Anda di halaman 1dari 11

RANGKUMAN 2 READER MANUSIA DAN MASYARAKAT INDONESIA

Ananto Widiaji
1506729651

UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
DEPOK 2017
BAB 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT
A. Pengertian Individu

Menurut Soediman Kartohadiprojo individu adalah makhluk hidup ciptaan tuhan yang
maha esa yang didalam dirinya dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, ras,
rasio, dan rukun. Raga merupakan jasmani yang dapat membedakan manusia satu sama lain.
Rasa adalah kemampuan untuk menangkap rasa dari benda-benda dan perasaan seperti
panas, dingin,dll. Sedangkan rasio merupakan kelengkapan manusia untuk mengatasi
segala macam sesuatu yang diperlukan dan untuk mengembangkan diri manusia. Setelah
itu rukun adalah hidup bergaul dengan sesama individu secara harmonis dan damai dan
saling melengkapi. Individu yang memiliki empat syarat diatas hidup bersama dalam
masyarakat. Masyarakat adalah wadah hidup bersama dari individu-individu yang terjalin
dengan baik. Seseorang dalam mengembangkan konsep individu biasanya memikirkan
hipotesis terhadap posisinya dalam masyarakat. Dalam buku Pengantar Sosiologi karangan
Huky , Coolye mengemukakan tiga fase dalam memunculkan konsep tentang diri sendiri
yaitu: Fase persepsi, penafsiran, dan menjawab. Arti menjawab disini merupakan fase
seseorang dalam memutuskan sifat mana yang ia akan tentukan seperti sifat
sombong,angkuh,baik, dll.

B. Pengertian Masyarakat

Menurut Abdul Syani masyarakat artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan
saling berhubungan dan saling mempengaruhi dari situ terbentuklah sebuah masyarakat.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai masyarakat maka Soerjono Soekamto menjabarkan
ciri-ciri masyarakat seperti manusia harus hidup bersama, bercampur dengan waktu yang
lama untuk saling mengerti, sadar bahwa mereka satu kesatuan, dan merupakan suatu
sistem hidup bersama.

C. Hubungan antara individu dan masyarakat

Hubungan individu dan masyarakat pada hakikatnya merupakan hubungan fungsional,


artinya hubungan individu dalam suatu kolektivitas merupakan kesatuan yag terbuka dan
ketergantungan satu sama lainnya. Faktor utama yang menyebabkan manusia
bermasyarakat adalah manusia sejatinya tidak bisa hidup sendiri karena ia membutuhkan
orang lain untuk bertahan hidup.

BAB 4 KEBUDAYAAN
A. DEFINISI KEBUDAYAAN
Kebudayaan berasal dari kata Sanskerta Buddhayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal. Kebudayaan adalah suatu
komponen penting dalam kehidupan masyarakat, khususnya struktur sosial. Secara sederhana,
kebudayaan merupakan cara hidup. Cara hidup tersebut meliputi cara berpikir, cara berencana, cara
bertindak, dan dipatuhi oleh anggota masyarakat berdasarkan kesepakatan bersama.
Menurut C. Kluckhohn terdapat 7 unsur kebudayaan yaitu
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, rumah, alat rumah tangga, transport, dsb)
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, sistem distribusi)
3. Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, dsb)
4. Bahasa lisan dan tertulis
5. Kesenian (seni rupa, seni suara, dsb)
6. Sistem pengetahuan
7. Religi (sistem kepercayaan)
Didalam kebudayaan terkandung norma-norma sosial yang mengandung sanksi yang akan
dijatuhkan apabila terjadi pelanggaran. Norma-norma tersebut mengandung kebiasaan hidup dan
adat istiadat. Ada pula adat istiadat yang lebih berat, mores yang diwajibkan untuk dianut dan
diharamkan jika dilanggar. Selain itu ada pula custom, kebiasaan seseorang yang dilakukan juga
oleh orang lain yang kemudian menimbulkan norma yang dijadikan sebagai patokan bertindak.
Kebudayaan berfungsi untuk mengatur manusia agar dapat memahami bagaimana seharusnya
bertingkah laku dan berbuat untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam masyarakat. Sedangkan adat
kebiasaan merupakan kelakuan pribadi, kebiasaan seseorang yang menjadi kebiasaan orang lain.
Kebiasaan memiliki beberapa arti yaitu kebiasaan yang menunjuk pada suatu kenyataan yang
bersifat objektif, kebiasaan yang dijadikan norma bagi seseorang, dan kebiasaan sebagai
perwujudan keinginan seseorang untuk berbuat sesuatu.
B. NILAI-NILAI SOSIAL
Nilai dapat diartikan sebagai ukuran sikap dan perasaan seseorang atau kelompok yang
berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah, suka tidak suka terhadap suatu objek, baik
material maupun non-material. Terdapat 11 ciri nilai sosial menurut D.A. Wila Huky (1982):
1. Nilai merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi di antara para anggota
masyarakat. Nilai tercipta secara sosial, bukan bawaan lahir.
2. Nilai sosial ditularkan. Nilai dapat ditularkan dari satu kelompok ke kelompok lainnya melalui
berbagai proses sosial.
3. Nilai dipelajari. Nilai dicapai bukan karena bawaan lahir. Nilai didapat melalui sosialisasi.
4. Nilai memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha pemenuhan kebutuhan sosial.
Nilai menjadi dasar bagi tindakan dan tingkah laku serta membantu masyarakat agar dapat
berfungsi dengan baik.
5. Nilai merupakan asumsi-asumsi abstrak di mana terdapat konsensus sosial terhadap harga relatif
dari objek dalam masyarakat.
6. Nilai cenderung berkaitan satu dengan yang lain secara komunal untuk membentuk pola-pola
dan sistem nilai dalam masyarakat.
7. Sistem-sistem nilai bervariasi antara kebudayaan satu dengan kebudayaan yang lain, sesuai
dengan harga relative yang diperlihatkan oleh setiap kebudayaan terhadap pola-pola aktivitas dan
tujuan serta sasarannya.
8. Nilai selalu menggambarkan alternative dan sistem-sitem yang terdiri dari struktur rangking
sehingga saling menyempurnakan dan mengisi.
9. Masing-masing nilai dapat mempunyai efek yang berbeda terhadap tiap orang dan masyarakat
10. Nilai-nilai melibatkan emosi
11. NIlai-nilai dapat mempengaruhi perkembangan pribadi baik secara positif maupun negatif
Dalam pandangan sosiologis, nilai secara umum dapat berfungsi sebagai langkah persiapan bagi
petunjuk penting untuk memprediksi perilaku. Ada nilai yang lebih ditekankan sebagai petunjuk
arah demi tercapainya tujuan sosial kemasyarakatan. Menurut Huky, ada beberapa fungsi umum
dari nilai-nilai sosial yaitu:
1. Nilai-nilai menyumbangkan seperangkat alat yang siap dipakai untuk menetapkan harga sosial
dari pribadi dan kelompok.
2. Cara-cara berpikir dan bertingkah laku secara ideal dalam masyarakat dibentuk oleh nilai.
3. Nilai-nilai merupakan penentu akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan sosialnya.
4. Nilai-nilai dapat berfungsi sebagai alat pengawas dengan daya tekan dan mengikat tertentu.
5. Nilai-nilai dapat berfungsi sebagai alat solidaritas di kalangan anggota dan masyarakat.
C. NORMA-NORMA SOSIAL
Nilai dan norma sosial saling berkaitan dan tidak dapat dilepaskan. Perbedaan norma dengan nilai
adalah norma mengandung peraturan-peraturan yang memiliki sanksi tegas bagi pelanggarnya. Hal
ini menjadi faktor pendorong bagi individu dan masyarakat untuk mencapai nilai sosial tertentu
yang dianggap terbaik. Norma biasanya dinyatakan dalam bentuk-bentuk kebiasaan, tata kelakuan,
dan adat istiadat. Norma sosial menurut pandangan sosiologis banyak ditekankan dalam peraturan
tertulis dan non tertulis, yang dinilai oleh anggota kelompok sebagai hal yang pantas atau tidak
pantas. Norma sosial dalam kehidupan masyarakat dianggap sebagai alat kendali atas tindakan
anggota masyarakat. Secara sosiologis terdapat empat bagian norma sosial:
1. Cara berbuat (usage)
Norma yang disebut cara hanya mempunyai kekuatan yang sangat lemah dibanding norma lainnya.
Jika terjadi pelanggran terhadap norma tersebut, sanksi yang diberikan hanyalah sanksi ringan
berupa cemoohan atau celaan dari individu lain.
2. Kebiasaan atau perbuatan yang berulang-ulang (folkways)
Kebiasaan tercipta karena perbuatan yang berulang-ulang. Karena perbuatan yang berulang-ulang
tersebut maka kebiasaan lebih kuat daripada cara.

3. Tata-kelakuan (mores)
Tata kelakuan merupakan kebiasaan yang diakui oleh masyarakat sebagai norma pengatur dalam
berperilaku. Tata kelakuan berfungsi sebagai pengawas kelakuan dalam masyarakat. Tata kelakuan
mempunyai kekuatan pemaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu; jika terjadi pelanggaran,
maka dapat mengakibatkan jatuhnya sanksi berupa pemaksaan terhadap pelanggarnya untuk
kembali menyesuaikan diri terhadap tata kelakuan yang telah digariskan.

4. Adat-istiadat (custom)
Adat istiadat adalah tata-kelakuan yang berupat aturan-aturan yang mempunyai sanksi lebih keras.
Sanksinya dapat merupakan sanski hukum formal maupun informal. Sanksi hukum formal
melibatkan Undang-Undang. Sedangkan sanski hukum informal biasanya diterapkan berdasarkan
kepentingan masyarakat.
D. SOSIALISASI
Menurut Soejono Dirdjosisworo (1985) sosialisasi mengandung tiga pengertian:
1. Proses sosialisasi adalah proses belajar. Proses dimana indvidu menahan, mengubah dirinya, dan
mengambil alih cara hidup atau kebudayaan masyarakat.
2. Dalam proses sosialisasi individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan
tingkah laku, dan ukuran kepatuhan tingkah laku dalam masyarakat.
3. Semua sifat kecakapan yang dipelajari disusun dan dikembangkan sebagai suatu sistem
Sosialisasi dapat terjadi secara langsung bertatap muka dalam pergaulan sehari-hari; juga dapat
terjadi secara tidak langsung seperti melalui surat, telepon, atau media massa. Sosialisasi juga dapat
terjadi secara paksa dan kejam karena adanya kepentingan tertentu yang memaksakan kebiasaan
mereka terhadap individu.
E. PENGAWASAN SOSIAL
Dalam kehidupan masyarakat, tindakan manusia senantiasa diatur dan dibatasi oleh berbagai
norma sosial. Norma sosial yang berfungsi sebagai pengendali setiap kelakuan manusia dalam
kehidupan masyarakat disebut pengawasan sosial. Dalam konsep sosiologi, pengawasan sosial
dapat diartikan sebagai suatu proses pembatasan tindakan yang bertujuan untuk mengajak,
memberi teladan, membimbing atau memaksa setiap anggota masyarakat agar tunduk pada norma
sosial yang berlaku. Menurut Abu Ahmadi (1985), pengawasan sosial adalah suatu proses baik
yang direncanakan maupun tidak, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing bahkan memaksa
masyarakat agar memathui nilai dan kaidah yang berlaku. Cakupan pengendalian sosial menurut
Ahmadi adalah pengawasan dari individu terhadap individu lain, pengawan dari indvidu terhadap
kelompok, pengawan dari kelompok terhadap kelompok, pengawasan dari kelompok terhadap
individu.

BAB 5 STRUKTUR SOSIAL


A. Definisi Struktur Sosial
Tidak ada definisi yang pasti atau tetap untuk mengartikan struktur sosial. Sebagian ahli
menjabarkan bahwa struktur sosial identik dengan pranata sosial dan lembaga sosial. Struktur
sosial mencakup berbagai hubungan sosial antara individu-individu secara teratur pada waktu
tertentu yang merupakan keadaan statis dari dari suatu sistem sosial. Jadi bisa dibilang struktur
sosial mencakup seluruh prinsip-prinsip hubungan-hubungan sosial yang bersifat tetap dan stabil.
Dari sini bisa dijabarkan secara singkat bahwa struktur sosial adalah tatanan sosial dalam
kehidupan masyarakat yang didalamnya terkandung hubungan timbal balik antara status dan
peranan dengan batas-batas perangkat unsur-unsur sosial yang menunjuk suatu keteraturan
perilaku, sehingga dapat memberikan bentuk sebagai suatu masyarakat.

B. Ciri-Ciri Struktur Sosial


Untuk lebih jelasnya adapun dijelaskan beberapa ciri dari struktur sosial. Yang pertama adalah
struktur sosial mengacu pada hubungan-hubungan sosial yang dapat membentuk masyarakat. Ini
dapat diambil contoh yaitu hubungan-hubungan sosial antar anggota kelompok masyarakat. Yang
kedua adalah struktur sosial mencakup semua hubungan sosial antara individu-individu pada saat
tertentu. Yang ketiga struktur sosial merupakan seluruh kebudayaan masyarakat yang dapat dilihat
dari sudut pandang teoritis. Struktur sosial adalah realitas sosial yang bersifat statis. Ciri kelima
adalah peranan empiris yang berubah. Menurut Soerjono Soekanto unsur-unsur sosial yang pokok
adalah Kelompok sosial, kebudayaan, lembaga sosial, stratifikasi sosial, kekuasaan dan wewenang.

C. Fungsi Struktur Sosial dalam Kehidupan Masyarakat


Dengan adanya struktur sosial maka masyarakat akan menemui batas-batas tertentu dalam
melakukan sesuatu. Hal ini juga menurut Mayor Polak (1979) berfungsi sebagai pengawas sosial,
hal ini dijadikan sebagai pengawas sosial agar mencegah pelanggaran-pelanggaran norma dan
peraturan sehingga disiplin kelompok dapat dipertahankan. Ketertiban dan kestabilan masyarakat
tercipta karena adanya norma dan peraturan yang berlaku pada masyarakat saat itu. Menurut Emile
Durkheim keteraturan dan kestabilan itu tercipta karena ada faktor pengikat yang berkaitan dengan
moral masyarakat, faktor itu adalah control sosial, stabilitas keluarga yang besar, dan sifat
heterogenitas.

BAB 6 LEMBAGA SOSIAL

A. Definisi Lembaga Sosial


Lembaga pada mulanya terbentuk dari suatu kebiasaan yang dilakukan terus-menerus sampai
menjadi adat istiadat, kemudian berkembang menjadi tata kelakuan (mores). Lembaga bertujuan
untuk mengatur antar hubungan yang diadakan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang paling
penting. Dengan demikian lembaga mencakup aspek penting seperti kebiasaan, tata kelakuan,
norma atau kaidah hukum. Soerjono Soekanto sendiri melihat lembaga sebagai suatu jaringan
daripada proses-proses hubungan antar manusia yang berfungsi untuk memelihara hubungan-
hubungan tersebut sesuai pola-polanya, sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan
kelompoknya.

B. Latar Belakang Terjadinya Lembaga Sosial


Terjadinya lembaga sosial bermula dari tumbuhnya suatu kekuatan ikatan hubungan antar manusia
dalam suatu masyarakat. Hubungan ini sangat erat kaitannya dengan norma. Menurut Soerjono
Soekanto tumbuhnya lembaga sosial oleh karena manusia dalam hidupnya memerlukan keteraturan,
maka dirumuskan norma-norma dalam masyarakat. Mula-mula norma tersebut terbentuk secara
tidak sengaja namun lama-kelamaan norma tersebut dibuat secara sadar. Dalam sosiologi dikenal
ada beberapa tahap pelembagaan, yang pertama adalah cara (usage) yang menunjuk pada suatu
perbuatan. Kedua, cara ini berlanjut ke tahap kebiasaan (folkways), atau perbuatan yang diulang-
ulang dalam setiap usaha untuk mencapai tujuan tertentu. Ketiga apabila hal tersebut sudah bayak
diterima masyarakat dan sudah ada pengawas maka yang melanggar akan dikenakan sanksi. Jika
tata kelakuan ini semakin kuat dan telah mengikat para anggotanya hal ini disebut adat-istiadat
(custom). Menurut H.M. Johnson agar suatu norma dapat dipenuhi maka harus ada 3 syarat yaitu,
bagian terbesar dari warga suatu sistem sosial menerima norma tersebut, norma tersebut sebagian
besar sudah menjiwai warga-warga pada sistem sosial tersebut, dan norma tersebut bersanksi.

BAB 13 PERUBAHAN SOSIAL

A. Definisi Perubahan Sosial


Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan. Perubahan-perubahan pada
kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang wajar, karena setiap manusia
mempunyai kepentingan yang tak terbatas. Perubahan-perubahan akan nampak setelah tatanan
sosial dan kehidupan masyarakat yang lama dapat dibandingkan dengan tatanan dan kehidupan
masyarakat yang baru. Ada beberapa definisi tentang perubahan sosial dari para ahli. Salah satunya
dari Gillin dan Gillin yang mangatakan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah suatu variasi
dari cara-cara hidup yang telah diterima yang disebabkan baik karena perubahan-perubahan
kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk,ideologi maupun karena adanya
difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut.

B. Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial


Yang pertama adalah timbunan kebudayaan dan penemuan baru. Timbunan kebudayaan
merupakan faktor peneybab perubahan sosial yang penting. Kebudayaan dalam kehidupan
masyarakat senantiasa terjadi penimbunan, yaitu kebudayaan semakin lama semakin beragam dan
bertambah secara akumulatif. Bertimbunnya budaya ini disebabkan oleh adanya penemuan baru
dari anggota masyarakat. Menurut Koentjaraningrat fakotr-faktor yang mnimbulkan masyarakat
menemukan penemuan baru yang pertama adalah kesadaran dari perorangan aka kekurangan dalam
kebudayaannya, kedua kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan dan yang ketiga perangsang
bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat. Faktor perubahan sosial yang lainnya adalah
perubahan jumlah penduduk. Bertambahnya penduduk pada suatu daerah dapat mengakibatkan
perubahan pada struktur masyarakat, teruatama megenai lembaga-lembaga masyarakatnya.
Sedangkan pengurangan penduduk dapat berdampak pada kekosongan suatu daerah. Faktor ketiga
adalah pertentangan. Pertentangan antara anggota masyarakat dapat terjadi karena perubahan
masyarakat yang pesat. Masyarakat yang heterogen biasanya kurang dekat antara kelompok satu
dengan kelompok yang lainnya, individu saling mencari jalannya sendiri. Sementara itu kondisi
sumber pemenuhan kebutuhan semakin terbatas, sehingga muncul persaingan. Jika proses ini
memuncak maka munculah konflik. Pada saat konflik inilah masyarakat mulai terpengaruh hal-hal
baru.

C. Bentuk-bentuk Perubahan Sosial


Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat dapat dibagi menjadi beberapa bentuk. Yaitu
revolusi dan evolusi serta perubahan berencana dan tak berencana. Perubahan evolusi adalah
perubahan-perubahan sosial yang terjadi dalam proses yang lambat dan tanpa ada kehendak
tertentu dari masyarakat. Perubahan ini berkembang seiring dengan manusia dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan perubahan revolusi adalah perubahan yang
berlangsung secara cepat dan tidak ada kehendak atau perencanaan sebelumnya. Perubahan ini
biasanya diawali oleh konflik. Menurut Soerjono Soekanto syarat-syarat revolusi adalah adanya
keinginan umum untuk melakukan perubahan, adanya seorang pemimpin yang memimpin
masyarakat atau kelompok tersebut, pemimpin tersebut juga harus dapat menentukan tujuan
revolusi dan menampung aspirasi dan yang terpenting harus adanya momentum untuk melakukan
revolusi tersebut. Perubahan yang direncanakan adalah perubahan–perubahan terhadap lembaga-
lembaga kemasyaraktan yang didasarkan pada perencanaan yang matang oleh pihak-pihak yang
menghendaki perubahan-perubahan tersebut. Setiap perubahan yang direncanakan selalu ada pada
kendali dari yang disebut agent of change. Sebelum melakukan perubahan ada baiknya agent of
change tersebut melakukan pengamatan terhadap masyarakat sehingga ia tau pasti apa yang
diinginkan dan dibutuhkan masyarakat. Sedangka perubahan yang tidak direncakan merupakan
perubahan yang tidak dikehendaki oleh masyarakat dan sering menimbulkan pertentangan yang
merugikan masyarakat.

BAB 14 Modernisasi

A. Pengertian dan Syarat-syarat Modernisasi


Berdasarkan pengertian para ahli terkait dengan modernisasi dapat ditarik garis besar bahwa
modern berarti berkemajuan yang rasional dalam segala bidang dan meningkatnya taraf
penghidupan masyarakat secara menyeluruh dan merata. Lalu modern juga berarti berkemanusiaan
dan tinggi nilai peradabannya dalam pergaulan hidup dalam masyarakat. Adapun syarat-syarat
suatu modernisasi menurut Soerjono Soekanto adalah cara berpikir yag ilmiah dalam masyarakat,
sistem administrasi negara yang baik, adanya sistem pengumpulan data yang baik,teratur, dan
terpusat, adanya dukungan dari masyarakat terhadap modernisasi itu sendiri, tingkat organisasi
yang tinggi, dan yang terakhir adalah sentralisasi wewenang dalam perencanaan sosial.
B.Perbedaan dan Persamaan Modernisasi, Westernisasi, dan Sekularisasi
Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu perubahan kearah yang lebih maju ata
meningkat dalam berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan
bahwa modernisasi merupakan perubahan dari cara-cacra tradisional ke cara-cara yang lebih maju.
Westernisasi adalah suatu proses peniruan oleh suatu masyarakat atau negara tentang negara-
negara barat yang dianggap lebih baik dari kebudayaan negara sendiri. Sekularisasi adalah suatu
proses pembedaan antara nilai-nilai keagamaan (spiritual) dengan nilai-nilai kepentingan
keduniaan. Persamaannya adalah ketiganya sama-sama memiliki kepentingan soal duniawi, sama-
sama menganggap dari suatu kurang menjadi yang lebih, sama-sama mempunyai unsur dari negara
barat, dan sama-sama merupakan hasil perbandingan dari suatu aspek-aspek kehidupan manusia
yang dirasionalisasikan. Perbedaannya adalah modernisasi tidak mutlak westernisasi ataupun
sekularisasi, tidak mempersoalkan nilai-nilai keagamaan, proses perkembangannya lebih umum,
dan modernisasi mutlak bagi tiap negara. Sedangkan perbedaan westernisasi adalah mutlak
pembaratan, tidak mempertentangkan kebudayaan barat dengan kebudayaan sendiri. Sedangkan
perbedaan sekularisasi adalah berorientasi semata-mata kepada masalah keduniaan dan
mengenyampingkan nilai-nilai keagamaan.

II. ELITE DAN MASYARAKAT


Teori Marx menyatakan bahwa setiap masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu yang
berkuasa dan yang dikuasai. Posisi yang berkuasa dijelaskan kepemilikan instrumen-instrumen
utama produksi ekonomi, konsep Marx pada kelas yang bekuasa tergantung pada teori sosial pada
umumnya. Posisi dominan kelas yang berkuasa akan dijelaskan dengan kepemilikan instrumen-
instrumen utama produksi ekonomi. Garis konflik kelas ditarik secara paling tegas dalam
masyarakat-masyarakat kapitalis modern, karena dalam masyarakat semacam itu pemisahan
kepentingan-kepentingan ekonomi terlihat paling nyata, tidak tersamarkan oleh ikatan pribadi.
yang memerintah” atau “kelas politik” diajukan sebagai alternatif untuk membuktikan
kemustahilan mencapai bentuk masyarakat yang tanpa kelas dan mengenal kan kesulitan-kesulitan
teoritis. Elite yang memerintah, menurut Mosca dan Pareto, meliputi yang menduduki jabatan
penting kekuatan politik dalam suatu masyarakat. Kelas yang berkuasa mengandung teori bahwa
suatu kelas ekonomi yang berkuasa secara politis.
Perbedaan konsep “kelas yang berkuasa” dan “elite yang memerintah” ini menunjukkan bahwa
pada satu tingkatan keduanya mungkin berlawanan total, dengan bantuan konsep-konsep itu kita
dapat mencoba untuk membedakan hubungan antara elite-elite dan kelas-kelas.

Daftar Pustaka

1. Abdulsyani. 1994. Sosiologi: Skematik, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi Aksara.
2. Bottomore, T. B. 2006. Elite dan Masyarakat. Jakarta: Akbar Tandjung Institute.
3. Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Anda mungkin juga menyukai