Anda di halaman 1dari 15

PERBEDAAN NILAI KOMPRESI DADA DAN VENTILASI PADA PELATIHAN

RESUSITASI JANTUNG PARU MAHASISWA S1 KEPERAWATAN DENGAN UMPAN


BALIK INSTRUKTUR, AUDIOVISUAL DAN KOMBINASI DI YOGYAKARTA
1 2 3
Sutono , Retty Ratnawati , Tony Suharsono
1
Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitas Gadjah Mada
2, 3
Program Studi Magister Keperawatan FK Universitas Brawijaya

ABSTRAK
Nilai keterampilan RJP pada mahasiswa Si Keperawatan di Yogyakarta secara umum masih dibawah dari
standar yang diharapkan, hal ini mengakibatkan kepercayaan diri mereka rendah ketika harus melakukan
tindakan RJP baik di rumah sakit maupun di luar rumah sakit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa
perbedaan nilai kompresi dada dan ventilasi pada pelatihan RJP dengan 3 metode umpan balik yang
berbeda.Penelitian Experimental, randomized pretest-posttest design, dengan membandingkan hasil nilai
kompresi dan ventilasi dari tiga kelompok yang mendapatkan intervensi. Sampel diambil secara random,
dibagi dalam tiga kelompok. Kelompok 1 adalah kelompok mahasiswa yang mengikuti pelatihan RJP yang
mendapatkan demonstrasi skill dengan umpan balik instruktur. Kelompok 2 dengan umpan balik
audiovisual.Kelompok ke 3 dengan kombinasi keduanya.Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua nilai
baik kompresi dada maupun volume ventilasi tidak ada perbedaan yang signifikan. Rerata kedalaman
kompresi dada dengan α 0,097, Rerata kecepatan dengan α0,064, Untuk komponen ventilasi (rerata
volume ventilasi) dengan capaian nilai α 0,106.Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat perbedaan
nilai kompresi dan ventilasi RJP pada ketiga metode pembelajaran. Yang berarti ketiga metode sama-sama
bisa dipakai sebagai metode pembelajaran keterampilan RJP khususnya pada pendidikan S1 Keperawatan
di Yogyakarta.

Kata Kunci : Kompresi dada, Ventilasi, Resusitasi Jantung Paru, Umpan balik.

Abstract
The value of CPR skills on Undergraduet Nursing students in Yogyakarta are generally still below the
standards expected, this resulted in low self-esteem when they have to perform CPR both in hospital and
out of hospital. This study aimed to analyze the differences in the value of chest compression and ventilation
in CPR training with three different feedback method. Experimental research, randomized pretest-posttest
design, by comparing the results of the compression and ventilation of the three groups who received the
intervention. Samples were taken randomly divided into three groups. Group 1 is the group of students who
received CPR training demonstration of skill with the instructor feedback. Group 2 with audiovisual
feedback.To group 3 with a combination. The results showed that all value both chest compressions and
ventilation volumes no significant difference. The mean chest compression depth with α 0.097, the average
speed of the α 0.064, For ventilation (mean volume ventilation) with the achievements of the value of α
0.106. It is concluded that there are no differences in the value of the compression and ventilation CPR at all
three methods. Which means that all three methods together can be used as a method of learning CPR skills
especially in education Undergradute Nursing Program in Yogyakarta.
Keywords: chest compression, ventilation, Cardiac Pulmonary Resuscitation, Feedback.

Jurnal Ilmu Keperawatan, Vol: 3, No. 2, November 2015; Korespondensi : Sutono. Program
Studi Ilmu Keperawatan FK UGM Yogyakarta. Jl. Farmako No. 5 Sekip Utara Yogyakarta, Kode
Pos 55281. .Email : sutono_ugm@ugm.ac.id Telp. (0274) 545674 Fax (0274) 631204

www.jik.ub.ac.id
183
PENDAHULUAN mengikuti pembelajaran tersebut. Dalam
kompetensi dasar pada pendidikan S1
Mahasiswa merupakan bagian dari masyarakat
Keperawatan, mahasiswa harus mampu
dimana turut bertanggung jawab terhadap
melakukan tindakan resusitasi atau bantuan
terhadap permasalahan ini, sehingga Resusitasi
hidup dasar (AIPNI, 2010). Kemampuan
Jantung Paru (RJP) merupakan keterampilan
melakukan RJP juga merupakan kompetensi
yang harus dikuasai oleh mahasiswa. RJP yang
dasar yang harus dimiliki oleh seorang perawat.
berkualitas dapat mengoptimalkan return of
Keterampilan ini juga mendukung kompetensi
spontaneus circulation, tetapi banyak
perawat ahli yaitu melaksanakan prosedur
mahasiswa kedokteran tidak percaya diri dalam
bantuan hidup dasar pada situasi gawat darurat
melakukan prosedur ini (Behrend, 2011).
maupun bencana (PPNI, 2012). Studi
Oermann et al(2011), dalam penelitiannya
pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret
tentang kualitas tindakan RJP pada perawat,
2015 terhadap dokumentasidokumen evaluasi
mendapatkan hasil bahwa kualitas RJP yang
skills khususnya nilai keterampilan RJP selama 5
dilakukan oleh perawat masih buruk walaupun
tahun terakhir (2009 – 2014) di PSIK FK UGM,
mereka sudah mengikuti pelatihan. Hal ini
didapatkan data bahwa 70% mahasiswa
disebabkan karena knowledge dan skills dalam
mendapatkan nilai keterampilan Resusitasi
melakukan RJP, tanpa dilakukan praktek dan
Jantung Paru (RJP) di bawah rata-rata kualitas
pengingatan kembali, maka akan cenderung
RJP yang diharapkan. Pengelola Skill Lab juga
hilang seiring dengan waktu. Hal ini didukung
menegaskan bahwa para dosen pengampu
dengan hasil penelitiannya Husebo et al, (2012)
telah melakukan persamaan persepsi dan
yang mendapatkan data bahwa performa
menggunakan metode demonstrasi skills sesuai
perawat dalam melakukan RJPmasih buruk.
acuan panduan skills lab, namun angka
Perkins et al (2008), mengatakan bahwa
remediasi yang terjadi masih tinggi.Data
knowledge dan skills sangat diperlukan dalam
tentang kepemilikan manikin RJP di masing-
melakukan tindakan RJP, tetapi dalam konteks
masing institusi pendidikan S1 keperawatan di
mahasiswa yang kurang terpapar dalam
Yogyakarta jenis dan merknya juga bervariasi.
peristiwa - peristiwa yang membutuhkan
Dari wawancara dengan pengelola skillslab dan
tindakan tersebut, sering tidak mempunyai
observasi di 7 institusi pendidikan S1 di
kompetensi dalam BLS.Oleh karena itu, penting
Yogyakarta pada bulan Februari – Maret 2015,
untuk memberikan pembelajaran dan
didapatkan data bahwa hanya ada 3 institusi
menemukan metode mengajar yang
pendidikan yang selalu melakukan kaliberasi
mendukung knowledge dan skills tentang RJP
ulang manikin RJP setiap 1 tahun, 2 institusi
pada mereka.
pendidikan didapatkan kondisi manikin yang
Keterampilan RJP merupakan pembelajaran sudah tidak layak fungsi dan tetap dipakai
scientific dan mahasiwa keperawatan wajib untuk praktik mahasiwa, dan 2 institusi
bisa melakukannya, sehingga dibutuhkan menyatakan bahwa mereka tidak pernah
pelatihan (training) dan metode pengajaran melakukan kaliberasi manikin RJP.Hasil
yang baik. Metode dan media pembelajaran wawancara mengenai keberanian untuk
mempunyai andil yang cukup besar dalam melakukan RJP pada 43 mahasiswa profesi PSIK
proses pembelajaran karena dapat FK UGM diperoleh data bahwa hanya 2
menumbuhkan minat mahasiswa untuk mahasiswa yang berani melakukan RJP di dalam

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015


184
maupun di luar rumah sakit. Sembilan skill dengan umpan balik instruktur.Kelompok 2
mahasiswa berani melakukan RJP dengan adalah kelompok mahasiswa yang mengikuti
pendamping dari tim medis lain, 21 mahasiswa pelatihan RJP dengan umpan balik
berani melakukan RJP di dalam rumah sakit audiovisual.Kelompok ke 3 adalah kelompok
tetapi,mengatakantidak berani melakukan RJP mahasiswa yang mengikuti pelatihan RJP
di luar rumah sakit, dan 11 mahasiswa belum dengan umpan balik kombinasi antara panduan
pernah melakukannya baik di dalam maupun di instruktur dan audiovisual, sebagai kelompok
luar rumah sakit. Kenyataan tersebut kontrol positif.
menggambarkan bahwa kualitas keterampilan Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 18
melakukan tindakan RJP baik ditatanan skillslab – 19 September 2015.Populasi pada penelitian
maupun di tatanan klinis masih rendah. ini adalah seluruh mahasiswa S1 Keperawatan
Mahasiswa Keperawatan program profesi tahap profesi yang terdaftar sebagai peserta
adalah calon-calon perawat yang nantinya akan pelatihan RJP yang diadakan oleh Pusbankes
bekerja baik di tatanan rumah sakit maupun di 118 PERSI DIY di Yogyakarta.Setelah dipilih
pra rumah sakit. Mereka harus mempunyai sesuai dengan kriteria inklusi yang telah
kemampuan melakukan tindakan RJP dengan ditetapkan sebelumnya, akhirnya didapatkan
benar sehingga saat mereka sudah bekerja sampel sejumlah 37 peserta.Responden berasal
diharapkan sudah mempunyai pengetahuan, dari beberapa institusi pendidikan keperawatan
sikap dan keterampilan dalam hal RJP, yang ada di Yogyakarta.Selanjutnya responden
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi saat dibagi dalam tiga kelompok yang mendapatkan
melakukan tindakan pertolongan pelatihan RJP dengan mendapatkan umpan
kegawatdaruratan khususnya henti jantung. balik instruktur, umpan balik audiovisual dan
Berdasarkan latar belakang itulah maka peneliti umpan balik kombinasi instruktur-
tertarik untuk mengadakan penelitian tentang audiovisual.Instrumen yang digunakan adalah
penggunaan metode pembelajaran dalam manikin skillreporterLaerdal ResusciAnne®,
pelatihan RJP pada mahasiswa S1 Keperawatan yang digunakan untuk menilai kualitas prosedur
tahap profesi di Yogyakarta. Tujuan penelitian tindakan skill RJP. Manikin ini dilengkapi
ini adalah menganalisa perbedaan nilai pretest dengan perangkat monitor audiovisual yang
-postestkompresi dada dan ventilasi pada secara langsung bisa menunjukkan kualitas
masing-masing kelompok intervensi dan hasil tindakan RJP. Instrumen
perbedaan nilai kompresi dada dan ventilasi skillreporterLaerdal ResusciAnne® ini juga telah
diantara ketiganya. digunakan oleh Spooner et al. (2007) yang telah
dilakukan uji validitas dan reliabilitas
METODE sebelumnya, dan produk ini telah disertifikasi
Penelitian ini merupakan penelitian oleh AEA Quality Registrars, Inc dan Det Norske
Experimental, randomized pretest-posttest Veritas Norwegian Acreditation MSYS 002,
design, dengan membandingkan hasil nilai serta mendapatkan rekomendasi dari American
kompresi dan ventilasi dari tiga kelompok yang Heart association (AHA). Instrumen ini
mendapatkan intervensi. Sampel diambil secara mempunyai beberapa komponen penilaian
random, dibagi dalam tiga kelompok.Kelompok kualitas RJP, namun dalam pelatihan ini peneliti
1 adalah kelompok mahasiswa yang mengikuti hanya menggunakan beberapa indikator yaitu
pelatihan RJP yang mendapatkan demonstrasi (a) kedalaman kompresi dada (b) kecepatan

www.jik.ub.ac.id
185
kompresi dada per menit, (c) volume ventilasi, masing-masing kelompok berupa lembar
dan (d) durasi. Setiap responden selesai rekaman skill reporter yang dikumpulkan oleh
melakukan praktik keterampilan RJP, aktifitas instruktur, selanjutnya direkap dalam tabel
mereka direkam dengan printout resume observasi. Data mentah yang telah didapat
capaian hasil kompresi dan ventilasi mereka. selanjutnya dianalisa dikategorikan dalam data
Pengambilan data dilakukan pada mahasiswa S deskriptif yang disajikan dalam tabel distribusi
1 Keperawatan tahap Profesi di Yogyakarta, frekuensi. Sedangkan data multivariat
serta bersedia menjadi responden penelitian dilakukan pengujian antara dua variabel
dengan mengisi informed consent. Responden numeric tersebut dengan menggunakan
yang memenuhi syarat sampel penelitian Wilcoxon. Analisis data kuantitatif
sebanyak 37 responden. Pemberian materi RJP menggunakan metode analisis statistik dengan
untuk penyamaan persepsi dan pengenalan bantuan program SPSS 20. Untuk mengetahui
teori RJP, dan dilanjutkan dengan demonstrasi perbedaan nilai intervensi ketiga kelompok,
RJP dan sesi pemutaran video RJP. Semuanya dianalisis dengan menggunakan analisis uji
dilaksanakan oleh peneliti, pada tanggal 18 alternatif dengan Kruskal Wallis.
September 2015 dan dibantu instruktur yang
terlibat dalam penelitian yang telah HASIL
mempunyai sertifikat nasional untuk Data Karakteristik Partisipan
memberikan pelatihan RJP. Sebelum dilakukan
Tabel 1 : Data partisipan berdasarkan usia
intervensi, responden dibagi dalam 3 kelompok
sebanding, kelompok1 dengan intervensi
demonstrasi dengan umpan balik instruktur,
kelompok 2 dengan demonstrasi menggunakan
umpan balik audiovisual, kelompok ke 3
Sumber : data primer yang diolah
menggunakan umpan balik kombinasi
instruktur- audiovisual . Selanjutnya seluruh Tabel 2 : Data partisipan berdasarkan jenis
anggota kelompok dilakukan pretest. Kemudian kelamin
instruktur memberikan intervensi dengan
melakukan demonstrasi pada ketiga kelompok
tersebut sambil memberikan penjelasan
langkah-langkah dan teknik RJP yang benar.
Responden diminta untuk redemonstrasi
ketrampilan RJP sesuai intervensi masing- Sumber : Data Primer yang diolah
masing kelompok, setiap responden diberi
kesempatan demonstrasi skill RJP 3 kali. Setelah Karakteristik data reponden berdasarkan usia
semua mencoba mempraktekkan, responden menunjukkan usia minimal – maksimal 20 - 26
diminta kembali untuk mempraktekkan tahun, dengan mean 22,78. Berdasarkan jenis
keterampilan RJP yang hasilnya diobservasi kelamin sebagian besar partisipan (67,57%)
dengan check list ketrampilan RJP dan direkam berjenis kelamin perempuan.
dengan skillreporter(posttest).Hasil yang Deskripsi nilai kompresi dada dan ventilasi RJP
didapatkan dari penilaian pretest dan posttest pada mahasiswa S1 Keperawatan tahap profesi
dalam melakukanketerampilan RJP untuk diambil dari data skill reporter yang telah

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015


186
ditabulasi dengan hasil seperti pada tabel 3 umpan balik instruktur dengan nilai 125,58.
dibawah ini Nilai standar kualitas dari ventilasi adalah
Tabel 3: Rata-Rata Nilai Kompresi dada dan rerata volume 500 – 600 cc dalam 1 kali
Ventilasi RJP ventilasi (Tidal Volume).
Perbedaan Nilai Pretest dan Postest pada Tiga
Kelompok intervensi
Berikut adalah hasil dari uji Wilcoxon pada
masing-masing design dan tingkat keterampilan
dari kedua yang menggunakan perlakuan.
Tabel 4: Perbandingan Pretest dan Posttest
Nilai capaian Kompresi dada dan
Ventilasi

Sumber data primer yang diolah

Tabel diatas menunjukkan pada saat pretest


nilai rerata kedalaman kompresi tertinggi
terdapat pada yang mengikuti pelatihan umpan
balik audiovisual dengan nilai sebesar 45,92.
Sedangkan pada saat posttest nilai tertinggi
rerata kedalaman kompresi terdapat pada
kombinasi antara umpan balik instruktur dan
umpan balik audiovisual sebesar 49,17. Pada
item rerata kecepatan kompresi, standar Tabel 4 diatas, menunjukkan hasil uji Wilcoxon
kualitas yang diharapkan adalah 100 – 120 pada masing-masing nilai kompresi dada dan
x/mnt. Dari data diatas, saat pretest nilai yang ventilasi dari ketiga metode.Hasil pada tabel 4
mendekati standar kualitas adalah yang diatas menunjukkan bahwa tidak semua item
menggunakan metode umpan balik audio visual menunjukkan adanya perbedaan yang
dengan nilai 133,27. Pada postest nilai yang signifikan. Pada nilai kompresi dada diketahui
mendekati standar adalah yang menggunakan bahwa kedua item yaitu rerata kedalaman

www.jik.ub.ac.id
187
kompresi dan rerata kecepatan kompresi
menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan pre dan postest. Sedangkan pada nilai
volume ventilasi dan durasi,hasil penelitian ini
sebagaimana pada tabel 4 diatas, menunjukkan
tidak ada perbedaan signifikan sebelum dan
sesudah perlakuan.Metode umpan balik umpan
balik audio visual, baik kompresi dada maupun Sumber : Data primer diolah, 2015
volume ventilasi menghasilkan nilai yang tidak
Berdasarkan hasil pada table 5 selisih nilai
berbeda secara signifikan.Pada metode
pretest – postest diatas menunjukkan bahwa
kombinasi yang selama ini dipakai sebagai
semua nilai baik kompresi dada maupun
model pelatihan yang umum, juga didapatkan
volume ventilasi tidak ada perbedaan yang
data bahwa hanya nilai kompresi dada baik
signifikan. Rerata kedalaman kompresi dada
kedalaman kompresi maupun kecepatan
dengan signifikansi 0,097, Rerata kecepatan
kompresi dada yang ada perbedaan signifikan,
dengan signifikansi 0,064, Untuk komponen
sedangkan nilai volume ventilasi dan durasi
ventilasi (rerata volume ventilasi) dengan nilai
didapatkan hasil tidak signifikan. Kesimpulan
signifikansi 0,106, Sedangkan durasi (lama
sementara yang dapat diambil dari data
waktu) yang dipakai untuk RJP selama 5 siklus
tersebut adalah metode umpan balik instruktur
dengan angka signifikansi sebesar 0,965.
signifikan di kompresi dada, metode umpan
Dengan demikian dari tabel diatas dapat
balik audio visual tidak ada beda yang signifikan
disimpulkan bahwa semua nilai kompresi dada
dan metode kombinasi hanya nilai kompresi
dan volume ventilasi pada RJP dengan umpan
dada yang signifikan. Data perbedaan pre –
balik umpan balik instruktur, umpan balik audio
postest pada ventilasi dan durasi RJP pada
visual dan kombinasi keduanya tidak terdapat
ketiga metode semuanya tidak signifikan.
perbedaan yang signifikan.
Perbedaan Nilai Kompresi dan Ventilasi
PEMBAHASAN
antara ketiga kelompok intervensi
Perbedaan Nilai Kompresi dan Ventilasi RJP
Untuk mengetahui perbedaan nilai dari ketiga
sebelum dan setelah mendapatkan pelatihan.
kelompok yaitu umpan balik instruktur, umpan
balik audiovisual, dan umpan balik kombinasi Rerata Kedalaman Kompresi Dada
keduanya, dipakai Uji Kruskal Wallis, dengan Berdasarkan hasil analisis menunjukkan tidak
membandingkan delta pretest – postest dengan menunjukkan perbedaan yang signifikan
nilai standar kualitas kedalaman kompresi dada tentang nilai kompresi dada Resusitasi Jantung
dan kecepatan kompresi dada pada item Paru (RJP) mahasiswa S1 Keperawatan tahap
kompresi dada, serta nilai standar kualitas pada profesi sebelum dan setelah mendapatkan
volume ventilasi masing-masing kelompok pelatihan baik yang menggunakan umpan balik
intervensi. Berikut adalah hasil uji kruskal instruktur, umpan balik audio-visual maupun
Wallis pada ketiga kelompok. kombinasi keduanya. Data dari komponen
Tabel 5: Selisih Nilai Pretest – Postest kompresi dada yang terdapat perbedaan yang
Kompresi dada danVentilasi pada ketiga signifikan ada pada umpan balik instruktur dan
kelompok intervensi kombinasi. Sedangkan pada umpan balik

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015


188
kombinasi perbedaan pretest dan postest tidak umpan balik audio visual dan kombinasi sedikit
signifikan. Bila dilhat dari nilai didapat, pada beda, karakteristik partisipan, lebih merata
umpan balik instruktur dari rerata 42,75 mm antara laki-laki dan perempuan. Faktor lain
menjadi 47,16 mm, PA dari 45,92 mm menjadi yang turut berpengaruh adalah pada umpan
48,15 mm. Pada umpan balik kombinasi dari balik aaudiovisual dan kombinasi, partisipan
41,54 mm menjadi 49,16 mm. Nilai ketiga mendapatkan umpan balik yang secara visual
metode pada kedalaman kompresi dada bisa dilihat langsung dari monitor, hasil dari
menunjukkan kenaikan dari pre ke postest, prosedur tindakan kompresi dada. Pada
dimana ketiganya mendekati angka standar kombinasi terlebih lagi, selain melihat hasil
kualitas yaitu 50 mm. Penelitian Handley et al langsung kedalaman kompresi dada juga
(2003), mendapatkan hasil bahwa adanya mendapat umpan balik instruktur yang
peningkatan outcome setelah kompresi dada langsung memberikan perintah dan koreksi
sedalam lebih dari 5cm. Penelitian yang apabila tindakan RJP dilakukan kurang tepat.
dilakukan oleh Vadeboncoeur et al. (2013) pada Dari capaian hasil ketiga metode umpan balik
responden pasien Out Of Hospital instrukturtal umpan balik instruktur, umpan balik umpan
Cardiac Arrest (OHCA) dengan usia di atas 18 balik audio-visual dan kombinasi keduanya,
tahun dan mengalami henti jantung pada tahun masih dibawah standar kualitas kedalaman
2008-2011, ternyata rata-rata kedalaman kompresi dada yang derekomendasikan yaitu
kompresi dada sedalam 5 Cm dapat sekurang-kurangnya 5 Cm /50 mm (AHA, 2010).
meningkatkan harapan hidup dan perbaikan
Selain dilihat dari rerata nilai kedalaman
fungsional. Di antara 593 pasien OHCA, 136 kompresi pada keduanya sedikit lebih baik dari
pasien (22,9%) menerima sirkulasi balik secara umpan balik instruktur. Peneliti berpendapat
spontan, 63 pasien (10,6%) selamat, dan 50 bahwa faktor gender mungkin berpengaruh
pasien membaik secara fungsional. Rata-rata terhadap kedalaman maupun kecepatan
kedalaman kompresi dada adalah 49.8 ± 11.0 kompresi dada. Berdasarkan penelitian dari
mm. Di samping itu, rata-rata kedalaman Chenet al. (2015), kompresi dada yang cepat
kompresi dada yang diberikan pada pasien menyebabkan kelelahan dini dan kedalaman
selamat lebih dalam dibandingkan pada pasien kompresi yang sedikitnya 5 cm tidak dapat
yang tidak selamat. Hasil penelitian ini juga dengan mudah dilakukan oleh sebagian besar
didukung pernyataan dari Resuscitation pelaku kompresi dada. Beliau
Outcome Consortium (ROC), bahwa merekomendasikan bahwa diperlukan adanya
peningkatan kedalaman kompresi dada dapat pelatihan RJP secara reguler. Pada praktik
meningkatkan return of spontaneous circulation klinisnya, lebih baik dilakukan penggantian
(ROSC) dan keselamatan pasien (Andrew, pelaku RJP sebelum kelelahan, terutama pada
2010). wanita atau orang yang fisiknya lemah.
Data diatas menunjukkan bahwa pada nilai Pelatihan difokuskan pada pengontrolan
pada umpan balik instruktur, dibawah umpan kecepatan kompresi, dengan tujuan untuk
balik audio visual dan kombinasi. Pendapat menunda kelelahan, menjamin cukupnya
peneliti, dilihat dari karakteristik responden kedalaman kompresi dan meningkatkan
ternyata pada umpan balik instruktur dari 12 kualitas kompresi dada. AHA (2010) juga
partisipan, hanya 2 laki-laki dan selebihnya merekomendasikan bahwa untuk menjamin
yaitu 10 partisipan adalah perempuan. Pada kualitas kedalaman dan kecepatan kompresi

www.jik.ub.ac.id
189
dada, harus dilakukan penggantian pelaku kecepatan kompresi dada sedikitnya 100 kali
kompresi setiap 2 menit RJP. per menit. AHA mengikuti rekomendasi CoSTR,
dan ERC menetapkan batas atas yaitu 100-120
Rerata Kecepatan Kompresi Kada kali per menit. Penelitian Idris, et al (2012) dan
Hasil rerata nilai pada kecepatan kompresi Handley (2013), mendapatkan hasil bahwa
dada, menarik untuk dicermati. Pada umpan Return Of Spontaneous Circulation (ROSC) dari
balik instruktur ada perubahan dari 145,58 kompresi dada akan meningkat jika dilakukan
x/mnt menjadi 125,58 x mnt, pada umpan balik pada kecepatan sekitar 125 kali per menit,
audiovisual dari 133,26 x/mnt menjadi 127 tetapi akan menurun jika kecepatannya lebih
x/mnt dan pada kombinasi 144,54 x.mnt dari 125 kali per menit (Idris, et al., 2012;
menjadi 132,91 x/mnt. Perbedaan dari pretest Handley, 2013). Menurut Vadeboncoeur et al.
ke postest yang signifikan hanya pada umpan (2014), kecepatan kompresi dada 113.9 ± 18.1
balik instruktur dan kombinasi, Bila dilihat dari kali per menit dapat meningkatan harapan
nilai, baik umpan balik instruktur, umpan balik hidup dan perbaikan fungsi tubuh pasien yang
audiovisual dan kombinasi sama-sama masih mengalami henti jantung di luar rumah sakit.
terlalu cepat dari standar kualitas yang Menurut Chenet al. (2015), terdapat hubungan
diharapkan (100 – 120 x/mnt). Peneliti positif antara kedalaman dan ketepatan
mendapatkan fakta bahwa kemampuan penempatan tangan terhadap waktu kejadian
melakukan kompresi dada pada partisipan laki- kelelahan penolong dalam melakukan kompresi
laki sebagian besar bisa mencapai standar dada, dan adanya hubungan negatif antara
kualitas pada item kecepatan dan kedalaman rata-rata kedalaman dan kecepatan kompresi
kompresi dada. Fakta yang lain pada partisipan dada (dalam penelitian ini rata-ratanya 130 kali
perempuan, rerata nilai untuk kecepatan per menit) dibandingkan dengan waktu
kompresi sebagian besar terlalu cepat melebihi kejadian kelelahan.
standar kualitas kecepatan kompresi yang
Hasil nilai pada kecepatan kompresi diatas
artinya sebagian besar pada partisipan ini
memang masih belum bisa mencapai standar
rerata nilai kompresi dibawah nilai standar
kualitas kecepatan kompresi 100 – 120 x /
kualitas. Peneliti berpendapat bahwa ada
menit.Ketiga metode masih didapatkan nilai
hubungan antara kecepatan kompresi dada
diatas 120 x menit. Dilihat dari kecepatan
dengan kedalaman kompresi dada.Semakin
kompresi diatas standar kualitas (lebih dari 120
cepat kompresi dada dilakukan maka
x/mnt) ini, dan dilihat dari durasi waktu yang
kedalaman kompresi semakin berkurang. Hal
digunakan yang rerata mencapai waktu tempuh
ini sesuai dengan penelitian dari Handley et.al
5 siklus selama sekitar 2 menit, maka ada cukup
(2013) yang menyatakan bahwa sisi negatif dari
banyak waktu yang terbuang (pause). Padahal
peningkatan kecepatan kompresi dada yaitu
rekomendasi dari Andrew et al (2010), pause
kedalaman kompresi akan menurun dan tingkat
dilakukan tidak lebih dari 10 detik selama
kelelahan penolong akan meningkat.
periode pause saat pemberian ventilasi, saat
Menurut International Consensus on cek nadi, atau saat tindakan defibrilasi. Penulis
Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency berpendapat bahwa untuk meningkatkan
Cardiovascular Care Science with Treatment kualitas nilai memang diperlukan peningkatan
Recommendations / CoSTR (2010), patokan baik secara kualitas teknik melakukan kompresi

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015


190
dada maupun kuantitas yaitu frekuensi latihan balik instruktur pemberian yang tidak tepat
yang diperbanyak.Peneliti mengusulkan bahwa akan kontra produktif terhadap tujuan
selalu diadakan refreshing skills untuk pertolongan RJP. Meaney P., Bobrow B.J.,
mempertahankan kinerja yang tetap maksimal Mancini M.E., Christenson J., Caen D., et al
dan menghasilkan RJP yang berkualitas tinggi. (2013), mengatakan bahwa memberikan
oksigen yang cukup ke dalam darah tanpa
Volume Ventilasi
menghambat perfusi merupakan upaya untuk
Data tentang nilai volume ventilasi pada memenuhi kadar oksigen pada otak dan
penelitian ini sangat menarik, karena dari jantung dalam mengembalikan aktivitasnya.
ketiga metode tidak didapatkan perbedaan Akan tetapi, dalam pemberian bantuan
yang signifikan diantara ketiganya. Rerata nilai ventilasi tidak boleh terlalu berlebihan.Pada
volume ventilasi yang didapat pada umpan saat dilakukan RJP, perfusi sistemik dan paru
balik instruktur =798,33+122,02, pada umpan berkurang, padahal hubungan perfusi-ventilasi
balik audiovisual =771,54+ 252,09 dan yang normal dapat dipertahankan dengan
kombinasi = 648,33 + 151,52 (nilai standar ventilasi yang jauh lebih rendah daripada
kualitas kompresi adalah 500 – 600 cc). Data ini normal. Hal ini juga dikarenakan, saat
menunjukkan bahwa pola ventilasi yang pemberian ventilasi, tekanan dalam rongga
dilakukan oleh partisipan sebagian besar masih dada akan meningkat yang cenderung akan
over volume. Ini berarti pola pemberian menghambat aliran darah, padahal yang lebih
bantuan ventilasi masih dibawah standar dibutuhkan adalah terjaganya aliran darah ke
kualitas yang diharapkan. Peneliti berpendapat organ-organ penting. Kelebihan tekanan
bahwa partisipan masih beranggapan saat ventilasi ataupun volume tidal beresiko adanya
memberikan bantuan ventilasi harus kuat dan tekanan pembukaan esofageal yang
dalam. Fenomena ini juga terjadi di tatanan mempengaruhi pada inflasi gaster, potensi
klinik, ketika perawat memberikan bantuan timbulnya regurgitasi, dan dampak lainnya
ventilasi dengan menggunakan Bag Valve Mask (Andrew, et al 2010).
(BVM), rata-rata mereka memberikan bantuan
Hasil penelitian ini khususnya tentang volume
ventilasi yang berlebih.
ventilasi, nilai rerata untuk volume ventilasi
Penelitian Kem K.B.,et al (2010), yang meneliti masih terlalu banyak melebihi standar kualitas
tentang penggunaan metronome dalam yang diharapkan, sehingga peneliti
meningkatkan kompresi dan ventilasi pada RJP, merekomendasikan perlunya diteliti faktor-
juga menemukan bahwa RJP tanpa pedoman faktor yang menyebabkan kelebihan volume
metronome, mean tingkat ventilasi adalah 10±4 ini. Disamping itu juga diperlukan refreshing
(median = 10), dengan pernafasan sekitar 6-25 rutin untuk mempertahankan kenerja
kali per menit. Didapatkan pada 11 dari 34 khususnya kemampuan melakukan RJP.
pasang responden (32%) terjadi hiperventilasi.
Saat menggunakan metronome, tidak ada Durasi
perbedaan pada mean dan median tingkat Durasi adalah waktu yang dipakai oleh
ventilasi (10±0, median = 10), dan tidak ada partisipan dalam melakukan RJP dalam hal ini
yang mengalami hiperventilasi. Oksigenasi pada ditetapkan 5 siklus atau sekitar 2 menit. AHA
pasien hipoksia maupun orang yang mengalami (2010), merekomendasikan bahwa setiap 2
henti jantung sangat diperlukan, tetaumpan menit tindakan RJP, harus dilakukan evaluasi

www.jik.ub.ac.id
191
terhadap nadi karotis pasien dengan jeda ke vascular (IV line) serta pemindahan pasien
/pause tidak lebih dari 10 detik. Hasil penelitian ke ambulan. Kelelahan pada penolong
mendapatkan data bahwa untuk ketiga menyebabkan kompresi yang dilakukan akan
metode, baik pretest maupun postest, tidak berubah atau tidak dilakukan sesuai dengan
didapatkan perbedaan yang signifikan dengan aturan. Hal ini lah yang menyebabkan
nilai mendekati standar kualitas yaitu 120 detik terjadinya interupsi saat melakukan CPR.
(2menit). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rerata
Rekomendasi dari AHA (2010) tentang “High durasi yang dilakukan mendekati standar
Quality CPR”, salah satu komponennya adalah kualitas yang diharapkan yaitu 2 menit, tetapi
“minimize interruption”. Rekomendasi ini bila dilihat dari rerata kecepatan kompresi yang
bertujuan untuk optimalisasi kompresi dada masih diatas 120 kali permenit, itu
karena interupsi yang panjang akan menunjukkan kepada kita bahwa masih ada
menurunkan kemungkinan ROSC. Steven et al. waktu interupsi yang dilakukan oleh partisipan
(2013), dalam refiew literaturnya berpendapat yang melebihi ketentuan. Untuk mengatasi hal
bahwa saat CPR dilakukan dengan kualitas ini memang diperlukan pembiasaan atau
rendah, terdapat interupsi, atau terlambat pengulangan-pengulangan yang dilakukan
dilakukan CPR maka dapat menimbulkan No secara kontinu sehingga akhirnya menjadi pola
Flow Time (NFT). NFT merupakan keadaan kinerja.
dimana Cardiac Output (CO) tidak tercapai, hal
Perbedaan Nilai antara Metode Umpan Balik
ini berhubungan dengan the return of
Umpan balik Instruktur, Umpan balik Audio
spontaneous circulation (ROSC) yang
visual dan Kombinasi keduanya.
selanjutnya berkaitan dengan coronary
perfusion pressure (CPP). Ketika CPR yang Hasil analisis uji Kruskal Wallis menunjukkan
dilakukan kurang berkualitas atau terdapat bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan
interupsi saat melakukan CPR maka CPP hanya yang signifikan terhadap keterampilan
akan mencapai <15 mmHg dan akan terus Resusitasi Jantung Paru (RJP) mahasiswa S1
menurun. Dampak selanjutnya adalah ROSC Keperawatan tahap profesi setelah
tidak tercapai maksimal, selain itu juga perfusi mendapatkan pelatihan dengan umpan balik
ke otak juga menurun.Interupsi saat CPR instruktur, dengan umpan balik audio visual,
berkaitan juga dengan human behavior. dan dengan kombinasi keduanya. Tetapi bila
Pelaksanaan tugas dalam team yang kurang dilihat dari nilai masing-masing item khususnya
baik dapat menimbulkan interupsi saat CPR untuk kompresi dada, seperti yang telah
contohnya jika penolong telalu berfokus pada diuraikan diatas, terdapat perbaikan nilai dari
pelaksanaan tugas sekunder seperti memasang pretest ke postest, sedangkan untuk komponen
defibrillator maka proses kompresi akan ventilasi, memang tidak banyak perbedaan nilai
terhambat.. Beberapa hal lainnya yang dari pretest ke postest. Peneliti berpendapat
menyebabkan interupsi meliputi kelelahan bahwa hasil ini bisa dipengaruhi oleh sedikitnya
penolong atau pergantian penolong, jumlah sampel penelitian sehingga secara
melakukan ventilasi, melakukan airway statistik tidak tampak perbedaan yang
maintenance, penggunaan alat bantu CPR, signifikan.
Pengecekan nadi, penghentian karena pre dan Hasil penelitian ini tidak beda dengan
post penggunaan defibrillator, Melalukan akses penelitian Sutton, et.al (2011) yang

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015


192
menunjukkan hasil bahwa pelatihan RJP singkat dari monitor. Dalam hal ini target untuk bisa
dengan penggunaan metode audio visual dan melakukan RJP dengan kualitas tinggi bisa
umpan balik instruktur sama-sama mampu terpandu dengan adanya peralatan monitor
meningkatkan kualitas RJP sesuai dengan tadi, sehingga ini menjadi obyektif sesuai
evaluasi yang dilakukan segera setelah dengan alarm atau sinyal dimana menunjukkan
pelatihan selama simulasi henti jantung pada bahwa teknik RJP yang dilakukan sudah benar.
anak. Hasil penelitian sedikit berbeda yang Sutton, et. al (2011) yang melakukan penelitian
dilakukan oleh Dine, et.al. (2008) yang dengan 3 metode yaitu 1). Umpan balik
menyatakan bahwa umpan balik audio instruktur, 2). Automated feedback device dan
visualsendiri mampu meningkatkan 3). Kombinasi dari instruktur dan umpan balik
keterampilan RJP dan menurunkan variasi audio visual, mendapatkan hasil bahwa terjadi
hitungan kompresi jantung, namun kombinasi peningkatan kepatuhan hitungan kompresi
dari umpan balik audio visual dan debriefing sebesar 52%-87% dan keseluruhan tindakan RJP
dari instruktur memberikan dampak kemajuan sebesar 43%-78%, pada pelatihan dengan
yang paling besar pada keterampilan RJP. umpan balik instruktur. Sedangkan pada
Tetapi penelitian ini Automated feedback device, didapatkan hasil
Pada umumnya, pelatihan RJP di Indonesia hitungan kompresi 70%-96% dan kedalaman
masih beragam baik metode, teknik pemberian kompresi 61%-100% dan keseluruhan RJP 35%-
maupun penggunaan jenis manikin. Hal itu 96%. Pada kombinasi antara device dan umpan
berpengaruh terhadap kualitas hasil outputnya. balik instruktur didapatkan hasil bahwa
Belum ada kesamaan persepsi, implementasi hitungan kompresi sebesar 48%-100%,
kurikulum yang pada tatanan pelaksanaan tidak kedalaman kompresi 78%-100% dan
sama walaupun sudah ada panduan umum keseluruhan RJP 30%-100%. Dapat disimpulkan
yang dikeluarkan dari Badan PSDM bahwa walaupun semua kelompok pelatihan
Kementerian Kesehatan RI, serta variasi mencapai target pencapaian keterampilan RJP
manikin turut berpengaruh dalam kualitas hasil diatas 75%, namun kombinasi dari instruktur
pelatihan. dan umpan balik audio visual menghasilkan
kepatuhan sampai sebesar 100%. Sedangkan
Penggunaan manikin sederhana, sangat
menurut Kirkbright (2014) menyatakan bahwa
bergantung pada kemampuan instruktur dalam
walaupun ada keberagaman dalam
melatih teknikal skill. Hal ini menuntut peran
peningkatan variabel RJP, namun terdapat
dominan dari instruktur untuk meningkatkan
bukti yang signifikan bahwa audiovisual
kemampuan peserta didik. Karena terbatasnya
feedback device mampu memberikan umpan
device pendukung pada manikin tersebut,
balik tentang kedalaman kompresi dengan
sehingga teknik yang diajarkan oleh instruktur
hitungan yang mendekati angka yang
lebih banyak kearah pengalaman yang selama
direkomendasikan.
ini dilakukan yang berfokus pada kualitatif,
perkiraan dan feeling. Pembelajaran dengan Penelitian ini memperkuat pendapat bahwa
manikin lengkap dengan monitor audio visual, idealnya pelatihan RJP dilakukan dengan
membuat peserta latih segera mengetahui menggunakan berbagai metode untuk
bahwa tindakan kompresi yang mereka lakukan mengoptimalkan pemahaman peserta latih
kurang tepat dengan melihat sinyal atau alarm terhadap keterampilan yang ia pelajari. Sesuai

www.jik.ub.ac.id
193
teori dari Dale (1969), bahwa semakin banyak sebagaimana teori dari Dale (1969), bahwa
panca indera seseorang dioptimalkan untuk semakin banyak media dan metode yang
menerima informasi dari luar maka, semakin dipakan dalam proses pembelajaran maka
luas persepsi orang tersebut terhadap internalisasi obyek belajar akan semakin tinggi
informasi yang diterima yang akan yang akan menghasilkan retensi objek yang
menghasilkan pergeseran persepsi dari abstrak dipelajari baik secara kualitas maupun kuantitas
menjadi semakin konkrit. Peneliti berpendapat dari objek pembelajaran. Faktor afektif berupa
bahwa kedua metode pelatihan dengan kecemasan, grogi saat demonstrasi, kurang
menggunakan umpan balik instruktur dan percaya diri, malu juga mempengaruhi hasil
umpan balik audiovisual masih tetap bisa keterampilan (George & Doto, 2001), pada
dipakai sebagai metode pembelajaran keterampilan RJP. Dalam hal ini faktor campur
ketramumpan balik instrukturlan RJP tangan instruktur sangat diperlukan untuk
khususnya di institusi pendidikan S1 mengatasinya. Metode yang menggunakan
Keperawatan serta lembaga-lembaga pelatihan kombinasi, dengan panduan yang lebih lengkap
RJP. sehingga meningkatkan kepercayaan diri saat
demonstrasi, hal inilah yang ikut berpengaruh
George & Doto. (2001), mengatakan bahwa ada
terhadap hasil dimana metode kombinasi
5 faktor yang mempengaruhi hasil dari
meskipun secara statistik tidak berbeda, tetapi
pelatihan psikomotor yaitu : (a) kemampuan
dari rerata nilai,hasilnya sedikit lebih baik dari
peserta didik, (b) demonstrasi tidak adekuat,
metode umpan balik instruktur dan yang hanya
(3) umpan balik tidak tepat (4) faktor afektif, (5)
umpan balik audio visual saja.
persepsi peserta. Kemampuan peserta didik
dalam penelitian ini sangat beragam karena Dalam pelatihan RJP, sebagaimana pendapat
responden berasal dari 7 institusi pendidikan dari George & Doto. (2001) peran instruktur
yang berbeda. Hal ini terkait dengan masih sangat dominan karena keberadaan
kemampuan kognitif dari masing-masing manikin hanya sebagai sarana untuk
responden yang akan mendasari pola berfikir demonstrasi skill. Dapat dikatakan bahwa baik
mereka dalam menganalisa dan buruknya kemampuan peserta akan sangat
menginternalisasi umpan balik yang diberikan. dipengaruhi oleh kemampuan instruktur.
Sedangkan untuk demonstrasi yang dilakukan Instruktur harus menguasai baik sekuensi /tata
oleh instruktur di ketiga metode juga bisa urutan serta kualitas teknik RJP. Oleh karena
berpengaruh terhadap serapan skill dari itu, standarisasi instruktur merupakan syarat
responden. Pada penelitian ini, memang tidak mutlak untuk menghindari mispersepsi peserta
didapatkan perbedaan yang signifikan antar pelatihan, serta kualitas output pelatihan.
ketiga metode, tetapi bila dilihat dari Fenomena yang ada saat ini adalah banyaknya
perubahan rerata nilai kompresi dada dari lembaga-lembaga pelatihan termasuk institusi
pretest ke postest, maka metode kombinasi pendidikan yang belum memperhatikan
menunjukkan perubahan yang lebih baik dari kualitas dari instruktur ini, sehingga yang terjadi
kedua metode yang lain. Ini menunjukkan adalah penurunan kualitas pelatihan itu sendiri.
bahwa umpan balik instruktur dengan didukung Mahasiswa S1 Keperawatan khususnya di
dengan umpan balik baik visual maupun audio Yogyakarta, sebenarnya telah dibekali konsep
akan melengkapi serapan skill partisipan tentang resusitasi jantung paru di kelas selama
sehingga mencapai hasil yang lebih optimal mereka dalam tahap akademik. Resusitasi

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015


194
jantung paru merupakan bagian dari materi di sederhana (tidak perlu mahal) serta
tahun ke empat yaitu keperawatan gawat standarisasi instruktur diperlukan untuk
darurat. Tetapi implementasinya pada setiap mendapatkan hasil yang lebih baik sehingga
institusi pendidikan sangat bervariasi, harapan pemerintah bahwa akses pertolongan
tergantung pada ketersediaan fasilitas di penderita gawat darurat harus sampai di
skillslab masing-masing dan juga dosen masyarakat segera terealisir.
pengajar/instruktur.
KESIMPULAN
Implementasi Keperawatan Tidak terdapat kenaikan nilai kompresi dada
Hasil penelitian diatas bisa dimanfaatkan untuk dan ventilasi sebelum dan sesudah
pengembangan keterampilan pada tatanan mendapatkan pelatihan RJP dengan umpan
klinik maupun tatanan akademik pada institusi balik panduan instruktur, umpan balik panduan
pendidikan keperawatan maupun institusi yang audiovisual dan dengan kombinasi instruktur –
mengembangkan kualitas sumber daya audiovisual pada mahasiswa S1 Keperawatan
manusia di bidang kesehatan khususnya tahap profesi di Yogyakarta.Tidak terdapat
keperawatan. Hal ini menjadi penting sekali perbedaan nilai kompresi dan ventilasi RJP
mengingat bahwa angka kematian oleh karena pada ketiga metode pembelajaran. Yang berarti
penyakit kardio vaskuler di Indonesia masih ketiga metode sama-sama bisa dipakai sebagai
tergolong tinggi khususnya pada kasus henti metode pembelajaran keterampilan RJP
jantung di masyarakat. Pengembangan khususnya pada pendidikan S1 Keperawatan di
standarisasi fasilitas pelatihan, modifikasi Yogyakarta.
peralatan pendukung skill RJP dengan alat yang

DAFTAR PUSTAKA Behrend T, Heineman J, Wu L, Burk C, Duong N,


Munoz M, Pruett M, Seropian M,
Abella BS, Edelson DP, Kim S,. CPR quality
Dillman D. (2011) Retention of
improvement during in-hospitalcardiac
Cardiopulmonary Resuscitation Skills in
arrest using a real-time audiovisual
Medical Students Utilizing a High-
feedback system.
Fidelity Patient Simulator. Medical
Resuscitation2007;73:54–61.
Student Research Journal;1(Winter):1-4
AIPNI. 2010. Kurikulum kbk aipni Jakarta.
Chen S, Li W, Zhang Z, Min H, Li H, Wang
Andrew H. Travers, Co-Chair*; Thomas D. Rea,
H,(2015) Evaluating the Quality of
Co-Chair*; Bentley J. Bobrow; Dana P.
Cardiopulmonary Resuscitation in the
Edelson; Robert A. Berg; Michael R.
Emergency Department by Real-Time
Sayre; Marc D. Berg; Leon Chameides;
Video Recording System. PLoS ONE
Robert E. O’Connor; Robert A. Swor,
10(10): e0139825. doi:10.1371/journal.
2010. Part 4: CPR overview: 2010
American Heart Association Guidelines Cheng A; Brown, L; Duff, J; Davidson, J. (2014)
for Cardiopulmonary Resuscitation and Improving Cardiopulmonary
Emergency Cardiovascular Care. Resuscitation With a CPR Feedback
Circulation, 122, 676–685. doi:10.1161/ Device and Refresher Simulations(CPR
CIRCULATION AHA.110.970913 CARES Study) A Randomized Clinical

www.jik.ub.ac.id
195
Trial. JAMA Pediatr. 2015;169(2):137- Kirkbright S, Finn J, Jacobs I, Sprivulis P,
144. doi:10.1001/jamapediatrics..2616 Thompson P. (2013) The relationship
between quality of cardiopulmonary
Dale, E. (1969). Audio-visual Methods in
resuscitation performed by healthcare
Teaching. New York: Dryden Press.
professionalsand patient survival
Day, T., Iles, N., & Griffiths, P. (2009). Effect of following cardiac arrest: a systematic
performance feedback on tracheal review of randomisedand non-
suctioning knowledge and skills: randomised trials. PROSPERO:
Randomized controlled trial. Journal of International Prospective Register
Advanced Nursing, 65(7), 1423–1431. ofSystematic Reviews;.
Dine CJ, Gersh RE, Leary M, Riegel BJ, Bellini CRD42012003064.25
LM, Abella BS. (2008) Improving car- Krasteva V, Jekova I, and Didon J.An audiovisual
diopulmonary resuscitation quality and feedback device for compression depth,
resuscitation training by rate and complete chest recoil can
combiningaudiovisual feedback and improve the CPR performance of lay
debriefing. Crit Care Med;36:2817–22. persons during self-training on a
George, J. H., & Doto, F. X. (2001). A simple manikin. Physiol. Meas. 32 (2011) 687–
five-step method for teaching clinical 699
skills. Family Medicine, 33(8), 577–578. Kruglikova, I., Grantcharov, T. P., Drewes, A. M.,
Handley, AJ., Handley, SA., Inproving CPR & Funch-Jensen, P. (2010). The impact
performance using an audible ffedback of constructive feedback on training in
system suitablefor incorporation into an gastrointestinal endoscopy using high-
automated external defibrillator. fidelity virtual-reality simulation: A
Resuscitation. 2003; 57:57-62. randomised controlled trial. Gut, 59(2),
181–185.
Husebo, S.E., Friberg F., Soreide E., Rystedt H.,
2012. Instructional Problems in McLennan, S. (2012). CPR policies and the
Briefings: How to Prepare Nursing patient’s best interests. Resuscitation,
Students for Simulation-Based 83(2), 168–170.
Cardiopulmonary Resuscitation Training. doi:10.1016/j.resuscitation.2011.10.007
Clinical Simulation in Nursing, 8(7), Meaney, P. a., Bobrow, B. J., Mancini, M. E.,
pp.e307–e318. Available at: Christenson, J., De Caen, A. R., Bhanji, F.,
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/ Leary, M. (2013). Cardiopulmonary
pii/ S1876139910002008 [Accessed resuscitation quality: Improving cardiac
February 20, 2015]. resuscitation outcomes both inside and
Kem K.B., Stickney R.E., Gallison L., Smith, R.E., outside the hospital: A consensus
2010. Metronome improves statement from the American heart
compression and ventilation rates association. Circulation, 128, 417–435.
during CPR on a manikin in a doi:10.1161/ CIR. 0b013e31829d8654
randomized trial, Resuscitation, Volume Oermann, M.H., Kardong-Edgren, S., Odom-
81, issue 2 : 206-210. Maryon, T., 2010.HeartCode™ BLS with

Jurnal Ilmu Keperawatan – Volume 3, No.2, November 2015


196
voice assisted manikin for teaching instructor-led bedside cardiopulmonary
nursing students: results of a resuscitation skill training and
preliminary study. Nurs Educ Perspect. automated corrective feedback to
;31:303–308. improve cardiopulmonary resuscitation
Perkins, G.D., Boyle W., Bridgestock H., Davies compliance of pediatric basic life
S., Oliver Z., Bradburn S., Green C., Davis support providers during simulated
R.P., Matthew W.C.,2008. Quality of CPR cardiac arrest. Pediatr Crit Care
during advanced resuscitation training. Med.;12(3):e116- e121. doi:10.1097
Resuscitation, 77(1), pp.69–74. Available /PCC. 0b013e3181e91271.
at:http://www.ncbi.nlm.nih.gov Skorning M, Derwall M, Brokmann JC,. Rontgen
/pubmed/18083288 [Accessed February D., Bergrath S., Pflipsen J., Beverlein S.,
19, 2015]. Rossaint R., Becker SK.. (2011) External
PPNI, 2012. Hasil Rakernas PPNI ke II, Banten chest compressions using a mechanical
Jawa Barat feedback device: cross-over simulation
study. Anaesthesist;60:717–22.37.
Spooner, B. B., Fallaha, J. F., Kocierz, L., Smith,
C. M., Smith, S. C. L., & Perkins, G. D. Vadeboncoeur, T.,Stolz U, Panchal A, Silver A.,
2007. An evaluation of objective Venuti,M., Tobin,J., Smith,G., Nunez,
feedback in basic life support (BLS) M.,Karamooz,M., Spaite,D., Bobrow,B.
training. Resuscitation, 73(3), 417–424. 2014 Chest compression depth and
Suryadi, E., (2009). Pembelajaran Klinis, edisi 1, survival in out of hospital cardiac
UGM Yogyakarta arrest.Resuscitation, 85 : 182-183

Steven S. Souchtchenko, John P. Benner, Allen Wachira, B. W., & Tyler, M. D. 2014.
J.L., Brady, J.W.,(2013), A Review of Characterization of in-hospital cardiac
Chest Compression Interruptions During arrest in adult patients at a tertiary
Out-of-Hospital Cardiac Arrest and hospital in Kenya. African Journal of
Strategies for the Future,The Journal of Emergency Medicine, 1–5.
Emergency Medicine. September 2013, doi:10.1016/j.afjem.2014.10.006
Volume 45, Issue 3, Pages 458–466
Yeung J, Perkins G. A (2011).randomised
Sutton RM, Niles D, Meaney PA,. Aplenc R., controlled trial of prompt and feedback
Frech B., Abella B.S., Lengeti EL., Berg devicesand its impact on quality of chest
R.A., Helfaer M.A., Nadkarni V. (2011) compressions in Immediate Life Support
“Booster” training: evaluation of (ILS)training. Resuscitation;82:S11.

www.jik.ub.ac.id
197

Anda mungkin juga menyukai