran
akal secara normal. Padahal agama menempatkan akal pada kedudukan yang tinggi. Dengan
akal manusia mampu membangun peradaban melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Islam sendiri dalam ajarannya memposisikan akal tuk mengiringi keimanan dalam
menentukan derajat pemeluknya. Secara psikologi , ada sejumlah faktor yang
melatarbelakangi munculnya fatalisme, yaitu:
1. Pemahaman yang Keliru
Sebagai manusia biasa, para agamawan memiliki latar belakang sosio-kultural, tingkat
pendidikan, maupun kapasitas yang berbeda. Dalam kondisi itu terbuka peluang timbulnya
“salah tafsir” dalam memahami pesan-pesan kitab suci maupun risalah rasul sehingga
menyebabkan fatalisme.
2. Otoritas Agamawan
Dalam komunitas agama selalu ada pemimpin agama atau agamawan yang jadi
panutuan pemeluk agamanya. Umumnya reputasi ketokohan dari si pemimpin agama itu
ditentukan oleh kusntitas pendukungnya, bukan didasarkan kualitas keagamaan. Tanpa
disadari tak jarang gejala seperti itu turut berengaruh terhadap ego para pemuka agama,
popularitas yang dicapai sering dianggap sebagai sukses diri pribadi ini harus senantiasa
dipertahankan dan bila perlu ditingkatkan.
Dalam kondisi sepert ini terkadang dengan menggunakan otoritasnya yang berlebihan,
pemimpin agama terjebak kepada upaya untuk memitoskan ajaran agama. Pemimpin agama
ini berusaha menciptakan situasi psikologi pengikutnya melalui otoritas keagamaan yang ia
miliki, hingga mempengaruhi terbentuknya sikap penurut. Inilah salah satu faktor terjadinya
fatalisme dalam agama.

Anda mungkin juga menyukai