OLEH
1302170067
03 / 4-27
BAB I .................................................................................................................... 5
LATAR BELAKANG MASALAH ......................................................................................................... 5
RUMUSAN MASALAH .......................................................................................................................... 6
TUJUAN PENULISAN ........................................................................................................................... 7
METODE PENULISAN .......................................................................................................................... 7
BAB II ................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN ....................................................................................................................................... 8
Apa itu dividend dan berapa tarifnya? ....................................................................................... 8
Dividen yang Dikecualikan .......................................................................................................... 10
Benarkah pengenaan pajak dividend itu double taxation? ................................................ 11
Sistem pajak dividen yang diterapkan di beberapa negara lain. ....................................... 12
Bagaimana sebaiknya perlakuan pajak atas penghasilan dividend di Negara
Indonesia? ....................................................................................................................................... 17
REFERENSI ........................................................................................................... 19
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentu penulis tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu
menyelesaikan pembuatan makalah untuk Tugas Remedial dari mata kuliah Perpajakan
II dengan judul “Masih relevankah pengenaan pajak dividen di Indonesia?”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis memohon maaf atas banyaknya kesalahan serta kurangnya referensi
untuk makalah ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran agar kedepannya makalah ini
dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak, terutama
untuk Bapak Batara Situmorang selaku Dosen Perpajakan II yang telah membimbing
penulis selama ini.
Penulis
3
ABSTRAK
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang
polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota
koperasi. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi
merupakan objek pajak penghasilan.
Kesimpulan dari penulisan ini adalah pengenaan pajak untuk dividen di Negara
Indonesia yang merupakan double taxation benar adanya, hal ini diakibatkan karena
pengenaan pajak menurut subjek pajaknya, yaitu pada tingkat profit di perusahaan dan
saat diterima dividen oleh wajib pajak, baik itu orang pribadi maupun perusaahan lain.
Maka dari itu penulis menyarankan penggunaan system imputation dalam perhitungan
pajak atas dividen untuk Negara Indonesia, karena double taxation menimbulkan
beberapa kerugian, salah satunya adalah hilangnya minat shareholders untuk
menanamkan modal karena pengenaan pajak yang berujung mengurangi dividen yang
mereka terima.
4
BAB I
Dalam dunia usaha, dividen adalah laba atas hasil usaha yang dibagikan kepada
pemegang saham sesuai dengan penyertaan yang dimilikinya. Semakin berkembangnya
ekonomi dan teknologi, penyertaan modal pun tidak terbatas hanya dalam perusahaan
di dalam negeri, namun juga di luar negeri.
Dividen adalah suatu hasil laba usaha yang dibagikan kepada para pemegang
saham dengan melihat banyaknya jumlah saham yang dimiliki dari masing-masing
pemegang saham. Jika wajib pajak memperoleh laba atau penghasilan, maka
penghasilan tersebut akan menjadi objek pajak. Begitu pula halnya dengan dividen,
menurut undang-undang PPh, dividen merupakan objek pajak PPh.
Namun, ada beberapa dividen yang dikategorikan objek pajak final dan bukan
objek pajak. Oleh karena itu, pengenaan pajak untuk dividen di Negara Indonesia menuai
banyak pendapat yang berbeda, terutama saat peraturan undang-undang yang mengatur
bahwa dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dikenakan PPh, dan belum
menjadi objek pajak final belum diterbitkan.
Banyak pemegang saham yang menilai bahwa, dividen yang diterima oleh Wajib
Pajak Orang Pribadi tersebut terkena double taxation atau pengenaan pajak berganda,
sehingga net dividen yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi berkurang karena
adanya pemotongan pajak sejumlah beberapa kali.
Double taxation menjadi isu yang terus diperbincangkan baik di Indonesia maupun
di seluruh dunia, terkait hubungan fairness dengan subjek dan objek pajak. Secara
umum, pertama double taxation atau pajak berganda dapat terjadi karena banyak Negara
yang menerapkan sistem perpajakan yang mirip dan hampir seragam lalu kedua,
dikarenakan perekonomian dunia menuju liberalisasi dan globalisasi ekonomi.
5
Pengertian double taxation itu sendiri, secara konsep ada dua, yang pertama
konsep ekonomi versus yuridis, yang kedua konsep geografis, domestic versus
internasional. Knechtle dalam bukunya yang berjudul “Basic Poblems in International
Fiscal Law” (1979) membedakan pegertian pajak berganda secara luas (wider sense)
dan secara sempit (narrower sense).
Secara luas, pajak berganda meliputi setiap bentuk pembebanan pajak dan
pungutan lainnya lebih dari satu kali, yang dapat berganda (double taxation) atau lebih
(multiple taxation) atas suatu fakta fiskal (subjek dan atau objek pajak). Sesuai dengan
negara (yuridiksi) pemungut pajaknya, dapat dikelompokkan menjadi pajak berganda
internal (domestik) dan pajak berganda international.
Secara sempit (narrower sense), pajak berganda dianggap dapat terjada pada
semua kasus pemajakan beberapa kali terhadap suatu subjek dan atau objek pajak
dalam satu administrasi pajak yang sama.
Double taxation dapat menimpa wajib pajak orang pribadi, maupun wajib pajak
badan. Sebagai contoh, untuk wajib pajak orang pribadi dapat dikenakan double taxation
karena pajak penghasilan atas gajinya dan kedua kalinya dikenakan pajak untuk
konsumsinya berupa Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Demikian juga wajib pajak badan, pada level laba (profit) perusahaan, akan
dikenakan PPh Badan, dan kemudian untuk level pemegang saham akan dikenakan lagi
pajak untuk dividen yang mereka terima.
RUMUSAN MASALAH
6
TUJUAN PENULISAN
1. Memahami apa itu dividen dan tarif yang dikenakan untuk masing-masing wajib
pajak.
2. Memahami apa itu double taxation dan konsep perpajakan yang dianut Negara
Indonesia dan Negara-negara lain di dunia.
3. Mengetahui alasan dari pandangan yang berbeda mengenai double taxation
pada pajak dividen.
4. Memberikan saran bagaimana seharusnya pemerintah menangani pajak untuk
dividen.
METODE PENULISAN
7
BAB II
PEMBAHASAN
Pasal 4 Ayat (1) huruf g Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU PPh),
menegaskan bahwa dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham
atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh
anggota koperasi. Ditegaskan pula bahwa termasuk dalam pengertian dividen juga
adalah:
1. Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
2. Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor.
3. Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham.
4. Pembagian laba dalam bentuk saham.
5. Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran.
6. Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan.
7. Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah.
8. Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut.
9. Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi.
10. Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis.
11. Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi.
8
12. Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g UU PPh No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan, menyebutkan bahwa “dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi” merupakan objek pajak penghasilan.
PPh 23
Apabila Wajib Pajak Badan menerima dividen, maka atas penghasilan berupa dividen
tersebut dipotong PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan bruto.
Sedangkan, bila Wajib Pajak Pribadi yang menerima dividen, maka atas penghasilan
tersebut dipotong PPh 4 ayat (2) sebesar 10% dari penghasilan bruto.
PPh 26
Yang ketiga, apabila penerima penghasilan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri,
maka atas penghasilan tersebut dipotong PPh 26 sebesar 20%, namun apabila
negara penerima dividen memiliki perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dan
dapat menyediakan Surat Keterangan Domisili (COD), maka tarif yang dikenakan
adalah tarif sesuai dengan Tax Treaty yang berlaku.
Pasal 17
Keempat, apabila Wajib Pajak dalam negeri memiliki penyertaan modal pada badan
usaha di luar negeri selain badan usaha yang menjual sahamnya di bursa efek
dengan ketentuan besarnya penyertaan modal Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut
sendiri ataupun bersama-sama paling rendah sebesar 50% dari jumlah saham yang
disetorkan, maka Menteri Keuangan berwenang menetapkan saat diperolehnya
dividen oleh Wajib Pajak Dalam Negeri tersebut.
9
Dan jika atas pembagian dividen yang sesungguhnya ternyata lebih besar dari yang
sudah diperhitungkan, maka atas kelebihan jumlah dividen tersebut wajib dilaporkan
dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan pada tahun pajak dibagikannya
dividen tersebut.
Berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, dividen atau bagian laba yang
diterima oleh Perseroan Terbatas (PT), koperasi, BUMN, BUMD dan penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat
Lebih lanjut, dalam Pasal 23 ayat 4 huruf f UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan, juga menyebutkan bahwa sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggotanya bukan merupakan objek pemotongan Pajak Pasal 23.
Berdasarkan hal diats maka pemberi dividen wajib memotong PPh pasal 23 sebesar
15% pada saat dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh tempo
pembayarannya.
Akan tetapi, Pasal 23 ayat (4) mengatur bahwa pemotongan tersebut tidak dilakukan
untuk dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf f dan dividen yang
diterima oleh orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2c). Artinya,
PPh Pasal 23 atas objek dividen hanya dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 jika
penerima dividen Wajib Pajak Badan dengan kepemilikan kurang dari 25%. Inilah dividen
yang dikenakan tarif 15% dari penghasilan bruto, sedangkan yang diterima oleh Wajib
10
Pajak Luar Negeri, baik badan maupun orang pribadi maka terutang PPh Pasal 26
dengan tarif sebesar 20%.
Ada dua pandangan terkait pengenaan pajak atas pembagian dividen di Negara
Indonesia, pandangan pertama mengatakan bahwa pajak atas dividen bukan merupakan
double taxation. Sementara itu, pandangan lain mengatakan bahwa pajak atas dividen
adalah double taxation.
Pandangan pengenaan pajak deviden bukan merupakan salah satu bentuk double
taxation didasari pada pandangan bahwa orang pribadi (individu) dan badan (corporation)
merupakan subjek pajak yang berbeda. Di Indonesia hal ini sesuai dengan UU nomor 36
Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 ayat 1 bahwa yang menjadi subjek pajak
adalah Orang Pribadi, Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak, Badan, dan Bentuk Usaha Tetap. Secara hukum perdata, korporasi
merupakan entitas yang terpisah dari para pemegang saham, yang membatasi kewajiban
pemegang saham.
11
Terlepas dari semua itu, mengapa hal ini dapat terjadi di Indonesia?
Sementara itu Sebastian Lazar (2010) membagi jenis sistem pengenaan pajak
terhadap dividend menjadi dua, yaitu pengurangan double taxation pada pajak dividen
dan pengurangan double taxation pada pajak penghasilan perusahaan.
12
Tarif yang dikenakan adalah sebesar 16% dan hampir sama pada semua pajak
penghasilan di Negara itu.
Sementara itu, terdapat pula sistem modified classical, yaitu pengenaan PPh pada
dividen dengan tarif yang lebih rendah ketimbang pengenaan tarif PPh pada tingkat
perusahaan. Adapun Negara yang menggunakan sistem ini salah satunya adalah Negara
Indonesia.
Hingga saat ini, Negara Indonesia mengenakan pajak terhadap income perusahaan
(profit) dan dividen yang akan dibagikan kepada pemegang perusahaan (separate
taxation). Pajak terhadap penghasilan perusahaan (badan) dikenakan dengan tarif flat
25%, sesuai dengan pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Bila dividen akan
dibagikan ke perusahaan lain, dividen tersebut akan diperlakukan sebagai penghasilan
oleh perusahaan yang menerimanya, sehingga pada akhirnya akan dikenakan pajak
penghasilan badan sebesar 15%.
13
Korporasi Shareholders WPOP Shareholders WP
Badan
Laba kena pajak 1,000,000,000
Pajak badan 250,000,000
(25%)
Laba setelah 750,000,000
pajak
PPh WPOP (10%) 75,000,000
PPh WP Badan 112,000,000
(15%)
Dividend yang 675,000,000 638,000,000
diterima
Total beban pajak 325,000,000 362,000,000
Untuk Negara Kanada, United Kingdom, dan Prancis, dimana Sistem Partial
Imputation diberlakukan juga, sistem tac credit yang diberikan kepada para shareholders
sebagai pengurang pajak dividen adalah sejumlah presentase dari pajajk penghasilan
yang telah dibayarkan perusahaan.
14
Total Exemption dan Partial Exemption System
Sementara itu, Partial Exemption System yang dilaksanakan oleh Negara Jerman dan
Luxemburg adalah dengan cara mengurangi tax base pada level pemegang saham, yang
dikenakan sebesar persentase dari jumlah dividen yang diperoleh atau disebut hal
income tax method.
15
*Keterangan : dividen tax rate untuk classical, full imputation, partial imputation dan partial
exemption method sebesar 40%, untuk modified classical method sebesar 20%.
Pada tabel diatas terlihat bahwa net dividen terbesar yang dapat diterima oleh para
shareholders adalah melalui Sistem Total Exemption yang dimana memang pada sistem
tersebut tidak dikenakan pajak dividen sama sekali. Peringkat kedua adalah dengan
Sistem Full Imputation, yang akan memberikan fasilitas kredit pajak dari pajak
penghasilan perusahaan yang telah dibayarkan. Di Negara Indonesia sendiri tergolong
menggunakan Sistem Modified Classical, dengan tarif pajak yang lebih rendah dari model
perhitungan di atas.
Benjamin Mahr (2004) menyatakan bahwa double taxation adalah sebuah masalah
yang dapat menyebabkan distorsi ekonomi, berupa :
Miller dan Modigliani (1958) menyatakan bahwa keuntungan pengembalian pajak dari
pembiayaan utang lebih besar dari pembiayaan modal (ekuitas). Elton dan Gruber (1970)
bahkan menyatakan bahwa personal taxes mengakibatkan deviden menjadi kurang
bernilai dibandingkan dengan capital gain.
16
Bagaimana sebaiknya perlakuan pajak atas penghasilan dividen di Negara
Indonesia?
Penulis menilai pengenaan pajak untuk dividen ditingkat para shareholders tetap
diperlukan karena selain sebagai sumber penerimaan Negara, pajak juga dapat
digunakan sebagai alat pengendali terhadap suatu objek pajak. Kemudian disisi lain,
pajak juga memiliki fungsi salah satunya redistribusi pendapatan, apabila pada suatu
objek pajak, pengenaan pajak tersebut ditiadakan maka secara politis, akan sangat berat
untuk mengenakan kembali pajak pada objek tersebut.
Sistem imputation dirasa penulis lebih cocok untuk diterapkan, namun memang
dengan konsenkuesi administrasi pajaknya akan lebih kompleks apabila dibandingkan
dengan sistem modified classical yang saat ini dijalankan.
17
BAB III
KESIMPULAN
SARAN
18
REFERENSI
https://www.ajarekonomi.com/2015/12/double-taxation-dalam-perdagangan-antar.html
diakses pada 30 Mei 2019, pukul 19.34
http://pusatperpajakan.blogspot.com/2009/04/pajak-penghasilan-dalam-sebuah.html
diakses pada 1 Juni 2019, pukul 00.47
19