LP Scabies
LP Scabies
I. DEFINISI
Scabies adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei. Pada
penyakit ini terdapat keluhan gatal-gatal yang hebat karena kutu tersebut menggali kulit dan
membuat terowongan dalam kulit, khususnya diantara jari-jari tangan, pada alat genitalia
serta bokong.
Skabies (the itch, gudik, budukan, gatal agogo) adalah penyakit kulit yang disebabkan
oleh infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. homini dan produknya (Defka,
2010).
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan infestasi dan sensitisasi terhadap
sarcoptes scabies dan produknya (Mansjoer, 2008).
Seluruh siklus hidup Sarcoptes Scabies mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari yang jantan mati setelah kopulasi yang betina menggali
terowongan di stratum korneum dan bertelur. Setelah 3-5 hari menetas menjadi larva dan 2-
3 hari kemudian menjadi nimfa berkaki 8 (jantan dan betina) waktu yang diperlukan sejak
menetasnya telur sampai menjadi bentuk dewasa adalah 7-8 hari, diluar tubuh penderita
parasit hanya dapat hidup selama 2-3 hari pada suhu kamar.
Perkembangan skabies dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: keadaan sosial
ekonomi yang rendah, hygiene perorangan yang buruk, kepadatan penduduk yang tinggi,
sering berganti pasangan seksual, minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit
skabies, kesalahan diagnosa dan penatalaksanaannya (Mansjoer A, 2008).
Adapun bentuk-bentuk khusus skabies yang sering terjadi pada manusia adalah
sebagai berikut :
1. Skabies pada orang bersih yang merupakan skabies pada orang dengan tingkat
kebersihannya cukup, bisa salah didiagnosis karena kutu biasanya hilang akibat
mandi secara teratur.
2. Skabies pada bayi dan anak lesi skabies yang mengenai seluruh tubuh, termasuk
seluruh kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi sekunder
berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang ditemukan. Pada bayi, lesi
terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan dapat menyerang manusia yang pekerjaannya
berhubungan erat dengan hewan tersebut. Misalnya peternak dan gembala.
Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat
pada tempat-tempat kontak, dan akan sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut
dan mandi bersih-bersih.
4. Skabies Nodular terjadi akibat reaksi hipersensitivitas. Tempat yang sering dikenai
adalah genitalia pria, lipatan paha, dan aksila. Lesi ini dapat menetap beberapa
minggu hingga beberapa bulan, bahkan hingga satu tahun walaupun telah mendapat
pengobatan anti skabies.
5. Skabies Inkognito, obat steroid topikal atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan
tanda scabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan steroid
topikal yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat. Hal ini mungkin
disebabkan oleh karena penurunan respons imun selular.
6. Skabies terbaring di tempat tidur merupakan penderita penyakit kronis dan orang tua
yang terpaksa harus tinggal di tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya
terbatas.
7. Skabies krustosa (Norwegian Scabies), lesinya berupa gambaran eritodermi, yang
disertai skuama generalisata, eritema, dan distrofi kuku. Krusta terdapat banyak
sekali, dimana krusta ini melindungi sarcoptes scabiei di bawahnya. Bentuk ini mudah
menular karena populasi sarcoptes scabiei sangat tinggi dan gatal tidak menonjol.
Bentuk ini sering salah didiagnosis, kadang diagnosisnya baru dapat ditegakkan
setelah penderita menularkan penyakitnya ke orang banyak. Sering terdapat pada
orang tua dan orang yang menderita retardasi mental (Down’s syndrome), sensasi
kulit yang rendah (lepra, syringomelia dan tabes dorsalis), penderita penyakit sistemik
yang berat (leukemia dan diabetes), dan penderita imunosupresif (Emier, 2007).
II. ETIOLOGI
Penyebabnya adalah Sarcoptes Scabies
1) Klasifikasi
Sarcoptes Scabies terbentuk Filum Arthropoda, kelas Arachida, Ordo Akrarima,
super famili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes Scabies Var Hominis.
Selain Sarcoptes Scabies, misalnya pada kambing dan sapi.
2) Kebiasaan Hidup
Tempat yang paling disukai oleh kutu betina adalah bagian kulit yang tipis dan
lembab, yaitu daerah sekitar sela jari tangan, siku, pergelangan tangan, bahu dan
daerah kemaluan. Pada bayi yang memeliki kulit serba tipis, telapak tangan, kaki,
muka dan kulit kepala sering diserang kutu tersebut (Republika on-line, 26-12-
2009).
3) Siklus Hidup
Kopulasi (perkawinan) dapat terjadi dipermukaan kulit, yang jantan mati setelah
membuai tungau betina. Tungau betina yang telah dibuai menggali terowongan
dalam startum korneum, dengan kecepatan 2-3 milimeter sehari dan sambil
meletakkan telurnya 2-4 butir sehari mencapai 40-50. Bentuk betina yang dibuhai
dapat hidup selamanya. Telur akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
terowongan dan dapat juga diluar. Setelah 2-3 larva akan menjadi nimfa yang
mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki, 2 pasang kaki
didepan sebagai alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua padabetina terakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Ukuran bentuk betina berkisar
antara 330-450 mikron kali 250-350 mikro. Ukuran jantan lebih kecil 200-240 mikro
kali 150-200 mikro. Seluruh siklusnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa
memerlukan waktu antara 8-12 hari (Juanda, 2007). Kurang lebih 10% telur yang
dapat menjadi bentuk dewasa, yang dapat menularkan penyakitnya.
III. PATOFISIOLOGI
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh
penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau bergandengan sehingga
terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kulit timbul pada pergelangan tangan. Gatal
yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekret dan ekskret tungau yang
memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit
menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan
gatal yang terjadi dapat lebih luas dari lokasi tungau (Handoko, 2008).
IV. PATHWAY
Agen transmitter
sarcoptes scabies
Membentuk kanakuli
(terowogan) di sela jari, tangan, Gangguan
siku, pegelangan tangan body image
Gangguan pola
Timbul rasa gatal tidur
Kerusakan
integritas kulit Ulkus, erosi, ekkovarasi
Resiko infeksi
V. MANIFESTASI KLINIS
1) Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas
tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2) Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam sebuah
keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu pula dalam
sebuah perkampungan yang padat penduduknya, serta kehidupan di pondok
pesantren, sebagian besar tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau
tersebut. Dikenal keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya
terkena, tetapi tidak memberikan gejala. Penderita ini bersifat sebagai pembawa
(carrier).
3) Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang bewarna putih
keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata panjang satu cm, pada
ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder
ruam kulitnya menjadi polimorf (pustul, ekskoriasi, dan lain-lain). Tempat
predileksinya biasanya merupakan tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu
sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipat ketiak bagian
depan, aerola mame (wanita), umbilicus, bokong, genetalia eksterna (pria), dan
perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak kaki.
4) Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostik dapat ditemukan satu
atau lebih stadium hidup tungau ini.
5) Gejala yang ditunjukkan adalah warna merah, iritasi dan rasa gatal pada kulit yang
umumnya muncul disela-sela jari, siku, selangkangan dan lipatan paha, dan muncul
gelembung berair pada kulit (Mawali, 2007).
6) Erupsi kulit tergantung pada derajat sensitasi, lama infestasi,hygiene perorangan,
dan pengobatan sebelumnya, erupsi kulit. Batognomatik berupa terowongan halu
dengan ukuran 0,3-0,5 milimeter, sedikit meninggi, berkelok-kelok, putih keabuan
dengan panjang 10 milimeter sampai 3 centimeter dan bergelombang (Goldstain,
2009).
VII. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan skabies dapat dilakukan dengan delousing yakni shower dengan
air yang telah dilarutkan bubuk DDT (Diclhoro Diphenyl Trichloroetan). Pengobatan lain
adalah dengan mengolesi salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia
organic maupun non organic pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan dan
didiamkan selama 10 jam. Alternatif lain adalah mandi dengan sabun sulfur/belerang
karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian
sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. Pengobatan
skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang skabies agar tidak
tertular kembali penyakit skabies (Sadana, 2007). Selain itu, obat tradisional juga
berkhasiat dalam menangani pengobatan Skabies. Misalnya, khasiat tanaman obat
permot (Passiflora foeltida) melalui aplikasi secara topical atau dengan menggosok-
gosokkan pada kulit yang terserang skabies, mengakibatkan terjadinya pembesaran
pori-pori kulit, sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan
diabsorbsi ke dalam kulit dan beraktivitas terhadap tungau. Diduga khasiat yang
memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam hidrosianat
dan alkaloid (Ken, 2007 & Wijayakusuma, 2008
VIII. KOMPLIKASI
Bila skabies tidak di obati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul:
1) Dermatitis akibat garukan
2) Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, selulitis, limfangitis, folikulitis, dan furunkel.
3) Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang skabies dapat menimbul
komplikasi pada ginjal, yaitu glomerulonefritis.
4) Dermatitis iritan dapat timbul karena penggunaan preparat antiskabies yang
berlebihan, baik pada terapi awal atau dari pemakaian yang terlalu sering.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya erosi
2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak baik.
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritas/gatal.
4. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan dalam penampilan
sekunder.
C. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Jagalah 1. Mengurangi
integritas kulit tindakan kebersihan kulit gatal yang
berhubungan keperawatan agar tetap bersih dirasakan
dengan 3x24 diharapkan dan kering 2. Mengetahui
adanya erosi lapisan kulit 2. Monitor kulit akan kondisi kulit dan
terlihat normal adanya adanya tanda-
demgan kriteria kemerahan tanda infeksi
hasil 3. Menganjurkan 3. Mengurangi
- Integritas kulit pasien untuk gatal dan
yang baik menjaga mencegah
dapat kebersihan dengan terjadinya gatal
dipertahankan cuci tangan dan ditempat baru
- Tidak ada luka mandi 4. Mengetahui
atau lesi pada 4. Observasi luka: kondisi luka
kulit lokasi, dimensi, pasien
- Perfusi kedalaman luka, 5. Mengurangi
jaringan baik karakteristik, gatal dan
- Mampu warna cairan,. mencegah
melindungi 5. Kolaborasikan penyebaran
kulit dan pemberian obat luka ditempat
mempertahan topikal lain
kan 6. Bantu pasien 6. Mencegah luka
kelembban untuk bertambah
kulit mengoleskan obat didaerah lain
topikal pada tubuh