Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH APLIKASI POLYMERASE CHAIN REACTION

(PCR)
DALAM BIDANG FARMASI/KEDOKTERAN

Disusun Oleh :
Dosma Kalfarius Simanjorang 20160511064043

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS CENDERAWASIH
JAYAPURA
2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena nikmat dan kesempatan yang
diberikannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Makalah ini berisi tugas mata kuliah Genetika

Makalah ini terselesaikan tidak lepas dari bantuan banyak pihak. Ucapan terima kasih
penulis ucapkan kepada Bapak Yohanis Ngili selaku dosen pengampu mata kuliah
Biomolekuler yang telah membimbing dan mengarahkan jalannya pembuatan makalah ini.

Penulis memohon maaf apabila terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan dari
semua pihak demi perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.

Jayapura, oktober 2018


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Genetika adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat keturunan (hereditas) serta
segala sluk beluknya selama ilmiah. Genetika disebut juga ilmu keturunan, ilmu
ini mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pearisan sifat, bagaimana sifat
keturunan ilmu itu diturunkan dari generasi kegenerasi serta variasi-variasi yang
mungkin timbul didalamnya atau yang menyertainya. Pewarisan sifat tersebut
dapat terjadi melalui proses seksual. Genetika berusaha membawakan material
pembawa informasi untuk diwariskan (bahan genetik), bagaimana informasi
tersebut di ekspresikan ekspresi genetic dan bagaimana informasi tersebut
dipindahkan dari individu satu ke individu lain. PCR adalah suatu metode in vitro
yang digunakan untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan
dua primer oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan
mengapit dua target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan
amplifikasi sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas
penggunaannya.

1.2 Tujuan Dan Manfaat


Tujuan dan manfaat dari mempelajari materi ini yaitu dapat mengetahui
kegunaan dari PCR, komponan-komponan PCR dan proses PCR.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian PCR (Polimerase Chain Reaction)


Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR
(polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan
(replikasi)DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Dengan teknik
ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat
sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik
ini dirintis oleh Kary Mullis pada tahun 1983 dan ia memperoleh hadiah
Nobel pada tahun 1994 berkat temuannya tersebut. Penerapan PCR banyak
dilakukan di bidangbiokimia dan biologi molekular karena relatif murah dan
hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. PCR (Polimerase Chain Reaction)
atau reaksi berantai polimerase adalah suatu metode in vitro yang digunakan
untuk mensintesis sekuens tertentu DNA dengan menggunakan dua primer
oligonukleotida yang menghibridisasi pita yang berlawanan dan mengapit dua
target DNA. Kesederhanaan dan tingginya tingkat kesuksesan amplifikasi
sekuens DNA yang diperoleh menyebabkan teknik ini semakin luas
penggunaannya.

2.2. Komponen
Selain DNA template yang akan digandakan dan enzim DNA polymerase,
komponen lain yang dibutuhkan adalah:

a. Primer
Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek
yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau
polimerisasi DNA. Jadi jangan membayangkan kalau PCR mampu
menggandakan seluruh DNA bakteri E. coli yang panjangnya kira-kira 3
juta bp itu. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah tertentu
sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai
40000 bp. Primer dirancang untuk memiliki sekuen yang komplemen
dengan DNA template, jadi dirancang agar menempel mengapit daerah
tertentu yang kita inginkan.

b. dNTP (deoxynucleoside triphosphate)


dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang
baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu
dATP, dCTP, dGTP dan dTTP.

c. Buffer
Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk
mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim
DNA polymerase.

d. Ion Logam
 Ion logam bivalen, umumnya Mg++, fungsinya sebagai kofaktor
bagi enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase
tidak dapat bekerja.
 Ion logam monovalen, kalsium (K+).

2.3. Prinsip Kerja


Secara prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara 20–30
kali siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap. Berikut adalah tiga tahap
bekerjanya PCR dalam satu siklus:

1. Tahap peleburan (melting) atau denaturasi. Pada tahap ini (berlangsung


pada suhu tinggi, 94–96 °C) ikatan hidrogen DNA terputus (denaturasi) dan
DNA menjadi berberkas tunggal. Biasanya pada tahap awal PCR tahap ini
dilakukan agak lama (sampai 5 menit) untuk memastikan semua berkas
DNA terpisah. Pemisahan ini menyebabkan DNA tidak stabil dan siap
menjadi templat (“patokan”) bagi primer. Durasi tahap ini 1–2 menit.
2. Tahap penempelan atau annealing. Primer menempel pada bagian DNA
templat yang komplementer urutan basanya. Ini dilakukan pada suhu antara
45–60 °C. Penempelan ini bersifat spesifik. Suhu yang tidak tepat
menyebabkan tidak terjadinya penempelan atau primer menempel di
sembarang tempat. Durasi tahap ini 1–2 menit.
3. Tahap pemanjangan atau elongasi. Suhu untuk proses ini tergantung dari
jenis DNA polimerase yang dipakai. Dengan Taq-polimerase, proses ini
biasanya dilakukan pada suhu 76 °C. Durasi tahap ini biasanya 1 menit.

Lepas tahap 3, siklus diulang kembali mulai tahap 1. Akibat denaturasi dan
renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer
lain. Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang
dipakai. Jumlah DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi
secara ksponensial

Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA templat dipisahkan satu sama
lain sehingga menjadi untai tunggal. Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai
tunggal akan ditempeli oleh primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-
masing menempel pada untai tunggal DNA templat. Biasanya, kedua primer
tersebut dinamakan primer maju (forward primer) dan primer mundur(reverse
primer). Setelah menempel pada untai DNA templat, primer mengalami
polimerisasi mulai dari tempat penempelannya hingga ujung 5’ DNA
templat (ingat polimerisasi DNA selalu berjalan dari ujung 5’ ke 3’ atau berarti
dari ujung 3’ ke 5’ untai templatnya). Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi
pertama akan diperoleh dua pasang untai DNA jika DNA templat awalnya berupa
sepasang untai DNA.

Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran


reaksi akan menjadi templat pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya
hingga pada putaran yang ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek
sebanyak 2n – 2n. Fragmen DNA pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang
ukurannya sama dengan jarak antara kedua tempat penempelan primer. Fragmen
pendek inilah yang merupakan urutan target yang memang dikehendaki untuk
digandakan (diamplifikasi)
Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja,
maka pada akhir reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 220 – 2.20
= 1.048576 – 40 = 1.048536 ! Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA
templat awalnya hanya satu untai ganda. Padahal kenyataannya, hampir tidak
mungkin DNA templat awal hanya berupa satu untai ganda. Jika DNA templat
awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka jumlah tadi tinggal dikalikan 20
menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup bila akan digunakan sebagai
fragmen pelacak.

2.4. Perancangan Primer


Tahapan PCR yang paling menentukan adalah penempelan primer.
Sepasang primer oligonukleotida (primer maju dan primer mundur) yang akan
dipolimerisasi masing-masing harus menempel pada sekuens target, tepatnya pada
kedua ujung fragmen yang akan diamplifikasi. Untuk itu urutan basanya harus
komplementer atau setidak-tidaknya memiliki homologi cukup tinggi dengan
urutan basa kedua daerah ujung fragmen yang akan diamplifikasi itu. Padahal,
kita belum mengetahui dengan pasti urutan basa sekuens target. Oleh karena itu,
diperlukan cara tertentu untuk merancang urutan basa kedua primer yang akan
digunakan.

Dasar yang digunakan adalah urutan basa yang diduga mempunyai


kemiripan dengan urutan basa sekuens target. Urutan ini adalah urutan serupa dari
sejumlah spesies/strain organisme lainnya yang telah diketahui/dipublikasikan.
Sebagai contoh, untuk merancang sepasang primer yang diharapkan dapat
mengamplifikasi sebagian gen lipase pada isolat Bacillus termofilik tertentu dapat
digunakan informasi urutan basa gen lipase dari strain-strain Pseudomonas
fluorescens, P. mendocina , dan sebagainya, yang sebelumnya telah diketahui.
Urutan-urutan basa fragmen tertentu dari berbagai strain tersebut
kemudian dijajarkan dan dicari satu daerah atau lebih yang memperlihatkan
homologi tinggi antara satu strain dan lainnya. Daerah ini dinamakan daerah
lestari (conserved area). Sebagian/seluruh urutan basa pada daerah lestari inilah
yang akan menjadi urutan basa primer.

Sebenarnya, daerah lestari juga dapat ditentukan melalui penjajaran urutan


asam amino pada tingkat protein. Urutan asam amino ini kemudian diturunkan ke
urutan basa DNA. Dari satu urutan asam amino sangat mungkin akan diperoleh
lebih dari satu urutan basa DNA karena setiap asam amino dapat disandi oleh
lebih dari satu triplet kodon. Dengan demikian, urutan basa primer yang disusun
dapat merupakan kombinasi beberapa kemungkinan. Primer dengan urutan basa
semacam ini dinamakan primer degenerate. Selain itu, primer yang disusun
melalui penjajaran urutan basa DNA pun dapat merupakan
primer degeneratekarena urutan basa pada daerah lestari di tingkat DNA pun tidak
selamanya memperlihatkan homologi sempurna (100%).

Urutan basa pasangan primer yang telah disusun kemudian dianalisis


menggunakan program komputer untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya primer-dimer akibat homologi sendiri(self-homology) atau homologi
silang (cross-homology). Selain itu, juga perlu dilihat kemungkinan
terjadinya salah tempel(mispriming), yaitu penempelan primer di luar sekuens
target. Analisis juga dilakukan untuk mengetahui titik leleh (Tm) masing-masing
primer dan kandungan GC-nya. Sepasang primer yang baik harus
mempunyai Tm yang relatif sama dengan kandungan GC yang cukup tinggi.

2.5. Aplikasi teknik PCR


Kary B Mullis yang telah menemukan dan mengaplikasikan PCR pada
tahun 1984. Saat ini PCR sudah digunakan secara luas untuk berbagai macam
kebutuhan, diantaranya:

a. Isolasi Gen
Kita tahu bahwa DNA makhluk hidup memiliki ukuran yang sangat
besar, DNA manusia saja panjangnya sekitar 3 miliar basa, dan di
dalamnya mengandung ribuan gen. Sebagaimana kita tahu bahwa fungsi
utama DNA adalah sebagai sandi genetik, yaitu sebagai panduan sel dalam
memproduksi protein, DNA ditranskrip menghasilkan RNA, RNA
kemudian diterjemahkan untuk menghasilkan rantai asam amino alias
protein. Dari sekian panjang DNA genome, bagian yang menyandikan
protein inilah yang disebut gen, sisanya tidak menyandikan protein atau
disebut ‘junk DNA’, DNA ‘sampah’ yang fungsinya belum diketahui
dengan baik. Kembali ke pembahasan isolasi gen, para ahli seringkali
membutuhkan gen tertentu untuk diisolasi. Sebagai contoh, dulu kita harus
mengekstrak insulin langsung dari pankreas sapi atau babi, kemudian
menjadikannya obat diabetes, proses yang rumit dan tentu saja mahal serta
memiliki efek samping karena insulin dari sapi atau babi tidak benar-benar
sama dengan insulin manusia. Berkat teknologi rekayasa genetik, kini
mereka dapat mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genome
manusia, lalu menyisipkannya ke sel bakteri (dalam hal ini E. coli) agar
bakteri dapat memproduksi insulin juga. Hasilnya insulin yang sama persis
dengan yang dihasilkan dalam tubuh manusia, dan sekarang insulin tinggal
diekstrak dari bakteri, lebih cepat, mudah, dan tentunya lebih murah
ketimbang cara konvensional yang harus ‘mengorbankan’ sapi atau babi.
Untuk mengisolasi gen, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan
nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang
kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan
primer yang sesuai dengan gen tersebut.
b. DNA Sequencing
Urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA
Sequencing, metode yang umum digunakan saat ini adalah metode Sanger
(chain termination method) yang sudah dimodifikasi menggunakan dye-
dideoxy terminator, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR dengan
pereaksi yang agak berbeda, yaitu hanya menggunakan satu primer (PCR
biasa menggunakan 2 primer) dan adanya tambahan dideoxynucleotide yang
dilabel fluorescent. Karena warna fluorescent untuk setiap basa berbeda,
maka urutan basa suatu DNA yang tidak diketahui bisa ditentukan.
c. Forensik
Identifikasi seseorang yang terlibat kejahatan (baik pelaku maupun
korban), atau korban kecelakaan/bencana kadang sulit dilakukan. Jika
identifikasi secara fisik sulit atau tidak mungkin lagi dilakukan, maka
pengujian DNA adalah pilihan yang tepat. DNA dapat diambil dari bagian
tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi
bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints alias DNA sidik jari,
yaitu bagian yang unik bagi setiap orang. Hasilnya dibandingkan dengan
DNA sidik jari keluarganya yang memiliki pertalian darah, misalnya ibu
atau bapak kandung. Jika memiliki kecocokan yang sangat tinggi maka bisa
dipastikan identitas orang yang dimaksud. Konon banyak kalangan tertentu
yang memanfaatkan pengujian ini untuk menelusuri orang tua
‘sesungguhnya’ dari seorang anak jika sang orang tua merasa ragu.
d. Diagnosa Penyakit
Penyakit Influenza A (H1N1) yang sebelumnya disebut flu babi
sedang mewabah saat ini, bahkan satu fase lagi dari fase pandemi. Penyakit
berbahaya seperti ini memerlukan diagnosa yang cepat dan akurat. PCR
merupakan teknik yang sering digunakan. Teknologi saat ini memungkinkan
diagnosa dalam hitungan jam dengan hasil akurat. Disebut akurat karena
PCR mengamplifikasi daerah tertentu DNA yang merupakan ciri khas virus
Influenza A (H1N1) yang tidak dimiliki oleh virus atau makhluk lainnya.
BAB III
KESIMPULAN

Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (kependekan dari
istilah bahasa Inggris polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode
perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakanorganisme. Secara
prinsip, PCR merupakan proses yang diulang-ulang antara dua puluh sampai tiga puluh
kali siklus. Setiap siklus terdiri atas tiga tahap yaitu Tahap peleburan (melting) atau
denaturasi, Tahap penempelan atau annealing dan Tahap pemanjangan atau elongasi.
Lepas tahap ketika, siklus diulang kembali mulai tahap satu. Akibat denaturasi dan
renaturasi, beberapa berkas baru (berwarna hijau) menjadi templat bagi primer lain.
Akhirnya terdapat berkas DNA yang panjangnya dibatasi oleh primer yang dipakai. Jumlah
DNA yang dihasilkan berlimpah karena penambahan terjadi secara eksponensial.
DAFTAR PUSTAKA

Brown, T.A (2002) DNA in Genomes, 2nd ed.,

David, J. C, Jannet L.,Comparison of Vitek® 32 and Microlog® ML3 System for


Identification of Select Biological Warfare Agents, Armed Force Institute of Pathology,
American Registry of Pathology, Washington, DC, 2001de Nogueira L., Bittrich, V.P.C.,
Shepherd, G. J., Lopes A. V., and Marsaioli, A. J. 2001.

Marlina, Radu, S., Kqueen, C. Y., Napis, S., Zakaria, Z., Mutalib, S. A. and Nishibuchi, M.
Occurrence of tdh and trh genes in Vibrio parahaemolyticusisolated from Corbicula
moltkiana Prime in West Sumatera, Indonesia. Southeast Asian Journal of Tropical
Medical Public Health Vol.38 No. 2 March 2007.

Marlina, Zulqifli, Anamerta, L., Revadiana, I., Radu, S., Kqueen, C. Y. and Nishibuchi, M.
Identification of Vibrio parahaemolyticus from clinical samples in West Sumatera Using
Polymerase Chain Reaction Methods. Acta PharmaceuticaIndonesia 31 (2): 2007, 96-99.

Retnoningrum, D.S. 1997. Penerapan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk diagnosis
penyakit infeksi. Jurusan Farmasi FMIPA. Bandung: ITB.

Anda mungkin juga menyukai