BAB II Pembahasan
BAB II Pembahasan
PEMBAHASAN
a. Pengertian Syiah
Secara etimologis, Syi’ah berarti pengikut. Dalam pengertian historis
lainnya, istilah ini dapat juga diartikan sebagai pecinta dan penolong, sementara
dalam aspek terminologis kata ini bermakna: Mereka yang menyatakan bahwa Ali
bin Abu Thalib adalah yang paling utama di antara para sahabat dan yang berhak
untuk memegang tampuk kepemimpinan atas kaum Muslim, demikian pula anak
cucunya.
Kaum Syi’ah menurut istilah yang dipakai dalam lingkungan umat islam
adalah kaum yang beri’tiqad bahwa Saidina Ali Karromallahu Wajhah. Adalah
orang yang berhak menjadi Khalifah pengganti Nabi, karena Nabi berwasiat
bahwa pengganti beliau sesudah wafat adalah Saidina ‘Ali.
a. Pangkat khalifah pengganti Nabi sesudah Nabi wafat diwarisi oleh ahli waris
nabi dengan jalan tunjukkan dari nabi. Yang ditunjuk oleh nabi Muhammad
SAW. Pengganti beliau sesudah beliau wafat adalah Saidina Ali bin Abi Thalib
Kw., yaitu saudara sepupu nabi.
b. Khalifah yang dalam istilah Syi’ah ‘’Imam’’ , adalah pangkat yang tertinggi
dalam Islam dan bahkan salah satu rukun dan tiang Islam. Karena itu tidak
mungkin pangkat itu dibiarkan begitu saja kepada pilihan rakyat. Imam harus
ditunjuk oleh nabi dan imam-imam lain ditunjuk pula oleh imam itu. Orang-
1
orang yang memilih khalifah dengan jalan syura (musyawarah) adalah orang-
orang yang berdosa.
c. Khalifah (Imam) itu menurut paham syi’ah adalah ‘’ma’shum’’ , artinya tidak
pernah membuat dosa dan tidak boleh diganggu gugat dan dikritik, karena ia
adalah pengganti nabi yang sama kedudukannya dengan nabi.
d. Khalifah (Imam) masih mendapat wahyu dari Tuhan, walaupun tidak dengan
perantaraan Jibril dan wahyu yang dibawanya itu wajib ditaati. Imam-Imam
kaum Syi’ah mewarisi pangkat Nabi walaupun ia bukan Nabi.
1
Ahsin W. Alhafidz, Kamus Fiqih, Cet. 1, (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 9
2
Munawir, Kajian Hadits Dua Mazhab, Cet. 1, (Purwokerto: Stain Press, 2013), hlm. 1
2
Adapun al-Jama’ah, berasal dari kata jama’a dengan derivasi yajma’u
jama’atan yang berarti “menyetujui” atau “bersepakat”. Dalam hal ini, al-
jama’ah juga berarti berpegang teguh pada tali Allah SWT secara berjama‟ah,
tidak berpecah dan berselisih. Pernyataan ini sesuai dengan riwayat Ali bin Abi
Thalib yang mengatakan: “Tetapkanlah oleh kamu sekalian sebagaimana yang
kamu tetapkan, sesungguhnya aku benci perselisihan hingga manusia menjadi
berjamaa‟ah”.3
Satu hal yang perlu dijelaskan adalah walaupun kata al-jama’ah telah
menjadi nama dari kaum yang bersatu, akan tetapi jika kata al-jama’ah tersebut
di sandingkan dengan kata al-sunnah, yaitu Ahl al-Sunah wa al- Jama>’ah,
maka yang dimaksud dengan golongan ini adalah mereka, para pendahulu umat
ini yang terdiri dari para shahabat dan tabi‟in yang bersatu dalam mengikuti
kebenaran yang jelas dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul- Nya.
3
Munawir, Kajian Hadits Dua Mazhab…, hlm. 1
3
ditoleransi adanya perbedaan pendapat selama tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip ajaran Islam.
Begitu pula saat itu ada kelompok kecil yang berpendapat bahwa
Sayyidina Ali lebih berhak menjadi Khalifah dengan alasan karena dekatnya
hubungan kekeluargaan dengan Rasulullah SAW. Tapi dengan baiatnya Sayyidina
Ali kepada Khalifah Abu Bakar, maka selesailah masalah tersebut.
Oleh karena dasarnya politik dan bukan aqidah, maka hal-hal yang
demikian itu selalu terjadi, sebentar timbul dan sebentar hilang atau bubar. Begitu
pula setelah Sayyidina Ali dibaiat sebagai Khalifah, dimana saat itu Muawiyah
memberontak dari kepemimpinan Kholifah Ali, maka hal yang semacam itu
timbul lagi, sehingga waktu itu ada kelompok Ali atau Syi’ah Ali dan ada
kelompok Muawiyah atau Syi’ah Muawiyah. Jadi istilah Syi’ah pada saat itu tidak
hanya dipakai untuk pengikut atau kelompok Imam Ali saja, tapi pengikut atau
kelompok Muawiyah juga disebut Syi’ah.
4
C. Perbedaan Syiah dan Ahlussunnah wal jamaah
Secara khusus, Muslim Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib,
yaitu sepupu dan menantu Muhammad dan kepala keluarga Ahlul Bait, adalah
penerus kekhalifahan setelah Nabi Muhammad, yang berbeda
dengan khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Menurut keyakinan
Syi'ah, Ali berkedudukan sebagai khalifah dan imam melalui washiat Nabi
Muhammad.
5
Waljamaah dengan Syi’ah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka
perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.
Rukun Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya
juga berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai
pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syi’ah, bahwa Al-Qur'an mereka juga
berbeda dengan Al-Qur'an kita (Ahlussunnah).
a) Syahadatain
b) As-Sholah
c) As-Shoum
d) Az-Zakah
e) Al-Haj
a) As-Sholah
b) As-Shoum
c) Az-Zakah
d) Al-Haj
e) Al wilayah
6
Ahlussunnah : Rukun Iman ada 6 (enam) :
7
imam mereka (seperti orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syi’ah
dianggap kafir dan akan masuk neraka.
a) Abu Bakar
b) Umar
c) Utsman
d) Ali Radhiallahu anhum
Syi’ah : Ketiga Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh
Syi’ah. Karena dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
(padahal Imam Ali sendiri membai'at dan mengakui kekhalifahan mereka).
8
Aliran Syi'ah dalam sejarahnya terpecah-pecah dalam masalah Imamiyyah.
Sekte terbesar adalah Dua Belas Imam, diikuti oleh Zaidiyyah dan Ismailiyyah.
Ketiga kelompok terbesar itu mengikuti garis yang berbeda Imamiyyah, yakni:
Disebut juga Imamiyyah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas Imam) karena
mereka percaya bahwa yang berhak memimpin kaum Muslim hanyalah para
Imam dari Ahlul-Bait, dan mereka meyakini adanya dua belas Imam. Aliran ini
adalah yang terbesar di dalam Syi’ah. Urutan Imamnya adalah:
1) Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2) Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3) Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4) Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5) Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-Baqir
6) Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan Ja'far ash-Shadiq
7) Musa bin Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-Kadzim
8) Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
9) Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan Muhammad al-
Jawad atau Muhammad at Taqi
10) Ali bin Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-Hadi
11) Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-Askari
12) Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan Muhammad al-
Mahdi
b. Zaidiyyah
Disebut juga Syi'ah Lima Imam karena merupakan pengikut Zaid bin 'Ali
bin Husain bin 'Ali bin Abi Thalib. Mereka dianggap moderat karena tidak
menganggap ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan Imamnya adalah:
1) Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2) Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
9
3) Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4) Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5) Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali asy-Syahid,
adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad al-Baqir.
c. Ismailiyyah
Disebut juga Syi'ah Tujuh Imam karena mereka meyakini tujuh Imam,
dan mereka percaya bahwa Imam ketujuh ialah Isma'il. Urutan Imamnya adalah:
1) Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul Mukminin
2) Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-Mujtaba
3) Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain asy-Syahid
4) Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal Abidin
5) Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan Muhammad al-
Baqir
6) Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal dengan Ja'far
ash-Shadiq
7) Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far ash-Shadiq
dan kakak Musa al-Kadzim.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaum Syi’ah menurut istilah yang dipakai dalam lingkungan umat islam
adalah kaum yang beri’tiqad bahwa Saidina Ali Karromallahu Wajhah. Adalah
orang yang berhak menjadi Khalifah pengganti Nabi, karena Nabi berwasiat
bahwa pengganti beliau sesudah wafat adalah Saidina ‘Ali.
B. Saran
11
perbedaan prinsip ajaran Syi’ah dengan Islam. "Menag juga mengatakan
Kemenag mengeluarkan surat edaran no. D/BA.01/4865/1983 tanggal 5 Desember
1983 tentang hal ihwal mengenai golongan Syi’ah, menyatakan Syi’ah tidak
sesuai dan bahkan bertentangan dengan ajaran Islam." Majelis Ulama Indonesia
sejak lama telah mengeluarkan fatwa penyimpangan Syi'ah dan terus
mengingatkan umat muslim seperti pada Rakernas MUI 7 Maret 1984 Selain itu,
MUI Pusat telah menerbitkan buku panduan mengenai paham Syi’ah pada bulan
September 2013 lalu berjudul “Mengenal dan Mewaspadai Penyimpangan Syi’ah
di Indonesia”.
Oleh karena itu kita harus berhati-hati dengan fitnah yang ditimbulkan
dari propaganda Syi’ah.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://www.beritasatu.com/nasional/27980-menag-Syi’ah-bukan-islam.html
(diakses pada tanggal 12 Juni 2019 pukul 13.40 WIB
http :// wikipedia.org/ Syi’ah. (diakses pada tanggal 12 Juni 2019 pukul 13.45
WIB)
13