HIV/AIDS
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Biotekologi
Oleh Kelompok 5:
Waryati (1608106121)
Dewasa kini, HIV merupakan salah satu kasus yang masih marak dikarenakan
hilangnya moral dan budaya yang kian tergerus jaman. Menurut Augatha (2018: 2),
Indonesia merupakan salah satu dari 5 negara dengan kasus HIV terbanyak yakni 22.869
kasus baru HIV pada tahun 2014 dan 9.032 kasus baru HIV di Jawa Tengah. Hal tersebut
membuat para peneliti mencoba untuk menemukan suatu strategi untuk penanganan HIV
karena kasus HIV masih menjadi permasalahan yang cukup besar serta jumlah kasus HIV
yang terus meningkat setiap tahunnya meskipun telah dilakukan tindakan preventif dan
kuratif dalam penanganan HIV.
Terapi antiretroviral (ART) adalah kombinasi dari beberapa obat antiretroviral yang
digunakan untuk memperlambat HIV berkembang biak dan menyebar di dalam tubuh. Obat
antiretroviral sendiri adalah pengobatan untuk perawatan infeksi oleh retrovirus, terutama
HIV. Kombinasi tiga atau lebih obat antiretroviral lebih efektif, daripada hanya
menggunakan satu obat (monoterapi) untuk mengobati HIV.
B. PEMBAHASAN
1. Jurnal 1: Perubahan kadar hemoglobin dan nilai enzim aminotransferase pada terapi
antiretroviral lini pertama
Berdasarkan survey para penderita HIV/AIDS adalah usia 15-49. Hal ini
dikarenakan usia tersebut merupakan usia yang produktif dan sedang aktif
melakukan hubungan seksual, narkoba serta penggunaan obat terlarang, sehingga
resiko tertularnya HIV tinggi. Pada tahun 2015, berdasarkan laporan survei yang
dilakukan oleh Kmenetrian Kersehatan RI bahwa DKI Jakarta menempati peringkat
pertama kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Infeksi HIV dan AIDS adalah masalah global. Indonesia adalah salah satu dari
lima negara di Wilayah Asia Tenggara, yang merupakan mayoritas dari beban HIV.
Prevalensi orang dewasa HIV-positif di Indonesia stabil pada 0,3% secara regional,
tetapi epidemi sub-regional masih meningkat. Dari 1987 hingga akhir Desember
2015, ada sekitar 191.073 kasus infeksi HIV yang dilaporkan tersebar di 407 (80%)
dari 507 kabupaten / kota di Indonesia. Sekitar 66,7% dari infeksi HIV di Indonesia
ditularkan melalui kontak heteroseksual, 11,4% dengan berbagi jarum yang
terkontaminasi, 2,9% oleh kontak homoseksual, 0,3% oleh infeksi perinatal, dan
sisanya dengan cara infeksi lain. Mayoritas orang HIV-positif adalah laki-laki (55%),
tetapi persentase ibu rumah tangga yang HIV-positif meningkat.
Dari 1987 hingga Desember 2015 ada sekitar 77.112 kasus AIDS yang
dilaporkan di Indonesia. AIDS kebanyakan menyerang mereka yang berusia 20-29
tahun (31,8%), 30-39 tahun (29,9%), dan 40-49 tahun (12,1%). Lima provinsi dengan
tingkat kasus AIDS tertinggi adalah Papua (416,7), Barat Papua (216,5), Bali (140,4),
Wilayah Ibu Kota Jakarta (65,2), dan Kalimantan Barat (45,9).
Kriteria inklusi untuk peserta adalah: pasien AIDS yang belum pernah diobati
yang berusia 17 tahun ke atas, bersedia untuk berpartisipasi secara sukarela dalam
penelitian dengan menandatangani persetujuan, dan memenuhi syarat untuk terapi
antiretroviral lini pertama sesuai dengan pedoman nasional untuk manajemen klinis
HIV. infeksi dan terapi antiretroviral pada orang dewasa. Kriteria eksklusi adalah:
memiliki gejala gagal jantung, gejala gangguan mental atau keganasan. Peserta
dikeluarkan dari penelitian jika ART dihentikan lebih dari seminggu karena sebab apa
pun, meninggal, tidak dapat dihubungi, atau diminta untuk menarik diri dari
penelitian. Co-trimoxazole diberikan kepada semua peserta selama dua minggu
sebelum mulai ART untuk memeriksa kepatuhan pasien terhadap pengobatan, dan
sebagai profilaksis utama terhadap toksoplasmosis dan pneumonia pneumocystis
jirovecii.
Kelompok intervensi diberikan dengan kombinasi ART lini pertama dan
kapsul ekstrak Phyllanthus niruri selama enam bulan, sementara kelompok kontrol
diberikan ART lini pertama selama enam bulan. Kelompok intervensi mengambil dua
kapsul ekstrak Phyllanthus niruri (masing-masing mengandung 50 mg ekstrak
Phyllanthus niruri) tiga kali sehari, 15 - 30 menit setelah makan, sebelum memakai
ART. Kelompok kontrol mengambil kombinasi ART lini pertama dan dua kapsul
plasebo yang mengandung 50 mg Amylum manihot tiga kali sehari. Namun, plasebo
hanya diberikan selama seminggu.
Dua puluh delapan pasien HIV berpartisipasi dalam penelitian ini. Rerata usia
pada kelompok kontrol secara signifikan lebih tua dari pada kelompok perlakuan.
Tidak ada perbedaan signifikan lainnya dalam karakteristik demografi, klinis,
kepatuhan terhadap terapi, dan hasil tes laboratorium sebelum pengobatan antara
kelompok intervensi dan kelompok kontrol.
Dicari titik setimbangn terlebih dahulu, setelah diperoleh titik setimbang dari
sistem dinamik model penyebaran virus HIV, langkah selanjutnya adalah
menganalisis kestabilan dari sistem tersebut. Berdasarkan persamaan (10) – (14)
terlihat bahwa model matematika penyebaran virus HIV merupakan sistem PD
autonomous yang tak linear, maka untuk mendapatkan kestabilan akan dilakukan
linierisasi dengan menggunakan matriks Jacobi.
d. Hasil Simulasi
Pada sub bab ini akan dianalisis mengenai hasil simulasi yang
membandingkan dinamika masing masing populasi sebelum dan setelah
pemberian kendali optimal ke dalam sistem dengan model penyebaran virus HIV
yang ditunjukkan melalui grafik, dengan menginputkan nilai nilai parameter yang
disajikan dalam tabel.
C. KESIMPULAN
1. Pemberian Terapi Anti Retroviral (ARV) lini pertama Human Immunodeficiency
Virus (HIV) merupakan salah satu terapi yang masih digunakan sebagai pilihan utama
dalam pengobatan HIV
2. Efek samping ringan menyebabkan perasaan penderita tidak enak, tidak ada
keterbatasan gerak, sedangkan efek samping ringan mengalami gangguan sistem saraf
pusat, saluran cerna, alergi, demam, dan anemia
3. Kombinasi ART pertama dan ekstrak Phyllanthus niruri lebih efektif dalam
meningkatkan jumlah CD4 absolut dibandingkan dengan pemberian ART saja pada
pasien HIV.
4. CD4+ (Cluster of Differentiation) merupakan molekul protein yang berada di
permukaan sel T-Limfosit. CD4+ berperan sebagai reseptor HIV yang membantu
virus masuk dalam sel
5. Sistem dinamik pada model penyebaran virus HIV diperoleh 3 titik kesetimbangan.
Kendali optimal yang diperoleh pada upaya pemaksimalan atau peningkatan jumlah
sel 𝐶𝐷4+𝑇 dengan menerapkan Prinsip Maksimum Pontryagin didapat pengendali
berupa obat antiretroviral yaitu RTI (𝜂𝑟) yang akan optimal jika nilai 𝜂𝑟 =
𝛽𝑥𝑣(𝑔1−𝑔2) 𝐵1 dan PI (𝜂𝑝) yang akan optimal jika nilai 𝜂𝑝 = −𝑁𝛿0𝑦𝑔3 𝐵2 .
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, S., & Widiyanti, M. (2018). Risiko Malnutrisi terhadap Jumlah CD4⁺ Orang dengan
HIV/AIDS yang Menjalani Terapi Antiretroviral di Mimika. Jurnal Kedokteran
Brawijaya, 30(1), 41-46.
Anwar, Y., Nugroho, S. A., & Wulandari, S. D. (2018). Profile Of Antiretroviral Side Effects On
Hiv In Rspi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta. JURNAL ILMU KEFARMASIAN
INDONESIA, 16(1), 49-55.
Augatha, A. B., Wahab, Z., Ratnaningrum, K. (2018). Perubahan Kadar Hemoglobin dan Nilai
Enzim Aminotransferase pada Terapi Antiretroviral Lini Pertama. Ibnu Sina
Biomedika. 2(1): 1-6.
Diarsvitri, W., Budiarti, R., Adiwinoto, B., Setiawan, V. E., & Ma’at, S. (2018). The
combination of antiretroviral and Phyllanthus niruri extract is more effective to
increase CD4 cells count on HIV patients: a pilot study.
Putri, S. A., Hariyanto, H., & Asiyah, N. (2019). Analisis dan Kontrol Optimal pada Model
Penyebaran Virus HIV dengan peran Respon Imun dan Terapi
Antiretroviral. Jurnal Sains dan Seni ITS, 7(2), 37-45.