Laporan Kasus Marike Kegiye
Laporan Kasus Marike Kegiye
Oleh:
Marike kegiye
0100840180
Pembimbing:
Pembimbing: dr. Silvester Salombe ,Sp.PD
LEMBAR PENGESAHAN
2
Telah disetujui dan diterima oleh Penguji laporan kasus dengan judul :
“ANEMIA PENYAKIT KRONIS DD DEFISIENSI BESI DENGAN COLITIS
Sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik Madya pada SMF Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum daerah abepura Jayapura
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih Jayapura
Hari/Tanggal :
Tempat :
Mengesahkan
Penguji laporan kasus Bagian SMF Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih
3
LEMBAR PENILAIAN JOURNAL READING
NO NAMA NILAI
1.
Pembimbing
4
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan kasus yang berjudul
“Seorang Penderita Anemia defisiensi besi DD Anemia penyakit Kronis dengan Colitis
ulsuratif ” ini tepat pada waktunya. Pengalaman belajar lapangan ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK
UNIVERSITAS CENDERAWSIH .
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan maupun
bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Pembimbing : dr .Silvester Salombe,Sp.PD .
6. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa pengalaman belajar dalam penyusunan Laporan kasus masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga pengalaman belajar penyusunan Laporan kasus ini dapat bermanfaat
di bidang ilmu pengetahuan dan kedokteran.
Penulis
5
BAB I
PENDAHULUAN
jumlah penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita anemia. Kelainan ini
kesehatan fisik.
gejala dari berbagai macam penyakit dasar. Oleh karena itu penentuan penyakit
dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui
penyebab yang mendasari, anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas.
dengan infeksi atau inflamasi kronis maupun keganasan .Anemia ini umun nya
ringan atau sedang ,disertai oleh rasa lemah dan penurunan berat badan yang
disebut anemia penyakit kronis .pada umunnya ,anemia pada penyakit kronis di
tandai oleh kadar Hb berkisar 7-11 g/dl ,kadar fe yang tinggi di jaringan serta
tubuh.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defini
2.6 Epidemiologi
Anemia penyakit kronis merupakan anemia terbanyak ke dua
setelah anemia defisiensi besi. Tidak ada data epidemiologi yang secara
rinci menjelaskan setiap jenis anemia, termasuk anemia penyakit kronis.
Dari hasil penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang, didapatkan
prevalensi anemia pada pasien penyakit ginjal kronis yang menjalani
hemodialisis reguler adalah 86%. Jenis anemia berdasarkan kemungkinan
etiologi yang paling sering ditemukan adalah anemia penyakit kronik.1
2.7 Etiologi
Laporan/data akibat penyakit TB, abses paru, endocarditis bakteri
subakut, osteomyelitis dan infeksi jamur kronik serta HIV membuktikan
bahwa hampir semua infeksi supuratif kronis berkaitan dengan anemia.
Derajat anemia sebanding dengan berat ringanyya gejala, seperti demam,
penurunan berat badan, dan debilitas umum. Untuk terjadinya anemia
memerlukan waktu 1-2 bulan setelah infeksi terjadi dan menetap, setelah
terjadi keseimbangan antara produksi dan penghancuran eritrosit dan Hb
menjadi stabil.5
Anemia pada inflamasi kronis secara fungsional sama seperti
infeksi kronis, tetapi lebih sulit karena terapi yang efektif lebih sedikit.
Penyakit kolagen dan artritis rheumatoid merupakan penyebab terbanyak.
Enteritis regional, colitis ulseratif serta sindrom inflamasi lainnya juga
dapat disertai anemia pada penyakit kronik.5
Penyakit lain yang sering disertai anemia adalah kanker, walupun
masih dalam stadium dini dan asimptomatik, seperti pada sarkoma dan
limfoma. Anemia ini biasanya disebut anemia pada kanker (cancer releted
anemia). Penyebab anemia karena penyakit kronik dapat dilihat pada tabel
dibawah ini2,3,5 :
2.8 Patogenesis
3. Pemeriksaan Laboratorium
Anemia umumnya adalah normokrom-normositer, meskipun
banyak pasien mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC (Mean
Corpuscular Hemoglobin Capacity) <31 g/dl dan beberapa mempunyai sel
mikrositer dengan MCV (Mean Corpuscular Volume) <80 fL. Nilai
retikulosit absolut dalam batas normal dan trombosit tidak konsisten,
tergantung dari penyakit dasarnya.5
Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondisi sine qua
non untuk diagnosa penyakit anemia karena penyakit kronis. Keadaan ini
timbul segera setelah timbul onset suatu infeksi atau inflamasi dan
mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe
(transferin) menurun menyebabkan saturasi Fe lebih tinggi dari pada
anemia defisiensi besi. Produksi Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan
meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang kurang dari Fe dalam
sirkulasi kepada sel eritroid imatur.5
Penurunan kadar transferin setelah suatu jejas terjadi lebih lambat
dari pada penurunan Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferin
lebih lama (8-12 hari) dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena
fungsi metabolik yang berbeda.5
2.9 Diagnosis
Meskipun banyak pasien dengan infeksi kronis ,inflamasi dan
keganasan menderita anemia ,anemia tersebut disebut anemia pada
penyakit kronis hanya jika anemia nya anemia sedang selularitas sumsum
tulanng normal,kadar besi serum nya dan TIBC rendah ,kadar besi dalam
makrofag dalam sumsung normal atau meningkat ,serta feritin serum yang
meningkat
2.10 Pengobatan
Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati
penyakit dasarnya. Terdapat beberapa cara dalam mengobati anemia jenis
ini, antara lain5 :
a. Transfusi
Merupakan pilihan kasus-kasus yang disertai gangguan
hemodinamika. Tidak ada batasan yang pasti pada kadar Hb berapa
kita harus memberi transfusi. Beberapa literatur disebutkan bahwa
pasien anemia penyakit kronik yang terkena infak miokard,
transfusi dapat menurunkan angka kematian secara bermakna.
Demikian juga dengan pasien anemia akibat kanker, sebaiknya
kadar Hb dipertahankan 10-11 g/dl.
b. Preparat besi
Pemberian preparat besi pada anemia panyakit kronik masih dalam
perdebatan. Sebagian pakar masih memberikan preparat besi
dengan alasan besi adapat mencegah pembentukan TNF-a. Alasan
lain, pada penyakit inflamasi usus dan gagal ginjal, preparat
terbukti dapat meningkatkan kadar Hb. Terlepas dari adanya pro
dan kontra, sampai saat ini pemberian preparat besi belum
direkomendsikan untuk diberikan pada pasien anemia penyakit
kronik.
c. Eritropoietin
Data penelitian menunjukkan bahwa pemberian eritropoetin
bermanfaat dan sudah disepakati untuk diberikan pada pasien
anemia akibat kanker, gagal ginjal, myeloma multiple, artritis
reumathoid dan pasien HIV. Selain dapat menghindari transfusi
beserta efeknya, pemberian eritropoetin memberikan keuntungan
yaitu : mempunyai efek anti inflamasi dengan cara menekan
produksi TNF-a dan interferon gamma. Dilain pihak pemberian
eritropoetin akan menambah proliferasi sel-sel kanker ginjal serta
meningkatkan rekurensi pada kanker kepala dan leher.
2.12 Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan
besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan kronik :
1. Faktor nutrisi
kurangnya jumlah besi atau bioavailabilitas ( kualitas ) besi
dalam asupan makanan misalnya ; makanan banyak serta, rendah
daging, rendah vitamin C.
4. Perdarahan kronik
saluran cerna ; tukak peptic, konsumsi NSAID, salisilat, kanker
kolon, kanker lambung, divertikulosis, infeksi cacing tambang,
hemoroid
2.13 KLASIFIKASI
timbul perlahan-lahan.
2. Kadar besi serum menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350
hemosiderin negatif).
(Kato Katz)
2.16 Penatalaksaan
Setelah diagnosis maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi
gastrektomi
besi oral.
. Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek,
operasi.
dan sinkop.
berikut :
c. Pengobatan lain
. Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan
hewani.
payah jantung.
atau preoperasi.
asam folat.
2.17 . PENCEGAHAN
1. Pendidikan kesehatan :
kaki)
DIAGNOSIS BANDING
Tabel 2
2.18 Definisi
Kolitis ulseratif adalah penyakit kronis dimana usus besar atau
kolon mengalami inflamasi dan ulserasi menghasilkan keadaan
diare berdarah, nyeri perut, dan demam.
Kolitis ulseratif dikarakteristikkan dengan eksaserbasi dan remisi
yang intermiten dari gejala.
3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekitar 1 miliar orang terkena colitis ulseratif.
Insidennya10-12 kasus per 100.000 orang per tahunnya. Rata-rata
prevalensinya antara 35-1 0 0 k a s u s p e r 1 0 0 . 0 0 0 o r a n g .
S e m e n t a r a i t u , p u n c a k k e j a d i a n penyakit tersebut adalah
antara usia 15 dan 35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi
pada setiap dekade kehidupan. Colitis ulseratif terjadi 3 kali lebih
sering daripada Crohn disease. Colitis ulseratif terjadi lebih sering
pada orang kulit putih daripada orang African American atau
Hispanic.
4 Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit ini masih belum juga diketahui. Teori
tentang apa penyebab kolitis ulseratif sangat banyak, tetapi tidak
satupun dapat membuktikan secara pas. Penelitian-penelitian telah
dilakukan dan membuktikan adanya kemungkinan lebih dari satu
penyebab dan efek akumulasi dari penyebab tersebut adalah akar
dari keadaan patologis. Penyebabnya meliputi herediter, faktor
genetik, faktor lingkungan, atau gangguan sistem imun. Secara
garis besar dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu faktor
ekstrinsik dan faktor intrinsik.
1) Faktor ekstrinsik
a) Diet: asupan makanan cepat saji dan gula telah
dihubungkan pada banyak penelitian dengan kemungkinan
menderita kolitis ulseratif.
b) Infeksi: beberapa peneliti menyatakan bahwa kolitis
ulseratif dapat berhubungan dengan beberapa infeksi
saluran cerna yang disebabkan oleh mikroorganisme E.
Coli. Satu teori menjelaskan bahwa virus measles yang
belum dibersihkan dari tubuh dengan tuntas dapat
menyebabkan inflamasi kronik ringan dari mukosa usus.
c) Obat-obatan: penelitian juga menunjukkan hubungan antara
asupan oral pil kontrasepsi dan kolitis ulseratif dapat
menyebabkan pasien menderita serangan apalagi jika
mengkonsumsi antibiotik dan NSAID.
5 Patofisiologi
6 Diagnosa
a. Gejala Klinik:
Gejala utama colitis ulseratif adalah diare
berdarah dan n yeri a b d o m e n , seringkali dengan
demam dan penurunan berat badan pada kasus berat.
Pada penyakit ringan, bisa terdapat satu atau dua feses
yang setengah berbentuk yang mengandung sedikit darah
dan tanpa manifestasi sistemik. Derajat klinik colitis
ulseratif dapat dibagi atas berat, sedang dan
ringan,berdasarkan frekuensi diare, ada/tidaknya
demam, derajat beratnya anemia yang terjadi dan laju endap
darah (klasifikasi
Truelove).
Number of
bloody stools <4 4-6 >6
per day
Temperature
Afebrile Intermediate >37,8
(⁰C)
Heart rate Normal Intermediate >90
Haemoglobin <10,5
>11 10,5-11
(g/dl)
Erythrocyte
sedimentation <20 20-30 >30
rate (mm/h)
Terdapat tiga tipe klinis kolitis ulseratif yang sering terjadi, yang
dikaitkan dengan seringnya gejala. Kolitis ulseratif akut fulminan
ditandai dengan awitan mendadak dan disertai pembentukan
terowongan dan pengelupasan mukosa, menyebabkan kehilangan
banyak darah dan mukus. Jenis kolitis ini terjadi pada sekitar 10%
penderita. Prognosisnya jelek dan sering terjadi komplikasi
megakolon toksik.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan
mencerminkan derajat dan beratnya perdarahan dan
inflamasi.Bisa terdapat anemia yang mencerminkan
penyakit kronik serta defisiensi besi akibat
kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap darah
seringkali terlihat pada p a s i e n d e m a m y a n g s a k i t
berat. Kelainan elektrolit, terutama
h i p o k a l e m i a , mencerminkan derajat diare.
Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang
ekstensif dan biasanya mewakili hilangnya protein
lumen melalui mukosa yang ulserasi.
Peningkatan kadar alkali fosfatase dapat
menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang
berhubungan. Pemeriksaan kultur feses (pathogen usus
dan bila diperlukan, Escherichia coli), ova, parasit dan
toksin Clostridium difficile negative. P e m e r i k s a a n
antibody p-ANCA dan ASCA (antibody
S a c c h a r o m y c e s cerevisae mannan) berguna
untuk membedakan penyakit colitis ulseratif
dengan penyakit Crohn.
2) Pemeriksaan radiologis
Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen umumnya perhatian kita
cenderung terfokus pada kolon. Tetapi kelainan lain
yang sering menyertai penyakit ini adalah batu
ginjal,sakroilitis, spondilitis ankilosing dan
nekrosis avaskular kaput femur. Gambaran kolon
sendiri terlihat memendek dan struktur haustra
menghilang. Sisa feses pada daerah inflamasi tidak
ada, sehingga apabila seluruh kolon terkena
maka materi feses tidak akan terlihat di dalam
abdomen yang disebut dengan empty abdomen.
Kadangkala usus dapat mengalami dilatasi yang berat
(toxic megacolon) yang sering menyebabkan kematian
apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila
terjadi perforasi usus maka dengan foto polos dapat
dideteksi adanya pneumoperitoneum, terutama pada foto
abdomen posisi tegak atau left lateral decubitus (LLD)
maupun pada foto toraks tegak. Foto polos abdomen
juga merupakan pemeriksaan awal untuk
melakukan pemeriksaan barium enema.
Apabila pada pemeriksaan foto polos
a b d o m e n ditemukan tanda-tanda perforasi maka
pemeriksaan barium enema merupakan
kontraindikasi.
Barium enema
Barium enema merupakan pemeriksaan rutin
yang dilakukan apabila ada k e l a i n a n pada
kolon. Sebelum dilakukan pemeriksaan
barium enema m a k a persiapan saluran cerna
merupakan pendahuluan yang sangat penting. Persiapan
dilakukan selama 2 hari berturut-tururt dengan memakan makanan
rendah serat atau rendah residu, tetapi minum air putih yang
banyak. Apabila diperlukan maka dapat diberikan
laksatif peroral. Pemeriksaan barium enema dapat
dilakukan dengan teknik kontras tunggal (single
contrast ) maupun dengan kontras ganda (double contrast )
yaitu barium sulfat d a n u d a r a . T e k n i k double
contrast s a n g a t b a i k u n t u k m e n i l a i m u k o s a
k o l o n dibandingkan dengan teknik single contrast ,
walaupun prosedur pelaksanaan teknik double
contrast c u k u p sulit. Barium enema
juga merupakan k e l e n g k a p a n pemeriksaan
endoskopi atas dugaan pasien dengan colitis ulseratif .
Gambaran foto barium enema pada kasu s dengan
colitis ulseratif adalah mukosa kolon yang granuler
dan menghilangnya kontur haustra serta kolon tampak
menjadi kaku seperti tabung. Perubahan mukosa
terjadi secara difus dan simetris p a d a s e l u r u h
kolon. Lumen kol on menjadi lebih sempit
akibat spasme. Dapat ditemukan keterlibatan
seluruh kolon. Tetapi apabila ditemukan lesi yang
segmental maka rectum dan kolon kiri
(desendens) selalu terlibat, karena awalnya
colitis ulseratif ini mulai terjadi di rectum dan
menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi rectum
selalu terlibat, walaupun rectum dapat mengalami
inflamasi lebih ringan dari bagian proksimalnya. Pada
keadaan dimana terjadi pan-ulseratif colitis kronis maka
perubahan juga dapat terjadi di ileum terminal.
Mukosa ileum terminal menjadi gran uler difus
dan dilatasi, sekum berbentuk kerucut
( cone-shaped caecum) d a n k a t u p i l e o s e k a l
terbuka sehingga terjadi refluks, yang disebut backwash
ileitis. Pada kasus kronis, terbentuk ulkus yang khas
yaitu collar-button ulcers. Pasien dengan colitis
ulseratif juga menanggung resiko tinggi menjadi
adenokarsinoma kolon.
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi sampai saat ini
belum merupakan modalitas pemeriksaan yang
diminati untuk kasus-kasus IBD. Kecuali merupakan
pemeriksaan alternatif untuk evaluasi keadaan
intralumen dan ekstralumen. Sebelum dilakukan pemeriksaan
USG sebaiknya pasien dipersiapkan saluran cernanya dengan
menyarankan pasien untuk makan makanan
rendah residu dan banyak minum air putih. Persiapan
dilakukan selama 24 jam sebelum pemeriksaan. Sesaat
sebelum pemeriksaan sebaiknya kolon diisi dulu dengan air. Pada
pemeriksaan USG, kasus dengan colitis ulseratif
didapatkan penebalan dinding usus yang simetris dengan
kandungan lumen kolon yang berkurang. Mukosakolon
yang terlibat tampak menebal dan berstruktur
hipoekhoik akibat dari edema. Usus menjadi kaku,
berkurangnya gerakan peristalsis dan hilangnya haustra
kolon. Dapat ditemukan target sign atau pseudo-kidney sign
pada potongan transversal atau cross-sectional. Dengan
USG Doppler, pada colitis ulseratif selain dapat
dievaluasi penebalan dindng usus dapat pula dilihat
adanya hypervascular pada dinding usus tersebut.
CT Scan dan MRI
Kelebihan CT Scan dan MRI, yaitu dapat mengevaluasi
langsung keadaan intralumen dan ekstralumen.
Serta mengevaluasi sampai sejauh mana
komplikasi ekstralumen kolon yang telah terjadi.
Sedangkan kelebihan MRI terhadap CT Scan adalah
mengevaluasi jaringan lunak karena terdapat perbedaan
intensitas (kontras) yang cukup tinggi antara jaringan
lunak satu dengan yang lain. G a m b a r a n C T S c a n
pada colitis ulseratif, terlihat dinding usus
m e n e b a l secara simetris dan kalau terpotong secara
cross-sectional maka terlihat gambaran target sign.
Komplikasi di luar usus dapat terdeteksi dengan
baik, seperti adanya abses atau fistula atau
keadaan abnormalitas yang melibatkan
mesenterium. MRIdapat dengan jelas memperlihatkan fistula
dan sinus tract-nya.
3) Endoskopi
Pada dasarnya colitis ulseratif merupakan penyakit yang
melibatkan mukosa kolon secara difus dan kontinu,
dimulai dari rectum dan menyebar / progresif ke
proksimal. Pada colitis ulseratif, ditemukan
hilangnya vaskularitas mukosa, eritema difus,
kerapuhan mukosa, dan seringkali eksudat yang terdiri atas
mucus, darah dan nanah. Kerapuhan mukosa dan
keterlibatan yang seragam adalah karakteristik.
Sekali mukosa yang sakit ditemukan (biasanya di rectum),
tidak ada daerah mukosa normal yang menyela
sebelum batas proksimal penyakit dicapai. Ulserasi
landai, bisa kecil atau konfluen namun selalu
terjadi pada segmen dengan colitis aktif.
Pemeriksaan kolonoskopik penuh dari kolon pada colitis
ulseratif tidak diindikasikan pada pasien yang sakit akut.
Biposi rectal bisa memastikan radang mukosa. Pada
penyakit yang lebih kronik, mukosa bisa menunjukkan
penampilan granuler dan bisa terdapat pseudopolip.
Berikut ini adalah perbedaan gambaran lesi
endoskopik IBD pada colitis ulseratif dengan Crohn’s
Disease.
4) Pemeriksaan histopatologis
Yang termasuk kriteria histopatologik adalah perubahan
arsitektur mukosa, perubahan epitel dan perubahan
lamina propria. Perubahan arsitektur mukosa,
perubahan permukaan, berkurangnya densitas kripta,
gambaran abnormal arsitektur kripta (distorsi, bercabang,
memendek). Pada kolon normal, permukaan datar, kripta
tegak, sejajar, bentuknya sama, jarak antar kripta sama, dan
dasar dekat muskularis mukosa. Sel-sel inflamasi,
p
r
e
d
o
m
i
n
a
n
t
e
rletak di bagian atas lamina propria. Perubahan epitel
seperti berkurangnya musin dan metaplasia sel
Paneth serta permukaan viliform juga diperhatikan.
Perubahan lamina propria meliputi penambahan
dan perubahan distribusi sel radang. Granuloma
dan sel-sel berinti b a n y a k b i a s a n y a d i t e m u k a n .
Gambaran mikroskopik ini berhubungan
d e n g a n stadium penyakit, apakah stadium akut,
resolving atau kronik/menyembuh. Gambaran khas untuk
colitis ulseratif adalah adanya abses kripti, distorsi
kripti, infiltrasi sel mononuclear dan polimorfonuklear di
lamina propria. Gambaran histologik penyakit
colitisulseratif dibagi menjadi kriteria mayor dan minor.
Sekurang-kurangnya dua kriteria mayor harus dipenuhi
untuk diagnosis colitis ulseratif.
Kriteria mayor colitis ulseratif :
•Infiltrasi sel radang yang difus pada mukosa
•Basal plasmositosis
•Netrofil pada seluruh ketebalan mukosa
• Abses kripta
•Kriptitis
•Distorsi kripta
•Permukaan viliformis
a) Asam 5- aminosalisilat
c) Obat imunosupresant
3. Identitas
Nama : ny.fitria ansaka
Umur : 24 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : doyo baru
Pekerjaan : mahasiswa
Suku : sentani papua
Pendidikan : SMA
No. DM : 49 11 73
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama : nyeri perut hebat
3.2.1.R.Penyakit Sekarang :
Pasien datang diantar oleh keluarganya ,Pasien merupakan pasien
rujukan dari RS DIAN HARAPAN dengan anemia colitis ,datang
dengan keluhan nyeri perut yang di rasakan sejak ± 3 minggu yang
lalu namun memberat ketika pasien tidak bisa bangung dari tempat
tidur pasien susah berdiri ,terasa nyeri sekali , badan terasa lemas
,loyoh dan pasien tampak pucat nyeri kepala ,nyeri perut yang
dirasakan hilang timbul, nyeri terasa seperti tertusuk-tertusuk dan
awalnya nyeri dibagian perut kanan menjalar ke perut bagian kiri
sampai ke tulang belakang hingga menjalar diseluruh perut ,pasien
juga mengatakan nyeri muncul setelah makan dan pada saat istrahat ,
pasien merasakan keenakan ketika duduk tegak , ,makan/minum
kurang (+/+) pasien juga mengeluh rasa mual (+) buang air besar
/buang air kecil (+/+) pusing berkunang –berkunang (-) nyeri pada
saat buang air kecil (-). Keluarga pasien mengaku bahwa pasien
sering mengalami gusi berdarah (-) dan mimisan (-) .
Thorax
a. Pulmo
Inspeksi : Simetris (+) ikuti gerak nafas, retraksi
suprasternal (-)
Palpasi : Vokal Fremitus Dextra = Sinistra,
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler (+), rhonki -/-,
wheezing -/-
b. Cor
Insperksi : Ictus Cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus Cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II Reguler, mur-mur (-),
Gallop (-)
c. Abdomen
Inspeksi : Cembung
Auskultasi : Bising Usus (+) 3-4 kali/menit
Palpasi : Nyeri tekan (+), Hepar (Tidak teraba), Lien
(Tidak teraba)
Perkusi :Tympani (+)
Extremitas: Akral hangat (+), Edema ektremitas bawah (-),
Edema ektremitas atas (-) pada kaki terdapat koilonikia (+)
Vegetatif: Makan kurang (-), Minum kurang , BAB (Baik), BAK
(Baik).
DDR NEGATIF
TANGGAL 14/3/2019
(PEMERIKSAAN ADT (APUSAN DARAH TEPIH )
No ADT KETERANGAN
1. ERTROSIT Anisopoikilositosi dominasi
mikrositik sedikit makrositik ,sel
segar ,sel pensil ,tear drop ,sel target
,fragmentosit ,hipokrom
2. Leukosit Jumlah kesan cukup
,hipersegmentasi netrofil
3. Trombosit Jumlah kesan cukup ,penyebaran
tidak merata trombositnya besar
4. Kesan Gambaran anemia defisiensi besi
Saran Retikulosit
PEMERIKSAAN MAKROKOSKOPIS
No Makroskopis Hasil Keterangan
1. Warna Kuning jernih Kuning jernih
2. Berat jenis 1,015 1,000-3,050
3. Derajat keasaam ph 6,0 5,0-9,0
4. Protein Negative Negative
5. Reduksi Negative Negative
6. Keton +1 Negative
7 Urobilinogen Negative Posifif
8. Bilirubin Negative Negative
9. Eritrosit /haemoglobin Negative Negative
10 Lekosit Negative Negative
11. Nitrit Negative Negative
12 TES KEHAMILAN Negative
3.4 RESUME
Pasien datang diantar oleh keluarganya ,Pasien merupakan pasien
rujukan dari RS DIAN HARAPAN dengan anemia enterocolitis ,datang
dengan keluhan nyeri perut yang di rasakan sejak ± 3 minggu yang lalu ,
badan terasa lemas(+) ,loyoh (+) dan pasien tampak pucat (+) ,nyeri kepala
(+) , Riwayat pekerjaan dan kebiasaan ,sering mengkonsumsi pinang (+) ,
pasien kurang mengkomsumsi makanan yang kurang mengandung zat besi
(+) .vitamin c yang kurang (+).pemeriksaan status generalis yang didapatkan
konjuntiva anemis (+),mukosa bibir tampak pucat (+) terdapat atropi papil
lidah (+) , pemeriksaan Abdomen : Nyeri tekan (+),Extremitas : pada kaki
terdapat koilonikia (+) pada pemeriksaan laboratorium yang didapatkan :
HGB :6,0 ,HCT : 22,3,Monosit 10,9 ,limfosit 16,8 MCV : 64,3 ,MCH : 17,3,
MCHC : 26,9 ,RDW –SD : 47,2,RDW-CV : 21,2 Hasil apusan darah tepi :
gambaran anemia defisiensi besi (+) dan hasil pemeriksaan feses dengan
diagnose anemia penyakit kronis ec anemia defisiensi besi ,pengobatan
waktu masuk : Infus Ns 0,9 % /20 tpm ,Ranitidine 2x1 amp Sucralfat syr 3
xc1 ,Sf 3x1 tab (po), Vitamin c 1x1 tab (po) ,pengobatan waktu pulang
:ferrous sulfat 3x 300 mg (po ) ,vit c 1x1 (po) ,omeprazole 1x20 mg (po)
3.5 DIAGNOSIS
Anemia penyakit kronis ec anemia defisiensi besi + colitis
3.6 Terapi
1. Infus Ns 0,9 % 500 cc /20 tpm
2. Ranitidine 2x1 amp
3. Sucralfat syr 3 xc1
4. Ferrous sulfat 3x100 mg (po)
5. Vitamin c 1x100 mg
LEMBAR FOLLOW UP
Tanggal S O A P
14/3/2019 Pasien KU: TTS ,Kes :Cm Anemia penyakit kronis P.diagnostik
Apusan darah tepih
mengeluh nyeri GCS 15,TD :100/70 ,N: ec anemia defisiensi P.terapi :
perut 88,R : 21 ,SPO2 : 98 % besi+enterocolitis
Infus Ns 0,9
,lemas,nyerikep K/L : % /14 tpm
Tranfusi
ala Deformital (-) ,Ca (+/+) PRC 1 kolf
Premed
Gusi berdarah ,pupil ishokor ,repleks lasik
Ranitin 2x1
(+) pupil (+/+),Si (-/-) ,OC (-) gram
,P>KGB (-) ,P > JPV (-) Asam
traneksamat
Thorak tab 3x1
Pct 3x
simetrix ikut gerak napas 500mg (P0 )
bila sakit
,v/f D:S, Sonor,Sn Ves (+) kepala
rho (-) ,whez(-) ,IC (-)
,Thrill (-),Bj 1-2 reguler
,murmur (-) ,gallop (-) .
Abdomen
: datar ,Bu (+) normal
,supel H/L Ttd ,NT (+)
,Timpany (+) .
Extremitas:
akral hangat,udema (-)
,ulkus (-) ,CRT <2 dtk .
Vegetative
: Ma/mi baik (+/+) ,Bab
/Bak baik (+/+).
Thorak (po)
Thorak (po)
PEMBAHASAN
1 . Bagaimana anamnesa pada pasien ini sudah repat berdasarkan teory ???
sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV < 70 fl hanya didapatkan pada
anemia defisiensi besi dan thalasemia major. MCHC menurun pada defisiensi
yang lebih berat dan berlangsung lama. RDW (red cell distribution witdh)
awal defisiensi besi. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa
lahan.
Hapusan darah mennunjukan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis,
poikilositosis, anulosit, sel target dan sel pensil. Leukosit dan trombosit normal.
Kadar besi serum menurun < 50 g/dl, TIBC meningkat > 350 g/dl, dan saturasi
transferin < 15 %
hemosiderin negatif).
(Kato Katz)
Pada anemia defiiensi besi apabilah kadar HBnya turun dibawah 7-8 g/dl ,anemia
laboratorium adalah :
Anemia umumnya adalah normokrom-normositer, meskipun
banyak pasien mempunyai gambaran hipokrom dengan MCHC (Mean
Corpuscular Hemoglobin Capacity) <31 g/dl dan beberapa mempunyai sel
mikrositer dengan MCV (Mean Corpuscular Volume) <80 fL. Nilai
retikulosit absolut dalam batas normal dan trombosit tidak konsisten,
tergantung dari penyakit dasarnya.5
Penurunan Fe serum (hipoferemia) merupakan kondisi sine qua
non untuk diagnosa penyakit anemia karena penyakit kronis. Keadaan ini
timbul segera setelah timbul onset suatu infeksi atau inflamasi dan
mendahului terjadinya anemia. Konsentrasi protein pengikat Fe
(transferin) menurun menyebabkan saturasi Fe lebih tinggi dari pada
anemia defisiensi besi. Produksi Fe ini relatif mungkin mencukupi dengan
meningkatkan transfer Fe dari suatu persediaan yang kurang dari Fe dalam
sirkulasi kepada sel eritroid imatur.5
Penurunan kadar transferin setelah suatu jejas terjadi lebih lambat
dari pada penurunan Fe serum, disebabkan karena waktu paruh transferin
lebih lama (8-12 hari) dibandingkan dengan Fe (90 menit) dan karena
fungsi metabolik yang berbeda.5
d. Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik pada colitis ulseratif biasanya nonspesifik, bisa
terdapat distensi abdomen atau nyeri sepanjang perjalanan kolon. Pada
kasus ringan, pemeriksaan f i s i k u m u m a k a n n o r m a l . D e m a m ,
t a k i k a r d i a d a n h i p o t e n s i p o s t u r a l b i a s a n y a berhubungan
dengan penyakit yang lebih berat.
e. Pemeriksaan Penunjang
5) Pemeriksaan laboratorium
Temuan laboratorium seringkali nonspesifik dan mencerminkan
derajat dan beratnya perdarahan dan inflamasi. Bisa terdapat
anemia yang mencerminkan penyakit kronik serta defisiensi
besi akibat kehilangan darah kronik. Leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dan peningkatan laju endap darah seringkali terlihat
pada p a s i e n demam yang sakit berat. Kelainan
elektrolit, terutama h i p o k a l e m i a , mencerminkan derajat
diare. Hipoalbuminemia umum terjadi dengan penyakit yang ekstensif
dan biasanya mewakili hilangnya protei n lumen melalui mukosa
yang u l s e r a s i . P e n i n g k a t a n k a d a r a l k a l i f o s f a t a s e
dapat menunjukkan penyakit hepatobiliaris yang berhubungan.
Pemeriksaan kultur feses (pathogen usus dan bila diperlukan,
Escherichia coli), ova, parasit dan toksin Clostridium difficile negative.
Pemeriksaan antibody p-ANCA dan ASCA
(antibody S a c c h a r o m y c e s cerevisae mannan) berguna
untuk membedakan penyakit colitis ulseratif dengan penyakit
Crohn.
6) Pemeriksaan radiologis
Foto polos abdomen
Pada foto polos abdomen umumnya perhatian kita cenderung
terfokus pada kolon. Tetapi kelainan lain yang sering menyertai
penyakit ini adalah batu ginjal,sakroilitis, spondilitis ankilosing
dan nekrosis avaskular kaput femur. Gambaran kolon sendiri
terlihat memendek dan struktur haustra menghilang. Sisa feses pada
daerah inflamasi tidak ada, sehingga apabila seluruh kolon
terkena maka materi feses tidak akan terlihat di dalam abdomen yang
disebut dengan empty abdomen. Kadangkala usus dapat mengalami
dilatasi yang berat (toxic megacolon) yang sering menyebabkan kematian
apabila tidak dilakukan tindakan emergensi. Apabila terjadi perforasi usus
maka dengan foto polos dapat dideteksi adanya pneumoperitoneum,
terutama pada foto abdomen posisi tegak atau left lateral decubitus (LLD)
maupun pada foto toraks tegak. Foto polos abdomen juga merupakan
pemeriksaan awal untuk melakukan p e m e r i k s a a n barium
enema. Apabila pada pemeriksaan foto polos abdomen
ditemukan tanda-tanda perforasi maka pemeriksaan barium
enema merupakan kontraindikasi.
Barium enema
Barium enema merupakan pemeriksaan rutin yang
dilakukan apabila ada k e l a i n a n p a d a k o l o n . S e b e l u m
d i l a k u k a n p e m e r i k s a a n b a r i u m e n e m a m a k a persiapan
saluran cerna merupakan pendahuluan yang sangat penting. Persiapan
dilakukan selama 2 hari berturut-tururt dengan memakan makanan rendah serat atau
rendah residu, tetapi minum air putih yang banyak. Apabila diperlukan
maka dapat diberikan laksatif peroral. Pemeriksaan barium enema
dapat dilakukan dengan teknik kontras tunggal (single contrast )
maupun dengan kontras ganda (double contrast ) yaitu barium sulfat d a n
u d a r a . T e k n i k double contrast s a n g a t b a i k u n t u k m e n i l a i
m u k o s a k o l o n dibandingkan dengan teknik single contrast , walaupun
prosedur pelaksanaan teknik d o u b l e contrast c u k u p sulit.
B a r i u m e n e m a j u g a m e r u p a k a n k e l e n g k a p a n pemeriksaan
endoskopi atas dugaan pasien dengan colitis ulseratif . Gambaran foto barium
enema pada kasus dengan colitis ulseratif adalah mukosa kolon
yang granuler dan menghilangnya kontur haustra serta kolon tampak
menjadi kaku seperti tabung. Perubahan mukosa terjadi secara
difus dan simetris p a d a seluruh kolon. Lumen kolon
menjadi lebih sempit akibat spasme. Dapat ditemukan
keterlibatan seluruh kolon. Tetapi apabila ditemukan lesi yang segmental
maka rectum dan kolon kiri (desendens) selalu terlibat,
k a r e n a a w a l n y a c o l i t i s ulseratif ini mulai terjadi di rectum dan
menyebar ke arah proksimal secara kontinu. Jadi rectum selalu terlibat,
walaupun rectum dapat mengalami inflamasi lebih ringan dari bagian
proksimalnya. Pada keadaan dimana terjadi pan-ulseratif colitis kronis maka
perubahan juga dapat terjadi di ileum terminal. Mukosa ileum
terminal menjadi granuler difus dan dilatasi, sekum
berbentuk kerucut ( cone-shaped caecum) dan katup
i l e o s e k a l terbuka sehingga terjadi refluks, yang disebut backwash
ileitis. Pada kasus kronis, terbentuk ulkus yang khas yaitu collar-button
ulcers. Pasien dengan colitis ulseratif juga menanggung resiko tinggi
menjadi adenokarsinoma kolon.
sehingga pasien ini masalah yang terdapat adalah nyeri perut (+)
,mual munta (+) ,dari pemeriksaan fisik di lihat perut distensi (+)
.sehingga bias diagnosis colitis derajat ringan .
BAB V
KESIPULAN