Anda di halaman 1dari 6

ASAL MULA KEDWIBAHASAAN DAN PEMILIHAN BAHASA

TERHADAP DWIBAHASAWAN
Andarini Prihapsari dan Dian Novianti Normala
Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Sebelas Maret
arin.prihapsari@gmail.com; diannoviantinormala@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan beberapa masalah yang terjadi dalam
bilingualisme, yakni: 1) mengenai asal mula kedwibahasaan, dan 2) faktor apa saja yang
memengaruhi pemilihan bahasa bagi seorang dwibahasawan. Kedwibahasaan adalah
penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur untuk berkomunikasi. Ada beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahasa sehari-hari. Menurut Kamaruddin (1989:
50-55) faktor-faktor tersebut berhubungan dengan peserta (partisipan), situasi, isi
pembicaraan, dan fungsi interaksi. Fungsi atau tujuan berinteraksi merupakan faktor penting
dalam pemilihan bahasa. Salah satu fungsi untuk meningkatkan status yang tampak di dalam
peran pada sejumlah situasi.

1. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahasa. Dikutip dari laman
Republika.co.id, hasil pemetaan bahasa oleh Badan Bahasa, “hingga tahun 2015
tercatat jumlah bahasa daerah yang ada di Indonesia mencapai 659 bahasa”,
sedangkan bahasa nasional terdapat satu bahasa. Maka dari itu, masyarakat Indonesia
umumnya merupakan masyarakat multilangual. Masyarakat multilangual adalah
masyarakat tutur yang terbuka. Maksudnya, masyarakat tersebut mempunyai
hubungan dengan masyarakat tutur lain dan akan mengalami kontak bahasa dengan
segala peristiwa kebahasaan sebagai akibatnya (Chaer, dan Leonie: 2014: 86).
Peristiwa bahasa yang akan terjadi ketika mengalami kontak bahasa dengan
masyarakat lain salah satunya adalah bilingualisme atau kedwibahasaan.
Chaer dan Leoni mendefinisikan kedwibahasaan adalah “berkenaan dengan
penggunaan dua bahasa atau kode bahasa” (2014: 84). Individu akan memperoleh
bahasa pertama (B1) terlebih dahulu, atau biasa disebut sebagai bahasa ibu, kemudian
memperoleh bahasa kedua (B2) yakni bahasa sekunder. Pemerolehan bahasa selain
bahasa pertama akan menyebabkan kedwibahasaan. Seorang individu dapat dikatakan
sebagai seorang dwibahasawan apabila individu tersebut menguasai dua bahasa untuk
berkomunikasi.
Seorang dwibahasawan harus mengetahui kapan akan menggunakan bahasa
pertama dan kapan menggunakan bahasa kedua. Hal ini menyangkut masalah
sosiolinguistik, “siapa yang berbicara, dengan bahasa apa, kepada siapa, kapan, dan
dengan tujuan apa”. Mungkin saja penggunaan B1 dapat dipahami oleh anggota
masyarakat tutur yang memiliki bahasa yang sama dengan penutur. Akan tetapi,
berbeda dengan B2 yang mungkin memiliki bahasa yang berbeda dengan masyarakat
tutur lainnya.
Berdasarkan uraian berikut, peneliti berusaha menelaah serta menjawab
berbagai rumusan masalah mengenai bilingualisme. Maka dari itu, makalah ini akan
mendeskripsikan beberapa masalah yang terjadi dalam bilingualisme, yakni: 1)
mengenai asal mula kedwibahasaan, dan 2) faktor apa saja yang memengaruhi
pemilihan bahasa bagi seorang dwibahasawan.

2. PEMBAHASAN
Seperti yang telah dipaparkan pada uraian di atas, makalah ini akan membahas
mengenai dua rumusan masalah, yaitu asal mula kedwibahasaan dan faktor yang
mempengaruhi pemilihan bahasa bagi seorang dwibahasaan. Berikut penjelasan yang
dapat penulis dipaparkan mengenai dua rumasan masalah tersebut.

2.1 Asal Mula Kedwhibahasaan


Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur
untuk berkomunikasi. Menurut Kamaruddin (1989: 13-18) kedwibahasaan terjadi
karena terdapat kontak bahasa sehingga penutur suatu bahasa dapat mempelajari
unsur bahasa lain. Kontak bahasa dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor
seperti perpindahan penduduk, nasionalisme dan sistem politik, dan pendidikan
dan kebudayaan.
Perpindahan penduduk secara kelompok mempunyai berbagai alasan.
Biasanya gerakan tersebut mengakibatkan kedwibahasaan sebagai hasil kontak
antara penduduk baru dengan penduduk lama. Pola kedwibahasaan yang lahir
dari kontak karena perpindahan penduduk ini dapat berupa tiap kelompok
penduduk mempelajari bahasa kelompok lain. Bisa juga terjadi hanya kelompok
pendatang saja mempelajari bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang
didatanginya, atau sebaliknya. Migrasi merupakan faktor penting dalam
melahirkan masyarakat dwibahasawan.
Pada abad lampau terjadi serbuan militer uang diikuti kolonisasi pada
beberapa wilayah di Eropa dan Timur Tengah serta India. Penyebaran bahasa
disebabkan dan melalui kekuasaan militer. Penyebaran bahasa dan lahirnya
kedwibahasaan yang melalui kekuatan militer ini hanya terjadi jika: 1)
penaklukkan diikuti oleh periode stabilitas yang lama; 2) wilayah yang
ditaklukkan menggunakan banyak bahasa sehingga bahasa yang dibawa oleh
kaum militer dijadikan sebagai bahasa pergaulan, terutama di kota; 3)
penggunaan bahasa penakluk memberikan kemungkinan dan kesempatan bagi
penduduk setempat untuk berperan di dalam kegiatan sosial, politik, pendidikan,
atau perdagangan.
Migrasi karena ekonomi dan sosial juga menimbulkan kedwibahasaan.
Hal ini terbukti pada migrasi penduduk ke tempat yang baru untuk keperluan
memperoleh makanan, pekerjaan, serta kehidupan yang lebih baik. Para
pendatang menggunakan bahasa setempat di tempat bekerja tetapi menggunakan
bahasa asli di rumah atau ketika berbicara terhadap teman-teman.
Kedwibahasaan juga lahir karena perdagangan. Pengusaha bepergian
dari suatu wilayah atau negara ke wilayah atau negara yang bahasanya berbeda
dengan bahasa aslinya menuntut penggunaan bahasa perantara (lingua franca).
Selain itu, migrasi karena alasan politik dan agama juga menimbulkan
kedwibahasaan. Penyebaran bahasa Arab yang seiring dengan penyebaran agama
Islam merupakan pintu kedwibahasaan pemeluk agama baru. Migrasi juga
memberi peluang untuk perkawinan antara penduduk setempat dengan pendatang
baru atau antarpendatang baru dengan bahasa berbeda. Hal ini dapat terjadi
kedwibahasaan pada kedua belah pihak.
Selain faktor yang telah dipaparkan di atas, kedwibahasaan akibat dari
pendidikan dan kebudayaan bukanlah hal yang baru. Keadaaan ini menyebabkan
cendekiawan dan penuntut ilmu menjadi dwibahasawan karena harus
mempelajari buku yang ditulis dalam bahasa yang lain daripada bahasa milik
sendiri, bahkan para cendekiawan dan penuntut ilmu harus ke negara lain yang
berbahasa lain pula guna menuntut ilmu dan teknologi.
Industrialisasi pada negara yang beraneka bahasa yang memiliki
pekerjaan dari berbagai latar belakang bahasa yang berbeda menimbulkan
kedwibahasaan pula. Industrialisasi ini diikuti oleh ubanisasi yang mengakibatkan
kedwibahasaan pada pusat-pusat industri tempat bekerja. Hal ini dibutuhkan
bahasa pengantar dalam bekerja.

2.2 Faktor yang Memengaruhi Pemilihan Bahasa Bagi Seorang Dwibahasawan


Menurut Mackey (Kamaruddin, 1989: 3) “kedwibahasaan bukanlah
gejala bahasa melainkan karakteristik penggunaannya”. Maksudnya,
kedwibahasaan milik seorang individu. Penggunaan bahasa oleh setiap individu
dapat secara bergantian, tergantung masyarakat tutur. Dalam kehidupan sehari-
hari, penutur dapat dengan bebas mengubah variasi bahasa yang digunakan.
Namun, seorang dwibahasawan perlu memerhatikan dengan siapa dirinya
berbicara, misalnya dengan masyarakat tutur B1 atau masyarakat tutur B2.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahasa
sehari-hari. Menurut Kamaruddin (1989: 50-55) faktor-faktor tersebut
berhubungan dengan peserta (partisipan), situasi, isi pembicaraan, dan fungsi
interaksi.
Pemilihan bahasa harus memperhatikan partisipan yang menjadi mitra
tutur. Seorang pembicara harus menguasai bahasa yang digunakannya dan
mempertimbangkan bahasa yang dikuasai lawan bicara. Faktor status sosial
ekonomi peserta misalnya. Faktor tersebut merupakan faktor penting dalam
menentukan pemilihan bahasa. Di Kenya, orang Afrika yang berstatus sosial-
ekonomi tinggi akan berbicara dalam bahasa Swahili kepada orang Afria yang
berstatus sosial ekonomi rendah dan menggunakan bahasa Inggris kepada yang
mempunyai tinggal sosial ekonomi yang sama.
Selain itu, tingkat keakraban peserta juga penting dalam menentukan
pemilihan bahasa. Dwibahasawan Guarani—Spanyol menggunakan bahasa
Spanyol terhadp orang asing, tetapi menggunakan bahasa Guarani terhadap
sahabat atau orang terdekat (Rubin dalam Kamaruddin, 1989: 51). Faktor lain
yang berhubungan dengan peserta juga ialah usia, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan, latar belakang etnis, hubungan kekerabatan, dan hubungan
kekuasaan.
Pemakaian bahasa juga dapat ditentukan oleh tempat dan lokasi
berinteraksi. Situasi resmi berperan di dalam pemilihan bahasa. Seorang
dwibahasawan akan menggunakan bahasa yang berbeda dalam situasi resmi dan
tidak resmi. Pada situasi resmi, pengguna bahasa Indonesia akan menggunakan
bahasa Indonesia yang lebih baku dibandingkan dengan ragam bahasa Indonesia
sehari-hari. Berbeda jika pada situasi tidak resmi, pengguna bahasa Indonesia
akan lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia sehari-hari atau bahkan
bahasa daerah dibandingkan dengan bahasa Indonesia baku.
Kehadiran ekabahasawan dalam komunikasi menjadi faktor dalam
pemilihan bahasa. Ketika terdapat dua orang penutur yang sedang berkomunikasi
menggunakan bahasa daerah, lalu muncul orang ketiga, yakni seorang
ekabahasawan, maka bahasa antara kedua penutur tersebut diubah ke dalam
bahasa yang dapat dipahami oleh ketiga belah pihak untuk melibatkan dalam
kegiatan komunikasi.
Setelah faktor partisipan dan situasi, isi wacana juga termasuk dalam
faktor pemilihan bahasa. Topik pembicaraan menentukan jenis bahasa yang tepat
untuk itu. Misal, pelajaran di sekolah, undang-undang atau hukum, kegiatan
dagang, dibakukan dalam bahasa Indonesia bukan bahasa daerah. Demikan
dengan topik-topik tertentu atau bidang-bidang tertentu. Bahasa yang digunakan
di dalam novel tentu berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam buku-buku
ilmiah. Maka peristiwa tersebut menentukan pemilihan bahasa bagi penutur
dwibahasawan.
Selanjutnya, fungsi atau tujuan berinteraksi merupakan faktor penting
dalam pemilihan bahasa. Salah satu fungsi untuk meningkatkan status yang
tampak di dalam peran pada sejumlah situasi. Seorang penutur menggunakan
bahasa tertentu dalam rangka meningkatkan martabat (sic). Perbedaan bahasa
yang digunakan itu sebagai usaha menempatkan pembicara dalam kedudukan
tertentu menurut pikiran. Seseorang menggunakan bahasa tertentu dapat pula
guna mengeksklusifkan seseorang. Apabila seorang dwibahasawn memilih
bahasa makan pemilihan itu berlangsung cepat dan otomatis.

3. SIMPULAN
Kedwibahasaan adalah penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur
untuk berkomunikasi. Seorang dwibahasawan harus mengetahui kapan akan
menggunakan bahasa pertama dan kapan menggunakan bahasa kedua. Hal ini
menyangkut masalah sosiolinguistik, “siapa yang berbicara, dengan bahasa apa,
kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa”. peneliti berusaha menelaah serta
menjawab berbagai rumusan masalah mengenai bilingualisme. Maka dari itu,
makalah ini akan mendeskripsikan beberapa masalah yang terjadi dalam
bilingualisme, yakni: 1) mengenai asal mula kedwibahasaan, dan 2) faktor apa
saja yang memengaruhi pemilihan bahasa bagi seorang dwibahasawan. Menurut
Kamaruddin (1989: 13-18) kedwibahasaan terjadi karena terdapat kontak bahasa
sehingga penutur suatu bahasa dapat mempelajari unsur bahasa lain. Kontak
bahasa dapat terjadi dikarenakan beberapa faktor seperti perpindahan penduduk,
nasionalisme dan sistem politik, dan pendidikan dan kebudayaan. Kedwibahasaan
juga lahir karena perdagangan. Pengusaha bepergian dari suatu wilayah atau
negara ke wilayah atau negara yang bahasanya berbeda dengan bahasa aslinya
menuntut penggunaan bahasa perantara (lingua franca). Ada beberapa faktor
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan bahasa sehari-hari. Menurut
Kamaruddin (1989: 50-55) faktor-faktor tersebut berhubungan dengan peserta
(partisipan), situasi, isi pembicaraan, dan fungsi interaksi.

4. DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2014. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Kamaruddin. 1989. Kedwibahasaan dan Pendidikan Dwibahasa (Pengantar). Jakarta:
Dewan Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.

Anda mungkin juga menyukai