Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam Hukum Islam diperintahkan untuk bekerja sekuat tenaga untuk mencari rizki
yang halal. Dalam menjalankan usahanya dilarang melakukan transaksi riba dan dianjurkan
untuk memanifestasikan sejumlah nilai-nilai akhlaqul karimah seperti tolong-menolong.
Prinsip At Ta'âwunadalah salah satu prinsip dalam Hukum Islam. Prinsip tolong-menolong
dalam ketakwaan merupakan salah satu faktor penegak agama karena dengan tolong
menolong akan menciptakan rasa saling memiliki di antara umat sehingga akan lebih
mengikat persaudaraan. Selain itu secara lahiriah manusia adalah mahluk sosial yang tidak
dapat hidup sendirian karena manusia butuh berinteraksi dengan sesamanya. Dengan tolong-
menolonglah seorang muslim dapat dikatakan sebagai seorang muslim. Tolong-menolong
yang dilakukan tidak hanya dalam lingkup yang kecil seperti antara dua orang tapi juga dalam
sebuah perkumpulan yang besar termasuk dalam bisnis yang di dalamnya ada transaksi
pembiayaan.
Salah satu bentuk aplikasi prinsip tolong menolong adalah dalam akad qardh,
yakni Qardhul Hasan. Akad Qardh merupakan salah satu perwujudan prinsip tolong
menolong dalam praktek bank syariah. Perjanjian gardh adalah perjanjian pinjaman.
Perjanjian qardh, pemberi pinjaman (kreditor) memberikan pinjaman kepada pihak lain
dengan ketentuan penerima pinjaman akan mengembalikan pinjaman tersebut pada waktu
yang telah diperjanjikan dengan jumlah yang sama ketika pinjaman itu diberikan. Qardh ul-
hasan merupakan perjanjian qardh untuk tujuan sosial. Adalah tidak mustahil bagi suatu bank
syariah yang terpanggil untuk memberikan pinjaman-pinjaman kepada mereka yang tergolong
lemah ekonominya untuk memberikan fasilitasgardh ul-hasan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Qardhul Hasan?


2. Apa yang dimaksud dengan Al-Hiwalah/Hawalah ( pengalihan )?
3. Apa yang dimaksud dengan Al-Rahn ( Pinjaman dengan jaminan )?
4. Apa yang dimaksud dengan Akad Ju’alah?
5. Apa yang dimaksud dengan Charge Card dan Syariah Card?

1
6. Apa saja rukun dan syarat akad-akad tersebut?
7. Apa saja jenis-jenis akad tersebut?
8. Akad-akad tersebut jika dikaitkan dengan sistem perbankan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui penjelasan tentang Qardhul Hasan dan unsur-unsurnya.

2. Untuk mengetahui penjelasan tentang Al-Hiwalah/Hawalah ( pengalihan ).

3. Untuk mengetahui tentang Ju’alah, Charge Card, dan Syariah Card.

4. Untuk mengetahui hubungan akad-akad tersebut dengan system perbankan.

BAB II

2
PEMBAHASAN
2.1 AKAD SHARF
2.1.1 Pengertian Akad Sharf
Sahrf menurut bahasa adalah penambahan, penukaran dan penghindaran atau transaksi
jual beli. Sharf adalah transaksi jual beli suatu valuta dengan valuta asing yang lain. Transaksi
ini bisa dilakukan baik dengan mata uang yang sejenis maupun dengan mata uang yang tidak
sejenis.
2.1.2 Sumber Hukum Sharf
Ada beberapa sumber hukum sharf antara lain
1. Dari Abu Said Al-khurdi r.a, Rasulullah bersabda “ transaksi pertukaran emas dengan
emas harus sama takarannya, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya
adalah riba. Perak dengan perak harus sama takarannya, timbangan dan tangan ke tangan
(tunai), kelebihannya adalah riba. Gandum dengan gandum harus sama takarannya,
timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba. Tepung dengan tepung
harus sama takarannya, timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah
riba.kurma dengan kurma harus sama takarannya, timbangan dan tangan ke tangan
(tunai), kelebihannya adalah riba. Garam dengan garam harus sama takarannya,
timbangan dan tangan ke tangan (tunai), kelebihannya adalah riba..” (HR.Muslim)
2. “Juallah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan
syair, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan
sejenis serta secara tunai, juka jenisnya berbeda jualah sekehendakmu dan dilakukan
secara tunai. (HR.Muslim)
3. “Rasulullah melarang menjual emas dan perak secara piutang (tidak tunai)” (HR.Muslim)
Menurut ajaran islam uang hanya berfungsi sebagai alat tukar dan bukan merupakan
komoditas, tanpa didayagunakan maka uang tidak akan dapat menghasilkan pendapatan atau
pemasukan dengan dirinya sendiri. Ada empat jenis transaksi pertukaran valuta asing
1. Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan
pada saat itu (over the counter) atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu
dua hari. Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari
dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi
internasional.
2. Transaksi Forward yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya
ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara
2x24 jam sampai dengan satu tahun. Hukumnya adalah haram, karena harga yang

3
digunakan adalah harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan penyerahannya dilakukan di
kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan
nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk forward agreement untuk
kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
3. Transaksi Swap yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan valas dengan harga spot
yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga
forward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir (spekulasi).
4. Transaksi Option yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak
untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan
jangka waktu atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung unusru
maisir (spekulasi).
2.1.3 Rukun dan Ketentuan Syariah
1. Pelaku baik penjual maupun pembeli harus cakap dan sudah baligh
2. Objek akad dengan ketentuan
a. Nilai tukar atau kurs harus diketahui oleh kedua belah pihak.
b. Valuta asing harus dikuasai oleh penjual dan embeli sebelum keduabelah pihak
berpisah.
c. Apabila mata uang atau valuta asing tersebut dalam jenis yang sama maka harus
sama nilainya meskipun dalam bentuk yang berbeda.
d. Dalam akad sharf tidak diperboehkan ada khiyar bagi pembeli.
e. Dalam akad sharf tidak diperbolehkan adanya tenggang waktu dalam penyerahan
mata uang. Karena akad sharf akan dikatakan syah apabila penguasaan dilakukan
dengan tunai dalam waktu maksimal 2 x 24 jam.
3. Ijab Kabul / serah terima merupakan pernyataan dan ekspresi yang saling rela antara
kedua belah pihak yang bertransaksi.
2.1.4 Perlakuan Akuntansi Akad Sharf
Saat membeli valuati asing
Jurnal:
Kas (dolar) xxx
Kas(Rp) xxx
Saat dijurnal
Kas (dolar) xxx
Kerugian * xxx
Kas(Rp) xxx
Kelebihan ** xxx

4
* jika harga beli valas lebih besar daripada harga jual
** jika harga beli valas lebih kecil daripada harga jual
Untuk tujuan laporan keuangan di akhir periode asset moneter (piutang dan utang)
dalam satuan valuta asing akan dijabarkan dalam satuan rupiah dengan menggunakan nilai
kurs tengah bank Indonesia pada tanggal laporan keuangan. Jurnal penyesuaiannya adalah
sebagai berikut;
Jika nilai kurs tengah BI lebih kecil dari nilai kurs tanggal transaksi jurnal pencatatannya:
Kerugian xxx
Piutang xxx
Utang xxx
Keuntungan xxx
Jika nilai kurs tengah BI lebih besar dari nilai kurs tanggal transaksi jurnal pencatatannya:
Piutang (valas) xxx
Keuntungan xxx
Kerugian xxx
Utang (valas) xxx

2.2 AKAD WADIAH


2.2.1 Pengertian Akad Wadiah
Wadiah merupakan simpanan barang atau dana kepada pihak lain yang bukan
merupakan pemiliknya untuk tujuan keamanan. Wadiah adalah akad penitipan barang atau
dana dari suatu pihak ke pihak lain dengan catatan barang atau dana tersebut dapat diambil
kapanpun oleh sang pemilik.
Jenis akad wadiah
Terdapat dua jenis akad wadiah menurut PSAK 59 yaitu :
a. Wadiah amanah
b. Wadiah yadh dhamanah
2.2.2 Sumber Hukum
Dalam Al-Quran disebutkan “ sesungguhnya Allah menyuruhmu menyampaikan
amanat kepada mereka yang berhak menerimanya” (QS 4:58)
2.2.3 Rukun dan Ketentuan Syariah
a. Pelaku baik pemilik maupun penyimpan barang harus cakap dan baligh serta mampu
menjaga barang wadiah.

5
b. Objek wadiah merupakan barang yang akan dititipkan setelah sebelumnya disebutkan
secara jelas keadaan barang yang bersangkutan.
c. Ijab Kabul atau serah terima merupakan pernyataan kerelaan antara kedua belah pihak.
2.2.4 Perlakuan Akuntansi Wadiah
1. Bagi Pemilik Barang
a. Pada saat menyerahkan barang (menerima tanda terima penitipan barang) dan membayar
biaya penitipan (menerima tanda terima pembayaran)
Jurnal:
Beban wadiah xxx
Kas xxx
Jika biaya penitipan belum dibayar:
Beban wadiah xxx
Utang xxx
b. Pada saat mengambil barang dan membayar kekurangan biaya penitipan
Utang xxx
Kas xxx
2. Bagi Pihak Penyimpan Barang
a. Pada saat menerima barang (mengeluarkan tanda terima barang) dan penerimaan
pendapatan penitipan (membuat tanda terima pembayaran)
Kas xxx
Pendapatan wadiah xxx
b. Jika penitipan belum dibayar
Piutang xxx
Pendapatan wadiah xxx
c. Pada saat menyerahkan barang dan menerima pembayaran kekurangan pendapatan
penitipan (mengeluarkan tanda penyerahan barang)

Kas xxx
Piutang xxx

2.3 AKAD AL-WAKALAH


2.3.1 Pengertian Akad Wakalah
Al Wakalah adalah akad pelimpahan pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada
pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah dalam pembelian barang terjadi

6
dimana seseorang mengajukan calon atau menunjuk orang lain untuk mewakili dirinya dalam
membeli barang. Orang yang tunjuk (agen) diperboleh menerima komisi. Wakalah dengan
komisi disebut dengan wakalah bil ujrah. Namun agen juga diperbolehkan tidak menerima
komisi.
2.3.2 Sumber Hukum
“ maka suruhlah salah seorang diantara kalian pergi kekota dengan membawa uang perakmu”
(QS 18:19)
2.3.3 Rukun dan ketentuan syariah
1. Pelaku
a. Pihak yang memberi kuasa dengan syarat
1) Pemilik syah dari barang yang diwakilkan.
2) Orang mukalaf atau anak mummayiz dalam batasan-batasan tertentu.
b. Pihak yang diberi kuasa dengan syarat
1) Harus cakap
2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
2. Objek yang dikuasakan
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang diwakili.
b. Tidak bertentangan dengan syariah islam.
c. Dapat diwakilkan menurut syariah islam.
d. Manfaat barang atau jasa harus dapat dinilai.
e. Kontrak dapat dilaksanakan.
3. Ijab Kabul / serah terima Ijab Kabul / serah terima merupakan pernyataan dan ekspresi
yang saling rela antara kedua belah pihak yang bertransaksi.
Akad wakilah akan berakhir apabila :
1. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal.
2. Pekerjaan yang diwakilkan sudah selesai.
3. Pemutusan oleh pihak yang diwakilkan
4. Wakil mengundurkan diri.
5. Orang yang diwakilkan tidak memiliki status kepemilikan atas suatu yang diwakilkan.
2.3.4 Perlakuan Akuntansi Al Wakalah
Bagi pihak yang mewakili/wakil/penerima kuasa
a. Pada saat menerima imbalan tunai (tidak berkaitan dengan jangka waktu)
Kas xxx
Pendapatan wakalah xxx
b. Pada saat membayar beban
Beban wakalah xxx
Kas xxx
c. Pada saat diterima pendapatan untuk jangka waktu dua tahun dimuka
Kas xxx
Pendapatan wakalah diterima dimuka xxx
d. Pada saat mengakui pendapatan wakalah akhir periode
Pendapatan wakalah diterima dimuka xxx
Pendapatan wakalah xxx
Bagi pihak yang meminta diwakilkan
7
Beban wakalah xxx
Kas xxx

2.4 AKAD AL-KAFALAH


2.4.1 Pengertian Akad Al-kafalah
Akad Al Kafalah merupakan perjanjian jaminan yang diberikan oleh penanggung
kepada pihak ke tiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau pihak yang ditanggung.
2.4.2 Sumber hukum
“ Dan Dia (Alloh) menjadikan Zakaria sebagai penjaminnya (Maryam).” (QS. 3:37)
2.4.3 Rukun dan Ketentuan Syariah
1. Pelaku yang terdiri dari
a. Pihak penjamin dengan syarat
1) baligh dan berakal sehat
2) berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela dengan
tanggungan kafalah tersebut.
b. Pihak yang berutang dengan syarat:
1) Sanggup menyerahkan tangguangannya kepada penjamin.
2) Dikenal oleh penjamin.
c. Pihak orang yang berpiutang
1) Diketahui identitasnya.
2) Dapat hadir dalam waktu akad.
3) Berakal sehat.
2. Objek penjaminan
1) Merupakan tanggungan pihak yang berutang.
2) Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
3) Harus merupakan utang yang mengikat
4) Harus jelas nilai jumlah dan spesifikasinya,
5) Tidak bertentangan dengan syariah islam.
3. Ijab Kabul atau serah terima merupakan pernyataan dan ekspresi yang saling rela antara
kedua belah pihak yang bertransaksi.
Berakhirnya akad kafalah
1. Utang telah diselesaikan.
2. Kreditor melepaskan utangnya kepada pihak yang berutang tidak pada penjamin.
3. Ketika utang tersebut telah dialihkan.
4. Ketika penjamin menyelesaikan ke pihak lain melalui abritase dengan kreditur.
5. Kreditur telah mengakhiri kontrak kafalah walaupun pihak penjamin tidak menyetujuinya.
2.4.4 Perlakuan Akuntansi Al-Kafalah
a. Pada saat menerima imbalan tunai(tidak berkaitan dengan jangka waktu)
Kas xxx
Pendapatan kafalah xxx
b. Pada saat membayar beban
Beban kafalah xxx
Kas xxx
Bagi pihak yang meminta jaminan

8
Beban kafalah xxx
Kas xxx

2.5 QARDHUL HASAN


2.5.1 Pengertian Qardhul Hasan
Qardhul Hasan adalah pinjaman tanpa dikenakan biaya ( hanya wajib membayar
sebesar pokok utangnya).
Pinjaman uang seperti inilah yang sesuai dengan ketentuan syariah (tidak ada riba).
Pinjaman qardh bertujuan untuk diberikan pada orang yang membutuhkan atau tidak memiliki
kemampuan finansial,untuk tujuan sosial atau untuk kemanusiaan.
Cara pelunasan dan waktu pelunasan pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan
penerima pinjaman. Walaupun sifat utang ini sangat lunak tidak berarti pihak yang berhutang
dapat semaunya sendiri, karena dalam Islam, utang yang tidak dibayar akan menjadi
penghalang dia di hari akhir nanti walaupun ia gugur dalam jihad di medan perang yang
pahalanya sudah dijamin bahkan rasul tidak bersedia menshalatkan jenazah yang masih
memiliki utang.

2.5.2 Rukun dan Ketentuan Syariah


Rukun Qhardhul Hasan ada 3 yaitu :

1. Pelaku yang terdiri dari pemberi dan penerima pinjaman

2. Objek akad, berupa uang yang dipinjamkan

3. Ijab Kabul/serah terima

Ketentuan syariah, yaitu :

1. Pelaku, harus cakap hukum dan baliqh

2. Objek akad

a. Jelas nilai pinjamannya dan waktu pelunasannya.

b. Peminjam diwajibkan membayar pokok pinjaman pada waktu yang telah disepakati, tidak
boleh diperjanjikan akan ada penambahan atas pokok pinjamannya. Namun peminjam
dibolehkan memberikan sumbangan secara sukarela.

9
c. Apabila memang peminjam mengalami kesulitan keuangan maka waktu peminjaman dapat
diperpanjang atau menghapuskan sebagian atau seluruh kewajibannya. Namun jika
peminjam lalai maka dapat dikenakan denda.

d. Ijab Kabul/serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal,tertulis,melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2.5.3 Perlakuan Akutansi Qardhul Hasan


Pelaporan qardhul hasan disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan penggunaan dana
qardhul hasan karena dana tersebut bukan aset perusahaan. Oleh sebab itu, seluruhnya dicatat
dengan akun dana kebajikan dan dibuat buku besar pembantu atas dana kebajikan berdasarkan
jenis dana kebajikan yang diterima atau yang dikeluarkan.

a. Bagi Pemberi Pinjaman


1. Saat menerima dana sumbangan dari pihak eksternal, jurnal :
Dr. Dana Kebajikan-kas xxx

Kr. Dana Kebajikan-Infak/sedekah/hasil wakaf xxx

2. Untuk penerimaan dana yang berasal dari denda dan pendapatan non halal,jurnal :

Dr. Dana Kebajikan-kas xxx

Kr. Dana Kebajikan-denda/pendapatan Non-halal xxx

3. Untuk pengeluaran dalam rangka pengalokasian dana qardh hasan,jurnal :

Dr. Dana Kebajikan-Dana Kebajikan Produkstif xxx

Kr. Dana Kebajikan-Kas xxx

4. Untuk penerimaan saat pengembalian dari pinjaman untuk qardhul hasan,jurnal :

Dr. Dana Kebajikan-kas xxx

Kr. Dana Kebajikan-Dana Kebajikan Produktif xxx

b. Bagi Pihak yan Meminjam


1. Saat menerima uang pinjaman, jurnal :
Dr. Kas xxx

Kr.Utang xxx

2. Saat pelunasan, jurnal :

10
Dr. Utang xxx

Kr.Kas xxx

2.6 AKAD AL-HIWALAH/HAWALAH ( PENGALIHAN )


2.6.1 Pengertian Al-Hiwalah/Hawalah ( Pengalihan )
Hawalah secara harfiah artinya pengalihan, pemindahan,perubahan warna kulit atau
memikul sesuatu di atas pundak.
Objek yang dialihkan dapat berupa utang atau piutang. Jenis akad ini pada dasarnya
adalah akad tabaruu’ yang bertujuan untuk saling tolong menolong untuk menggapai ridho
Allah.
Jika yang dialihkan utang maka akad hawalah merupakan akad pengalihan utang dari
satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung (membayar ) utangnya.
Secara teknis, pihak yang berutang ( muhil ) meminta pihak lain (muhal’alaih) untuk
membayarkan terlebih dahulu utangnya pada pihak lain (muhal). Setelah akad hawalah
dilakukan pihak yang berutang (muhil) akan membayar kepada pihak yang telah menanggung
utangnya (muhal’alaih) atau hak penagihan berpindah menjadi hak muhal’alaih. Dalam hal ini
pihak yang mengambil alih utang harus yakin pihak yang diambil alih utangnya dapat
memenuhi kewajibannya di kemudian hari.
Jika yang dialihkan piutang maka akad hawalah merupakan akad pengalihan piutang
dari satu pihak yang berpiutang kepada pihak lain yang berkewajiban menagih piutangnya.
Secara teknis, pihak yang berpiutang ( muhil ) meminta pihak lain untuk mengambil
alih (muhal’alaih) piutang yang dimilikinya,dengan pengambil alihan ini pihak yang
berpiutang akan menerima uang dari yang mengambil alih piutang, sementara pihak yang
berhutang (muhal) akan membayar pada pihak yang telah mengambil alih piutang.
2.6.2 Landasan Hukum Hawalah
Imam bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah
saw,bersabda,
‫مطل الغنى فاذا اتبع احدكم على ملي فليتبع‬
Artinya :“ Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman.
Yang mampu atau kaya, terimalah hawalah itu.
Sedangkan di dalam riwayat Imam At-Thabrani, redaksi haditsnya adalah sebagai
berikut:
‫مطل الغنى ظلم وإذا ااحلت على مليء فاتبعه‬
11
Sedangkan di dalam riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Abi Syaibah, Redaksinya adalah:
‫طمل اعليغنبيي ظمعلمم يوإبيذا أمعتببيع أييحمدمكم يعيلي ممبليءء فيعلييتتببعع‬
‫يم ع‬.

Adapula yang meriwayatkan dengan redaksi

‫مطل الغنى ظلم فإذا ااحيل على ملىء‬


Pada hadits tersebut, Rasulullah memberitahukan kepada orang yang mengutangkan,
jika orang yang berutang menghawalahkan kepada orang kaya atau mampu, hendaklah ia
menerima hawalah terseebut dan hendaklah ia menagih kepada orang yang dihawalahkan
(muhal alaih). Dengan demikian haknya dapat terpenuhi.
Sebagian ulama berpendapat bahwa perintah untuk menerima hawalah dalam hadits
terseebut menunjukkan wajib. Oleh sebab itu, wajib bagi yang mengutangkan (muhal)
menerima hawalah. Adapun mayoritas ulama brpendapat bahwa perintah itu menunjukkan
sunnah. Jadi, sunnah hukumnya menerima hawalah bagi muhal.
2.6.3 Rukun dan Syarat Hawalah
Dalam pelaksanaan, hawalah harus memenuhi rukun dan syarat sebagai berikut
a. Orang yang memindahkan tanggungan utang (muhil).
b. Orang yang memberikan utang yang dipindahkan pelunasannya dari orang yang berutang
padanya secara langsung (muhal).
c. Orang yang dipindahkan tanggungan utang padanya (muhal alaih)..
d. Harta yang diutang yang dialihkan( muhal bih)
e. Shighat.
2.6.4 Macam-macam Hawalah
Dalam pelaksanaannya, hawalah ada dua yaitu hawalah muthalaqoh dan muqayyadah.
1. Hawalah mutlaqoh adalah seseorang memindahkan utang pada yang lain tanpa
memberikan keterangan bahwa orang tersebut harus membayar utangnya dari utang yang
ada padanya.
2. Hawalah muqayyadah adalah seseorang memindahkan pembayaran utangnya pada orang
lain, dari utangnya yang ada pada orang tersebut.

Akad hawalah akan berakhir apabila :


1. Salah satu pihak yang sedang melakukan akad itu membatalkan akad hawalah sebelum
2. akad itu berlaku secara tetap. Dengan adanya pembatalan akad itu pihak kedua kembali
berhak menuntut pembayaran utang kepada pihak pertama.
3. Pihak ketiga telah melunasi utang yang dialihkan itu kepada pihak kedua.
4. Pihak kedua menghibahkan atau menyedahkan harta yang merupakan utang dalam akad
hawalah itu kepada pihak ketiga.

12
5. Pihak kedua membebaskan pihak ketiga dari kewajibannya untuk membayar utang yang
dialihkan itu.
6. Pihak kedua wafat, sedangkan pihak ketiga merupakan ahli waris yang mewarisi harta
pihak kedua. Dalam hal ini tentu beban utang pihak ketiga tersebut diperhitungkan dalam
pembagian warisan.
2.6.5 Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun hiwalah ada 3 yaitu :
1. Pelaku yang terdiri atas :

a. Pihak yang berutang atau berpiutang atau muhil

b. Pihak yang berpiutang atau berutang atau muhal

c. Pihak pengambil alih utang atau piutang atau muhal’alaih

2. Pelaku yang terdiri atas :

a. Adanya utang,atau

b. Adanya piutang

3. Ijab Kabul/serah terima

Ketentuan syariah, yaitu :

1. Pelaku

a. Baliq (dewasa) dan berakal sehat

b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (rida)
dengan pengalihan utang piutang tersebut

c. Diketahui identitasnya

2. Objek penjaminan (makful bihi)

a. Bisa dilaksanakan oleh pihak yang mengambil alih utang atau

piutang

a. Harus merupakan utang/piutang mengikat,yang tidak mungkin hapus kecuali setelah


dibayar atau dibebaskan.

13
b. Harus jelas nilai,jumlah dan spesifikasinya

c. Tidak bertentangan dengan syariah

3. Ijab Kabul/serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal,tertulis,melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2.6.6 Perlakuan Akutansi Hiwalah (ED PSAK 110)


 Akutansi Pihak yang Mengalihkan Utang / Muhil
Ketika pengambil alihan utang dimana muhal’alaih membayar utang muhil pada muhal, jurnal
Dr. Utang –A (muhal) xxx
Kr. Utang –B (muhal’alaih) xxx
Jika utang yang dialihkan harus dilunasi dalam jangka pendek maka ujrah (fee) yang
dibayarkan diakui pada saat terjadinya, Jurnal :
Dr. Beban hawalah xxx
Kr. Kas xxx
Jika utang yang dialihkan harus dilunasi dalam jangka panjang maka ujrah (fee) yang
dibayarkan diakui sebagai beban tangguhan, Jurnal :
Dr. Beban Tangguhan hawalah xxx
Kr. Kas xxx
Kemudian beban diakui melalui amortisasi beban tangguhan secara garis lurus, jurnal :
Dr. Beban hawalah xxx
Kr. Beban Tangguhan Hawalah xxx
Biaya transaksi hawalah seperti biaya legal dan biaya administrasi diakui sebagai beban pada
saat terjadinya,jurnal :
Dr. Beban hawalah xxx
Kr. Kas xxx
Pelunasan utang oleh muhil pada muhal’aliah, jurnal :
Dr. Utang-B (muhal’alaih) xxx
Kr. Kas xxx
 Akutansi Pihak yang Menerima Pengalihan Utang/Muhal’alaih
Pada saat pembayaran kepada pihak muhal sebesar jumlah utang yang diambil alih, jurnal :
Dr. Piutang – C (muhil) xxx
14
Kr. Kas xxx
Jika piutang dari muhil akan dilunasi dalam jangka pendek, jurnal :
Dr. Kas xxx
Kr. Pendapatan Hawalah xxx
Jika piutang dari muhil akan dilunasi dalam jangka panjang, ketika muhal’alaih menerima feel
ujrah sekaligus, jurnal :
Dr. Kas xxx
Cr. Pendapatan diterima dimuka xxx
Pendapatan diakui melalui amortisasi pendapatan diterima dimuka secara proposional dengan
jumlah piutang yang tertagih, jurnal :
Dr. Pendapatan diterima dimuka xxx
Cr. Pendapatan hawalah xxx

2.7 AKAD AL-RAHN ( PINJAMAN DENGAN JAMINAN )


2.7.1 Pengertian Akad Al-Rahn
Secara harfiah adalah tetap,kekal,dan jaminan. Secara istilah rahn adalah apa yang
disebut dengan barang jaminan,agunan,cagar, atau tanggungan.
Rahn yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang. Akad Rahn juga diartikan
sebagai sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan atau dengan melakukan penahanan harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya
Akad Rahn bertujuan agar pemberi pinjaman lebih mempercayai pihak yang berutang.
Apabila barang gadai dapat diambil manfaatnya, misalnya mobil maka pihak yang menerima
barang gadaian boleh memanfaatkannya atas seizin pihak yang menggadaikan sebaliknya ia
berkewajiban memelihara barang gadaian. Untuk barang gadai berupa emas tentu tidak ada
biaya pemeliharaan, yang ada adalah biaya penyimpanan.
Pada saat jatuh tempo yang berhutang berkewajiban untuk melunasi utangnya. Apabila
ia tidak dapat melunasinya maka barang gadaian dijual dan kemudian hasil penjualan bersih
digunakan untuk melunasi utang dan biaya pemeliharaan yang terutang, jika ada kelebihan
maka selisih diserahkan kepada yang berutang tetapi apabila ada kekurangan maka yang
berutang tetap harus membayar sisanya.
2.7.2 Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun Qhardhul Hasan ada 3 yaitu :

15
1. Pelaku yang terdiri atas pihak yang menggadaikan (rahin) dan pihak yang menerima gadai
(murtahin)

2. Objek akad berupa barang yang digadaikan (marhun) dan utang (marhun bih).

3. Syarat utang adalah wajib dikembaikan oleh debitur kepadakreditor,utang itu dapat dilunasi
dengan agunan tersebut, dan utang itu harus jelas (harus spesifik).

4. Ijab kabul/serah terima

Ketentuan syariah, yaitu :

1. Pelaku, harus cakap hukum dan baliqh

2. Objek yang digadaikan (marhun)

a. Barang gadai (marhun)

1) Dapat dijual dan nilainya seimbang

2) Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan

3) Harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifik

4) Tidak terkait dengan orang lain (dalam hal kepemilikan)

b. Utang (marhun bih), nilai utang harus jelas demikian juga tanggal jatuh temponya

3. Ijab Kabul/serah terima adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-
pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal,tertulis,melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.

2.7.3 Perlakuan Akutansi Rahn

A. Bagi Pihak yang Menerima Gadai (Murtahin)


Pada saat menerima barang gadai tidak dijurnal tetapi membuat tanda terima atas barang.
1. Pada saat menyerahkan uang pinjaman,jurnal :
Dr. Piutang xxx
Kr. Kas xxx
2. Pada saat menerima uang untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan,jurnal:
Dr. Kas xxx

16
Kr. Pendapatan xxx
3. Pada saat mengeluarkan biaya untuk biaya pemeliharaan dan penyimpanan,jurnal :
Dr. Beban xxx
Kr. Kas xxx
4. Pada saat pelunasaan uang pinjaman, barang gadai dikembalikan dengan membuat tanda
serah terima barang,jurnal :
Dr. Kas xxx
Kr. Piutang xxx
5. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi dan kemudian barang gadai dijual
oleh pihak yang menggadaikan.penjualan barang gadai, jika nilainya sama dengan
piutang, jurnal :
Dr. Kas xxx
Kr. Piutang xxx
Jika kurang, maka piutangnya masih tersisa sejumlah selisih antara nilai penjualan dengan
saldo piutang.
B. Bagi Pihak yang Menggadaikan
Pada saat menyerahkan aset tidak dijurnal, tetapi menerima tanda terima atas penyerahan aset
serta membuat penjelasan atas catatan akutansi atas barang yang digadaikan.
1. Pada saat menerima uang pinjaman,jurnal :

Dr. Kas xxx


Kr. utang xxx

2. Bayar uang untuk biaya peeliharaan dan penyimpanan,jurnal :


Dr. Beban xxx
Kr. Kas xxx
3. Ketika dilakukan pelunasan atas utang,jurnal :
Dr. Utang xxx
Kr. Kas xxx

4. Jika pada saat jatuh tempo, utang tidak dapat dilunasi sehingga barang gadai dijual pada
saat penjualan barang gadai, jurnal :

17
Dr. Kas xxx
Dr. Akumulasi penyusutan (apabila aset tetap) xxx
Dr. Kerugian (apabila rugi) xxx
Kr. Keuntungan (apabila untung) xxx
Kr. Aset xxx

5. Pelunasan utang atas barang yang dijual pihak yang menggadai,jurnal :


Dr. Utang xxx
Kr. Kas xxx

2.8 AKAD JU’ALAH (HADIAH)


2.8.1 Pengertian Akad Ju’alah (hadiah)
Ju’alah berasal dari kata ja’ala yang memiliki banyak arti : jumlah imbalan,
meletakkan, membuat, menasabkan, menurut fiqih diartikan sebagai suatu tanggung jawab
dalam bentuk janji memberikan hadiah tertentu secara sukarela terhadap orang yang berhasil
melakukan perbuatan atau memberikan jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan atau
dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
2.8.2 Rukun dan Ketentuan Syariah
Rukun Ju’alah ada 4 yaitu :

1. Pihak yang membuat sayembara/penugasan (al aqid/al ja’il)

2. Objek akad berupa pekerjaan yang harus dilakukan (al maj’ul)

3. Hadiah yang akan diberikan(al ji’l)

4. Ada sighat dari pihak yang menjanjikan (ijab)

Ketentuan syariah, yaitu :

1. Pihak yang membuat sayembara: cakap hukum, baligh dan dapat juga dilakukan oleh orang
lain.

2. Objek yang harus dikerjakan :

a. Harus mengandung manfaat yang jelas


18
b. Boleh dimanfaatkan sesuai syariah

c. Hadiah yang diberikan harus sesuatu yang bernilai (harta) dan jumlahnya harus jelas

d. Sah dengan ijab saja tanpa ada kalbu

2.4.3 Perlakuan Akuntansi Ju’alah


1. Bagi Pihak yang Membuat Janji
Saat membuat janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti hasil atas
sayembara tersebut.
Setelah sayembara itu terpenuhi maka jurnal :
Dr. Beban ju’alah xxx
Kr. Kas/aset Nonkas Lain xxx
2. Bagi Pihak yang Menerima Janji
Saat medengar janji tidak diperlukan pencatatan apa pun karena belum pasti hasil atas
sayembara tersebut.
Setelah sayembara itu terpenuhi maka jurnal :
Dr. Kas/Aset Nonkas Lain xxx
Kr. Pendapatan ju’alah xxx

2.9 CHARGE CARD dan SYARIAH CARD


2.9.1 Pengertian Charge Card dan Syariah Card
Charge Card dan Syariah Card merupakan salah satu produk dari perbankan syariah,
sedangkan akad yang digunakan adalah kombinasi dari akad-akad yang telah dijelaskan
Charge Card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan oleh pemegang kartu
(hamil al-bithaqah) sebagai alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat
tertentu yang harus dibayar lunas kepada pihak yang memberikan talangan (mushdir al-
bithaqah) pada waktu yang telah ditetapkan.
Syariah Card adalah kartu yang berfungsi sebagai kartu kredit yang hubungan hukum
(berdasarkan sistem yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah.
Kedua jenis kartu tersebut merupakan pola pembiayaan seperti halnya kartu kredit dan kartu
debit di bank konvensional. Hanya saja, charge dan syariah card tidk mengenakan bunga,tetapi
mengenakan fee atas keanggotaan dan transaksi yang dilakukan.
2.5.2 Rukun dan Ketentuan Syariah

19
Mengingat transaksi ini merupakan implementasi dari gabungan akad, maka rukun dan
ketentuan syariahnya akan merujuk pada rukun dan ketentuan syariah dari akad kafalah,
ijarah dan qardh hasan.
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 42/DSN-MUI/V/2004
tentang Syariah Charge Card.
Menimbang :
a. Bahwa untuk memberikan kemudahan, keamanan, dan kenyamanan bagi nasabah dalam
melakukan transaksi dan penarikan tunai diperlukan charge card

b. Bahwa fasilitas charge card yang ada dewasa ini masih belum sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah.

c. Bahwa agar fasilitas tersebut dilaksanakan sesuai dengan Syari'ah, Dewan Syari'ah Nasional
memandang perlu menetapkan fatwa mengenai hal tersebut untuk dijadikan pedoman.

Mengingat :

1. Firman Allah SWT, antara lain:


QS. al-Ma'idah [5]: 1
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...".

QS.Yusuf [12]: 72:


"Penyeru-penyeru itu berseru: 'Kami kehilangan piala Raja,. dan barang siapa yang dapat
mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku
menjamin terhadapnya."
2. Hadist-hadist Nabi SAW, antara lain:
Hadis Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari `Amr bin `Auf alMuzani, Nabi s.a.w. bersabda:
"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram."

Kaedah Fiqh, antara lain:

a. Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.

20
b. Kesulitan dapat menarik kemudahan.

c. Keperluan dapat menduduki posisi darurat.

d. Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku
berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syari'at).

KETENTUAN AKAD

Akad yang dapat digunakan untuk Syariah Charge Card adalah:

a. Untuk transaksi pemegang kartu (hamil cd-bithaqah) melalui merchant (qabil al


bithaqahlpenerima kartu), akad yang digunakan adalah akad Kafalah wal Ijarah.

b. Untuk transaksi pengambilan uang tunai digunakan akad al-Qardh wal Ijarah.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan.

Menurut terminologi hukum Islam akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan
penerimaan (qobul) yang dibenarkan oleh syariah yang menimbulkan akibat hukum terhadap
objeknya. Aplikasi dalam Perbankan Akad qard biasanya diterapkan sebagai produk
perlengkapan kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya, yang
21
membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan
mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu. Hiwalah adalah
memindahkan utang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain.

Praktek hiwalah tidak hanya dilakukan oleh masyarakat pada umumnya namun praktek
ini juga diterapkan oleh Bank Syariah sebagai salah satu bentuk pelayanan jasa dengan
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam Fatwa DSN No. 12/DSN-MUI/IV/2000.

DAFTAR PUSTAKA

Nurhayati,Sri dan Wasilah.2013.Akuntansi Syariah Indonesia.SALEMBA EMPAT:Jakarta

Sumber Internet:

http://hukum-islam.com/2014/06/konsep-dan-dalil-qardhul-hasan-pinjaman-lunak/

https://sharianomics.wordpress.com/2010/11/17/definisi-jualah/

http://www.ekonomisyariah.org/konsultasi-detail/detail-konsultasi/1/40

22
https://viewislam.wordpress.com/2009/04/15/konsep-akad-hiwalah-dalam-fiqh-muamalah/

23

Anda mungkin juga menyukai