Ananto Widiaji
1506729651
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
DEPOK 2017
BAB 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT
A. Pengertian Individu
Menurut Soediman Kartohadiprojo individu adalah makhluk hidup ciptaan tuhan yang
maha esa yang didalam dirinya dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, ras,
rasio, dan rukun. Raga merupakan jasmani yang dapat membedakan manusia satu sama lain.
Rasa adalah kemampuan untuk menangkap rasa dari benda-benda dan perasaan seperti
panas, dingin,dll. Sedangkan rasio merupakan kelengkapan manusia untuk mengatasi
segala macam sesuatu yang diperlukan dan untuk mengembangkan diri manusia. Setelah
itu rukun adalah hidup bergaul dengan sesama individu secara harmonis dan damai dan
saling melengkapi. Individu yang memiliki empat syarat diatas hidup bersama dalam
masyarakat. Masyarakat adalah wadah hidup bersama dari individu-individu yang terjalin
dengan baik. Seseorang dalam mengembangkan konsep individu biasanya memikirkan
hipotesis terhadap posisinya dalam masyarakat. Dalam buku Pengantar Sosiologi karangan
Huky , Coolye mengemukakan tiga fase dalam memunculkan konsep tentang diri sendiri
yaitu: Fase persepsi, penafsiran, dan menjawab. Arti menjawab disini merupakan fase
seseorang dalam memutuskan sifat mana yang ia akan tentukan seperti sifat
sombong,angkuh,baik, dll.
B. Pengertian Masyarakat
Menurut Abdul Syani masyarakat artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan
saling berhubungan dan saling mempengaruhi dari situ terbentuklah sebuah masyarakat.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai masyarakat maka Soerjono Soekamto menjabarkan
ciri-ciri masyarakat seperti manusia harus hidup bersama, bercampur dengan waktu yang
lama untuk saling mengerti, sadar bahwa mereka satu kesatuan, dan merupakan suatu
sistem hidup bersama.
BAB 4 KEBUDAYAAN
A. DEFINISI KEBUDAYAAN
Kebudayaan berasal dari kata Sanskerta Buddhayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kebudayaan adalah suatu
komponen penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya struktur sosial. Secara sederhana,
kebudayaan merupakan cara hidup. Cara hidup tersebut meliputi cara berpikir, cara berencana, cara
bertindak, dan dipatuhi oleh anggota masyarakat berdasarkan kesepakatan bersama.
Menurut C. Kluckhohn terdapat 7 unsur kebudayaan yaitu
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, rumah, alat rumah tangga, transport, dsb)
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem distribusi)
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dsb)
4. Bahasa lisan dan tertulis
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, dsb)
6. Sistem pengetahuan
7. Religi (sistem kepercayaan)
Didalam kebudayaan terkandung norma-norma sosial yang mengandung sanksi yang akan
dijatuhkan apabila terjadi pelanggaran. Norma-norma tersebut mengandung kebiasaan hidup dan
adat istiadat. Ada pula adat istiadat yang lebih berat, mores yang diwajibkan untuk dianut dan
diharamkan jika dilanggar. Selain itu ada pula custom, kebiasaan seseorang yang dilakukan juga
oleh orang lain yang kemudian menimbulkan norma yang dijadikan sebagai patokan bertindak.
Kebudayaan berfungsi untuk mengatur manusia agar dapat memahami bagaimana seharusnya
bertingkah laku dan berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam masyarakat. Sedangkan adat
kebiasaan merupakan kelakuan pribadi, kebiasaan seseorang yang menjadi kebiasaan orang lain.
Kebiasaan memiliki beberapa arti yaitu kebiasaan yang menunjuk pada suatu kenyataan yang
bersifat objektif, kebiasaan yang dijadikan norma bagi seseorang, dan kebiasaan sebagai
perwujudan keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.
B. NILAI-NILAI SOSIAL
Nilai dapat diartikan sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang
berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah, suka tidak suka terhadap suatu objek, baik
material maupun non-material. Terdapat 11 ciri nilai sosial menurut D.A. Wila Huky (1982):
1. Nilai merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi di antara para anggota
masyarakat. Nilai tercipta secara sosial, bukan bawaan lahir.
2. Nilai sosial ditularkan. Nilai dapat ditularkan dari satu kelompok ke kelompok lainnya melalui
berbagai proses sosial.
3. Nilai dipelajari. Nilai dicapai bukan karena bawaan lahir. Nilai didapat melalui sosialisasi.
4. Nilai memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha pemenuhan kebutuhan sosial.
Nilai menjadi dasar bagi tindakan dan tingkah laku serta membantu masyarakat agar dapat
berfungsi dengan baik.
5. Nilai merupakan asumsi-asumsi abstrak di mana terdapat konsensus sosial terhadap harga relatif
dari objek dalam masyarakat.
6. Nilai cenderung berkaitan satu dengan yang lain secara komunal untuk membentuk pola-pola
dan sistem nilai dalam masyarakat.
7. Sistem-sistem nilai bervariasi antara kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain, sesuai
dengan harga relative yang diperlihatkan oleh setiap kebudayaan terhadap pola-pola aktivitas dan
tujuan serta sasarannya.
8. Nilai selalu menggambarkan alternative dan sistem-sitem yang terdiri dari struktur rangking
sehingga saling menyempurnakan dan mengisi.
9. Masing-masing nilai dapat mempunyai efek yang berbeda terhadap tiap orang dan masyarakat
10. Nilai-nilai melibatkan emosi
11. NIlai-nilai dapat mempengaruhi perkembangan pribadi baik secara positif maupun negatif
Dalam pandangan sosiologis, nilai secara umum dapat berfungsi sebagai langkah persiapan bagi
petunjuk penting untuk memprediksi perilaku. Ada nilai yang lebih ditekankan sebagai petunjuk
arah demi tercapainya tujuan sosial kemasyarakatan. Menurut Huky, ada beberapa fungsi umum
dari nilai-nilai sosial yaitu:
1. Nilai-nilai menyumbangkan seperangkat alat yang siap dipakai untuk menetapkan harga sosial
dari pribadi dan kelompok.
2. Cara-cara berpikir dan bertingkah laku secara ideal dalam masyarakat dibentuk oleh nilai.
3. Nilai-nilai merupakan penentu akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya.
4. Nilai-nilai dapat berfungsi sebagai alat pengawas dengan daya tekan dan mengikat tertentu.
5. Nilai-nilai dapat berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota dan masyarakat.
C. NORMA-NORMA SOSIAL
Nilai dan norma sosial saling berkaitan dan tidak dapat dilepaskan. Perbedaan norma dengan nilai
adalah norma mengandung peraturan-peraturan yang memiliki sanksi tegas bagi pelanggarnya. Hal
ini menjadi faktor pendorong bagi individu dan masyarakat untuk mencapai nilai sosial tertentu
yang dianggap terbaik. Norma biasanya dinyatakan dalam bentuk-bentuk kebiasaan, tata kelakuan,
dan adat istiadat. Norma sosial menurut pandangan sosiologis banyak ditekankan dalam peraturan
tertulis dan non tertulis, yang dinilai oleh anggota kelompok sebagai hal yang pantas atau tidak
pantas. Norma sosial dalam kehidupan masyarakat dianggap sebagai alat kendali atas tindakan
anggota masyarakat. Secara sosiologis terdapat empat bagian norma sosial:
1. Cara berbuat (usage)
Norma yang disebut cara hanya mempunyai kekuatan yang sangat lemah dibanding norma lainnya.
Jika terjadi pelanggran terhadap norma tersebut, sanksi yang diberikan hanyalah sanksi ringan
berupa cemoohan atau celaan dari individu lain.
2. Kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang (folkways)
Kebiasaan tercipta karena perbuatan yang berulang-ulang. Karena perbuatan yang berulang-ulang
tersebut maka kebiasaan lebih kuat daripada cara.
3. Tata-kelakuan (mores)
Tata kelakuan merupakan kebiasaan yang diakui oleh masyarakat sebagai norma pengatur dalam
berperilaku. Tata kelakuan berfungsi sebagai pengawas kelakuan dalam masyarakat. Tata kelakuan
mempunyai kekuatan pemaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; jika terjadi pelanggaran,
maka dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi berupa pemaksaan terhadap pelanggarnya untuk
kembali menyesuaikan diri terhadap tata kelakuan yang telah digariskan.
4. Adat-istiadat (custom)
Adat istiadat adalah tata-kelakuan yang berupat aturan-aturan yang mempunyai sanksi lebih keras.
Sanksinya dapat merupakan sanski hukum formal maupun informal. Sanksi hukum formal
melibatkan Undang-Undang. Sedangkan sanski hukum informal biasanya diterapkan berdasarkan
kepentingan masyarakat.
D. SOSIALISASI
Menurut Soejono Dirdjosisworo (1985) sosialisasi mengandung tiga pengertian:
1. Proses sosialisasi adalah proses belajar. Proses dimana indvidu menahan, mengubah dirinya, dan
mengambil alih cara hidup atau kebudayaan masyarakat.
2. Dalam proses sosialisasi individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan
tingkah laku, dan ukuran kepatuhan tingkah laku dalam masyarakat.
3. Semua sifat kecakapan yang dipelajari disusun dan dikembangkan sebagai suatu sistem
Sosialisasi dapat terjadi secara langsung bertatap muka dalam pergaulan sehari-hari; juga dapat
terjadi secara tidak langsung seperti melalui surat, telepon, atau media massa. Sosialisasi juga dapat
terjadi secara paksa dan kejam karena adanya kepentingan tertentu yang memaksakan kebiasaan
mereka terhadap individu.
E. PENGAWASAN SOSIAL
Dalam kehidupan masyarakat, tindakan manusia senantiasa diatur dan dibatasi oleh berbagai
norma sosial. Norma sosial yang berfungsi sebagai pengendali setiap kelakuan manusia dalam
kehidupan masyarakat disebut pengawasan sosial. Dalam konsep sosiologi, pengawasan sosial
dapat diartikan sebagai suatu proses pembatasan tindakan yang bertujuan untuk mengajak,
memberi teladan, membimbing atau memaksa setiap anggota masyarakat agar tunduk pada norma
sosial yang berlaku. Menurut Abu Ahmadi (1985), pengawasan sosial adalah suatu proses baik
yang direncanakan maupun tidak, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing bahkan memaksa
masyarakat agar memathui nilai dan kaidah yang berlaku. Cakupan pengendalian sosial menurut
Ahmadi adalah pengawasan dari individu terhadap individu lain, pengawan dari indvidu terhadap
kelompok, pengawan dari kelompok terhadap kelompok, pengawasan dari kelompok terhadap
individu.
BAB 14 Modernisasi
Daftar Pustaka
1. Abdulsyani. 1994. Sosiologi: Skematik, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
2. Bottomore, T. B. 2006. Elite dan Masyarakat. Jakarta: Akbar Tandjung Institute.
3. Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo.