Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Retensi urin pada wanita paling mungkin terjadi pada periode post partum atau setelah
pembedahan pelvis. Menurut Stanton, retensio urin adalah ketidak-mampuan berkemih
selama 24 jam yang membutuhkan pertolongan kateter, dimana keadaan tidak dapat
mengeluarkan urin ini lebih dari 25-50 % kapasitas kandung kemih.11

Ketika terjadi retensi urin, pertama kali diupayakan cara non invasif seperti upaya bladder
training dengan menggunakan hidroterapi Sitz bath agar fungsi eliminasi berkemih dapat
terjadi secara spontan. Apabila upaya ini tidak berhasil, maka diperlukan penangananan
bladder training dengan kateterisasi dengan memasang kateter foley dalam kandung kemih
selama 24 - 48 jam untuk menjaga kandung kemih agar tetap kosong dan memungkinkan
kandung kemih menemukan tonus otot otot normalnya kembali agar tercapai proses berkemih
spontan.12,13

Diagnosis retensi urin pada pasien dengan keluhan saluran kemih bagian bawah (Lower
Urinary Tract Symptoms/LUTS) ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik yang lengkap,
pemeriksaan rongga pelvis, pemeriksaan neurologis, jumlah urin yang dikeluarkan spontan
dalam 24 jam, pemeriksaan urinalisis dan kultur urin, serta pengukuran volume residu urin .
Selain itu, fungsi berkemih diperiksa dengan alat uroflowmetry.5

Saultz et al, menyatakan volume residu urin normal adalah kurang atau sama dengan 150 ml,
sehingga jika volume residu urin lebih dari 150 ml dapat dikatakan abnormal dan biasa
disebut retensi urin. Volume residu urin normal adalah maksimal 25 % dari total volume
vesika urinaria. Kapasitas kandung kemih normal orang dewasa adalah ± 1000 ml.
Namun keadaan over distensi dapat mencapai volume + 2000-3000 ml. Fungsi berkemih
dikatakan masih normal bila volume urin minimal 0,5 - 1 ml / kgBB /jam. 2

Secara umum penanganan retensi urin diawali dengan kateterisasi. Namun, studi terakhir
menyatakan bahwa penanganan awal secara non invasif berupa hidroterapi dapat diupayakan
terlebih dahulu. Apabila residu urin lebih dari 150 ml, antibiotik profilaksis perlu diberikan
6
untuk kateterisasi dalam jangka panjang atau berulang.

Universitas Sumatera Utara


2.1. Definisi Fungsi Eliminasi

Fungsi eliminasi yaitu proses fisiologis tubuh untuk mengeluarkan sisa-sisa zat yang tidak diperlukan
oleh tubuh untuk mencapai keseimbangan (homeostasis). Hal yang berkaitan dengan fungsi eliminasi,
antara lain: 15

1. Hemostatis internal.
2. Keseimbangan asam basa tubuh.
3. Pengeluaran sisa metabolisme.

2.2. Cara-cara Fungsi Eliminasi

Cara-cara fungsi eliminasi adalah sebagai berikut : 15


1. Urin melalui uretra
2. Faeces melalui anus
3. Keringat melalui kulit
4. Gas CO 2 dan uap air melalui paru-paru

2.3. Organ Sistem Urinaria

1. Ginjal
2. Ureter
3. Trigonum
4. Hubungan ureter-vesika
5. Vesika urinaria (Bladder)
6. Uretra

2.3.1. Vesika urinaria (bladder)

Vesika urinaria (bladder) disebut juga kandung kemih terdiri atas 2 bagian, yaitu daerah
fundus dan leher kandung kemih. Bagian leher kandung kemih disebut juga uretra posterior
karena berhubungan dengan uretra. Mukosa kandung kemih dilapisi oleh epitel transisional
yang mengandung ujung-ujung saraf sensoris. Di bawahnya terdapat lapisan sub mukosa
yang sebagian besar tersusun dari jaringan ikat dan jaringan elastin. Otot polos kandung
kemih adalah otot detrusor yang terdiri dari lapisan otot longitudinal pada lapisan luar dan
dalam sedangkan otot sirkuler pada bagian tengahnya.11,15

Universitas Sumatera Utara


Otot detrusor melanjutkan perjalanannya ke arah uretra membentuk suatu "pipa" yang disebut
bladder neck. Kandung kemih berbentuk oblik untuk menghindari urin kembali keatas.15

Gambar 1. Kandung kemih 22

2.3.2. Uretra

Uretra merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urin keluar dari tubuh. Fungsi
uretra pada pria dan wanita berbeda. Pada wanita, uretra berfungsi hanya untuk
menyalurkan urin keluar dari tubuh dengan panjang + 4 cm. Sedangkan pada pria, uretra
sebagai pengalihan urin dan sebagai organ reproduksi dengan penjang 18-20 cm. Sementara
itu, sfingter uretra dibentuk oleh serat-serat otot lurik. Peranannya adalah untuk menahan
upaya berkemih sementara waktu atau segera menghentikan proses berkemih bila
dikehendaki.11,15

2.4. Fisiologis Fungsi Berkemih

Secara fisiologis, kandung kemih dapat menimbulkan rangsangan pada saraf apabila
volume urin pada kandung kemih berisi + 250 - 450 ml (dewasa) dan 200-250 ml (anak-
anak). Secara normal, urin orang dewasa diproduksi oleh ginjal secara terus menerus pada
kecepatan + 120 ml/jam (1200 ml/hari) atau 25 % dari curah jantung. Volume urin normal
minimal adalah 0,5-1 ml/kgBB/jam, dimana produksi urin dikatakan abnormal atau jumlah
sedikit diproduksi oleh ginjal (oliguria) adalah sekitar 100 – 500 ml/hari.15

Fisiologi fungsi berkemih juga tergantung pada status dehidrasi individual. Untuk rata-rata
individu dewasa dengan aktivitas ringan, National Research Council Amerika Serikat
merekomendasikan kebutuhan air sebanyak 1 mL/kkal kebutuhan energi orang dewasa.
Kebutuhan energi orang dewasa sekitar + 2000 kkal, sehingga normalnya perlu intake 2000
mL air per hari.15

Universitas Sumatera Utara


Kandung kemih adalah organ penampung urin. Selain itu, berfungsi pula mengatur
pengeluarannya. Proses berkemih dimulai dari tekanan intramural otot detrusor. Tekanan ini
dahulu dianggap semata-mata akibat persarafan, akan tetapi pada penelitian terakhir
menunjukkan bahwa tekanan intramural otot detrusor lebih ditentukan oleh keadaan fisik
kandung kemih (berisi penuh atau tidak), dimana stimulasi ini diterima oleh stretch receptor
pada kandung kemih. 2-7

Otot polos kandung kemih disebut otot detrusor. Serat-serat ototnya meluas ke segala arah
dan bila berkontraksi, dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai
60 mmHg. Dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk
mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain
sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel otot lainnya. Oleh
karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel
otot berikutnya, sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih dengan segera. Jika
kandung kemih terisi cukup dan mengembang, sementara tekanan intravesika tetap, maka
sesuai dengan hukum Laplace, tekanan intramural otot detrusor akan meningkat.2-7

Peningkatan sampai titik tertentu akan merangsang stretch receptor, sehingga timbul impuls
dari medulla spinalis sakralis 2-3-4 yang akan diteruskan ke pusat refleks berkemih di korteks
serebri lobus frontalis pada area detrusor piramidal. Penelitian terakhir menyatakan bahwa
kontrol terpenting terutama berasal dari daerah yang disebut Pontine Micturition Centre.
Sistem ini ditunjang oleh sistem refleks sakralis yang disebut Sacralis Micturition Centre.
Jika jalur persarafan antara pusat berkemih pontin dan sakralis dalam keadaan baik, maka
proses berkemih akan berjalan dengan baik juga.14,15

Fungsi kandung kemih normal memerlukan aktivitas yang terintegrasi antara sistem saraf
otonom dan somatik. Jalur persarafan yang terdiri dari refleks fungsi detrusor dan refleks
sfingter uretra meluas dari lobus frontalis samapi ke medula spinalis bagian sakral, sehingga
penyebab dari gangguan fungsi berkemih neurogenik dapat diakibatkan oleh lesi pada
berbagai tingkatan jalur persarafan. Proses berkemih menghasilkan serangkaian kejadian
berupa relaksasi otot lurik uretra (rhabdosfingter), kontraksi otot detrusor kandung kemih dan
pembukaan dari leher kandung kemih dan uretra.14,15

Selain saraf otonom dan somatik, proses berkemih fisiologis juga dipengaruhi oleh rasa
tenang dan rasa takut nyeri. Perasaan subyektif ini melibatkan emosi yang diatur oleh sistem
limbik pada sistem saraf pusat. Tingkah laku merupakan fungsi sistem saraf pusat yang
melibatkan emosi. Tingkah laku khusus yang berhubungan dengan emosi, dorongan motorik
dan sensoris bawah sadar, serta perasaan intrinsik mengenai rasa nyeri dan rasa tenang diatur
oleh sistem saraf pusat yang dilakukan oleh struktur sub kortikal yang terletak di daerah
basal otak yang disebut sistem limbik. Struktur sentral serebri basal dikelilingi korteks serebri
yang disebut korteks limbik. Korteks limbik berfungsi sebagai daerah asosiasi untuk
pengendalian fungsi tingkah laku tubuh dan penyimpan informasi yang menyimpan informasi
mengenai pengalaman seperti rasa tenang, rasa nyeri, nafsu makan, bau, dan sebagainya. 15

2.5. Persarafan sistem urinaria bagian bawah

Universitas Sumatera Utara


2.5.1. Persarafan sensorik dan somatik

Persarafan sensorik melibatkan saraf aferen yang berakhir pada pleksus sub-urogenital yang
tidak mempunyai ujung saraf sensorik khusus. Ketiga pasang saraf perifer (simpatis
thorakolumbal, parasimpatis sakral dan nervus pudendus) mengandung serabut saraf aferen.
Serabut aferen yang berjalan di dalam pelvis membawa sensasi dari keadaan distensi
kandung kemih yang terisi cukup dan merangsang stretch receptor. 14

Gambar 2. Anatomi genitalia eksterna wanita, persarafan dan pembuluh darah 21

Peran saraf aferen sensorik dari nervus hipogastrika kemungkinan menyampaikan beberapa
sensasi dari distensi kandung kemih. Sedangkan peran saraf aferen somatik dari nervus
pudendus menyalurkan impuls dari sensasi aliran urin, sensasi nyeri dan sensasi suhu dari
uretra menuju ke medulla spinalis sakral sebagai penerima impuls saraf aferen dari kandung
kemih. Hal ini menunjukkan bahwa daerah-daerah di medulla spinalis sakral berperan dalam
proses integrasi saraf visero-somatik.14

Penemuan ini berasal dari penelitian yang dilakukan pada pasien yang mengalami kordotomi
anterolateral. Hasil menyimpulkan bahwa jalur persarafan asending dari uretra dan kandung
kemih berjalan di dalam traktus spinothalamikus. Selain itu, serabut spinobulber pada
kolumna dorsalis juga berperan pada transmisi dari informasi saraf aferen ini.14

2.5.2. Persarafan kandung kemih dan ureter bagian bawah

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3. Persarafan kandung kemih dan ureter bagian bawah 22

2.6. Persarafan pada kulit dari organ urogenitalia eksterna

2.6.1. Fungsi persarafan pada kulit.21

Universitas Sumatera Utara


1. Sensasi suhu
2. Sensasi taktil
3. Sensasi nyeri
4. Saraf vasokonstriktor
5. Saraf vasodilator
6. Saraf simpatis

2.6.2. Perasarafan pada kulit yang berfungsi terhadap sensasi suhu

Persarafan pada kulit dari organ urogenitalia eksterna berperan dalam menerima stimulus
yang diterima oleh nerve ending (ujung persarafan) pada kulit. Dimana salah satunya
berfungsi sebagai penerima sensasi suhu yang melibatkan sistem saraf otonom, somatik dan
sistem saraf pusat. Sensasi suhu pada kulit terdistribusi secara merata pada kulit yang terbagi
atas hot spot dan cold spot yang diatur oleh nerve ending untuk suhu panas (ruffini) dan suhu
dingin (krause).18,21

2.6.3. Nerve endings 21

Korpuskulum
Korpuskulum Korpuskulum
Korpuskulum Diskus vater
Peririkius Nerve ending ruffini Krause
Regio meissneri merkel
ending bebas (nyeri)
(raba) (taktil) paccini
(panas) (dingin)
(tekanan)

Mons ++++ ++++ ++++ +++ +++ ++++ ++++


Pubis

Labia +++ ++++ ++++ +++ +++ +++ ++++


Mayora

Clitoris + + 0 ++++ +++ +++ +++

Labia + + 0 + + +++ +++


minora

Hymen 0 + 0 0 +++ + +
Ring

Vagina + + + + + +++ +++

Gambar 4. Distribusi kuantitatif nerve endings pada regio tertentu pada genitalia wanita.21

2.7. Retensi urin


Retensi urin adalah kesulitan berkemih atau miksi karena kegagalan mengeluarkan urin dari
kandung kemih atau akibat ketidak-mampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung

Universitas Sumatera Utara


kemih sehingga menyebabkan distensi kandung kemih atau keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. Dimana dari beberapa literatur
lama waktu dari ketidak-mampuan berkemih spontan serta volume residu urin berbeda-beda.
Retensi urin dapat dibagi berdasarkan penyebab lokasi kerusakan saraf, yaitu : 14
1) Supravesikal
Berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinalis sakralis S2–4 dan Th1- L1.
Kerusakan terjadi pada saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian atau seluruhnya,
misalnya : retensi urin karena gangguan persarafan.
2) Vesikal
Berupa kelemahan otot destrusor karena lama teregang, berhubungan dengan -
masa kehamilan dan proses persalinan, misalnya : retensi urin akibat iatrogenik,
cedera/inflamasi, psikis.
3) Infravesikal
Berupa kekakuan leher vesika, striktur oleh batu kecil atau tumor pada leher vesika
urinaria, misalnya : retensi urin akibat obstruksi.

2.7.1. Gejala klinis retensi urin


- Mengedan bila miksi

- Rasa tidak puas sehabis miksi

- Frekuensi miksi bertambah

- Nokturia atau pancaran kurang kuat

- Ketidak nyamanan daerah pubis

- Distensi vesika urinaria


2.8. Retensi urin post partum

Retensi urin post partum dibagi atas dua yaitu : 9

1. Retensi urin covert (volume residu urin>150 ml pada hari pertama post partum tanpa
gejala klinis) Retensi urin post partum yang tidak terdeteksi (covert) oleh pemeriksa.
Bentuk yang retensi urin covert dapat diidentifikasikan sebagai peningkatkan residu
setelah berkemih spontan yang dapat dinilai dengan bantuan USG atau drainase
kandung kemih dengan kateterisasi. Wanita dengan volume residu setelah buang air
kecil ≥ 150 ml dan tidak terdapat gejala klinis retensi urin, termasuk pada kategori ini.
2. Retensi urin overt (retensi urin akut post partum dengan gejala klinis).

Universitas Sumatera Utara


Retensi urin post partum yang tampak secara klinis (overt) adalah ketidak-mampuan
berkemih secara spontan setelah proses persalinan. Insidensi retensi urin postpartum
tergantung dari terminologi yang digunakan. Penggunaan terminologi tidak dapat
berkemih spontan dalam 6 jam setelah persalinan, telah dilakukan penelitian analisis
retrospektif yang menunjukkan insidensi retensi urin jenis yang tampak (overt) secara
klinis dibawah 0,14%. Sementara itu, untuk kedua jenis retensi urin, tercatat secara
keseluruhan angka insidensinya mencapai 0,7%.

Beberapa hal yang dapat menyebabkan terjadinya retensi urin post partum, yaitu : 2-7
1. Trauma Intrapartum
Trauma intrapartum merupakan penyebab utama terjadinya retensi urin, dimana terdapat
trauma pada uretra dan kandung kemih. Hal ini terjadi karena adanya penekanan yang
cukup berat dan berlangsung lama terhadap uretra dan kandung kemih oleh kepala janin
yang memasuki rongga panggul, sehingga dapat terjadi perlukaan jaringan, edema mukosa
kandung kemih se dan ekstravasasi darah di dalamnya. Trauma traktus genitalis dapat
menimbulkan hematom yang luas dan meyebabkan retensi urin post partum.
2. Refleks kejang (cramp) sfingter uretra.
Hal ini terjadi apabila pasien post partum tersebut merasa ketakutan akan timbul perih dan
sakit jika urinnya mengenai luka episiotomi sewaktu berkemih. Gangguan ini bersifat
sementara.
3. Hipotonia selama masa kehamilan dan nifas
Tonus otot otot (otot detrusor) vesika urinaria sejak hamil dan post partum tejadi
penurunan karena pengaruh hormonal ataupun pengaruh obat-obatan anestesia pada
persalinan yang menggunakan anestesi epidural.
4. Posisi tidur telentang pada masa intrapartum membuat ibu sulit berkemih spontan.

2.8.1. Patofisiologi retensi urin post partum

Proses berkemih melibatkan dua proses yang berbeda yaitu : 15


(1) pengisian dan penyimpanan urin, serta
(2) pengosongan urin dari kandung kemih.
Proses ini sering berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot detrusor kandung
kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik.15

Universitas Sumatera Utara


Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi
bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin
dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraksi otot detrusor yang
dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan uretra proksimal.14

Pengeluaran urin secara normal timbul akibat adanya kontraksi yang simultan dari otot
detrusor dan relaksasi sfingter uretra. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis
yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkolin. Penyampaian impuls dari saraf
aferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion medulla spinalis di segmen S2 -
S4 dan selanjutnya sampai ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran
parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih,
hambatan pada aliran parasimpatis sakral dihentikan, sehingga timbul kembali kontraksi otot
detrusor.14

Retensi urin post partum paling sering terjadi akibat dissinergis dari otot detrusor dan sfingter
uretra. Terjadinya relaksasi sfingter uretra yang tidak sempurna menyebabkan nyeri dan
edema. Sehingga ibu post partum tidak dapat mengosongkan kandung kemihnya dengan
baik.2-7

2.9. Penanganan retensi urin post partum


2.9.1. Bladder training

Bladder training adalah kegiatan melatih kandung kemih untuk mengembalikan pola normal
berkemih dengan menstimulasi pengeluaran urin. Dengan bladder training diharapkan
fungsi eliminasi berkemih spontan pada ibu post partum spontan dapat terjadi dalam 2- 6 jam
post partum.12,13

Ketika kandung kemih menjadi sangat mengembang diperlukan kateterisasi, kateter Foley
ditinggal dalam kandung kemih selama 24-48 jam untuk menjaga kandung kemih tetap
kosong dan memungkinkan kandung kemih menemukan kembali tonus otot normal dan
sensasi. Bila kateter dilepas, pasien harus dapat berkemih secara spontan dalam waktu 2-6
jam. Setelah berkemih secara spontan, kandung kemih harus dikateter kembali untuk
memastikan bahwa residu urin minimal. Bila kandung kemih mengandung lebih dari 150 ml
residu urin , drainase kandung kemih dilanjutkan lagi. Residu urin setelah berkemih
normalnya kurang atau sama dengan 50 ml. 2-7,11

Universitas Sumatera Utara


Program latihan bladder training meliputi : penyuluhan, upaya berkemih terjadwal, dan
memberikan umpan balik positif. Tujuan dari bladder training adalah melatih kandung
kemih untuk meningkatkan kemampuan mengontrol, mengendalikan, dan meningkatkan
kemampuan berkemih.10
1. Secara umum, pertama kali diupayakan berbagai cara yang non invasif agar pasien
tersebut dapat berkemih spontan.
2. Pasien post partum harus sedini mungkin berdiri dan jalan ke toilet untuk berkemih
spontan
3. Terapi medikamentosa
4. Diberikan uterotonika agar terjadi involusio uteri yang baik. Kontraksi uterus diikuti
dengan kontraksi kandung kemih.
5. Apabila semua upaya telah dikerjakan namun tidak berhasil untuk mengosongkan
kandung kemih yang penuh, maka perlu dilakukan kateterisasi urin, jika perlu
lakukan berulang.

2.10. Hidroterapi
Hidroterapi merupakan terapi alternatif yang sudah lama dikenal dan dilakukan secara
luas pada bidang naturopathy akhir-akhir ini. Sejumlah penelitian dilakukan untuk
mengetahui manfaat dari hidroterapi. Dari beberapa literatur, diketahui manfaat dari
hidroterapi adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah sehingga dapat memperbaiki fungsi
jaringan dan organ. Hidroterapi banyak digunakan sebagai terapi alternatif untuk pemulihan,
salah satunya dapat mencegah terjadinya retensi urin pada masa post partum dengan
pertimbangan non invasif, mudah dilakukan, murah, efek samping minimal dan dapat
dikerjakan sendiri. 19-26

2.10.1. Rasionalisasi hidroterapi dengan air hangat

Beberapa literatur mendukung hidroterapi dengan air hangat dengan suhu 106-110°F (41-
43°C). Batas suhu tersebut dianggap fisiologis untuk hidroterapi dan telah diuji melalui
beberapa penelitian dengan risiko terjadinya heatstroke yang minimal. Terapi air hangat pada
kulit, khususnya pada organ urogenitalia eksterna menimbulkan sensasi suhu pada nerve
ending (ujung saraf) pada permukaan kulit. Sensasi ini mengaktivasi transmisi dopaminergik
dalam jalur mesolimbik sistem saraf pusat.20,26

Universitas Sumatera Utara


Diketahui pada jalur persarafan, perangsangan oleh satu fungsi sensasi akan menghambat
fungsi sensasi yang lain. Sebagai contoh, beberapa area di medulla spinalis menghantarkan
sinyal yang diperoleh dari nosiseptor (reseptor rasa nyeri) dan reseptor taktil (reseptor sensasi
suhu). Perangsangan reseptor taktil oleh suhu akan menghambat transmisi impuls nyeri dari
nosiseptor, sebaliknya stimulasi nyeri dapat menekan transmisi siyal yang diterima dari
reseptor taktil. Hal ini dikenal dengan teori pintu gerbang (gate teory).20

Transmisi sinyal yang diperoleh dari reseptor saraf yang satu akan menghambat jalur
transmisi untuk sensasi lain. Hal ini disebut “blocking the gate” atau dengan kata lain,
sensasi suhu dari air hangat yang diterima reseptor taktil akan menghambat jalur transmisi
rasa nyeri yang diterima oleh reseptor nosiseptor. Sehingga sensasi rasa nyeri dapat
berkurang.20

Terapi air hangat memberikan efek “crowding process” (proses pengacauan) pada sistem
saraf karena mengakibatkan rasa nyeri terhambat oleh sensasi suhu yang diterima oleh nerve
ending yang bertanggung jawab terhadap sensasi suhu (nerve endings Ruffini dan Krause).
sehingga memberikan efek penekanan atau pengurangan rasa nyeri (analgesia).20

Selain itu, manfaat paparan lokal air hangat dapat mengakibatkan peningkatan kadar beta
endorphin dalam darah. Beta endorfin diketahui sebagai anti nyeri endogen yang dapat
menimbulkan perasaan relaksasi.19,20,21,26,26

2.10.2. Rasionalisasi hidroterapi dengan air dingin

Seperti halnya hidroterapi dengan air hangat, rasionalisasi hidroterapi dengan air dingin juga
mengakibatkan terjadinya proses “blocking the gate” (sensasi suhu dari air dingin yang
diterima reseptor taktil akan menghambat jalur transmisi rasa nyeri yang diterima oleh
reseptor nosiseptor.). Pada hidroterapi air dingin juga terjadi efek pengacauan “crowding
process”. Sehingga air dingin juga dapat menekan sensasi rasa nyeri.20

Selain itu, air dingin juga menghasilkan efek elektroshock ringan pada korteks serebri karena
kuantitas yang banyak dari nerve ending yang bertanggung jawab terhadap reseptor dingin
pada kulit. Hidroterapi dengan air dingin dapat mengirim sejumlah besar impuls dari ujung
saraf perifer (nerve endings) ke otak, sehingga menghasilkan efek analgesia yang lebih
besar.20

Universitas Sumatera Utara


Dari literatur disebutkan bahwa hidroterapi dengan air dingin pada suhu 55 - 75°F (12 -
24°C) bermanfaat pada penyembuhan luka perineum. Hidroterapi dengan air dingin
mengakibatkan penurunan metabolisme sel dan pengurangan penggunaan oksigen di sekitar
jaringan yang tidak luka. Beberapa penelitian juga telah menunjukkan terapi air dingin
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan sirkulasi vena. Dengan terjadinya
vasokonstriksi vena, maka membantu proses drainase pada jaringan edema oleh pembuluh
limfe. Dengan terjadinya vasokonstriksi pada jaringan edema, cairan intersellular yang
tertahan akan mengalir secara perlahan melalui jaringan ikat di antara serabut otot ke dalam
saluran limfe. Selain itu, proses drainase ini juga difasilitasi oleh pompa yang terjadi akibat
kontaksi dan relaksasi otot.20,21,22

Karena itu, hidroterapi dengan air dingin pada ibu post partum spontan yang mengalami
laserasi perineum dapat menjadi salah satu manajemen luka perineum untuk penanganan
edema perineum selain penanganan higienis perineum dan kuratif dengan medisinal. Dari
satu penelitian dilaporkan insidensi penyembuhan luka laserasi perineum dengan hidroterapi
sebesar 84 % pada sepuluh hari periode post partum. Penyembuhan lambat sebesar 4,3 %,
kejadian Infeksi perineum 1,2 % dan penyembuhan tidak sempurna sebesar 4,8 %.
Sedangkan kejadian edema perineum ringan akan sembuh pada 3 – 4 hari post partum.19,20.

2.10.3. Jenis-jenis Hidroterapi19,20,21,25,26,26


 Hidroterapi Kontras
Alternatif terapi menggunkan air hangat dan dingin merupakan salah satu jenis hidroterapi.
Penggunaan air hangat adalah untuk membuat terjadinya vasodilatasi, sedangkan penggunaan
air dingin untuk membuat terjadinya vasokonstriksi. Aplikasi dari terapi ini dapat dilakukan
pada jaringan atau organ tubuh yang inflamasi dan kongesti.
 Berendam dan Mandi 19-26
Berendam dan mandi dengan air hangat dan dingin, akhir-akhir ini diteliti mempunyai
manfaat untuk kesehatan dan membantu proses penyembuhan karena dapat membantu
relaksasi dan mengurangi stres. Mandi dengan air dingin dapat menstimulasi sistem imun dan
memperbaiki sirkulasi darah.

 Hot Foot Bath 19,20,26


Terapi rendam kaki dengan air hangat direkomendasikan untuk kaki yang kram, nausea,
demam, insomnia, kongesti pelvis.
 Heating Compress 19,20,26
Kompres dengan air hangat dianggap bermanfaat untuk memperbaiki sirkulasi darah,
terutama pada engorgement payudara post partum.

Universitas Sumatera Utara


 Constitutional Hidroterapi 20,21
Ahli Naturopati sering menggunakan alternatif terapi air untuk kesehatan dan memperbaiki
sistem imun. Metode ini menggunakan handuk yang direndam ke dalam air hangat dan dingin
lalu di aplikasikan pada punggung dan dada yang nyeri.
 Sitz bath19,20,21
Sitz bath digunakan secara luas dalam praktek medis, diantaranya pada hemoroid dan pada
kasus retensi urin tanpa gangguan neurologis, nyeri haid dan nyeri di daerah pelvis.

2.11. Bladder Training dengan Sitz bath

Dari berbagai literatur, Sitz bath terbukti bermanfaat untuk terapi pemulihan. Terapi ini
menggunakan prinsip hidroterapi pada posisi duduk (Sitz bath). Aplikasi prinsip hidroterapi
ini untuk menstimulasi sirkulasi daerah pelvis. Hidroterapi ini menggunakan alternatif air
dingin dan hangat.19

Kontraindikasi metode ini adalah pada pasien dengan penyakit tromboemboli vena seperti
deep vein thrombosis (DVT), infeksi kandung kemih dan gangguan sensasi saraf perifer
(penyakit serebrovaskular).20

Petunjuk melakukan metode ini, diawali dengan pengisian air hangat pada kantung air alat
Sitz bath sampai 1500 ml. Setelah pasien diposisikan duduk pada alat Sitz bath, kemudian
klem pada selang dibuka sehingga terpancar aliran air mengenai organ urogenitalia eksterna
dan mengisi alat Sitz bath sampai mencapai ukuran kedalam air 3-4 inchi dari dasar alat Sitz
bath, sehingga air dapat merendam sebagian bokong dan organ urogenital eksterna pada air
yang dialirkan pada selang ke dalam alat Sitz bath. Aplikasi ini menggunakan air hangat
(106-110°F, 41-43°C), setelah itu diganti dengan menggunakan air dingin (55-75°F, 12-
24°C). Berdasarkan literatur, proses berendam diupayakan senyaman mungkin selama + 10 –
20 menit. Dimana alat terapi Sitz bath disesuaikan dengan bentuk dan ukuran pasien.19,20

Universitas Sumatera Utara


Gambar 5. Alat Sitz bath 20

Hidroterapi dengan suhu air hangat (106-110°F, 410C – 430C) merupakan suhu air dalam
batas fisiologis yang menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan pasokan
darah yang akan meningkatkan oksigenisasi ke jaringan. Selain itu, dapat menimbulkan
sensasi suhu terhadap nerve endings kulit pada organ urogenitalia eksterna, menstimulus jalur
persarafan, menghilangkan rasa nyeri dan membantu proses relaksasi dari sfingter uretra
sehingga dapat tercapai fungsi eliminasi berkemih spontan dari ibu post partum spontan.
Hidroterapi dengan air dingin bersuhu 55-75°F, 12-24°C juga dapat menimbulkan efek
analgesia dan membantu mengurangi edema jaringan, seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya pada rasionalisasi hidroterapi dengan air hangat dan dingin.20

2.12. Faktor Karakteristik Ibu terhadap kejadian Retensi Urin Post Partum

Hasil penelitian sebelumnya di RSCM pada tahun 2008 menemukan kejadian retensi urin
pada ibu post partum pada usia 26-30 tahun sebanyak 63,6 %, dan sebanyak 18,2% berusia di
atas 35 tahun. Semakin bertambahnya usia ibu hamil maka kemampuan dan fungsi otot
sistem urinaria menurun karena proses degeneratif. 22

Pada saat persalinan terjadi trauma pada uretra dan kandung kemih akibat penekanan kepala
janin. Dinding kandung kemih mengalami hiperemis dan edema, demikian pula uretra dan
meatus eksterna. Trauma yang terjadi pada otot-otot perkemihan menyebabkan gangguan
pada refleks dan keinginan berkemih.22

Universitas Sumatera Utara


Semakin besar berat badan bayi maka penekanan pada kandung kemih dan uretra pada saat
penurunan kepala juga semakin besar. Ini menyebabkan trauma pada kandung kemih
sehingga meningkatkan resiko pada kandung kemih. Tekanan kepala bayi yang
berkepanjangan dan peregangan yang terlalu lama pada kandung kemih dapat menyebabkan
pengurangan rangsangan kandung kemih karena saraf dan impuls motorik dapat terganggu.22

Hal ini terjadi akibat edema leher kandung kemih serta ekstravasasi darah ke dalam dinding
mukosa kandung kemih yang menyebabkan pengurangan rangsangan kandung kemih. 2,18

Selain itu, persalinan yang lama sering menyebabkan perlukaan pada uretra dan kandung
kemih. Terjadinya perlukaan disebabkan penekanan yang lama oleh kepala bayi saat
memasuki rongga panggul. Selain itu, episiotomi atau laserasi perineum menimbulkan rasa
nyeri dan akhirnya menimbulkan rasa takut untuk berkemih. Hal ini menyebabkan efek
inhibisi urinasi.22

2.13. Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai