Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Di era modernisasi ini, listrik merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi manusia.
Karena listrik dapat dikatakan sebagai penunjang utama aktivitas manusia. Oleh sebab itu maka
diperlukanlah suatu sistem tenaga listrik yang handal. Salah satu faktor yang memegang peranan
penting dalam mendapatkan suatu sistem tenaga listrik yang handal adalah pemeliharaan. Dengan
adanya pemeliharaan yang baik dan berkelanjutan maka gangguan- gangguan yang disebabkan
peralatan maupun faktor lainnya dapat diperkecil. Selain itu, dengan adanya pemeliharaan, maka
peralatan-peralatan yang terpasang pada sistem tenaga listrik dapat berfungsi dengan baik. Salah
satu peralatan tersebut adalah LBS (Load Break Switch) yang memiliki peran penting baik itu
dalam maneuver penyulang maupun melokalisir gangguan. Jika tanpa adanya pemeliharaan yang
rutin maka LBS tersebut akan mengalami kerusakan dan tidak dapat dimanfaatkan pada saat
diperlukan.
Namun dalam kegiatan pemeliharaan ini terdapat kendala yang merugikan masyarakat
serta PLN sendiri. Kendala tersebut adalah terjadinya pemadaman listrik saat proses pemeliharaan.
Hal ini tentu merugikan masyarakat sebagai konsumen karena pemadaman menyebabkan aliran
listrik terputus dan mengganggu aktivitas masyarakat. Apalagi jika LBS yang dipelihara memiliki
posisi NO ( Normaly Open ), maka daerah yang padam pun akan semakin luas. PLN sebagai pihak
yang menyediakan layanan listrik juga mengalami kerugian karena listrik yang tidak tersalurkan
ke konsumen.
Salah satu hal yang dapat dijadikan solusi bagi persoalan diatas adalah pemeliharaan
tersebut dilakasanakan dengan metode PDKB ( Pekerjaan
Dalam Keadaan Bertegangan ).Dimana metode ini dapat melaksanakan kegiatan pemeliharaan
dimana sistem masih dialiri tegangan listrik. Metode PDKB ini dilaksanakan oleh orang-orang
yang tergabung dalam regu PDKB, dimana sebelumnya telah mendapatkan pelatihan dan memiliki
izin untuk melaksanakan PDKB.
1.2 PERMASALAHAN
Dari latar belakang tersebut, terdapat beberapa permasalahan yang dapat dibahas, antara lain :
LANDASAN TEORI
Load Break Switch (LBS) merupakan suatu alat pemutus atau penyambung sirkuit pada
sistem distribusi listrik dalam keadaaan berbeban. LBS mirip dengan alat pemutus tenaga (PMT)
atau Circuit Breaker (CB) dan biasanya dipasang dalam saluran distribusi listrik.
LBS digunakan untuk pemutusan lokal apabila terjadi gangguan atau ingin dilakukan
perawatan jaringan distribusi pada daerah tertentu sehingga daerah yang tidak mengalami
gangguan atau perawatan tidak mengalami pemadaman listrik. Pada saat terjadi bencana atau
gangguan listrik, seperti gempa, angin ribut, pohon tumbang, dan lain-lain sering terjadi gangguan
pada jaringan distribusi seperti kabel tumbang. Pada kasus seperti itu diperlukan tindakan yang
cepat dalam memutuskan saluran listrik untuk menghindari bahaya yang dapat ditimbulkan.
LBS yang biasa dipakai PT.PLN (Persero) yaitu LBS tipe SF6 yaitu Tegangan Line
Maksimum pada Swicthgear Ratings antara 12kV atau 24kV dengan arus kontinyu 630 A RMS.
Media Isolasi Gas SF6 dengan tekanan operasional gas SF6 pada suhu 20 C adalah 200kPa Gauge.
Pengoperasian secara manual dapat dilakukan secara independent oleh operator. Tekanan untuk
mengoperasikan tuas Max 20 kg. Switch pemutus beban dilengkapi dengan bushing boots
elastomeric untuk ruang terbuka. Boots tersebut dapat menampung kabel berisolasi dengan
ukuran diameter antara 16 – 32 mm dan akan menghasilkan sistem yang terisolir penuh. Kabel
pre-cut yang telah diberi terminal dapat digunakan langsung untuk bushing switch Pemutus
Beban dan telah memenuhi persyaratan yang sesuai dengan peralatan tersebut. Namun demikian,
untuk kabel, dapat menggunakan yang telah disediakan oleh peralatan tersebut sepanjang masih
memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Kabel standart yang digunakan dapat dilihat pada tabel
2.1
Konstruksi dan Operasi Load Break Switch dan Sectionaliser pada gambar 2.2 dapat
diuraikan sebagai berikut. Load Break Swicth menggunakan puffer interrupter di dalam sebuah
tangki baja anti karat yang dilas penuh yang diisi dengan gas SF6. Interrupter tersebut diletakkan
secara berkelompok dan digerakkan oleh mekanisme pegas. Ini dioperasikan baik secara manual
maupun dengan sebuah motor DC dalam kompartemen motor di bawah tangki. Listrik motor
berasal dari batere-batere 24V dalam ruang kontrol. Transformer-transformer arus dipasang di
dalam tangki dan dihubungkan ke elemen-elemen elektronik untuk memberikan indikasi
gangguan dan line measurement. Terdapat bushing-bushing epoksi dengan transformer tegangan
kapasitif, ini terhubung ke elemen-elemen elektronik untuk memberikan line sensing dan
pengukuran. Elemen-elemen elektronik kontrol terletak dalam ruang kontrol memiliki standar
yang sama yang digunakan untuk mengoperasikan swicthgear intelijen, yang dihubungkan ke
swicthgear dengan kabel kontrol yang dimasukkan ke Swicth Cable Entry Module (SCEM) yang
terletak di dalam kompartemen motor.
Karena LBS ingin dioperasikan dengan menggunakan sistem SCADA atau secara remote,
maka pada LBS ditambahkan sebuah panel kontrol yang dihubungkan dengan RTU (Remote
Terminal Unit). Berikut adalah gambar dari box panel rangkaian kontrol RTU dan LBS (Gambar
2.8)
Berdasarkan gambar 2.8 diatas dapat kita lihat bahwa dengan menggunakan sistem
SCADA LBS memiliki panel kontrol yang terhubung dengan RTU.
Gambar 2.9 Panel Kontrol LBS
Berdasarkan gambar 2.9 di atas terdapat beberapa macam tombol dan socket panel kontrol
tersebut. Fungsi dari masing – masing bagian panel tersebut adalah sebagai berikut :
1. Battery Test Terminal : digunakan untuk mengecek power (battery) yang
digunakan pada LBS untuk menggerakan motornya.
2. LED for Locking (Control & Switch) : sebuah lampu tanda yang berfungsi untuk
menunjukkan bahwa LBS dalam posisi control (remote) atau switch (manual)
3. LED for Low Gas Pressure : lampu tanda yang berfungsi untuk memberitahukan
kepada operator (dispatcher) yang ada di UPD bahwa Gas SF6 yang ada pada LBS
dalam keadaan low / kurang.
4. Lamp Test Button : lampu yang digunakan untuk mengetes panel apakah sudah
dapat beroperasi / sumber sudah masuk kedalam rangkaian panel
5. Operation Local / Remote : saklar yang digunakan untuk memposisikan LBS
dioperasikan secara local atau remote (menggunakan sistem SCADA)
6. Control Lock / Unlock : saklar yang berfungsi untuk mengunci atau membuka
kontrol remote.
7. Open / Close & LED Indicator : merupakan tombol tekan dan lampu tanda yang
berfungsi untuk mengetes rangkaian kontrol LBS sudah dapat beroperasi dengan
normal. Apabila ditekan tombol open maka lampu diatas open akan menyala dan
sebaliknya.
8. Fuse for Control Circuit Protection : sebagaimana dengan fungsi fuse pada
umumnya, fuse ini digunakan sebagai pengaman rangkaian dari arus lebih atau short
circuit pada rangkaian.
9. Power ON / OFF : sebagai saklar utama untuk menghidupkan atau mematikan
panel kontrol LBS
10. LED Indicator for Battery charging , Low Battery & battery test button:
merupakan lampu tanda dan tombol yang menunjukkan bahwa battere sedang di
charge atau batere dalam keadaan lemah (low), serta tombol yang digunakan untuk
mengetes batere apakah sudah terpasang pada rangkaian atau tidak.
Agar dapat dioperasikan dengan menggunakan sistem SCADA panel kontrol LBS harus
dihubungkan dengan RTU, menghubungkan panel kontrol dengan RTU diperlukan sebuah
pengkabelan (wiring) yang benar agar dapat beroperasi dengan benar dan normal.
Tahun 1984, PLN mengirimkan salah satu pegawai terbaiknya untuk mengikuti pelatihan
PDKB di Perancis dan setelah kembali ke Indonesia dengan berbekal ilmu tersebut di bentuk
tim dari lingkungan beliau bekerja di PLN Udiklat Semarang dan melatihnya dengan peralatan
yang sudah ada.
Tahun 1993 atau tepatnya tanggal 10 Nopember 1993 di PLN Udiklat Semarang
terbentuklah satu tim pertama yang siap dan menjadi cikal bakal terbentuknya PDKB-PDKB
yang lain di seluruh Indonesia.
Tim PDKB yang ada di Area Bali Timur adalah Tim PDKB tegangan menengah
dengan Metode Berjarak dan Metode Sentuh langsung. Metode Berjarak adalah sebuah metode
dengan menggunakan jarak aman.
PDKB bukan pekerjaan yang bisa dilakukan setiap orang, karena setiap personil PDKB
harus dilatih dengan khusus dan mempunyai sertifikat kompetensi. Adapun syarat-syarat yang
harus dimiliki oleh regu PDKB, antara lain:
2.4 Peralatan Kerja Pemeliharaan LBS Normally Open dengan Metode PDKBTM
Berjarak
A. Hook Pole
Hook pole adalah peralatan yang digunakan untuk pemasangan dan pembongkaran
peralatan yang akan dipasang di konduktor bertegangan. Dalam hal ini, hook pole digunakan
untuk memasang cover pada jaringan, dan memasang/ melepas LLC pada SUTM.
B. Tie Pole
Gambar 2.11 Tie Pole dengan ujungnya memakai “Rotary Blade” dan “Rotary Prong”
Tie pole adalah peralatan yang digunakan untuk membantu mengupas konduktor jenis
A3CS. Adapun fungsi lainnya yang berbagai macam, seperti mengikat tie wire untuk isolator
tumpu.
C. Tangga isolasi
Tangga Isolasi adalah tangga yang dipakai oleh linesman agar tidak menyentuh langsung
dengan ground.
D. Tangga Alumunium
Tangga yang terbuat dari bahan alumunium yang digunakan sebagai pondasi agar tidak
meleset. Biasanya digunakan sebagai tangga paling bawah baru dilanjutkan menggunakan
tangga isolasi. Nama lainnya adalah Allumunium based ladder.
E. Measuring Rod
Gambar 2.14 Meassuring Rod
Measuring Rod adalah sebuah perlatan dalam PDKB yang terbuat dari fiberglass
digunakan sebagai alat ukur panjang. 1 strip dalam measuring rod mewakili 1 ep (10 cm).
Selalu digunakan pada awal pekerjaan dengan mengukur jarak EP.
Wire Holding Pole adalah alat PDKB yang digunakan untuk menjepit dan mengarahkan
konduktor agar tidak menyentuh phasa lain ataupun ground.
Safety Jumper Holder (SJH) adalah alat inovasi PDKB yang digunakan untuk mengunci
jumperan agar tidak terpental dan menyentuh phasa lain.
H. String Cover dan Conductor Cover
String Cover berfungsi untuk menutupi isolator penegang dan Conductor Cover
berfungsi untuk menutupi konduktor.
2.4.2 Material
Live Line Connector (LLC) berfungsi untuk menyambungkan antara jumper dengan
jaringan.
B. Graisse
Graisse atau gemuk kontak berfungsi untuk melumasi kontak-kontak peralatan agar tidak
macet saat dioperasikan.
Spray anti karat berfungsi untuk melumasi peralatan sekaligus berfungsi untuk mencegah
karatan pada peralatan.
BAB III
PEMBAHASAN
3.2 Pra-anggapan
Secara umum ada beberapa penyebab sehingga LBS menjadi bermasalah seperti yang
dijelaskan pada sub bab sebelumnya, antara lain :
1. Pengkristalan pada graisse yang terlalu banyak diberikan pada pemeliharaan
sebelumnya.
2. Kendornya pegangan LBS pada interphase connecting pipe.
3.4 Upaya Meminimalisir Kegagalan Pengoperasian LBS dengan Cara Pemeliharaan Rutin.
Pemeliharaan merupakan suatu pekerjaan yang dilaksanakan untuk mencegah
terjadinya kerusakan dan untuk mendapat jaminan bahwa suatu sistem/peralatan akan
berfungsi secara optimal. LBS merupakan salah satu alat yang sangat penting dalam suatu
sistem ketenagalistrikan. Oleh karena itu pemeliharaan LBS sesuai dengan SOP dan
berkelanjutan sangat diperlukan untuk tetap menjaga kondisi peralatan tetap optimal dan
menghindari kegagalan saat pengoperasiannya.
II. Pembuatan SP2B/SP3B yang ditandatangani kepala operasi/wakil dan supervisor PDKB.
III. Breifing pekerjaan dan penandatanganan SP2B/SP3B oleh kepala regu dan pelaksana
PDKB.
IV. Kepala regu memimpin tim menuju lokasi pekerjaan.
Rod
Gambar 3.7 melepas jumper menggunakan Hook Pole dan dijepit dengan Wire Holding Pole
Linesman
Gambar 3.13 melepas SJH dan dilanjutkan dengan menyambung jumper ke SUTM
Banyak keuntungan yang dapat diberikan oleh PDKB, baik itu dari sisi pekerjaan
ataupun dari sisi penjualan energi. Dikarenakan pekerjaan dilaksanakan secara tidak padam,
maka energi yang tersalurkan akan maksimal sehingga akan menghasilkan keuntungan
finansial bagi perusahaan. Dari hasil perhitungan maka dapat dilihat pengaruh pekerjaan
pemeliharaan LBS dengan metode PDKB dilihat dari penyelamatan kWh jual. Dimana kWh
yang dapat diselamatkan sebesar 12.234,56 kWh dan asumsi harga rata-rata per-kWh pada
bulan Desember tahun 2016 di PLN Area Bali Timur sebesar Rp. 1.057 per kWh*, dengan
rumus :
Rupiah terselamatkan = Harga/kWh x kWh terselamatkan
= Rp.1.057,- x 12.248,704
= Rp. 12.946.880,1
(*Sumber data : Data Pengusahaan PT PLN (Persero) Area Bali Timur Tahun 2016)
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada isi makalah hingga pembahasan di atas ,maka penulis dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut :