Anda di halaman 1dari 116

PENGARUH RASIO CAMEL TERHADAP FINANCIAL

DISTRESS PADA SEKTOR PERBANKAN YANG TERDAFTAR


DI BEI TAHUN 2012-2016

RAKYAN PRASODOADI

8215142754

Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Ekonomi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

PROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
THE EFFECT OF CAMEL RATIO TO FINANCIAL DISTRESS
ON BANKING SECTOR LISTED IN BEI PERIOD 2012-2016

RAKYAN PRASODOADI

8215142754

Submitted in Partial Fullfilment of the Requirements for the Degree of Bachelor


of Economics

STUDY PROGRAM S1 MANAGEMENT


FACULTY OF ECONOMICS
STATE UNIVERSITY OF JAKARTA
2018
ABSTRAK

Rakyan Prasodoadi, 2018; Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap Financial


Distress Pada Perusahaan Sektor Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun
2012-2016. Skripsi, Jakarta: Konsentrasi Keuangan, Program Studi S1
Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Jakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh CAR, NPL, BOPO, ROE, dan
LDR terhadap Financial Distress pada perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2012-2016. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah CAR, NPL, ROE, dan LDR. Variabel terikat yang digunakan adalah Financial
Distress yang merupakan variabel dummy dengan kategori perusahaan bermasalah
dan perusahaan tidak bermasalah. Kriteria dari Financial Distress yang digunakan
dalam penelitian ini adalah perusahaan yang memiliki nilai Altman Z-score kurang
dari 1,23 atau masuk ke dalam bank bermasalah OJK. Data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa laporan tahunan (annual report) Perusahaan Sektor Perbankan
yang terdaftar di BEI periode 2012-2016. Metode analisis yang digunakan adalah
analisis regresi logistik (logit). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, ROE, dan
LDR berpengaruh negatif signifikan terhadap Financial Distress. Sedangkan NPL
dan BOPO tidak berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress.

Kata Kunci: CAR, NPL, BOPO, ROE, LDR, Financial Distress.


ABSTRACT

Rakyan Prasodoadi, 2018; The Effect of The Effect Of CAMEL Ratio To Financial
Distress On Banking Sector Listed In BEI Period 2012-2016. Thesis, Jakarta:
Financial Concentration, Study Program S1 Management, Faculty of Economic,
State University of Jakarta.

This study aims to determine the effect of CAR, NPL, BOPO, ROE, LDR to the
Financial Distress on banking companies listed in the Indonesia Stock Exchange
(IDX) period 2012-2016. Independent Variable of these study are CAR, NPL, BOPO,
ROE, LDR. While dependent variable is Financial Distress which is a dummy
variable with the category of problematic companies and companies are not
problematic. The criteria of Financial Distress used in this study are companies that
have an Altman Z-Score of less than 1,23. The data used in this study is annual report
of Banking Companies listed in BEI period 2012-2016. The method of analysis used
is logistic regression analysis. The results show that that CAR, ROE, and LDR have
negative significant effect on Financial Distress. While NPL and BOPO have
insignificant negative effect on Financial Distress.

Keyword: CAR, NPL, BOPO, ROE, LDR, Financial Distress.


PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi saya merupakan karya asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan

gelar akademi sarjana. Baik di Universitas Negeri Jakarta, maupun di Perguruan

Tinggi lain.

2. Skripsi ini belum pernah dipublikasikan. Kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan

dicantumkan dalam daftar pustaka.

3. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran. Maka saya bersedia menerima sanksi

akademi berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh. Serta sanksi lainnnya

sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Negeri Jakarta.

Jakarta, 6 Februaru 2019


Yang membuat pernyataan

Rakyan Prasodoadi
No. Reg. 8215142754
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh

Rasio CAMEL terhadap Financial distress perbankan yang listing di BEI tahun

2012-2016” dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Adrian Haro, S.Si, MM, selaku Koordinator Program Studi S1 Manajemen,

terimakasih atas kesediannya memberikan arahan, saran, fasilitas dan juga

motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dra. Umi Mardiyati, M.Si, selaku Pembimbing Akademik dan Dosen

Pembimbing 1 atas saran, bimbingan, doa dan motivasi kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

3. Destria Kurnianti, SE, M.Sc selaku Dosen Pembimbing 2 atas saran,

bimbingan, doa dan motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Prof. Dr. Dedi Purwana, E.S, M.Bus selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Negeri Jakarta.

5. Kedua orang tua serta kedua kakak penulis yang senantiasa memotivasi dan

mendoakan serta mendukung secara finansial.

6. Bapak Bambang Widjanarko selaku Kepala Regional 1 OJK tahun 2016/2017,

Bapak Giri Tribroto selaku Direktur Pengawas Bank 3 OJK, serta Adrian

Munich selaku staff OJK KR1 OJK.

i
7. Teman-teman Manajemen 2014, Satya, Rakha, Roy, Alvin, Luthfi, Marisa,

Novia, Karin, Ita, Selo, Eki, Kak Finni, yang selalu memberikan semangat,

saran, dukungan, kepada penulis selama mengerjakan skripsi.

8. Teman-teman sebaya Ilma, Ino, Danu, Adit, Brama.

9. Teman-teman dari program Bimbel Goldensprinter Private yang selalu

mendukung secara moral dan finansial kepada penulis.

10. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dengan segala keterbatasan dalam skripsi ini, penulis berharap skripsi ini dapat

memberikan manfaat dan inspirasi bagi penelitian berikutnya. Penulis dengan senang

hati menerima kritik dan saran demi perbaikan tulisan ini di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.

Jakarta, 27 Januari 2019

Rakyan Prasodoadi

ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK.............................................................................................................. iii
ABSTRACT ........................................................................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................................................... v
KATA PENGANTAR .............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................. 9
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 10
D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS . 12
A. Kajian Pustaka ........................................................................................ 12
1. Financial distress ............................................................................... 12
2. Kinerja Keuangan ............................................................................... 26
3. Rasio Keuangan CAMEL ................................................................... 27
B. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 37
C. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 46
D. Hipotesis ................................................................................................. 46
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 51
A. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian ...................................................... 51
1. Objek Penelitian ................................................................................. 51
2. Periode Penelitian ............................................................................... 51
B. Metode Penelitian ................................................................................... 51

iii
C. Operasionaliasi Variabel Penelitian ......................................................... 52
1. Variabel Terikat (Dependent Variable) ............................................... 52
2. Variabel Independen ........................................................................... 54
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 58
1. Pengumpulan Data Sekunder .............................................................. 58
2. Penelitian Kepustakaan ....................................................................... 58
E. Teknik Penentuan Populasi dan Sampel .................................................. 58
1. Populasi .............................................................................................. 58
2. Sampel ............................................................................................... 59
F. Teknik Analisis Data............................................................................... 61
1. Statistik Deskriptif .............................................................................. 61
2. Uji Multikolinearitas ........................................................................... 61
3. Analisis Model Regresi Logistik ......................................................... 61
4. Uji Hipotesis ....................................................................................... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 65
A. Statistik Deskriptif .................................................................................. 65
B. Uji Multikolinearitas ............................................................................... 74
C. Analisis Regresi Logistik ........................................................................ 75
1. Hasil Uji Goodness Of Fit Test ........................................................... 76
2. Hasil Uji Koefisien Determinan (R2)................................................... 77
3. Hasil -2 Log Likehood ........................................................................ 78
4. Hasil Uji Regresi Logistik................................................................... 80
D. Hasil Uji Hipotesis .................................................................................. 80
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 87
A. Kesimpulan ............................................................................................. 87
B. Implikasi ................................................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 91
LAMPIRAN .......................................................................................................... 97

iv
DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

II.1 Ketentuan Bank Bermasalah OJK ................................................15

II.2 Ketentuan Bank Sehat OJK..........................................................15

II.3 Kategori Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank ................24

II.4 Kriteria Penilaian CAR ................................................................31

II.5 Kriteria Penilaian NPL.................................................................32

II.6 Kriteria Penilaian BOPO..............................................................34

II.7 Kriteria Penilaian ROE ................................................................35

II.8 Kriteria Penilaian LDR ................................................................36

II.9 Penelitian Terdahulu ....................................................................45

III.1 Operasionalisasi Variabel ............................................................56

III.2 Proses Pemilihan Sampel .............................................................59

IV.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ........................................65

IV.2 Hasil Uji Multikolinearitas ..........................................................74

IV.3 Case Processing Summary ..........................................................75

IV.4 Hasil Uji Goodness Of Fit Test ....................................................76

IV.5 Hasil Uji Koefisien Determinan ..................................................77

IV.6 -2 Log Likehood Blok Pertama ....................................................78

v
IV.7 -2 Log Likehood Blok Kedua .......................................................79

IV.8 Hasil Uji Regresi Logistik ...........................................................80

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

I.1 Nilai Tukar Mata Uang .................................................................. 4

II.1 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 46

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman


1 Data Sampel dan Keuangan Perbankan 96
2 Data Statistik Deskriptif 102
3 Data Multikolinearitas 103
4 Data Goodnes of fit Test 103
5 Data Case Processing Summary 104
6 Data Uji Koefisien Determinan 104
7 Data -2 Log Likelihood 104
8 Data Expectation Prediction 105
9 Hasil Uji Regresi Logistik 105

viii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Krisis global yang melanda dunia pada akhir tahun 2008,

menghadapkan negara-negara di dunia kepada rentannya stabilitas ekonomi

karena semakin meluasnya krisis finansial ke berbagai negara. Krisis dimulai

pada Agustus 2007 dimana salah satu perusahaan perbankan di Perancis

membekukan sejumlah sekuritasnya yang terkait dengan kredit perumahan

berisiko tinggi Amerika Serikat atau sering disebut Subprime Mortgage.

Pembekuan ini menimbulkan gejolak di pasar finansial dunia yang salah satu

faktornya adalah bangkrutnya Bank investasi terbesar di AS Lehman

Brothers. Akibatnya, kesulitan keuangan dunia semakin parah hingga meluas

ke sejumlah lembaga keuangan di AS, Eropa, dan Asia. Bursa saham di

kawasan Asia seperti di Jepang, Hongkong, China, Australia, Singapura,

India, Taiwan dan Korea Selatan, mengalami penurunan harga saham secara

drastis 7 s.d 10 persen (Arif dan Isnidya, 2010). Termasuk bursa saham di

kawasan Timur Tengah, Rusia, Eropa, Amerika Selatan dan Amerika Utara.

Tak terkecuali di AS sendiri, para investor di Bursa Wall Street mengalami

kerugian besar.

Di Indonesia, kerugian dari krisis ekonomi global juga sempat terasa

meskipun tidak sebesar yang dirasakan oleh AS dan negara maju lain di Eropa

1
2

dan Asia. Namun, krisis ini pun sempat membuat gejolak terhadap

perekonomian Indonesia khususnya di pasar modal dan pasar uang. Pada

bulan Desember 2008 Indeks Harga Saham Gabungan ditutup pada level

1,355.4 atau turun hampir separuhnya dibanding awal tahun yaitu sebesar

2,627.3 (Kompas, 2008).

Dampak krisis ekonomi global cukup terasa di sektor perbankan tanah

air. Hal yang membuat krisis ekonomi global berdampak terhadap sektor

perbankan ialah timbulnya ketidakpastian dalam kegiatan pasar uang

perbankan, salah satunya adalah munculnya persepsi keketatan likuiditas

sehingga mendorong bank-bank untuk cenderung menahan likuiditasnya. Hal

ini merupakan salah satu prinsip kehati-hatian bank. Larasati (2012)

menuturkan bahwa bank perlu menjaga tingkat likuiditas dan solvabilitasnya,

dengan begitu bank akan mampu memenuhi kewajibannya sebagai lembaga

financial intermediary. Peningkatan risiko likuiditas ini memberikan pressure

kepada perbankan. Namun tingginya risiko likuiditas ini bukan hanya imbas

dari krisis ekonomi global saja. Tingginya pertumbuhan kredit perbankan

yang sebagian besar menggunakan Secondary Reserves dibandingkan

menggunakan Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi salah satu faktor

meningkatnya risiko likuiditas. Walaupun mendapatkan tekanan berat, kinerja

perbankan Indonesia patut untuk diapresiasi dalam menghadapi krisis

ekonomi global. Berdasarkan data Outlook Ekonomi Indonesia (2009),

tercatat rasio permodalan perbankan Capital Adequacy Ratio (CAR) masih


3

tinggi (16,2%) dan kualitas aktiva Non-performing Loan (NPL) yang masih

dalam kategori aman (3,8%). Baiknya kinerja perbankan tanah air juga

didorong oleh serangkaian kebijakan Bank Indonesia yang menguntungkan

sektor perbankan, diantaranya adalah keputusan pemerintah dalam hal ini

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk menaikan jaminan dana nasabah

dari Rp 100 Juta menjadi Rp 2 Milyar. Kebijakan tersebut telah menahan

gejolak yang berlangsung di pasar finansial.

Pada tahun 2013, Indonesia juga merasakan imbas dari adanya krisis

ekonomi global dimana pertumbuhan ekonomi global menurun 3,1% menjadi

3,0% (Laporan Perekonomian Indonesia, 2013). Namun hal ini terjadi karena

adanya pergeseran siklus dan tatanan perekonomian global. Selain itu nilai

tukar mata uang rupiah selama tahun 2013 terus menurun hal ini dikarenakan

imbas dari menurunnya permintaan mata uang rupiah yang disebabkan oleh

keluarnya sejumlah besar investasi portofolio asing dari Indonesia. Situasi ini

terjadi disaat perekonomian AS mengalami perbaikan dan The Fed

mengeluarkan kebijakan untuk mencetak uang dan membeli aset-aset finansial

dari bank-bank yang sempat mengalami financial distress di AS. Program ini

diadakan untuk menyuntikan dana sebagai langkah pemulihan krisis 2008

yang berimbas ke seluruh dunia.

Berikut adalah gambar I.1 mengenai penurunan nilai mata uang

Emerging Markets terhadap Dollar AS. Berdasarkan gambar I.1, pada rentang

waktu Juni-Agustus 2013, nilai tukar Lira Turki jatuh sebesar 10 persen, nilai
4

tukar Rupee India jatuh sebesar 20 persen, dan nilai tukar Rupiah serta Real

Brazil merosot sekitar 15 persen. Penurunan nilai mata uang Emerging

Markets terhadap dollar AS mengindikasikan keluarnya sejumlah investasi

portofolio asing dari Indonesia (Hussein, 2013).

Gambar I.1: Nilai Tukar Mata Uang Emerging Markets vs. Dollar
AS, Januari-Agustus 2013
Sumber: Wells Fargo Securities Economics Group (2013)

Keluarnya portofolio asing dari Indonesia menurunkan nilai tukar

Rupiah, karena dalam prosesnya, investor menukar Rupiah dengan mata uang

negara lain untuk diinvestasikan di negara lain yang lebih menguntungkan dan

bernilai lebih besar. Pada kongres AS pada bulan Mei 2013, The Fed

mengumumkan akan memberlakukan Quantitative Easing. Sehingga Bank

umum konvensional di AS diberikan suntikan keuangan oleh bank sentral dari

pembelian aset-aset keuangan serta obligasi yang dimiliki oleh bank-bank di


5

AS demi pemulihan dari krisis ekonomi yang mendunia pada tahun 2008.

Program yang diberlakukan AS ini mengindikasikan perekonomian AS pulih.

Dari sudut pandang investor asing berinvestasi portofolio di AS akan lebih

menguntungkan dibandingkan berinvestasi di negara-negara Emerging

Markets. Berangkat dari pengalaman krisis ekonomi global tahun 2008,

berdasarkan Outlook Ekonomi Indonesia (2014) sektor perbankan

memperkuat fondasinya agar tidak goyah dalam menghadapi krisis 2013

dengan melakukan beberapa kebijakan, antara lain adalah pengawasan Bank

Indonesia terhadap Bank Umum dengan metode deteksi dini kesehatan bank.

Budisantoso dan Triandaru (2014), berpendapat kesehatan bank

sebagai kemampuan bank dalam rangka menciptakan kegiatan operasional

perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan

baik dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam penilaian kesehatan

bank, salah satu media yang dapat digunakan dalam mendeteksi secara dini

kesehatan bank adalah menggunakan hasil akhir proses akuntansi (laporan

keuangan), sehingga dapat diukur rasio-rasio keuangan yang digunakan dalam

penilaian kesehatan bank. Rasio-rasio dalam penilaian tingkat kesehatan bank

menggunakan 5 aspek yang juga disebut rasio CAMEL. Aspek-aspek tersebut

adalah capital, asset, management, earning, dan liquidity. Menurut Kasmir

(2012), melalui pengukuran dengan metode CAMEL, kondisi kesehatan bank

dapat diklasifikasikan ke dalam 5 kategori yaitu sangat sehat, sehat, cukup


6

sehat, kurang sehat, dan tidak sehat. Semakin tidak sehat bank maka bank

tersebut semakin sensitif terhadap perubahan kondisi perekonomian dan

industri keuangan. Hal itu tentunya akan semakin mempengaruhi kinerja bank

terutama apabila kondisi perekonomian sedang mengalami penurunan atau

resesi, jika tidak segera ditetapkan kebijakan yang tepat, bukan tidak mungkin

bank tersebut dapat mengalami situasi kesulitan keuangan atau disebut

sebagai financial distress.

Merujuk kepada pendapat Brigham dan Daves (2009), financial

distress adalah sebuah kondisi keuangan perusahaan berada dalam keadaan

tidak sehat atau rentan akan kebangkrutan, ditandai ketika bank tidak dapat

memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan

bahwa perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya. Hal yang

berbeda diutarakan oleh John et al. (2010), dimana perusahaan yang

mengalami kesulitan keuangan memiliki ciri-ciri diantaranya ialah mengalami

kerugian operasional, dan nilai saham yang merosot. Dari teori-teori ahli

diatas, dapat disimpulkan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi

terciptanya situasi financial distress sebuah bank.

Salah satu cara mengukur kondisi financial distress, bank dapat

menggunakan metode Altman Z-Score. Dalam mengukur financial distress

menggunakan Altman Z-score, rasio-rasio keuangan yang dapat

mempengaruhi hasil prediksi financial distress sebuah bank adalah 5 aspek


7

CAMEL, yaitu aspek capital yang diukur menggunakan Capital Adequacy

Ratio (CAR), asset yang diukur menggunakan Non-performing Loan (NPL),

management yang diukur menggunakan rasio Beban Operasional Pendapatan

Operasional (BOPO), earning yang diukur menggunakan rasio Return on

Earning (ROE), serta aspek liquidity yang diukur menggunakan rasio dan

Loan to Deposit Ratio (LDR).

Penelitian dengan menggunakan rasio-rasio CAMEL dalam

memprediksi sebuah financial distress telah cukup banyak dilakukan oleh

peneliti terdahulu, namun dari beberapa penelitian terdahulu belum

menunjukan hasil yang konsisten. Afriyeni dan Jumyetti (2016) menyatakan

bahwa CAR tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress,

sedangkan Shiddiq dan Wibowo (2017) CAR berpengaruh negatif signifikan

terhadap financial distress, sebaliknya Kuncoro dan Agustina (2017)

memperoleh hasil bahwa CAR berpengaruh positif signifikan.

Afriyeni dan Jumyetti (2016) menemukan bahwa NPL berpengaruh

positif signifikan terhadap financial distress. Berbeda dengan Rosandra dan

Haryanto (2016) yang menemukan bahwa NPL berpengaruh negatif

signifikan terhadap financial distress. Namun Kuncoro dan Agustina (2016)

menyatakan bahwa NPL tidak berpengaruh signifikan terhadap financial

distress.
8

Penelitian Boby et al. (2014) menunjukan bahwa BOPO tidak

berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Namun berbeda dengan

penelitian Rosandra dan Haryanto (2016) yang menunjukan bahwa BOPO

berpengaruh signifikan negatif terhadap financial distress. Sebaliknya,

Sofiasani dan Pamungkas (2016) menyatakan bahwa BOPO berpengaruh

positif signifikan terhadap financial distress.

Penelitian Sumani dan Setiawan (2017) menyatakan bahwa ROE

tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Namun hasil berbeda

didapat oleh oleh Rahmania dan Hermanto (2014) yang menyatakan bahwa

ROE berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress. Begitu juga

hal nya dengan penelitian Messai dan Gallali (2015) yang menyatakan bahwa

ROE berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress.

Penelitian Shiddiq dan Wibowo (2017) menyatakan LDR berpengaruh

positif signifikan terhadap financial distress. Disisi lain, Rosandra dan

Haryanto (2016) menyatakan bahwa LDR tidak berpengaruh signifikan

terhadap financial distress.

Berdasarkan uraian di atas, beragamnya hasil penelitian terdahulu

membuat munculnya minat peneliti untuk mengetahui bagaimana pengaruh

rasio CAMEL (CAR, NPL, BOPO, ROE, dan LDR) terhadap financial

distress pada bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode
9

tahun 2012 sampai tahun 2016. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti

tertarik dengan judul “Pengaruh Rasio CAMEL terhadap Financial Distress

Pada Sektor Perbankan Yang Terdaftar Di BEI Tahun 2012-2016”.

B. Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis merumuskan beberapa masalah yang

akan dibahas. Beberapa pertanyaan penelitian (Research Question) terhadap

masalah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Apakah pengaruh rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap financial

distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016?

2. Apakah pengaruh rasio Non-performing Loan (NPL) terhadap terhadap

financial distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016?

3. Apakah pengaruh rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional

(BOPO) terhadap terhadap financial distress pada perusahaan perbankan

yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016?

4. Apakah pengaruh Return on Earning (ROE) terhadap terhadap financial

distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016?


10

5. Apakah pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap terhadap

financial distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menguji secara empiris pengaruh rasio Capital Adequacy Ratio

(CAR) terhadap financial distress pada perusahaan perbankan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016.

2. Untuk menguji secara empiris pengaruh rasio Non-performing Loan

(NPL) terhadap financial distress pada perusahaan perbankan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016.

3. Untuk menguji secara empiris pengaruh rasio Beban Operasional

Pendapatan operasional terhadap financial distress pada perusahaan

perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 –

2016.

4. Untuk menguji secara empiris pengaruh rasio Return on Earning (ROE)

terhadap financial distress pada perusahaan perbankan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016.

5. Untuk menguji secara empiris pengaruh rasio Loan to Deposit Ratio

(LDR) terhadap financial distress pada perusahaan perbankan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2012 – 2016.


11

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan

khususnya di sektor perbankan dalam menciptakan Awareness serta

urgensinya terhadap risiko kebangkrutan yang dapat dihadapi sewaktu-

waktu. Disisi lain penelitian ini diharapkan dapat digunakan perusahaan

dalam mengambil keputusan yang tepat.

2. Bagi Investor

Penelitian ini dapat menjadi acuan para calon investor untuk membuat

keputusan investasi dimasa mendatang agar tidak salah dalam memilih

bank yang akan diinvestasikan. Disisi lain, bagi investor penelitian ini

dapat digunakan untuk mengevaluasi kinerja perusahaannya.

3. Bagi Regulator

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan kepada regulator di sektor

perbankan dalam hal ini adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam

menentukan kebijakan yang diambil terkait masalah financial distress

perbankan di Indonesia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka
Teori-teori yang dijadikan acuan dalam menjelaskan pengaruh rasio

CAMEL terhadap financial distress perbankan yang listing di BEI tahun

2012-2016 adalah sebagai berikut:

1. Financial distress
Memprediksi faktor-faktor dalam perusahaan yang dapat menciptakan

kondisi kebangkrutan (financial distress) merupakan suatu analisis yang

penting bagi pihak – pihak yang berkepentingan seperti kreditur, investor,

otoritas pembuat peraturan, auditor maupun manajemen (Firmansyah,

2016). Menentukan faktor-faktor tersebut akan membuat bank dapat

meningkatkan tendensi terhadap kinerja keuangannya serta tentunya bank

akan membuat kebijakan yang tepat dalam menghindari kondisi

kebangkrutan tersebut.

Financial distress merupakan kondisi dimana perusahaan mengalami

kesulitan finansial, dalam kondisi ini perusahaan tidak mampu untuk

memenuhi kewajibannya. Menurut Supardi dan Mastuti dalam Husein

(2017) menyatakan financial distress sebagai kesulitan dalam kas atau

modal kerja. Sedangkan Hapsari (2012) menuturkan, financial distress

merupakan situasi dimana arus kas operasi perusahaan tidak memadai

12
13

untuk melunasi kewajiban lancar (seperti utang dagang atau beban bunga)

dan perusahaan terpaksa melakukan tindakan perbaikan. Disisi lain,

pengertian financial distress menurut Plat dan Plat dalam Fahmi (2015)

financial distress ialah tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi

sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Merujuk kepada

pengertian-pengertian ahli di atas, pengertian financial distress ialah

kondisi kesulitan perusahaan dimana perusahaan mengalami penurunan

kinerja kas dan modal kerja serta perusahaan tidak mampu melunasi

kewajibannya (utang dagang atau beban bunga) sehingga hal-hal tersebut

meningkatkan kemungkinan perusahaan untuk dilikuidasi.

a. Metode Financial Distress

Dalam pengukuran financial distress, ada berbagai formula yang

dapat digunakan. Beberapa diantaranya adalah:

1) Metode Altman Z-Score.

Pada tahun 1968, Edward. I Altman memberikan formula yang

berfungsi untuk memprediksi potensi kebangkrutan suatu

perusahaan. Altman melalui percobaannya dengan mengambil

sampel perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan perusahaan

yang masih berjalan. Menurutnya, rasio keuangan tertentu

memiliki kemampuan dalam meramalkan kesulitan keuangan

(financial distress) dan kebangkrutan perusahaan. Altman

mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi


14

kebangkrutan dengan teknik analisis diskriminan atau lebih

dikenal dengan istilah Z-Score (Mastuti et al.,2012). Z-Score

merupakan nilai yang ditentukan dari hitungan standar yang akan

menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan.

Berikut ini merupakan formula dari Altman Z-score (Altman dalam

Sagho, 2015):

Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

Keterangan:

Z = Z-Score Index

X1 Working Capital
=
Total Asset

X2 Retained Earnings
=
Total Asset

X3 Earning before interest and taxes


=
Total Asset

X4 Book value of equity


=
book value of total debt

Setelah menemukan nilai Z-Score, selanjutnya dapat diklasifikasi

perusahaan yang sehat dan bangkrut berdasarkan pada nilai Z-Score

model Altman yaitu:

a) Nilai Z ˂ 1,23 maka perusahaan masuk kategori bangkrut.

b) Nilai 1,23 ˂ Z ˂ 2,9 maka perusahaan masuk wilayah grey

area (tidak dapat secara mutlak ditentukan bangkrut atau


15

sehat), namun bank dapat ditentukan berdasarkan aturan POJK

Exit Policy yang dijelaskan di tabel II.1 dan tabel II.2

Tabel II.1: Ketentuan Bank Bermasalah OJK


Rasio Kriteria Bank Bermasalah

CAR Kurang dari 8%

ROA Kurang dari 0%

NPL Lebih dari %%

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Tabel II.2: Ketentuan Bank Sehat OJK


Rasio Kriteria Bank Bermasalah

CAR Lebih dari 8%

ROA Kurang dari 0.5%

NPL Kurang dari 5%

Sumber: POJK Exit Policy

c) Nilai Z ˃ 2,9 maka termasuk perusahaan yang sehat.

2) Metode Interest Coverage Ratio (ICR)

Financial distress dapat juga diukur menggunakan rasio times

interest earned atau biasa disebut Interest Coverage Ratio (ICR).

Interest Coverage Ratio (ICR) merupakan rasio Utang dan

profitabilitas yang digunakan untuk menentukan seberapa mudah

suatu perusahaan dapat membayar bunga pinjamannya. Semakin

rendah ICR suatu perusahaan, semakin besar pembayaran utang

yang dapat menguras kesehatan keuangan perusahaan tersebut.


16

Syantika (2015) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki ICR

kurang dari 1 merupakan indikasi bahwa perusahaan tersebut

mengalami kondisi financial distress. Berikut merupakan rumus

dalam menentukan ICR (Luciana dalam Syantika, 2015):

Operating Profit
ICR=
Interest Expense

3) Zmijewski Model (X-Score)

Pengembangan model Zmijewski menggunakan beberapa rasio

keuangan yaitu kinerja perusahaan, leverage, dan likuiditas.

Zmijewski (1984), menyatakan bahwa penentuan sampel harus

ditentukan dari awal proporsinya. Model Zmijewski pertamakali

digunakan dalam penelitian pada 40 perusahaan bangkrut dan 800

perusahaan bermasalah. Menurut Avenhuis (2013), tingkat akurasi

model dalam mengestimasi sampel perusahaan bermasalah dan

tidak bermasalah adalah 99%. Berikut merupakan formula dalam

model Zmijewski:

X= -4,3 - 4,5X1 + 5,7X2 - 0,004X3

Net Income
X1=
Total Aset

Total Liabilitas
X2=
Total Aset

Current Asset
X3=
Current Liabilities
17

Setelah menemukan nilai X, maka dapat dilihat bank yang

mengalami kondisi bangkrut dan yang tidak. Apabila perusahaan

yang nilai X-nya lebih besar dari atau sama dengan 0 diprediksi

akan mengalami kebangkrutan, sebaliknya jika perusahaan

memiliki nilai X yang lebih kecil dari 0 diprediksi perusahaan

tersebut terhindar dari financial distress (Rismawati, 2012).

4) Ohlson model (Y-Score)

Dalam mengembangkan model prediksi kebangkrutan sebuah

perusahaan, Ohlson menggunakan metode logistic diikuti dengan

penggunaan 9 variabel bebas. Model prediksi yang digunakan

Ohlson menggunakan beberapa rasio keuangan, yaitu leverage

ratio, liquidity ratio, dan probability ratio. Ohlson menggunakan

cut-off senilai 0,38. Hal ini berarti perusahaan yang memiliki nilai

probabilitas dibawah 0,38 diprediksi tidak mengalami

kebangkrutan. Berikut merupakan formula dalam model Ohlson

dalam Wati, et al. (2015):

Y = -1,3 - 0,4Y1 + 6,0 Y2 - 1,4Y3 - 2,4Y5 - 1.8Y6 - 0,3Y7 - 1.7Y8 - 0,5Y9

Y1 = Total Asset
Log
GNP Index Rate
Y2 = Total Debt To Total Assets Ratio
Y3 = Working Capital To Total Assets Ratio
Y4 = Current Debt To Current Assets Ratio
Y5 = Skala bernilai satu jika total kewajiban
18

melebihi total aktiva dan bernilai nol jika


tidak demikian
Y6 = Net Income To Total Assets Ratio
Y7 = Funds from operations to total liabilities
Y8 = Skala bernilai satu jika laba bersih
negatif selama dua tahun terakhir dan
bernilai nol jika sebaliknya
Y9= (N1t-N1t-1)
(|N1t|+N1t-1)

b. Pengelompokan financial distress


Menurut Gitman dalam Vota (2010) kesulitan keuangan

dikelompokan ke dalam tiga golongan, yaitu:

1) Business Failure (kegagalan bisnis), dapat diartikan sebagai:

a) Suatu kondisi ketika pendapatan perusahaan tidak dapat

menutupi biaya perusahaan.

b) Kondisi perusahaan yang mengalami kerugian operasional

dalam beberapa tahun.

2) Insolvency, dapat diartikan sebagai:

a) Technical Insolvency terjadi saat perusahaan tidak mampu

memenuhi kewajiban pembayaran utangnya pada waktu jatuh

tempo.

b) Accounting Insolvency, perusahaan memiliki negative

networth, secara akuntansi memiliki kinerja buruk dalam


19

memenuhi kewajibannya. Hal ini terjadi apabila nilai buku dari

kewajiban perusahaan lebih besar dibandingkan dengan nilai

buku dari total harta perusahaan tersebut.

3) Bankruptcy, yaitu kesulitan keuangan yang mengakibatkan

perusahaan memiliki negative stockholders earning atau nilai

passiva perusahaan lebih besar dibandingkan nilai wajar harta

perusahaan.

c. Penyebab kondisi financial distress


Ada berbagai sebab dari terjadinya kondisi financial distress

perusahaan. Amir dan Sudiyatno (2013) menjabarkan faktor yang

dapat mengakibatkan perusahaan menghadapi kebangkrutan atau

sering disebut financial distress yaitu antara lain melonjaknya biaya

operasional perusahaan, kebijakan ekspansi yang berlebihan,

ketinggalan teknologi, persaingan pasar yang ketat, kondisi

perekonomian negara yang sedang melemah, kelemahan manajemen

perusahaan dan penurunan aktifitas perdagangan industri. Selain itu,

menurut Fahmi dalam Firmansyah (2016), faktor yang menyebabkan

terjadinya financial distress perusahaan adalah ketidakmampuan

sebuah perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya,

terutama kewajiban yang bersifat jangka pendek termasuk kewajiban

likuiditas dan juga termasuk kewajiban dalam kategori solvabilitas.

Timbulnya permasalahan insolvency perusahaan bermula dari adanya


20

permasalahan dalam menciptakan likuidisasi keuangan perusahaan.

Selanjutnya, Damodaran dalam Syantika (2015) membagi faktor-

faktor terjadinya financial distress ke dalam dua kelompok, yaitu

faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dapat

menimbulkan kondisi financial distress adalah sebagai berikut:

1) Kesulitan arus kas perusahaan

Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara aliran

penerimaan kas yang bersumber dari penjualan dengan

pengeluaran kas untuk pembelanjaan perusahaan sehingga

perusahaan mengalami defisit dalam arus kas (cash flow).

2) Jumlah utang yang besar

Perusahaan akan terus berusaha untuk mengembangkan berbagai

aktivitas usahanya untuk mencapai tujuan yang ditentukan. Dalam

usahanya mencapai tujuan, perusahaan membutuhkan sumber

pendanaan untuk memudahkan kegiatan operasionalnya. Salah

satu cara menciptakan sumber pendanaan untuk perusahaan yaitu

dengan melakukan pinjaman. Dengan menggunakan utang,

perusahaan harus mempersiapkan kebijakan utang nya dengan baik

untuk menghindari perusahaan ke dalam kondisi gagal bayar

(default) agar tidak terjadi penyitaan aset perusahaan.


21

3) Kerugian operasional dalam beberapa tahun

Kerugian operasional merupakan salah satu faktor utama yang

melatarbelakangi situasi financial distress. Kerugian merupakan

risiko yang harus diterima oleh perusahaan dalam menjalankan

kegiatan bisnisnya. Namun, dengan penerapan manajemen risiko

yang baik terhadap ketidakpastian keuntungan maupun kerugian

perusahaan, maka kesulitan keuangan dapat dihindari.

Adapun faktor eksternal perusahaan yang dapat menciptakan

kondisi financial distress adalah sebagai berikut:

1) Ketidakpastian tingkat bunga

Kenaikan tingkat bunga tentunya akan menambah beban bunga

perusahaan terutama bagi perusahaan yang menggunakan

pinjaman yang besar dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.

2) Kebijakan pemerintah

Kebijakan pemerintah akan semakin terasa terhadap perusahaan

apabila perusahaan sangat bergantung kepada perekonomian

nasional. Karena apabila kondisi ekonomi mengalami resesi,

dampaknya terhadap perusahaan akan sangat terasa.

d. Ciri-ciri kondisi financial distress


Setelah bank mengetahui berbagai sebab-sebab dan faktor-faktor

yang penting untuk diperhatikan dalam terjadinya kondisi financial

distress, bank juga perlu untuk mengenal ciri-ciri dari kondisi


22

financial distress. Emrinaldi dalam Vota (2013) menyatakan bahwa

ciri yang paling mudah dilihat dari perusahaan yang mengalami

kebangkrutan adalah mengikisnya komitmen pembayaran utang yang

diiringi dengan penghilangan pembayaran dividen terhadap investor.

Namun, lebih dari itu perusahaan dapat mengenal lebih banyak ciri-

ciri kondisi financial distress yaitu, menurut Lesmana dan Surjanto

dalam Firmansyah (2016), ciri-ciri yang dapat dilihat terhadap

perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan dalam bisnisnya

antara lain sebagai berikut :

1) Penjualan atau pendapatan yang mengalami penurunan secara

signifikan

2) Penurunan laba berturut-turut lebih dari satu tahun

3) Penurunan total aktiva

4) Harga pasar saham menurun secara signifikan

5) Kemungkinan gagal yang besar dalam industry

6) Young Company, perusahaan baru pada umumnya mengalami

kesulitan di tahun-tahun awal kegiatan operasionalnya, sehingga

apabila tidak didukung oleh sumber permodalan yang kuat bukan

tidak mungkin dapat mengalami kesulitan keuangan yang serius

dan berakhir dengan kebangkrutan

7) Pemotongan yang signifikan dalam pemberian dividen.


23

Selain itu, Elloumi dan Gueyie dalam Sukmawati (2016),

berpendapat bahwa ciri-ciri suatu perusahaan mengalami financial

distress jika perusahaan tersebut selama dua tahun berturut-turut

mempunyai laba bersih negatif atau rugi. Selanjutnya, menurut

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/1/PBI/2011 kesehatan bank

dapat diklasifikasikan oleh Bank Indonesia ke dalam 5 kelompok yang

terdapat dalam Tabel II.1.

Setiap faktor penilaian tingkat komposit bank ditetapkan

peringkatnya berdasarkan kerangka analisis yang komprehensif dan

terstruktur dengan menggunakan pendekatan risiko (Risk-based Bank

Rating). Tabel II.3 menjelaskan, semakin tinggi peringkat komposit

bank maka bank tersebut semakin sensitif terhadap perubahan kondisi

perekonomian dan industri keuangan. Hal itu sangat merugikan

apabila negara sedang mengalami kondisi perekonomian yang kurang

baik, karena dampaknya akan meningkatkan kemungkinan sebuah

bank mengalami kesulitan finansial.

Tabel II.3: Kategori Peringkat Komposit Tingkat Kesehatan Bank

Peringkat Keterangan
Komposit
Mencerminkan bahwa bank tergolong sangat sehat dan mampu mengatasi
1 pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan.
24

Mencerminkan bahwa bank tergolong sehat dan mampu mengatasi


2 pengaruh negatif namun bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor
yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin
Mencerminkan bahwa bank tergolong cukup sehat namun terdapat beberapa
3 kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk
apabila bank tidak segera melakukan tindakan korektif.
Mencerminkan bahwa bank tergolong kurang sehat dan sensitif terhadap
4 negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau bank memiliki
kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa
faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan
koraktif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan
kelangsungan usahanya.
Mencerminkan bahwa bank tergolong tidak sehat dan sangat sensitif
5 terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan
serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

Sumber : Bank Indonesia

e. Aspek-aspek dalam penilaian tingkat kesehatan bank

Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No. 6/23/DP/NP tahun

2004 yang dikutip oleh Husein (2017) menjelaskan bahwa untuk

melakukan penilaian kondisi kesehatan bank, aspek-aspek yang dilihat

adalah sebagai berikut :

1) Aspek permodalan

Penilaian terhadap aspek permodalan tersebut didasarkan

kepada CAR (Capital Adequacy Ratio) yang telah ditetapkan BI.

Rasio tersebut adalah rasio modal terhadap aktiva tertimbang

menurut risiko (ATTMR) dan sesuai ketentuan Peraturan Otoritas


25

Jasa Keuangan (POJK) Exit Policy tahun 2017 CAR Bank Umum

minimal 8%.

2) Aspek kualitas aset

Aspek ini digunakan untuk menilai jenis-jenis aset yang dimiliki

oleh bank. Dalam kualitas aset dilihat seberapa besar aset yang

dimiliki bank dalam memperoleh laba. Semakin tinggi tingkat

pengembalian dari nilai aset tersebut terhadap laba yang diperoleh,

maka aset perusahaan dapat dikatakan semakin produktif.

3) Aspek manajemen

Aspek manajemen yang diukur untuk menilai tingkat kesehatan

bank adalah rasio perbandingan Beban Operasional terhadap

Pendapatan Operasional (BOPO). Aspek manajemen digunakan

dalam melihat kemampuan manajemen dalam menciptakan laba

nya. Disisi lain penilaian aspek manajemen dilihat dari kualitas

pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani

berbagai kasus-kasus yang terjadi dalam perusahaan.

4) Aspek rentabilitas

Aspek rentabilitas melihat kemampuan perusahaan menciptakan

efisiensi dalam meningkatkan laba setiap periode. Semakin tinggi

tingkat efisiensi bank dalam meningkatkan laba, maka perusahaan

dapat dikatakan memiliki rentabilitas yang baik.


26

5) Aspek likuiditas

Bank dikatakan likuid, apabila bank yang bersangkutan dapat

membayar semua Utang-Utangnya terutama simpanan tabungan,

giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi

semua permohonan kredit yang layak dibiayai.

Aspek-aspek tersebut merupakan aspek-aspek yang perlu

diperhatikan oleh bank dalam menilai tingkat kesehatan keuangan

bank tersebut.

2. Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah sebuah pencapaian perusahaan yang

digunakan untuk melihat dan menilai progress suatu perusahaan dalam

melaksanakan kegiatan usahanya dengan menggunakan aturan-aturan

pelaksanaan keuangan secara baik dan benar. Kinerja perusahaan

merupakan suatu gambaran tentang kondisi keuangan perusahaan yang

dianalisis dengan alat-alat analisis keuangan agar dapat diketahui

mengenai baik atau tidaknya kinerja keuangan suatu perusahaan dalam

periode tertentu. Selain itu, analisis dan penilaian dalam kinerja keuangan

perusahaan akan sangat penting untuk menentukan kebijakan di dalam

kondisi lingkungan yang terus menerus berubah (Fahmi, 2011).

Selanjutnya, menurut Ikatan Akuntasi Indonesia (IAI) (2009),

mengukur kinerja keuangan dapat dilakukan dengan menganalisa dan


27

mengevaluasi laporan keuangan. Membandingkan informasi keuangan di

periode sebelumnya seringkali digunakan sebagai dasar untuk menilai

kondisi keuangan saat ini serta memprediksi posisi keuangan di masa

mendatang. Kinerja keuangan juga merupakan kemampuan perusahaan

dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya yang dimilikinya.

Kinerja keuangan suatu perusahaan merupakan aktivitas untuk menilai

kondisi serta prestasi keuangan perusahaan, dalam menganalisis kinerja

keuangan, digunakan beberapa tolak ukur yaitu rasio keuangan dan indeks

perbandingan dua data keuangan antara satu dengan yang lain (Sawir

dalam Boby, 2014). Hasil dari analisis kinerja keuangan tersebut dapat

menciptakan penilaian terhadap kinerja perusahaan dalam periode tertentu

tentang kondisi sehat atau tidak nya keuangan sebuah perusahaan.

3. Rasio Keuangan CAMEL


Dalam menganalisa serta menilai kondisi keuangan suatu perusahaan

dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan perhitungan rasio-

rasio keuangan dalam perusahaan yang sesuai dengan ketentuan. Analisis

rasio keuangan merupakan suatu analisis yang sangat banyak digunakan.

Kasmir (2012:104) menjelaskan bahwa pengertian rasio keuangan

merupakan kegiatan dalam membandingkan angka-angka yang ada dalam

laporan keuangan dengan cara membagi antara satu angka dengan angka

lainnya. Sedangkan, menurut Sartono (2011), rasio keuangan dapat


28

memberikan gambaran apakah perusahaan memiliki cadangan kas yang

cukup dalam memenuhi semua kewajiban finansialnya, besarnya utang

yang cukup rasional, efisiensi manajemen persediaan, perencanaan

pengeluaran yang baik, dan struktur modal yang sehat agar tujuan

memaksimalkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai.

Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis

kelemahan dan kekuatan dibidang finansial tentunya sangat membantu

dalam menilai kemajuan serta prestasi manajemen masa lalu dan prospek

perusahaan di masa mendatang. Menurut Samsul (2011) analisis rasio dan

analisis trend sering digunakan perusahaan untuk menilai kesehatan

keuangan dan kemajuan perusahaan di semua laporan keuangan yang

diterbitkan. Analisis rasio adalah kegiatan membandingkan antara

komponen-komponen neraca, komponen-komponen laporan laba rugi,

komponen-komponen neraca dan laporan laba rugi, serta rasio keuangan

emiten satu dan rasio keuangan emiten yang lainnya. Menurut Kieso et al.

(2011), rasio keuangan dapat menjelaskan hubungan matematis antara

angka yang satu dengan yang lainnya. Di samping itu, analisis dalam rasio

keuangan menjelaskan keterkaitan berbagai data laporan keuangan dan

dapat dinyatakan dalam bentuk persentase maupun nilai proporsi

sederhana.

Menurut Winarto dalam Syantika (2015), financial distress atau

kondisi bermasalah dapat diprediksi dengan melihat hasil perhitungan


29

rasio-rasio keuangan dari laporan keuangan. Kegunaan analisis rasio

keuangan ialah sebagai analisis internal manajemen perusahaan dalam

mengetahui prestasi finansial yang telah dicapai sebagai dasar

perencanaan kebijakan dimasa yang akan datang dan juga untuk analisis

internal bagi kreditor dan investor untuk menentukan kebijakan pemberian

kredit dan penanaman modal suatu perusahaan.

Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya financial distress, bank

dapat memprediksi menggunakan rasio keuangan, salah satunya adalah

CAMEL. Dalam Kamus Perbankan, CAMEL merupakan tolak ukur objek

pemeriksaan bank yang dilakukan oleh pengawas bank. Aspek CAMEL

meliputi Capital, Asset, Management, Earnings, Liquidity (Christina dan

Ghozali, 2013). Berikut ini merupakan penjabaran dari rasio-rasio

CAMEL yang digunakan dalam penelitian ini:

a. Capital
Pada umumnya bank akan terus berupaya dalam meningkatkan

dan menstabilkan jumlah dana sendiri, selain untuk memenuhi capital

adequacy yang ditentukan oleh Bank Indonesia sebesar 8%, disisi lain

juga untuk memperkuat ekspansi dan bersaing. Kemampuan setiap

bank untuk meningkatkan modal akan tercermin dari capital adequacy

bank tersebut (Rivai, 2012). Komponen Capital diukur menggunakan

Capital Adequacy Ratio (CAR). Berikut ini merupakan rumus untuk


30

mencari rasio CAR (Surat Edaran Bank Indonesia dalam Rahmania,

2014):

Modal
CAR=
ATMR

Penggunaan rasio ini ialah sebagai indikator dalam melihat

kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktiva akibat terjadinya

kerugian-kerugian atas aktiva bank dengan menggunakan modalnya

sendiri. Modal bank berfungsi untuk melindungi dana yang dimiliki

oleh nasabah dari kerugian yang timbul. Modal bank juga merupakan

menifestasi dari keinginan para pemegang saham yang ingin berperan

di bidang perbankan. Kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank

dapat dilihat berdasarkan banyaknya jumlah giro, deposit, dan

tabungan yang melebihi jumlah setoran modal pemegang saham

(Sinungan dalam Rosandra, 2016). CAR merupakan perbandingan

antara modal sendiri dengan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko

(ATMR). Tabel II.4 menyatakan bahwa bank dapat dikategorikan

sebagai bank yang sehat apabila CAR mampu melebihi 9%, sedangkan

bank yang tidak sehat kurang dari 6%. Kesimpulannya adalah semakin

tinggi rasio CAR yang dimiliki bank, maka semakin sehat bank

tersebut.

Menurut Bank Indonesia, kriteria tingkat kesehatan rasio

Capital Adequacy Ratio (CAR) dilihat dalam tabel II.4.


31

Tabel II.4: Kriteria Penilaian CAR


Rasio Predikat

CAR ≥ 12% Sangat sehat

9% ≤ CAR < 12% Sehat

8% ≤ CAR < 9% Cukup sehat

6% ≤ CAR < 8% Kurang sehat

CAR ≤ 6% Tidak sehat

Sumber: Bank Indonesia

b. Asset
Menurut Ismawati dan Chrisna (2015), aspek kualitas aset

menunjukkan kemampuan aset bank dalam menghadapi risiko kredit

yang dihadapi bank akibat pemberian kredit dan investasi bank pada

portofolio yang berbeda. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

rasio kredit macet atau Non-performing Loan (NPL) untuk

menentukan kualitas aset yang dimiliki oleh bank. Formula

perhitungan NPL adalah sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia

dalam Rahmania, 2014):

Kredit Bermasalah
NPL= ×100%
Total Kredit

Rasio NPL menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam

mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank kepada

masyarakat. Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada

pihak ketiga tidak termasuk kredit kepada bank lain. Kredit


32

bermasalah adalah kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan

macet. Berikut ini merupakan kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio

NPL menurut Bank Indonesia dapat dilihat dalam Tabel II.5:

Tabel II.5: Kriteria Penilaian NPL


Rasio Predikat

NPL ≤ 2% Sangat sehat

2% < NPL ≤ 3% Sehat

3% < NPL ≤ 6% Cukup sehat

6% < NPL ≤ 9% Kurang sehat

NPL > 9% Tidak sehat

Sumber: Bank Indonesia

Berdasarkan Tabel II.5, dapat disimpulkam bahwa rasio NPL

yang baik untuk bank ialah dibawah 2% atau maksimal 6%. Semakin

tinggi nilai rasio NPL semakin berisiko bank dalam mengelola

kreditnya.

c. Management
Management quality merupakan komponen penting dalam

rasio CAMEL. Pengukuran kualitas manajemen melibatkan analisis

subjektif untuk mengukur efisiensi dan efektif. Rasio BOPO sering

disebut rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur tingkat

efisiensi manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional

terhadap pendapatan operasional (Afriyeni dan Jumyetti, 2016).


33

Berikut ini merupakan formula dalam menentukan rasio BOPO (Surat

Edaran Bank Indonesia dalam Rahmania, 2014):

Biaya Operasional
BOPO= ×100%
Pendapatan Operasional

Menurut Berger dalam Rahmania (2014), bank yang tidak

efisien dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat mengakibatkan

ketidakmampuan bersaing dalam mengerahkan dana yang dihimpun

oleh masyarakat maupun dalam menyalurkan dana tersebut kepada

masyarakat yang membutuhkan sebagai modal usaha. Efisiensi pada

lembaga perbankan terutama efisiensi biaya akan menciptakan

keuntungan yang optimal, peningkatan jumlah dana yang disalurkan,

peningkatan pelayanan kepada nasabah, keamanan dan kesehatan

keuangan perbankan yang meningkat. Tabel II.6 menunjukan kriteria

penilaian tingkat kesehatan rasio BOPO menurut Bank Indonesia.

Rasio BOPO yang ditolerir oleh Bank Indonesia adalah 96%, dan

lebih dari 97% dianggap manajemen bank tidak sehat dan tidak efisien

dalam menjalankan operasionalnya. Dapat disimpulkan semakin tinggi

rasio BOPO, semakin rendah tingkat efisiensi bank dalam

menjalankan usahanya.
34

Tabel II.6: Kriteria Penilaian BOPO


Rasio Predikat

BOPO ≤ 94% Sangat sehat

94% < BOPO ≤ 95% Sehat

95% < BOPO ≤ 96% Cukup sehat

96% < BOPO ≤ 97% Kurang sehat

BOPO > 97% Tidak sehat

Sumber: Bank Indonesia

d. Earning

Aspek Earning dapat digunakan untuk mengukur kemampuan

bank dalam meningkatkan laba setiap periode. Disamping itu, Aspek

ini digunakan untuk mengukur seberapa efisiensi usaha dan

profitabilitas yang dicapai bank (Syantika, 2015). Bank yang sehat

adalah bank yang rentabilitasnya terus meningkat. Rasio yang

digunakan dalam mengukut aspek Earning dalam penelitian ini adalah

Return On Equity (ROE). Menurut Riyadi dalam Ismawati (2015),

Return on Equity (ROE) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan

perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti)

bank. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan

yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi

bermasalah semakin kecil (Almilia dan Herdiningtyas, 2005). Rasio

ini dimanfaatkan oleh para pemilik saham dalam mengetahui tingkat

kemampuan bank dalam menciptakan laba bersih yang berkaitan


35

dengan perolehan pendapatan deviden. Formula perhitungan ROE

adalah sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia dalam Rahmania,

2014):

Laba Bersih Setelah Pajak


ROE= ×100%
Total Ekuitas

Tabel II.7 merupakan kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio

ROE bank menurut Bank Indonesia. Suatu bank dinyatakan sehat

apabila ROE berada diantara 12,5% sampai 15%, sedangkan kurang

dari 0%, bank tersebut termasuk bank tidak sehat. Semakin tinggi

rasio ini, laba bersih bank dapat dikatakan semakin meningkat, serta

berakibat pada meningkatnya harga saham bank (Ismawati, 2015).

Disamping itu, tingginya rasio ini juga menandakan efektif nya bank

dalam menggunakan modal nya untuk menghasilkan laba.

Tabel II.8: Kriteria Penilaian ROE


Rasio Predikat

ROE > 15% Sangat sehat

12,5% < ROE ≤ 15% Sehat

5% < ROE ≤ 12,5% Cukup sehat

0% < ROE ≤ 5% Kurang sehat

ROE ≤ 0% Tidak sehat

Sumber: Bank Indonesia


36

e. Liquidity
Pengukuran tingkat likuiditas sebuah bank diukur menggunakan

rasio Loan to Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio (LDR)

adalah perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan oleh

bank dengan dana masyarakat yang dihimpun oleh bank. Formula

perhitungan LDR adalah sebagai berikut (Surat Edaran Bank

Indonesia dalam Rahmania, 2014):

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡
𝐿𝐷𝑅 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑃𝑖ℎ𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎

Rasio tersebut dapat menyatakan seberapa jauh kemampuan

bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan

nasabah dengan menggunakan kredit yang diberikan sebagai sumber

likuiditasnya. Kriteria penilaian tingkat kesehatan rasio LDR

berdasarkan ketentuan Bank Indonesia dapat dilihat pada Tabel II.8.

Tabel II.9: Kriteria Penilaian LDR


Rasio Predikat

LDR ≤ 75% Sangat sehat

75% < LDR ≤ 85% Sehat

85% < LDR ≤ 100% Cukup sehat

100% < LDR ≤ 120% Kurang sehat

LDR > 120% Tidak sehat

Sumber: Bank Indonesia


37

Dari tabel II.9 dapat diketahui bahwa bank dikatakan sehat jika

LDR berada diantara 75% sampai 85%, jika melebihi 120% maka

bank dikatakan tidak sehat. Rasio tersebut digunakan untuk menilai

kemampuan peranan bank dalam kegiatan simpan-meminjam. Rasio

LDR yang tinggi berarti proporsi dari pinjaman yang dibiayai oleh

simpanan yang rendah. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan

tanda bahwa semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank tersebut

B. Penelitian Terdahulu
Dalam Penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa referensi dari

penelitian terdahulu yang sejenis. Penelitian terdahulu digunakan oleh peneliti

untuk membentuk hipotesis. Berikut merupakan referensi yang digunakan

oleh peneliti:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Shiddiq dan Wibowo tahun 2017 meneliti

tentang “Prediksi Financial Distress Bank Umum Di Indonesia: Analisis

Diskriminan Dan Regresi Logistik”. Penelitian ini menggunakan sampel

penelitian bank umum di Indonesia pada tahun 1994-1997 yang dibagi

menjadi dua kelompok bank, yaitu bank yang mengalami financial

distress atau diberikan status pailit oleh pemerintah, dan bank yang

survive pada periode yang sama. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dua model metode estimasi, yaitu metode diskriminan 2 tahun

dan 3 tahun, serta panel logit. Melalui kedua metode tersebut, peneliti
38

bertujuan mencari metode mampu memprediksi financial distress bank

umum di Indonesia. Variabel terikat yang digunakan adalah financial

distress, variabel bebas yang digunakan adalah CAR, NPA, ROA, LLP,

ROE, BOPO, NIM, IEL, NPL, AGDP, dan LDR. Kesimpulan dalam

penelitian ini adalah CAR, NIM, IEL, dan AGDP mempengaruhi secara

signifikan terhadap probability of distress suatu bank dan hubungannya

sesuai dengan hipotesis pada semua model. Selain itu, LLP, ROE, BOPO,

dan LDR yang mayoritas signifikan dan hubungannya juga sesuai dengan

hipotesis.

2. Rahmania dan Hermanto melakukan penelitian pada tahun 2014 dengan

judul “Analisis Rasio Keuangan Terhadap Financial Distress Perusahaan

Perbankan Studi Empiris di Bei 2010-2012”. Sampel yang digunakan

dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar

pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2010-2012. Jumlah sampel

yang digunakan ada 90 data sampel. Pengambilan sampel yang digunakan

dengan menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini

menggunakan statistik deskriptif, analisis regresi logistik, uji kelayakan

model regresi (Hosmer and Lemeshow’s). Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah financial distress. Variabel bebas yang digunakannya

adalah rasio CAR, NPL, NIM, ROA, ROE, BOPO, LDR. Kesimpulan

dalam penelitian ini adalah variabel NPL, NIM, ROE, dan LDR

berpengaruh signifikan terhadap financial distress perusahaan perbankan.


39

Sedangkan variabel CAR, ROA, BOPO tidak berpengaruh signifikan

terhadap kondisi financial distress.

3. Penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Rasio Camel Dalam

Mendeteksi Financial Distress Pada Perusahaan Perbankan yang

Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia” pada tahun 2015 dilakukan oleh

Chrisna dan Ismawati. Sampel yang digunakan dalam penelitian tersebut

adalah 25 bank dengan kondisi sehat serta 5 bank dengan kondisi

bermasalah yang terdaftar di BEI. Metode Sampling yang digunakan

adalah purposive sampling. Dalam menguji hipotesis, menggunakan

metode statistik regresi logistik. Variabel terikat yang digunakan adalah

financial distress serta variabel bebas yang digunakan adalah CAR, ROE,

ROA, NPL, LDR, dan BOPO. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah

bahwa CAR, ROE, ROA dan BOPO berdampak postif namun tidak

signifikan, hanya NPL dan LDR memiliki dampak positif dan signifikan

terhadap kondisi financial distress.

4. Pengaruh LDR, NPL, BOPO, Ukuran Perusahaan, Dan CAR Terhadap

Risiko Kebangkrutan Bank (Studi pada Bank Umum Konvensional

Periode 2012-2014) merupakan penelitian yang dilakukan oleh Rosandra

dan Haryanto pada tahun 2016. Sampel dalam penelitian ini adalah

seluruh perusahaan perbankan umum di Indonesia yang mengeluarkan

laporan keuangan pada tahun 2012-2014. Adapun sampel penelitian

diambil dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kriteria sampel


40

dalam penelitian antara lain Bank Umum Konvensional yang laporan

tahunanya terdapat dan tercatat pada situs Otoritas Jasa Keuangan pada

tahun 2012 sampai dengan 2014, Bank umum konvensional yang

menyajikan data perhitungan rasio keuangan secara lengkap sesuai dengan

variabel yang akan diteliti pada tahun 2012 sampai dengan 2014, Bank

umum konvensional yang memiliki kriteria untuk pengukuran SDROA

untuk tiga tahun ke belakang. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah

kebangkrutan bank. Variabel bebas yang digunakan adalah LDR, NPL,

BOPO, FIRM SIZE, dan CAR. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode analisis regresi linier berganda, Uji Normalitas, Uji

Multikolonieritas, Uji F Dan Uji T, dan Uji Heterokadestitas serta

Koefisien Determinasi. Kesimpulan dalam penelitian ini ialah NPL

memiliki pengaruh negatif terhadap risiko kebangkrutan bank dengan Z-

Score Index sebagai alat ukur, BOPO memiliki pengaruh negatif terhadap

risiko kebangkrutan bank, Ukuran Perusahan (Size) memiliki pengaruh

positif terhadap risiko kebangkrutan bank, CAR tidak memiliki pengaruh

terhadap risiko kebangkrutan bank, LDR secara tidak signifikan

berpengaruh negatif terhadap kebangkrutan bank.

5. Sofiasani dan Pamungkas pada tahun 2016 melakukan penelitian berjudul

“Pengaruh CAMEL Terhadap Financial Distress Pada Sektor Perbankan

Indonesia Periode 2009-2013”. Objek penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini ialah 9 bank pada Sektor Perbankan Indonesia, khususnya


41

jenis Bank Devisa, Bank Non Devisa dan Bank Asing yang terindikasi

mengalami kondisi financial distress karena terdapat 9 bank yang

mengalami net income negatif pada periode tahun 2009-2013. Teknik

penarikan sampel yang digunakan yaitu teknik purposive sampling dengan

kriteria sampel yakni, perusahaan sektor perbankan Indonesia yang

terdaftar di Direktori Perbankan Indonesia periode 2009-2013.

Selanjutnya, bank pada sektor perbankan Indonesia yang terindikasi

mengalami financial distress yang memiliki net income negatif periode

2009-2013. Terakhir, menyajikan laporan keuangan lengkap selama

periode 2009-2013. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian

tersebut dengan metode deskriptif dan verifikatif. Pengujian hipotesis

menggunakan analisis regresi multipel. Variabel terikat dalam penelitian

ini adalah financial distress. Variabel bebas yang digunakan adalah CAR,

LDR, BOPO, ROA. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah variabel

capital yang diukur Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Loan to Deposit

Ratio (LDR) tidak berpengaruh terhadap financial distress sedangkan

yang diukur Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) dan

Return On Assets (ROA) berpengaruh terhadap financial distress.

6. Pada tahun 2016, Kuncoro dan Agustina menelurkan penelitian dengan

judul “Factors to Predict The Financial Distress Condition of the Banking

Liste in The Indonesia Stock Exchange”. Populasi dalam penelitian ini

ialah bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2012-
42

2014. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling, dan akhirnya diperoleh 25 peristiwa financial distress pada

periode penelitian. Untuk menguji pengaruh variabel independen dan

dependen, peneliti menggunakan analisis regresi logistik. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah financial distress. Variabel bebas nya adalah

GCG, ROA, LDR, NPL, CAR, TAG, PBV dan PER. Kesimpulan dalam

penelitian ini adalah variabel ROA dan CAR berpengaruh negatif terhadap

probabilitas financial distress, sedangkan GCG, LDR, TAG, NPL, PER,

dan PBV tidak berpengaruh secara signifikan terhadap probabilitas

financial distress.

7. Sumani dan Setiawan pada tahun 2017 membuat penelitian dengan judul

“Analisis Financial Distress dan Beberapa Variabel Prediktor pada Sektor

Perbankan Di Indonesia”. Populasi dalam penelitian ini ialah bank yang

terdaftar di BEI sampai tanggal 31 Desember 2014, yaitu sejumlah 38

bank. Penentuan pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

metode purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 30 bank.

Metode analisis yang digunakan adalah regresi logit. Variabel terikat

dalam penelitian ini adalah financial distress. Variabel bebas yang

digunakan yakni CAR, ROE, NPL, NIM, LDR, BOPO dan GWM primer.

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Variabel CAR, ROE, NIM, LDR,

dan BOPO tidak berpengaruh signifikan sebagai prediktor terhadap

financial distress perbankan yang listing di BEI. Variabel NPL dan GWM
43

primer positif signifikan sebagai prediktor financial distress perbankan

yang listing di BEI.

8. Khadapi pada tahun 2017 membuat penelitian dengan judul “Pengaruh

CAR, ROA, BOPO DAN FDR Terhadap Financial Distress Bank Umum

Syariah Di Indonesia Periode 2014-2016”. Populasi dalam penelitian ini

adalah Bank Umum Syariah yang terdaftar di Bank Indonesia (BI) dan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada periode waktu 2014-2016, yaitu

sejumlah 13 bank. Metode penentuan sampel yang digunakan dalam

penelitian ini adalah purposive sampling serta jumlah sampel yang

diperoleh sejumlah 9 bank. Metode analisis yang digunakan adalah

analisis regresi logistik. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian

ini adalah financial distress. Variabel bebas yang digunakan yaitu CAR,

ROA, BOPO, serta FDR. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah CAR

berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress, BOPO dan

FDR berpengaruh positif signifikan terhadap financial distress, namun

ROA positif tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

9. Pada tahun 2013, Kurniati melakukan penelitian berjudul “Pengaruh Rasio

Keuangan Terhadap Prediksi Financial Distress Studi Empiris Pada Bank

Go Public Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI) Antara Tahun

2008-2011”. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan

yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Metode yang

digunakan dalam pengambilan sampel penelitian ini adalah dengan teknik


44

purposive sampling, sehingga terpilih sampel sejumlah 24 perusahaan

perbankan. Variabel terikat yang digunakan adalah financial distress.

Sedangkan variabel bebas yang digunakan yaitu CAR, NIM, LDR,

MVE/BVD, RE/TA, dan ROE. Metode analisis yang digunakan adalah

analisis regresi logistik. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah CAR dan

ROE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress,

sedangkan LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial

distress.

10. Safitri pada tahun 2015 melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh

Rasio CAMEL dan Corporate Governance Terhadap Financial Distress

pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

tahun 2009-2013”. Populasi dalam penelitian ini adalah lembaga

perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama

tahun 2009-2013 sejumlah 145 bank. Metode pengambilam sampel

menggunakan purposive sampling, dengan terpilih sampel sejumlah 27

bank. Dalam penelitian ini, variabel terikat yang digunakan adalah

financial distress. Variabel bebas yang digunakan adalah CAR, NPL,

NIM, LDR, komisaris independen, dan kepemilikan manajerial. Hasil dari

penelitian ini ialah CAR bernilai positif namun tidak signifikan terhadap

financial distress, disisi lain NPL dan LDR berpengaruh positif dan

signifikan terhadap financial distress.


45

Ringkasan dari penjabaran penelitian terdahulu di atas dapat dilihat dalam

Tabel II.10

Tabel II.10 : Penelitian Terdahulu


Nama
Sampel dan Hasil
No Metode
Peneliti Periode
CAR NPL BOPO ROE LDR
Diskrimi
Shiddiq dan 398 sampel, 4 tahun nan dan Sig Insig Insig Sig Sig
1
Buddi (2017) Panel (-) (-) (-) (-) (+)
Periode 1994-1997 Logit
Rahmania dan 90 Sampel, 3 tahun
Regresi Insig Sig Insig Sig
2 Hermanto -
Periode 2010-2012 Logistik (+) (+) (+) (-)
(2014)
Paula dan 31 sampel, 4 tahun Regresi Insig Sig Insig Insig Sig
3 Ismawati
Periode 2010-2013 Logistik (+) (+) (+) (-) (+)
(2015)

178 sampel, 3 tahun Regresi


Maria dan Insig Sig Sig Insig
4 Linier -
Mulyo (2016) (-) (-) (-) (-)
Periode 2012-2014 Berganda
Sofiasani dan 9 sampel, 5 tahun Regresi Insig Sig Insig
5 Gautama - -
Periode 2009-2013 Multipel (+) (+) (-)
(2016)
Kuncoro dan 25 sampel, 3 tahun Regresi Sig Insig Insig
6 - -
Linda (2016) 2012-2014 Logistik (+) (+) (-)

Sumani dan 30 sampel, 5 tahun


Regresi Insig Sig Insig Insig Insig
7 Setiawan
Periode 2010-2014 Logistik (+) (+) (+) (+) (+)
(2017)

9 sampel, 3 tahun Regresi Sig Sig Sig


8 Khadapi (2017) - -
Logistik (-) (+) (+)
Periode 2014-2016

24 sampel, 4 tahun Regresi Sig Sig Sig


9 Kurniati (2013) - -
Logistik (-) (-) (+)
Periode 2018-2011
27 sampel, 5 tahun Regresi Insig Sig Sig
10 Safitri (2015) - -
Periode 2009-2013 Logistik (-) (+) (+)
Sumber: Data diolah oleh peneliti
46

C. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang masalah, pengertian, tinjauan pustaka dan

penelitian terdahulu, maka penelitian ini menggunakan rasio CAMEL yang

dijabarkan menjadi rasio CAR, NPL, BOPO, ROE, dan LDR sebagai variabel

bebas. Variabel terikat yang digunakan adalah financial distress dengan

proksi Altman Z-score. Gambar II.1 merupakan kerangka pemikiran untuk

menggambarkan pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat.

Gambar II.1: Kerangka Pemikiran


Sumber: Data diolah oleh penulis

D. Hipotesis
1. Pengaruh CAR terhadap kondisi financial distress
Modal usaha menjadi aspek yang sangat penting untuk menjalankan

usaha terutama di Sektor Perbankan. Hal ini menjadi penting karena

modal bank akan menjadi sumber penanggulangan risiko-risiko yang

mungkin terjadi, seperti risiko likuiditas. Berdasarkan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan (POJK) Nomor 9 /POJK.03/2017, dalam menjalankan


47

aktivitasnya, bank harus mampu menstabilkan rasio kecukupan modalnya

atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Ini dikarenakan modal merupakan

aspek yang sangat penting untuk menilai kesehatan bank karena ini

berhubungan dengan solvabilitas bank. Dalam menjalankan

operasionalnya, bank memerlukan ketersediaan modal yang cukup hal ini

penting karena dapat menghindarkan bank dari risiko-risiko yang tak

menentu salah satunya adalah risiko gagal bayar (Default) dari pinjaman

yang disalurkan, apabila bank memiliki ketersediaan modal yang rendah

maka bank akan terpaksa menggunakan sumber lain untuk menutupi

risiko-risiko tersebut, salah satunya menggunakan aset. Aset yang

digunakan bank hanya bersifat terbatas, jika hal ini terjadi terus menerus

bank dapat mengalami kondisi financial distress. Bank yang memiliki

rasio CAR yang rendah (dibawah 8% sesuai peraturan Bank Indonesia),

dapat diasumsikan sebagai bank yang berisiko mengalami kondisi

financial distress. Selain itu, semakin diperkuat oleh penelitian Shiddiq

dan Wibowo (2017), Kuncoro dan Agustina (2017), serta Chiaramonte

dan Casu (2016) yang menunjukan bahwa rasio CAR berpengaruh negatif

signifikan terhadap financial distress. Berdasarkan uraian diatas maka

hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress

2. Pengaruh NPL terhadap kondisi financial distress


48

Rasio Non-performing Loan (NPL) menjadi penting karena rasio ini

menggambarkan kemampuan bank dalam mengelola aset dan kreditnya

(Martharini, 2012). Rasio NPL digunakan untuk menilai kemampuan aset

bank terhadap penanggulangan risiko kredit. Semakin tinggi rasio ini

maka akan semakin buruk kualitas kredit bank dan mengakibatkan jumlah

kredit bermasalah semakin tinggi karena tingkat kesehatannya menurun.

Bank Indonesia menyarankan bank tetap menstabilkan rasio NPL-nya

untuk tidak melebihi angka 5% agar dapat menghindari bank ke dalam

kondisi financial distress. Hal ini diperkuat juga dengan hasil penelitian

Afriyeni dan Jumyetti (2016), Rahmania dan Hermanto (2014), serta

Chrisna dan Ismawati (2015) yang menyimpulkan rasio NPL berpengaruh

positif signifikan terhadap kondisi financial distress. Berdasarkan uraian

diatas maka hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H2 : NPL berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress

3. Pengaruh BOPO terhadap kondisi financial distress

Rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) merupakan

faktor penting perusahaan dalam melihat efisiensi yang telah dilakukan

oleh bank. Biaya operasional sendiri adalah salah satu komponen

pembentuk suku bunga kredit, bersama biaya pokok dana dan margin

keuntungan. BOPO yang baik dideskripsikan dimana jika pendapatan

lebih besar dari biaya operasional, maka perusahaan akan mendapatkan

keuntungan yang lebih besar. Hubungannya dengan BOPO sebagai


49

pembentuk suku bunga adalah karena salah satu pendapatan operasional

bank ialah berasal dari suku bunga. BOPO yang tinggi menggambarkan

bahwa bank memiliki beban yang lebih besar daripada pendapatannya.

Oleh karena itu, semakin rendah rasio BOPO semakin baik bagi bank serta

dapat menghindari bank dari risiko kebangkrutan. Hal ini diperkuat juga

dengan hasil penelitian Sofiasani dan Pamungkas (2016), serta

Chiaramonte dan Casu (2016) yang menyatakan rasio BOPO berpengaruh

positif signifikan terhadap financial distress. Berdasarkan uraian diatas

maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H3: BOPO berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress

4. Pengaruh ROE terhadap kondisi financial distress

Ekuitas keuangan dalam perusahaan sangat berguna bagi perusahaan

apabila dikelola dengan cermat. Dengan ekuitas stabil, perusahaan dapat

menciptakan modal kerja yang mampu menunjang kegiatan perusahaan

untuk memperoleh keuntungan di setiap periode. Beberapa jenis ekuitas

yang digunakan oleh perusahaan salah satunya adalah modal saham.

Pentingnya perusahaan dalam melihat rasio ROE ialah karena ROE

digunakan untuk mengukur dan melihat kinerja manajemen bank dalam

mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak

(Wicaksana, 2011). Dengan kata lain, semakin besar ROE semakin besar

pula tingkat keuntungan yang dapat diperoleh oleh bank sehingga

kemungkinan suatu bank bermasalah dalam memperoleh laba


50

menggunakan modal semakin kecil. Hal tersebut didukung oleh penelitian

Rahmania dan Hermanto (2014) yang menyatakan ROE berpengaruh

negatif signifikan terhadap financial distress. Begitu pula dengan

penelitian Shiddiq dan Wibowo (2017) serta Messai dan Gallali (2015)

yang juga mengemukakan bahwa ROE berpengaruh negatif signifikan

terhadap financial distress. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis

kelima dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H4: ROE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress

5. Pengaruh LDR terhadap kondisi financial distress

Likuiditas suatu bank diukur menggunakan LDR dengan cara

membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak

ketiga. LDR yang rendah menandakan bahwa bank tersebut cenderung

sehat karena jumlah kredit atau pinjaman yang diberikan oleh bank masih

dibawah nilai total dana pihak ketiga nya. Hal itu berarti, bank tidak

memiliki risiko yang besar terhadap pengelolaan likuiditasnya. Boby et al.

(2014), menyatakan bahwa LDR berpengaruh positif signifikan terhadap

financial distress. Begitu pula dengan penelitian Sofiasani dan Pamungkas

(2016) yang menyatakan bahwa LDR memiliki pengaruh positif signifikan

terhadap financial distress. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesis

keenam dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H5: LDR berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Objek dan Ruang Lingkup Penelitian


1. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini ialah financial distress bank yang terdaftar

di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2012-2016 dengan komponen-

komponen yang diteliti yakni CAR, NPL, BOPO, ROE, dan LDR. Data-

data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini ialah data sekunder

yang diperoleh dari laporan tahunan (annual report) dan laporan keuangan

(financial report) perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek

Indonesia (BEI).

2. Periode Penelitian
Peneliti melakukan penelitian “Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap

Financial Distress Pada Sektor Perbankan yang Terdaftar di BEI tahun

2012-2016” dengan mengambil interval periode 5 tahun.

B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian asosiatif yang bertujuan

untuk dapat menjelaskan hubungan sebab-akibat (kausal) antara variable

independen dan variabel dependen. Data-data yang diperoleh dalam penelitian

ini akan diolah dan dianalisis secara kuantitatif menggunakan alat bantu

Software yaitu SPSS 25.

51
52

C. Operasionaliasi Variabel Penelitian


Sesuai dengan judul penelitian yang dipilih oleh peneliti, yakni

“Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap Financial Distress Pada Sektor

Perbankan yang Terdaftar di BEI tahun 2012-2016”. Maka dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan 2 jenis variabel, yaitu variabel terikat (dependent

variable) (Y) dan variabel bebas (independent variable). Berikut ini

merupakan penjelasan mengenai variabel-variabel tersebut:

1. Variabel Terikat (Dependent Variable)


Menurut Sugiyono (2013), variabel terikat (dependent variable) adalah

variabel yang dipengaruhi atau variabel yang menjadi akibat karena

adanya variabel bebas (independent variable). Dalam penelitian ini,

variabel terikat yang digunakan adalah financial distress. Seperti dalam

penjelasan-penjelasan sebelumnya, financial distress merupakan sebuah

tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi pada perusahaan sebelum

terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.

Dalam penelitian ini, financial distress diukur atau diproksikan

menggunakan model Altman’s Z-score. Model ini memiliki rumus untuk

menilai probabilitas perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunakan

rumus tersebut yang dikombinasikan dengan rasio keuangan maka dapat

diketahui nilai tertentu untuk dijadikan bahan prediksi kapan

kemungkinan perusahaan akan bangkrut. Dalam Z-score ini Altman telah

memodifikasi rumusnya untuk dapat digunakan oleh semua jenis


53

perusahaan yang sebelumnya banyak digunakan di sektor manufaktur.

Namun, seiring berjalannya waktu model Altman Z-score ini dapat

digunakan di sektor perbankan. Berikut persamaan Z-score yang

dimodifikasi yaitu (Altman dalam Sagho, 2015):

Z = 6,56X1 + 3,26X2 + 6,72X3 + 1,05X4

Keterangan:

Z = Z-Score Index

X1 Working Capital
= Total Asset

X2 Retained Earnings
=
Total Asset

X3 Earning before interest and taxes


= Total Asset

X4 Book value of equity


=
book value of total debt

Setelah menemukan Z-Score Index berdasarkan rumus di atas,

selanjutnya dapat diklasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut

berdasarkan pada nilai Z-Score model Altman yaitu:

a) Nilai Z ˂ 1,23 maka perusahaan masuk kategori bangkrut.

b) Nilai 1,23 ˂ Z ˂ 2,9 maka perusahaan masuk wilayah grey area

(tidak dapat secara mutlak ditentukan bangkrut atau sehat), namun


54

bank dapat ditentukan berdasarkan aturan POJK Exit Policy yang

dijelaskan di tabel II.1 dan tabel II.2

Tabel II.1: Ketentuan Bank Bermasalah OJK


Rasio Kriteria Bank Bermasalah

CAR Kurang dari 8%

ROA Kurang dari 0%

NPL Lebih dari %%

Sumber: Otoritas Jasa Keuangan

Tabel II.2: Ketentuan Bank Sehat OJK


Rasio Kriteria Bank Bermasalah

CAR Lebih dari 8%

ROA Kurang dari 0.5%

NPL Kurang dari 5%

Sumber: POJK Exit Policy

c) Nilai Z ˃ 2,9 maka termasuk perusahaan yang sehat.

2. Variabel Independen
Menurut Sugiyono (2013), variabel independen merupakan variabel

yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya variabel

terikat (dependent variable). Dalam penelitian ini terdapat 5 variabel

independen yang diteliti untuk dilihat pengaruhnya terhadap variabel

terikat (financial distress). 5 Variabel tersebut yaitu CAR, NPL, BOPO,

ROE, LDR yang dijelaskan berikut ini:


55

a. Capital Adequacy Ratio (CAR) (X1)

CAR (Capital Adequacy Ratio) ialah rasio yang menjelaskan

seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko seperti

kredit dan surat berharga yang dapat dibiayai dengan dana modal

sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar

bank. Berikut ini merupakan rumus untuk mencari nilai CAR (Surat

Edaran Bank Indonesia dalam Rahmania,2014):

Modal
CAR=
ATMR

b. Non-performing Loan (NPL) (X2)

NPL (Non-performing Loan) merupakan rasio yang

menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit

bermasalah yang disebarkan bank kepada nasabah. Formula

perhitungan NPL adalah sebagai berikut (Surat Edaran Bank Indonesia

dalam Rahmania, 2014):

Kredit Bermasalah
NPL= ×100%
Total Kredit

c. Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) (X3)

BOPO adalah rasio yang juga disebut rasio efisiensi

operasional ini diaplikasikan untuk mengukur sejauh mana

kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional

terhadap pendapatan operasional. Berikut ini merupakan rumus dalam


56

menentukan rasio BOPO (Surat Edaran Bank Indonesia dalam

Rahmania, 2014):

Biaya Operasional
BOPO= ×100%
Pendapatan Operasional

d. Return On Equity (ROE) (X4)

Return On Equity (ROE) merupakan rasio yang sangat

bermanfaat bagi pemegang saham dan calon investor dalam hal

mengetahui kemampuan dalam memperoleh laba bersih bank yang

berkaitan dengan dividen. Formula perhitungan ROE adalah sebagai

berikut (Surat Edaran Bank Indonesia dalam Rahmania, 2014):

Laba Bersih Setelah Pajak


ROE= ×100%
Total Ekuitas

e. Loan to Deposit Ratio (LDR) (X5)

Rasio LDR merupakan rasio likuiditas yang diaplikasikan untuk

mengukur kemampuan suatu bank dalam melepaskan kredit dengan

mengendalikan dana simpanan yang diperoleh sebagai sumber

likuiditas. Formula perhitungan LDR adalah sebagai berikut (Surat

Edaran Bank Indonesia dalam Rahmania, 2014):

Total Kredit
LDR= ×100%
Total Dana Pihak ketiga

Ringkasan dari penjabaran operasionalisasi variabel penelitian di atas

dapat dilihat dalam tabel III.1.


57

Tabel III.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Konsep Indikator
Financial distress (Y) Sebuah kondisi
penurunan keuangan
yang terjadi pada Variabel dummy, 1 jika bank bermasalah
perusahaan sebelum dan
terjadinya kebangkrutan 0 jika bank tidak bermasalah.
ataupun likuidasi.

Capital Adequacy Rasio yang digunakan


Ratio (CAR) (X1) untuk mengetahui Modal
seberapa besar CAR=
ATMR
kecukupan modal bank
untuk menyerap risiko
kerugian
Non-performing Loan Rasio yang menunjukkan
(NPL) (X2) kemampuan manajemen Kredit Bermasalah
bank dalam mengelola NPL= ×100%
Total Kredit
kredit bermasalah yang
disebarkan bank kepada
nasabah
Beban Operasional Rasio yang digunakan
Pendapatan untuk mengukur sejauh
Operasional (BOPO) mana kemampuan Biaya Operasional
(X3) manajemen bank efisien BOPO= ×100%
Pendapatan Operasional
dalam mengendalikan
biaya operasional
terhadap pendapatan
operasional.
Return On Equity Rasio yang digunakan
(ROE) (X5) mengetahui kemampuan Laba Bersih Setelah Pajak
dalam memperoleh laba ROE= ×100%
Total Ekuitas
bersih bank
dibandingkan dengan
ekuitas perusahaan.
Loan to Deposit Ratio Rasio yang digunakan
(LDR) (X6) untuk mengukur Total Kredit
kemampuan suatu bank LDR= ×100%
Total Dana Pihak ketiga
dalam melepaskan kredit
dengan mengendalikan
simpanan yang diperoleh
dari sumber likuiditas.
Sumber: Data diolah oleh peneliti
58

D. Metode Pengumpulan Data


1. Pengumpulan Data Sekunder
Dalam penelitian ini digunakan data sekunder yang diperoleh dari

berbagai sumber. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini

adalah laporan keuangan (Financial Report) dan laporan tahunan (Annual

Report) perusahaan perbankan, yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

(BEI) dan dipublikasikan melalui situs www.idx.co.id, dalam interval

waktu penelitian selama 5 tahun dari 2012-2016.

2. Penelitian Kepustakaan
Penelitian kepustakaan merupakan penelitian yang bertujuan untuk

memperoleh informasi berupa teori dan informasi lain yang dapat

dijadikan acuan atau tolak ukur, serta diharapkan dapat menunjang

penelitian ini. Penelitian kepustakaan diperoleh dengan cara

mengumpulkan, membaca, mencerna, mencatat dan mengkaji literatur-

literatur yang tersedia dalam buku, jurnal, artikel, serta sumber-sumber

lain yang relevan dan berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

E. Teknik Penentuan Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah sekumpulan objek yang memiliki ciri dan karakteristik

yang sesuai dengan apa yang diinginkan oleh peneliti dan kemudian

dijadikan bahan penelitian. Populasi yang ada dalam penelitian ini ialah
59

perusahaan perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

pada tahun 2012 sampai dengan 2016 sejumlah 43 Populasi.

2. Sampel
Sampel merupakan sebagian dari keseluruhan populasi yang diambil

melalui suatu cara tertentu, hal ini dilakukan sebagai bahan penelitian

yang dapat mewakili populasinya. Metode pengambilan sampel dalam

penelitian ini dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu

metode pemilihan sampel dari populasi berdasarkan kriteria-kriteria yang

disesuaikan dengan penelitian untuk tujuan tertentu serta dengan

pertimbangan mendapatkan sampel yang representatif. Kriteria yang

digunakan dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

selama bulan Januari 2012 sampai dengan Desember 2016.

b. Perusahaan perbankan yang melakukan IPO sebelum tahun 2012.

c. Perusahaan perbankan yang menerbitkan laporan keuangannya selama

5 tahun berturut-turut.

d. Bank yang dijadikan sampel dibagi menjadi 2 kategori yaitu:

1) Bank yang tidak bermasalah, yaitu:

a) Bank- bank yang tidak masuk program penyehatan perbankan

dan tidak dalam pengawasan khusus.

b) Bank tersebut tidak mengalami kerugian pada tahun 2012-2016


60

2) Bank yang bermasalah, yaitu:

a) Bank yang mengalami kerugian (laba bersih negatif) minimal 1

tahun.

b) Bank yang masuk kedalam kategori pengawasan khusus OJK

(Sesuai OJK Exit Policy).

Tabel III.2
Proses Pemilihan Sampel
Kriteria Sampel Jumlah
Jumlah perusahaan perbankan yang menjadi populasi dan
telah melakukan IPO di BEI pada periode sebelum tahun 43
2012 hingga tahun 2016.
Perusahaan perbankan yang terdaftar setelah tahun 2012
dan tidak melaporkan annual report selama 5 tahun (14)
berturut-turut pada periode 2012-2016.
Total sampel yang telah terseleksi. 29
Jumlah Observasi (29 Perusahaan x 5 tahun) 145
Sumber: Data diolah oleh peneliti

Berdasarkan hasil seleksi pengambilan sampel pada Tabel III.2, maka

terpilihlah sampel sebanyak 29 perusahaan perbankan yang terdaftar di

Bursa Efek Indonesia (BEI) yang memberikan rincian rasio keuangan dari

tahun 2012 hingga tahun 2016. Jumlah observasi data dihitung dengan

mengalikan jumlah bank (30 bank) dengan periode pengamatan (5 tahun),

sehingga jumlah pengamatan yang digunakan menjadi 145 pengamatan.


61

F. Teknik Analisis Data


1. Statistik Deskriptif
Menurut Ghozali (2016), statistik deskriptif menyediakan gambaran

atau deskripsi suatu data yang dilihat berdasarkan nilai rata-rata (mean),

standar deviasi, variance, nilai maksimum, nilai minimum, sum, range,

kurtosis dan sweakness (distribusi yang tidak merata).

2. Uji Multikolinearitas
Uji ini digunakan untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh antara

variable independen satu dengan yang lainnya. Uji yang digunakan adalah

menggunakan Uji Pearson Correlation. Ghozali dalam Syantika (2015)

menyatakan bahwa untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas

di dalam model regresi adalah sebagai berikut:

1) VIF (Variance Inflation Factor) dan tolerance

Pedoman suatu model regresi yang bebas multikolinearitas adalah

mempunyai angka tolerance > 0,1 dan mempunyai VIF < 10.

2) Mengkolerasikan antara variabel independen, apabila memiliki

kolerasi yang sempurna (bernilai 1), maka terjadi problem

multikolinearitas demikian sebaliknya.

3. Analisis Model Regresi Logistik


Model analisis regresi logistik digunakan karena variabel dependen

dalam model adalah variabel dummy, dengan memberi nilai 1 untuk bank

yang mengalami kondisi bermasalah dan nilai 0 untuk bank yang tidak
62

mengalami kondisi bermasalah. Menurut Kuncoro dalam Safitri (2015),

keuntungan menggunakan regresi logistik dibanding regresi lainnya

adalah:

a. Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas atas variabel bebas

yang digunakan dalam model. Artinya variabel penjelas tidak harus

memiliki distribusi normal, linier, maupun memiliki varian yang sama

dalam setiap grup.

b. Variabel dalam regresi logistik dapat berupa campuran dari variabel

kontinyu, diskrit, dan dikotomis.

c. Regresi logistik sangat bermanfaat digunakan apabila distribusi respon

atas variabel terikat diharapkan non linier dengan satu atau lebih

variabel bebas.

Model persamaan regresi logistik dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:
𝑃𝑖
𝐿𝑖 = 𝑙𝑛 1−𝑃𝑖 = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5

Sebelum memulai pengujian dalam regresi logistik, ada beberapa

langkah yang perlu dilakukan sebelum melakukan interpretasi model,

yaitu:

a. Uji Goodness of Fit Test

Goodness of Fit Test merupakan alat statistik yang digunakan

untuk pengujian ketepatan dan kecocokan data pada model regresi


63

logistik. Uji ini menggunakan model Hosmer and Lemeshow’s. Hasil

uji ini dikatakan baik jika ada kesesuaian antara model dengan data

yang diamati. Hipotesis dalam model ini adalah:

Ho : Model logistik menunjukkan kecukupan data (fit).

Ha : Model logistik tidak menunjukkan kecukupan data (fit).

Apabila nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of

Fit Test lebih besar dari 0.05, maka model regresi logistik

menunjukkan kecukupan data.

b. Uji Koefisien Determinan (R2)

Koefisien determinasi ini berfungsi untuk mengetahui besarnya

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Uji

Koefisien Determinan ini menggunakan Nagelkerke’s R Square. Nilai

R2 berada antara 0 sampai dengan 1. Semakin mendekati angka 1

maka variabel bebas hampir memberikan semua informasi untuk

memprediksi variabel terikat atau merupakan indikator yang

menunjukan semakin kuatnya kemampuan menjelaskan perubahan

variabel bebas terhadap variabel terikat.

c. Nilai -2 Log Likehood

Statistik -2 Log Likehood dalam penelitian ini digunakan untuk

menentukan apakah akan terjadi perbaikan model fit jika variabel

bebas ditambahkan ke model. Penilaian keseluruhan model regresi

menggunakan nilai -2 Log Likelihood dimana jika terjadi penurunan


64

dalam nilai pada baris kedua (final) terhadap baris pertama (intercept

only), maka dapat disimpulkan bahwa model regresi menjadi lebih

baik (Ghozali, 2016).

4. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah

variabel bebas (independent variable) secara parsial dapat mempengaruhi

variabel terikatnya (dependent variable). Dalam penelitian ini pengaruh

antara variabel yang ingin ditelaah ialah variabel ukuran CAR, NPL,

BOPO, ROE, dan LDR terhadap financial distress. Uji hipotesis yang

dilakukan adalah Uji Koefisien Regresi Logistik. Pengujian dilakukan

dengan menggunakan level signifikan sebesar 0,05 (α = 5%). Penerimaan

atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

a. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi

signifikan). Ini berarti secara parsial variabel independen tersebut

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

b. Jika nilai signifikan > 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi

tidak signifikan). Hal ini berarti bahwa secara parsial variabel

independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap variabel dependen.


65

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Statistik Deskriptif

Tujuan dari digunakannya statistik deskriptif adalah sebagai gambaran

umum mengenai objek data yang diteliti melalui sampel yang disajikan dalam

bentuk tabel agar dapat dipahami dengan baik dan mudah. Analisis deskriptif

yang disajikan dalam penelitian ini terdiri dari mean, nilai minimum, nilai

maksimum, dan standar deviasi. Data yang diperoleh dari masing-masing

sampel perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama

periode 2012-2016, yaitu sebanyak 29 perusahaan dan total observasi data

sebanyak 145.

Tabel IV.1
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Variabel Std.
N Mean Minimum Maximum Deviation
ZSCORE 145 1.85 -2.05 6.32 1.19
CAR 145 17.57 8.02 27.91 4.10
NPL 145 2.66 0.21 12.28 2.02
BOPO 145 86.45 33.28 195.70 20.13
ROE 145 8.95 -142.48 38.66 22.25
LDR 145 85.84 52.39 113.30 12.37
Sumber : Data diolah peneliti menggunakan SPSS 25

Berdasarkan hasil tabel IV.1, menunjukan banyaknya data observasi

yang digunakan dalam penelitian, yaitu sejumlah 145 data selama periode

penelitian pada periode 2012-2016. Nilai rata-rata variabel terikat Z-Score

sebesar 1,85 menunjukan bank-bank secara umum berada dalam kondisi sehat
66

dan terhindar dari kondisi financial distress karena berada di atas nilai 1,23,

serta nilai standar deviasi yang diperoleh sebesar 1,19. Nilai rata-rata yang

lebih besar dari standar deviasinya menunjukan bahwa nilai Z-Score pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode

2012-2016 cenderung variabilitasnya rendah. Nilai Z-Score minimum

perusahaan perbankan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

periode 2012-2016 diperoleh oleh Bank J-Trust sebesar -2,05 yang berarti

pada tahun tersebut bank mengalami kondisi financial distress. Nilai tersebut

didapat pada tahun 2013 karena pada tahun tersebut perusahaan memperoleh

EBIT yang negatif atau rugi sebesar Rp 1,11 Trilyun. Disisi lain, modal kerja

(working capital) perusahaan hanya sebesar Rp 872 Milyar atau turun sekitar

75% dari modal kerja tahun 2012 yang menyentuh angka Rp 3,5 Trilyun.

Nilai Z-Score maksimum perusahaan perbankan yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia (BEI) pada periode 2012-2016 diperoleh oleh Bank Bukopin pada

tahun 2016 sebesar 6,32 yang berarti pada tahun tersebut bank terhindar dari

kondisi financial distress. Nilai tersebut diperoleh karena Bank Bukopin

memiliki likuiditas yang baik ditandai dengan modal kerja yang relatif cukup

tinggi dibanding tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 884 Milyar pada tahun

2015 atau naik sebesar 12,5% hingga menyentuh angka Rp 995.267 Milyar

pada akhir tahun 2016. Disisi lain, total aset perusahaan juga meningkat

sebesar 11,7% dibanding tahun sebelumnya dan mencapai angka Rp 105,4

Trilyun.
67

Variabel bebas pertama adalah rasio CAR yang menunjukan rata-rata

sebesar 17,57%. Hal ini menunjukan bahwa secara umum perusahaan

perbankan yang terdaftar di BEI pada periode 2012-2016 memenuhi kriteria

sebagai bank sangat sehat OJK dengan rasio CAR lebih besar dari 12%.

Standar deviasi pada variabel CAR ialah sebesar 4,10% atau lebih kecil dari

nilai rata-ratanya sebesar 17,57% yang mengindikasikan bahwa perusahaan

sektor perbankan yang tercatat di BEI selama periode penelitian memiliki

variabilitas rendah. Nilai maksimum dari rasio CAR diperoleh oleh Bank

Woori Saudara pada tahun 2013 dengan nilai 27,91% yang menandakan

bahwa pada tahun tersebut perusahaan masuk kriteria bank sangat sehat OJK

berada di atas nilai 12% . Nilai tersebut dapat terjadi karena peningkatan

modal sebesar 7,4% menjadi Rp 577,7 Milyar. Hal ini didorong oleh strategi

permodalan Bank Woori Saudara yang memfokuskan pada pengelolaan

Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR), ditunjukan dengan peningkatan

permodalan dari adanya saldo laba ditahan tahun 2012 sebesar Rp 61,8

Milyar. Disisi lain, peningkatan aset juga melonjak sebesar 17,6% pada posisi

Rp 6,22 Trilyun. Peningkatan aset dan permodalan Bank Woori Saudara pada

tahun tersebut imbas dari diakuisisinya Bank Saudara oleh Bank Woori Korea

dan Bank Woori Indonesia sebesar 33% untuk mendukung tercapainya target

perusahaan menuju bank BUKU 2, yaitu bank dengan modal inti antara Rp 1

Trilyun sampai dengan kurang dari Rp 5 Trilyun. Nilai minimum rasio CAR

diperoleh oleh Bank Pembangunan Daerah Banten pada tahun 2015 sebesar
68

8,02% yang menandakan bahwa pada tahun tersebut perusahaan masuk

kriteria bank cukup sehat OJK karena berada di antara nilai 8% dan 9%. Hal

ini disebabkan oleh penurunan yang cukup signifikan pada modal inti sebesar

Rp 262,9 Milyar atau sebesar 68,5% dari angka Rp 656 Milyar ke angka Rp

384 Milyar yang disebabkan oleh tingginya kredit macet perusahaan sebesar

5,94% imbas dari penurunan kemampuan debitur dalam memenuhi

kewajibannya terhadap bank, sehingga terjadi penurunan pendapatan bunga

sebesar 53,19% dari Rp 804 Milyar ke Rp 376 Milyar. Penurunan ini pada

tahun 2015 menyebabkan perusahaan mengalami kekurangan dana untuk

menambah persediaan modal wajib minimum perusahaan.

Variabel bebas kedua yaitu rasio NPL, menunjukan rata-rata sebesar

2,66%. Nilai ini mengindikasikan bahwa perusahaan perbankan yang terdaftar

di BEI pada periode 2012-2016 secara umum telah memenuhi peraturan OJK

untuk menahan rasio kredit macetnya untuk berada di titik aman (dibawah

6%) dan berada diantara nilai 2% sampai 3% sehingga masuk ke dalam

kategori sehat. Standar deviasi pada variabel ini ialah sebesar 2,02% dan lebih

kecil dari nilai rata-ratanya. Hal ini menandakan bahwa perusahaan sektor

perbankan yang tercatat di BEI selama periode penelitian memiliki variabilitas

rendah. Nilai minimum pada variabel ini adalah sebesar 0,21% dimiliki oleh

Bank Bumi Arta pada tahun 2013 yang menandakan bahwa pada tahun

tersebut perusahaan masuk kriteria bank sangat sehat OJK karena berada di

bawah nilai 2%. Rendahnya rasio NPL perusahaan diperoleh karena


69

pertumbuhan yang cukup tinggi pada kredit yang disalurkan perusahaan yakni

sebesar 26,17% atau menyentuh angka Rp 2,83 Trilyun dimana pada tahun

sebelumnya sebesar Rp 2,24 Trilyun. Disisi lain, adanya program perbaikan

dalam mitigasi risiko kredit Bank Bumi Arta pada tahun 2013 yang selektif

dan berhati-hati dalam menyalurkan kredit menjadi salah satu faktor penting

rendahnya rasio NPL perusahaan, dimana manajemen pada tahun tersebut

mampu menyelesaikan kredit-kredit yang bermasalah. Nilai maksimum pada

variabel ini adalah sebesar 12,28% dimiliki oleh Bank J-Trust pada tahun

2013 yang menandakan bahwa pada tahun tersebut perusahaan masuk kriteria

bank tidak sehat OJK karena berada di atas nilai 5%. Tingginya rasio NPL

perusahaan diperoleh karena pada tahun tersebut masih banyak debitur

peninggalan manajemen lama Bank Century yang bermasalah sehingga rasio

NPL mengalami peningkatan dari 3,90% menjadi 12,28%. Disisi lain

peningkatan penyaluran kredit sebesar 128,86% dari Rp 4,86 Trilyun menjadi

Rp 11,13 Trilyun yang tidak diimbangi dengan kemampuan menarik kembali

kredit dan bunga menjadi faktor meningkatnya risiko kredit macet bagi

perusahaan.

Rata-rata rasio variabel bebas BOPO ialah sebesar 86,45%. Nilai ini

menggambarkan bahwa perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada

periode 2012-2016 secara umum mampu mengelola beban dan

pendapatannya. Hal ini karena nilai rata-rata tersebut berada dalam predikat

BOPO yang sangat sehat berdasarkan peraturan Bank Indonesia dan OJK.
70

Nilai standar deviasi yang lebih kecil dari rata-ratanya yaitu sebesar 20,13%

menandakan bahwa variabel BOPO perusahaan perbankan yang tercatat di

BEI selama periode penelitian mempunyai variabilitas rendah. Nilai minimum

variabel BOPO adalah 33,28% yang diperoleh oleh Bank Woori Saudara pada

tahun 2013 yang menandakan bahwa pada tahun tersebut perusahaan masuk

kriteria bank sangat sehat OJK karena berada di bawah nilai 94%. Hal ini

dapat terjadi karena pada tahun 2013 perusahaan mampu memperoleh beban

operasional sebesar Rp 104 Milyar atau dalam kata lain perusahaan berhasil

memangkas beban operasional lain-lainnya sebesar 63,5% dibandingkan

tahun sebelumnya yang mencapai Rp 285 Milyar. Disisi lain beban bunga

juga berhasil dipangkas sebesar 92% sehingga beban bunganya hanya

mencapai Rp 28 Milyar, jauh lebih rendah pada tahun sebelumnya yang

mencapai Rp 369 Milyar. Di tahun tersebut perusahaan juga mampu

menjalankan program ekspansi kredit yang meningkat sebesar 28,3% dari Rp

764,8 Milyar pada tahun 2012 ke angka Rp 981,5 Milyar, sehingga

menyebabkan peningkatan pendapatan bunga perusahaan sebesar 27,6% dari

Rp 802 Milyar ke angka Rp 1,02 Trilyun. Selanjutnya, nilai maksimum

variabel BOPO adalah 195,70% yang diperoleh Bank Pembangunan Banten

pada tahun 2016 yang menandakan bahwa pada tahun tersebut perusahaan

masuk kriteria bank tidak sehat OJK karena memiliki nilai lebih dari 97%.

Nilai ini mengindikasikan bahwa pada tahun tersebut perusahaan kurang

mampu mengelola beban dan pendapatannya. Hal ini ditandai dengan adanya
71

penurunan pendapatan bunga bersih sebesar 78,2% yang diakibatkan

tingginya rasio NPL sebesar 5,71% pada tahun 2016. Meskipun perusahaan

telah mampu memangkas beban operasional sebesar 32,9%. Disisi lain,

tingginya rasio BOPO perusahaan disadari oleh perusahaan terjadi akibat dari

tingginya biaya tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan produktivitas

karyawan dan tidak perform-nya beberapa kantor turut mempengaruhi

tingginya rasio BOPO.

Pada variabel ROE, rata-rata yang dimiliki adalah sebesar 8,95%. Hal

ini mengindikasikan bahwa perusahaan perbankan umumnya sudah mencapai

kategori cukup sehat berdasarkan ketetapan OJK. Standar deviasi yang

diperoleh adalah 22,25%. Standar deviasi yang lebih besar dibandingkan rata-

ratanya menandakan bahwa variabilitas ROE pada perusahaan perbankan

yang terdaftar di BEI pada periode 2012-2016 tinggi. Nilai maksimum

variabel ROE adalah sebesar 38,66% yang didapat oleh Bank BRI tahun 2012

yang menandakan bahwa pada tahun tersebut perusahaan masuk kriteria bank

sangat sehat OJK karena berada di atas nilai 15%. Hal ini disebabkan oleh

peningkatan ekuitas perusahaan pada tahun tersebut sebesar 30,2% hingga

mencapai Rp 64,8 Trilyun yang diiringi dengan keuntungan perusahaan

sebesar Rp 18,7 Trilyun menyebabkan perolehan ROE yang tinggi Bank BRI.

Disisi lain Bank BRI pada tahun 2012 berhasil melaksanakan strategi bisnis

yang fokus pada peningkatan kualitas kredit dan selektif dalam menyalurkan

kreditnya dan adanya program penurunan base lending rate, yaitu program
72

penurunan suku bunga kredit untuk produk kredit UMKM sehingga

perusahaan mampu menumbuhkan kreditnya sebesar 22,9% dari Rp 294,5

Trilyun pada tahun 2011 menjadi Rp 362 Trilyun di tahun 2012 yang

berimbas terhadap meningkatnya keuntungan perusahaan dari pendapatan

bunga. Nilai minimum didapatkan oleh Bank J-Trust pada tahun 2013 yang

memperoleh ROE sebesar -142,48% sehingga pada tahun tersebut perusahaan

masuk kriteria bank tidak sehat OJK karena berada di bawah nilai 0%. Nilai

ROE negatif perusahaan dipengaruhi oleh rugi bersih perusahaan pada tahun

tersebut yang mencapai Rp 1,11 Trilyun. Kerugian ini umumnya didominasi

oleh tingginya beban perusahaan khususnya pada beban bunga yang mencapai

Rp 1,02 Trilyun. Beban bunga yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh tingginya

deposito berjangka yang mencapai Rp 922 Milyar. Tingginya beban bunga

tersebut menyebabkan perusahaan mengalami kerugian operasional

dikarenakan deposito berjangka merupakan sumber dana utama dari Bank J-

Trust. Hal ini tetap terjadi meskipun perusahaan pada tahun tersebut berhasil

meningkatkan ekuitas nya sebesar 10,6% atau mencapai Rp 1,37 Trilyun jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar Rp 1,24 Trilyun.

Pada variabel LDR, rata-rata yang diperoleh adalah 85,84% yang

menunjukan bahwa secara umum perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI

pada periode 2012-2016 dapat dikatakan cukup sehat karena berada di antara

nilai 85% dan 100% sehingga telah memenuhi kategori bank sehat OJK. Nilai

standar deviasi variabel LDR dalam sampel yaitu sebesar 12,37%. Hal ini
73

mengindikasikan bahwa variabilitas pada perusahaan perbankan yang

terdaftar di BEI pada periode 2012-2016 rendah. Nilai minimum variabel

LDR pada sampel diperoleh oleh Bank Mega pada tahun 2012 sebesar

52,39%. Hal ini menunjukan pada tahun tersebut, Bank Mega dapat

dikategorikan bank yang sangat sehat karena memiliki nilai LDR yang

dibawah 75%. Rendahnya LDR perusahaan dikarenakan penurunan kredit

yang disalurkan sebesar 15,13% pada tahun 2012 dengan total kredit yang

disalurkan sejumlah Rp 26,9 Trilyun. Penurunan kredit ini terjadi karena

persaingan ketat usaha dalam penyaluran kredit sehingga Bank Mega pada

tahun 2012 lebih memfokuskan diri pada upaya-upaya konsolidasi seperti

mengembangkan program Mega First untuk membiayai segmen retail Bank

Mega sendiri dibanding melakukan ekspansi kredit guna mencapai potensi-

potensi bisnis yang lebih besar di tahun-tahun berikutnya yang telah

ditetapkan pada visi 1000 Bank Mega. Disamping itu, peningkatan Dana

Pihak Ketiga (DPK) sebesar 2,3% dibanding tahun sebelumnya

mengakibatkan rendahnya LDR perusahaan, dimana perusahaan memperoleh

DPK sebesar Rp 50,2 Trilyun. Nilai maksimum diperoleh oleh Bank QNB

pada tahun 2013 sebesar 113,30% yang menandakan bahwa bank dapat

dikatakan kurang sehat karena berada di antara nilai 100% 120% sehingga

telah masuk kategori bank sehat OJK. Nilai ini mencerminkan bahwa

perusahaan lebih banyak menyalurkan kreditnya dibandingkan dengan dana

yang dihimpunnya. Diketahui bahwa pada tahun 2012, total kredit yang
74

disalurkan oleh perusahaan ialah sebesar Rp 3,17 Trilyun. Nilai ini bertumbuh

sebesar 158,69% pada tahun 2013 hingga diperoleh total kredit yang

tersalurkan sebesar Rp 8,20 Trilyun. Tingginya kredit yang disalurkan selaras

dengan langkah strategis direksi untuk memfokuskan peningkatan

pengalaman nasabah terhadap kredit Bank QNB. Risiko ini berani diambil

oleh perusahaan karena diimbangi oleh permodalan yang kuat, terbukti dari

nilai CAR yang tinggi pada tahun tersebut yaitu sebesar 18,73%. Hal ini

diiringi dengan pertumbuhan dana yang dihimpun oleh perusahaan. Pada

tahun 2012 jumlah dana yang dihimpun oleh perusahaan ialah sebesar Rp 3,63

Trilyun, nilai ini meningkat sebesar 99,4% ke angka Rp 7,24 Trilyun. Namun

disisi lain, tingginya rasio LDR ini diiringi dengan rendahnya nilai NPL

perusahaan pada tahun tersebut yaitu sebesar 0,23%. Nilai NPL ini

menunjukan bahwa meskipun perusahaan mengambil risiko yang tinggi

dengan memperbanyak pinjaman yang disalurkan, likuiditas perusahaan tetap

terjaga meskipun rasio LDR perusahaan tinggi.

B. Uji Multikolinearitas

Menurut Ghozali (2016), uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji

apakah adanya korelasi atau hubungan antar variabel independen (bebas).

Model regresi yang dihasilkan dapat dikatakan baik apabila tidak terjadi

korelasi atau hubungan antara variabel independen (bebas) yang diujikan

dalam penelitian.
75

Tabel IV.2
Hasil Uji Multikolinearitas

Variabel CAR NPL BOPO ROE LDR


CAR 1 -0.0301 -0.326 0.167 0.164
NPL -0.301 1 0.671 -0.661 -0.017
BOPO -0.326 0.671 1 -0.846 -0.123
ROE 0.167 -0.661 -0.846 1 -0.037
LDR 0.164 -0.017 -0.123 -0.037 1
Sumber: Data diolah oleh peneliti menggunakan SPSS 25

Berdasarkan tabel IV.2, koefisien korelasi antar variabel yang diambil

oleh peneliti tidak terdapat koefisien korelasi yang melebihi 0,90. Dari hasil

uji dapat disimpulkan bahwa data sampel perusahaan Sektor Perbankan, yang

tercatat di BEI pada periode 2012 - 2016 tidak terdapat multikolinearitas antar

variabel bebasnya.

C. Analisis Regresi Logistik

Penggunaan analisis regresi logistik dalam penelitian ini karena

variabel dependen memiliki lebih dari 1 kategori. Dalam penelitian ini,

variabel dependen (Y) memiliki dua kategori, yaitu: “Non Financial Distress”

dengan kode 0, dan “Financial Distress” dengan kode 1.

Dalam penelitian ini, jumlah data observasi yang diolah atau diproses

menggunakan alat bantu software SPSS versi 25 sebanyak 145 diambil dari

29 Bank Umum. Dalam melihat kelengkapan data yang diolah peneliti agar

tidak ada data yang hilang (missing case), maka akan dijelaskan oleh tabel

case processing summary Tabel IV.3


76

Tabel IV.3
Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent


Selected Cases Included in 145 100.0
Analysis
Missing Cases 0 .0
Total 145 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 145 100.0
a. If weight is in effect, see classification table for the total
number of cases.
Sumber: Data diolah oleh peneliti menggunakan SPSS 25

Dari hasil tabel IV.3 dapat dilihat bahwa tidak ada data yang hilang

(missing = 0) dengan jumlah data sebanyak 145. Hal ini menandakan bahwa

seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini telah berhasil di-input secara

lengkap. Berikut ini adalah beberapa tahapan yang perlu dilalui dalam

melakukan regresi logistik.

1. Hasil Uji Goodness Of Fit Test

Untuk menilai kelayakan model regresi logistik dalam memprediksi

kondisi perusahaan mengalami financial distress digunakan uji Hosmer

and Lemeshow.

Tabel IV.4
Hasil Pengujian Goodness Of Fit Test

Chi-
Step Df Sig.
square
1 7.208 8 0.514
Sumber: Data diolah oleh peneliti menggunakan SPSS 25
77

Berdasarkan hasil pengujian Goodness Of Fit Test pada tabel IV.4

menunjukkan nilai Chi-Square sebesar 7,208 dengan nilai signifikansi

0,514. Hasil tersebut terlihat bahwa nilai signifikansi > 0,05 yang berarti

H0 diterima bahwa tidak ditemukannya perbedaan antara klasifikasi yang

diprediksi dengan klasifikasi yang diamati. Dengan demikian, maka model

regresi logistik ini dapat digunakan untuk analisis selanjutnya.

2. Hasil Uji Koefisien Determinan (R2)

Hasil Uji Koefisien determinan ini berfungsi untuk mengetahui

besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Uji

ini menggunakan Nilai Nagelkerke’s R Square. Nilai Nagelkerke’s R

Square mampu menjelaskan seberapa besar variabel dependen yang dapat

dijelaskan oleh semua variabel independen.

Tabel IV.5
Hasil Pengujian Koefisien Determinan

-2 Log Cox & Snell R Nagelkerke


Step
likelihood Square R Square
1 100.909a 0.336 0.502
a. Estimation terminated at iteration number 7 because
parameter estimates changed by less than .001.
Sumber: Data diolah oleh peneliti menggunakan SPSS 25

Berdasarkan tabel IV.5 dapat diketahui bahwa nilai Cox and Snell’s R

Square adalah sebesar 0,336 dan Nagelkerke R Square sebesar 0,502.

Hasil ini menandakan, ukuran Cox & Snell R Square yang diperoleh

memiliki kemampuan memprediksi sebesar 33,6% variasi kondisi


78

financial distress dapat diprediksi menggunakan rasio CAR, NPL, BOPO,

ROE dan LDR. Sedangkan berdasarkan ukuran Nagelkerke R Square yang

diperoleh sebesar 50,2% variasi kondisi financial distress dapat diprediksi

menggunakan rasio CAR, NPL, BOPO, ROE dan LDR. Nilai 50,2%

memiliki arti bahwa kondisi financial distress yang dapat dijelaskan

variabilitas variabel independen yaitu CAR, NPL, BOPO, ROE dan LDR

adalah sebesar 50,2%. Nilai ini juga menandakan bahwa sisanya sebesar

49,8% kondisi financial distress dijelaskan oleh variabel lain diluar

model.

3. Hasil -2 Log Likehood

Hasil uji -2 Log Likehood dalam penelitian ini adalah untuk

menentukan apakah telah terjadi perbaikan model jika variabel bebas

ditambahkan ke model. Tabel IV.6 merupakan tabel -2 Log Likehood pada

blok pertama.

Tabel IV.6
-2 Log Likelihood Pada Block Pertama

Iteration Historya,b,c
Coefficients
Iteration -2 Log likelihood Constant
Step 0 1 160.604 -1.034
2 160.273 -1.142
3 160.273 -1.145
4 160.273 -1.145
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 160.273
c. Estimation terminated at iteration number 4 because
parameter estimates changed by less than .001.
Sumber: Data diolah oleh peneliti menggunakan SPSS 25
79

Pada Blok 0: Beginning Block, dapat dilihat bahwa sebelum variabel

bebas dimasukkan ke dalam model, nilai -2 Log Likehood terendah adalah

sebesar 160,273. Pada Tabel IV.7 akan menghasilkan apakah ada

perbaikan model jika variabel bebas ditambahkan ke model.

Tabel IV.7
-2 Log Likelihood Pada Block Kedua

Iteration Historya,b,c,d
-2 Log Coefficients
Iteration likelihood Constant CAR NPL BOPO ROE LDR
Step 1 120.118 2.964 -0.053 0.036 0.001 -0.036 -0.035
1 2 107.480 6.607 -0.091 0.049 -0.013 -0.084 -0.054
3 102.071 9.415 -0.125 0.023 -0.023 -0.141 -0.063
4 100.957 10.491 -0.145 0.018 -0.025 -0.176 -0.065
5 100.909 10.714 -0.150 0.020 -0.025 -0.185 -0.066
6 100.909 10.724 -0.150 0.020 -0.025 -0.185 -0.066
7 100.909 10.724 -0.150 0.020 -0.025 -0.185 -0.066
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 160.273
d. Estimation terminated at iteration number 7 because parameter estimates changed by
less than .001.
Sumber: Data diolah oleh peneliti menggunakan SPSS 25

Setelah dimasukan kelima variabel independen, maka seperti yang

terdapat pada tabel IV.7, Nilai -2 Log Likehood Block Number = 1

mengalami penurunan menjadi sebesar 100,909 dimana sebelumnya

adalah 160,273. Penurunan -2 Log Likehood ini menunjukkan model

regresi yang tercipta akan lebih baik setelah dimasukkan kelima variabel

independen.
80

4. Hasil Uji Regresi Logistik

Setelah sebelumnya melakukan beberapa uji sebagai tahapan dari

analisis regresi logistik, maka dihasilkanlah hasil regresi logistik yang

terdapat pada Tabel IV.8.

Tabel IV.8
Hasil Uji Regresi Logistik
Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)


Step CAR -0.150 0.076 3.905 1 0.048 0.861
1a NPL 0.020 0.177 0.013 1 0.910 1.020
BOPO -0.025 0.028 0.790 1 0.374 0.976
ROE -0.185 0.051 13.358 1 0.000 0.831
LDR -0.066 0.022 8.740 1 0.003 0.936
Constant 10.724 3.931 7.441 1 0.006 45,435.5
a. Variable(s) entered on step 1: CAR, NPL, BOPO, ROE, LDR.

Sumber: Data diolah oleh peneliti menggunakan SPSS 25

Berdasarkan hasil analisis regresi logistik pada Tabel IV.8 maka

model persamaan analisis regresi logistik yang terbentuk adalah sebagai

berikut:
𝑃𝑖
𝐿𝑖 = 𝑙𝑛 1−𝑃𝑖 = 10.724 – 0.150 CAR + 0.020 NPL – 0.025 BOPO – 0.185 ROE –

0.066 LDR

D. Hasil Uji Hipotesis

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu

CAR, NPL, BOPO, ROE, dan LDR terhadap kondisi financial distress
81

perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI pada periode 2012-2016. Hasil

hipotesis yang akan diterima setelah melakukan uji regresi logistik adalah

dengan kriteria sebagai berikut :

1. Apabila nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima, yang memiliki arti

bahwa variabel bebas memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel

terikat pada tingkat signifikan sebesar 5%.

2. Apabila nilai signifikan > 0,05, maka hipotesis ditolak, yang memiliki arti

bahwa variabel bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel

terikat

Berikut penjelasan dari pengaruh variabel bebas (CAR, NPL, BOPO,

ROE, dan LDR) terhadap variabel terikat (financial distress) perusahaan

Sektor Perbankan yang tercatat di BEI pada periode 2012 – 2016:

1. Pengaruh CAR terhadap kondisi financial distress

Pada tabel IV.8 menunjukkan nilai koefisien CAR sebesar -0,150 yang

memberi arti bahwa rasio CAR memiliki pengaruh negatif terhadap

kondisi financial distress. Selanjutnya pada nilai signifikansi, rasio CAR

sebesar 0,048 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa rasio CAR memiliki

pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. Sehingga

kesimpulan yang dapat diambil adalah rasio CAR berpengaruh negatif

signifikan terhadap kondisi financial distress maka hipotesis H1 diterima.


82

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh

Shiddiq dan Wibowo (2017), Khadapi (2017) serta Kurniati (2013) yang

menghasilkan kesimpulan bahwa rasio CAR berpengaruh negatif

signifikan terhadap kondisi financial distress. Kondisi ini menunjukkan

bahwa kecukupan modal sebuah bank yang berfungsi sebagai modal

minimum bank untuk beroperasi merupakan salah satu pilihan utama yang

penting dalam mengatasi risiko kebangkrutan (Khadapi, 2017). Hal ini

disebabkan karena bank sebagai lembaga penghimpun dan penyalur dana

masyarakat tentunya memerlukan cadangan modal yang cukup untuk

melindungi bank dari berbagai risiko, salah satunya risiko kredit macet

maupun gagal bayar. Penelitian ini juga membuktikan secara umum bank

yang memiliki rasio CAR yang tinggi dapat terhindar dari risiko financial

distress.

2. Pengaruh NPL terhadap kondisi financial distress

Pada tabel IV.8 menunjukkan nilai koefisien NPL sebesar 0,020 yang

memberi arti bahwa rasio NPL memiliki pengaruh positif terhadap kondisi

financial distress. Selanjutnya pada nilai signifikansi, rasio NPL sebesar

0,910 > 0,05. Hal ini menunjukan bahwa rasio NPL tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. Sehingga

kesimpulan yang dapat diambil adalah rasio NPL berpengaruh positif

tidak signifikan terhadap kondisi financial distress maka hipotesis H2

ditolak.
83

Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh

Shiddiq dan Wibowo (2017). Penelitian ini berbeda dengan yang

diperoleh Paula dan Ismawati (2015) serta Maria dan Mulyo (2016) yang

menyatakan bahwa rasio NPL memiliki hubungan yang signifikan. Tidak

signifikannya pengaruh NPL terhadap kondisi financial distress

dipengaruhi oleh seberapa besar bank berani untuk mengambil risiko

dalam meningkatkan penyaluran kredit. Hal ini dikarenakan beberapa

bank telah mampu untuk melakukan covering terhadap risiko kredit macet

dan gagal bayar terutama melalui dana cadangan bank (Maria dan Mulyo,

2016). Pada umumnya, penyaluran kredit yang tinggi akan meningkatkan

risiko gagal bayar atau kredit macet dari pihak si peminjam, namun disisi

lain penyaluran kredit yang tinggi dapat meningkatkan peluang bank

untuk memperoleh keuntungan sebelum bunga dan pajak dari

meningkatnya pendapatan bunga.

3. Pengaruh BOPO terhadap kondisi financial distress

Pada tabel IV.8 menunjukkan nilai koefisien BOPO sebesar -0,025

yang memberi arti bahwa rasio BOPO memiliki pengaruh negatif terhadap

kondisi financial distress. Selanjutnya pada nilai signifikansi, rasio BOPO

sebesar 0,374 > 0,05 ini menunjukan bahwa rasio BOPO tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. Sehingga

kesimpulan yang dapat diambil adalah rasio BOPO berpengaruh negatif


84

tidak signifikan terhadap kondisi financial distress maka hipotesis H3

ditolak.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Shiddiq dan Wibowo

(2017), serta Boby et al (2014) yang menyatakan bahwa BOPO tidak

berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Tidak signifikannya

pengaruh BOPO terhadap financial distress dikarenakan saat ini bank

dalam sampel penelitian telah mampu untuk mengatur keseimbangan

beban operasional dan pendapatan operasionalnya. Artinya meskipun

perusahaan memiliki beban yang besar, namun dapat diiringi dengan

pendapatan yang besar juga, sehingga bank tetap mampu untuk

menanggung beban-bebannya serta tidak merasakan dampak signifikan

akan timbulnya kondisi financial distress (Shiddiq dan Wibowo, 2017).

Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai rata-rata BOPO pada perusahaan

perbankan periode 2012-2016 yang masuk kategori sangat sehat yaitu

senilai 86,45% karena kurang dari 94% sesuai dengan ketentuan OJK.

4. Pengaruh ROE terhadap kondisi financial distress

Pada tabel IV.8 menunjukkan nilai koefisien ROE sebesar -0,185 yang

memberi arti bahwa rasio ROE memiliki pengaruh negatif terhadap

kondisi financial distress. Selanjutnya pada nilai signifikansi, rasio ROE

sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa rasio ROE memiliki

pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. Sehingga


85

kesimpulan yang dapat diambil adalah rasio ROE berpengaruh negatif

signifikan terhadap kondisi financial distress maka hipotesis H4 diterima.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh

Shiddiq dan Buddi (2017), Rahmania dan Hermanto (2014), serta Kurniati

(2013). Hal ini dapat diartikan bahwa pengelolaan ekuitas yang tersedia

untuk menghasilkan laba signifikan dalam memprediksi kondisi financial

distress bank karena semakin tinggi ekuitas yang disediakan oleh bank

dalam menjalankan operasionalnya, maka akan mampu untuk mengambil

berbagai risiko laba yang diperoleh, seperti melakukan ekspansi

penyaluran kredit sehingga dapat meningkatkan laba operasional

(Rahmania dan Hermanto, 2014).

5. Pengaruh LDR terhadap kondisi financial distress

Pada tabel IV.8 menunjukkan nilai koefisien LDR sebesar -0,066 yang

memberi arti bahwa rasio LDR memiliki pengaruh negatif terhadap

kondisi financial distress. Selanjutnya pada nilai signifikansi, rasio LDR

sebesar 0,003 < 0,05. Hal ini menunjukan bahwa rasio LDR memiliki

pengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. Sehingga

kesimpulan yang dapat diambil adalah rasio LDR berpengaruh negatif

signifikan terhadap kondisi financial distress maka hipotesis H5 ditolak.

Penelitian ini selaras dengan penelitian Nugroho (2012) serta

Kartikajati dan Haryanto (2014) yang menyatakan LDR berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap financial distress. Hasil ini didukung oleh
86

rendahnya rasio NPL rata-rata perusahaan perbankan pada periode 2012-

2016 yaitu sebesar 2,66% yang mengakibatkan banyak perusahaan berani

menyalurkan kreditnya lebih tinggi. Disisi lain, hal ini juga disebabkan

bank yang sangat likuid dalam menyalurkan kreditnya dapat mengatasi

risiko penyaluran kredit dengan tingginya nilai DPK bank sehingga

mampu untuk menghindarkan dari kondisi financial distress (Nugroho,

2012). Selain dapat ditutupi dengan nilai DPK yang tinggi, aset-aset bank

yang likuid dapat menjadi pilihan ketika bank perlu mencairkan aset-aset

tersebut untuk menutupi kebutuhan dana.


87

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel

independen, yaitu CAR, NPL, BOPO, ROE, dan LDR terhadap variabel

terikat, yaitu financial distress pada perusahaan sektor perbankan yang

tercatat di BEI pada periode 2012 – 2016. Berikut adalah kesimpulan yang

didapat dalam penelitian ini:

1. CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2012-2016.

2. NPL berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap financial distress

pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2012-2016.

3. BOPO berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap financial distress

pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia

periode 2012-2016.

4. ROE berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2012-2016.
88

5. LDR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress pada

perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode

2012-2016.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini diharapkan untuk dapat membantu serta memberi

informasi perusahaan kepada pihak-pihak yang terkait seperti perusahaan,

investor, dan regulator. Implikasi yang dapat diberikan kepada pihak-pihak

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi early warning bagi

perusahaan perbankan agar lebih berhati-hati dalam menjalankan

operasional perusahaan terutama dalam menjaga rasio-rasio keuangan

seperti permodalan (CAR), profitabilitas (ROE), dan likuiditas (LDR)

yang mana dalam penelitian ini menghasilkan dampak yang signifikan

terhadap risiko kebangkrutan bank. Hal ini dikarenakan kondisi financial

distress dapat terjadi secara tiba-tiba.

2. Bagi Investor

Bagi investor yang ingin berinvestasi di perusahaan perbankan,

diharapkan mempertimbangkan penelitian ini terutama terkait tingkat

risiko perusahaan. Tingkat risiko yang perlu dipertimbangkan terhadap

perusahaan perbankan adalah tingkat profitabilitas (ROE) dan likuiditas


89

(LDR) sebuah bank, semakin likuid sebuah bank, maka pendapatan bunga

yang diperoleh juga dapat semakin besar. Hal ini penting karena salah satu

pendapatan utama bank adalah dari pendapatan bunga.

3. Bagi Regulator

OJK sebagai regulator dan lembaga resmi yang memiliki wewenang

dalam mengatur, mengawasi, dan melindungi perusahaan-perusahaan di

sektor perbankan diharapkan untuk mempertimbangkan penelitian ini

terkait penentuan kebijakan terkait masalah kesehatan bank. Hal ini

dikarenakan informasi-informasi yang terkandung dalam penelitian ini

sangat berhubungan dengan dasar-dasar OJK dalam membuat keputusan.

OJK dapat membuat kebijakan untuk menahan atau melonggarkan

likuiditas melalui Loan to Deposit Ratio (LDR) perbankan, menetapkan

Capital Adequacy Ratio (CAR), maupun batas tingkat kredit macet bank

(NPL) dimana hal-hal tersebut dapat dikatakan paling berpengaruh dalam

kegiatan operasional sebuah bank.

C. Saran

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, maka terdapat

beberapa saran yang dapat diberikan kepada peneliti selanjutnya sebagai

berikut:

1. Penelitian selanjutnya sebaiknya tidak hanya menggunakan variabel-

variabel pada rasio keuangan ataupun pada model prediksi kesehatan bank
90

pada umumnya agar penelitian menjadi lebih baik, lengkap tepat dan

akurat dalam mengetahui penyebab kebangkrutan.

2. Penelitian selanjutnya sebaiknya tidak terpaku dengan variabel-variabel

mikro, sebaiknya juga mengikutsertakan variabel makro agar penelitian

menjadi lebih baik dan lengkap.


91

DAFTAR PUSTAKA

Afriyeni, Endang dan Jumyetti. (2016). “Pengaruh Rasio Keuangan dalam


Memprediksi Kondisi Financial distress pada Perusahaan Perbankan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. National Conference of Applied
Sciences, Engineering, Business and Information Technology. Politeknik
Negeri Padang.

Amir, Shaleh dan Bambang Sudiyatno. (2013). Pengaruh Rasio Keuangan untuk
Memprediksi Probabilitas Kebangkrutan Perushaan Manufaktur yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Dinamika Akuntansi,
Keuangan dan Perbankan. Vol.2, No.1

Arif, Abubakar dan Febrina Nur Isnidya. (2010). “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Initial Return Pada Penawaran Perdana Saham di Bursa
Efek Indonesia (BEI) Saat Krisis Finansial Global Periode 2006-2008”.
Jurnal Informasi, Perpajakan, Akuntansi dan Keuangan Publik Vol. 5,
No.2 Hal: 111 -130

Ayu, Nur Fajrina. (2016). “Pengaruh Rasio Camel Dan Ukuran Komite Audit
Terhadap Financial distress Serta Dampaknya Terhadap Harga Saham
(Suatu studi pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI periode
2011-2015)”. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Pasundan.

Bank Indonesia. “Laporan Perekonomian Indonesia Tahun 2013”,


https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporantahunan/perekonomian/Pages/L
PI_2013.aspx. (Diakses tanggal 10 April 2018).

Boby, Razuli, dan Nur Azlina. (2014). “Analisis Rasio Keuangan Dengan Metode Z-
Score (Altman) Dan Camel Untuk Memprediksi Potensi Kebangkrutan
Pada Perusahaan Perbankan yang Listing Di BEI”. Journal Of
Management FEKON. Vol.1 No.2

Brigham, Eugene F and Daves, Philip R. (2009). Intermediate Financial


Management. USA: Thompson South Western.

Budisantoso, Totok dan Sigit Triandaru. (2014). Bank dan Lembaga Keuangan Lain.
Edisi ketiga. Jakarta : Salemba Empat.
92

Chiaramonte Laura and Barbara Casu. (2016). “Capital and Liquidity Ratios and
Financial distress. Evidence from the European Banking Industry”. The
British Accounting Review.

Dendawijaya, Lukman. (2009). Manajemen Perbankan. Bogor: Ghalia Indonesia.

Dwi, Endy dan Made Sukada. “Outlook Ekonomi Indonesia 2009 - 2014, Edisi
Januari2009”.https://www.bi.go.id/id/publikasi/kebijakan-
moneter/outlook-ekonomi/Pages/oei_0109.aspx. (Diakses tanggal 9 April
2018).

Fahmi, Irham. (2015). Analisis Laporan Keuangan, Cetakan Ke-5. Bandung:


Alfabeta.

Firmansyah, Fajar Ramadhan. (2016). “Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage,


Dan Rasio Profitabilitas Terhadap Financial distress (Studi Pada
Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Periode 2011-2015)”. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Pasundan.

Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS
23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Hapsari, Evanny Indri. (2012). “Kekuatan Rasio Keuangan dalam Memprediksi


Kondisi Financial distress Perusahaan Manufaktur di BEI”. Jurnal
Dinamika Manajemen Vol3. No. 2,

Husein, Nurbaiti. (2017). “Pengaruh Liquidity Ratio, Rentability Ratio, Dan


Corporate Governance Terhadap Terjadinya Financial distress (Studi
Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2015)”. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Pasundan.

Hussein, Mohammad Zaki. “Krisis Mata Uang Rupiah 2013: Penyebab dan
Dampaknya”.https://indoprogress.com/2013/09/krisis-mata-uang-rupiah-
2013-penyebab-dan-dampaknya/ . (Diakses tanggal 9 April 2018).

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2015). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan


No.1. Jakarta: Salemba Empat.

Imanzadeh, P. Jouri dan Sepehri. (2011). “A Study of the Application of Springate


and Zmijewski Bankruptcy Prediction Models in Firms Accepted in
93

Tehran Stock Exchange”. Australian Journal of Basic and Applied


Sciences, 5(11): 1546-1550.

Ismawati, Kun dan Paula Chrisna. (2017). “Detektor Financial distress Perusahaan
Perbankan Indonesia”. Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan. Vol.
4, No. 1.

John, Jens, dan Jan. (2010). “Predicting Financial distress and the Performance of
Distressed Stocks”. Journal of Investment Management Vol. 9, No. 2,
Hal.14-34.
Kartikajati, Evita dan Mulyo Haryanto. (2014). “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan
Terhadap Kondisi Kesulitan Keuangan Bank Di Indonesia”. Diponegoro
Journal Of Management.
Kasmir. (2012). Manajemen Perbankan. Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

Khadapi, Muamar. (2017). “Pengaruh CAR, ROA, BOPO DAN FDR Terhadap
Financial distress Bank Umum Syariah Di Indonesia Periode 2014-
2016”. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Kieso, Donald E.,Jerry J. Weygandt, Terry D. Warfield. (2011). Intermediate


Accounting, Volume 1. IFRS Edition. United States of America:
Quad/Graphic, Inc

Kompas. “Tahun 2008, IHSG Berprestasi dan Terpuruk”.


https://tekno.kompas.com/read/2008/12/30/22124067/tahun.2008.ihsg.ber
prestasi.dan.terpuruk. (Diakses pada tanggal 9 April 2018).

Kuncoro Sarwo dan Linda Agustina. (2017). “Factors to Predict The Financial
distress Condition of the Banking Listed in The Indonesia Stock
Exchange”. Accounting Analysis Journal Vol. 6 No.1

Kurniati, Ni Ketut Novi. (2013). “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Prediksi


Financial distress Studi Empiris Pada Bank Go Public Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia (BEI) Antara Tahun 2008-2011”. Skripsi,
Universitas Negeri Jakarta.

Larasati, Mayang. (2012). “Factors Analysis of Non Performing Loan (NPL) in PD


Bank Perkreditan Rakyat Kabupaten Indramayu”. Jurnal Bisnis dan
Manajemen, Vol. 13 No. 1.
94

Martharini, Latifa. (2012). “Analisis Pengaruh Rasio Camel dan Size Terhadap
Prediksi Kondisi Bermasalah Pada Perbankan”. Skripsi, Manajemen
Universitas Negeri Diponegoro Semarang.

Mastuti, Firda, Muhammad Saifi, dan Devi Farah Azizah. (2013). “Altman Z-Score
Sebagai Salah Satu Metode dalam Menganalisis Estimasi Kebangkrutan
Perusahaan”. Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang

Messai, Ahlem-selma and Fathi Jouini. (2012). “Predicting Banking Distress in


European Countries”. Journal of Economic and Social Studies Vol. 3,
No.1.

Nugroho, Vidyarto. (2012). “Pengaruh CAMEL Dalam Memprediksi Kebangkrutan


Bank”. Jurnal Akuntansi Volume XVI No.1.

Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/1/PBI/2011 Tentang Penilaian Tingkat


Kesehatan Bank Umum

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 19 /POJK.03/2017. Tentang Penetapan


Status Dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat Dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Rahmania, Meilita Fitri dan Suwardi Bambang Hermanto. (2014). “Analisis Rasio
Keuangan Terhadap Financial distress Perusahaan Perbankan Studi
Empiris di BEI 2010-2012”. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi Vol. 3, No.
11, 2014.

Rismawati. (2012). “Analisis Perbandingan Model Prediksi Financial Distress


Altman, Springate, Ohlson, dan Zmijewski (Studi Empiris Pada
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)”.
Skripsi Ekonomi Akuntansi, Universitas Hasanuddin Makassar. Hal 25-
59.

Rivai, Veitzhal. (2013). Commercial Bank Management: Manajemen Perbankan


Dari Teori Ke Praktik. Edisi 1. Cetakan 1. Jakarta: Rajawali Pers.

Rosandra, Maria dan Mulyo Haryanto. (2016). “Pengaruh LDR, NPL, BOPO, Ukuran
Perusahaan, dan CAR Terhadap Risiko Kebangkrutan Bank (Studi Pada
Bank Umum Konvensional Periode 2012-2014)”. Diponegoro Journal Of
Management Volume 5, Nomor 3, Halaman 1-13.

Safitri, Hanifa. (2015). “Pengaruh Rasio Camel Dan Corporate Governance Terhadap
Financial distress Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar Di Bursa
95

Efek Indonesia Periode 2009-2013”. S1 Skripsi, Universitas Negeri


Jakarta.

Sagho, Maria dan Ni Ketut Lely. (2015). “Penggunaan Metode Altman Z-Score
Modifikasi Untuk Memprediksi Kebangkrutan Bank Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia”. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana Vol.11,
No.3 Hal: 730-742.

Samsul, Mohamad. (2011). Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta:


Erlangga

Sartono, Agus. (2010). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi, Edisi 4.


Yogyakarta : BPFE

Shiddiq, Imaddudin dan Buddi Wibowo. (2017). “Prediksi Financial distress Bank
Umum Di Indonesia: Analisis Diskriminan Dan Regresi Logistik”. Jurnal
Bisnis dan Manajemen Vol 7, No.1, Hal 27-40.

Sofiasani, Gina dan Budhi Pamungkas. (2016). “Pengaruh CAMEL Terhadap


Financial distress Pada Sektor Perbankan Indonesia Periode 2009-2013”.
Journal of Business Management and Enterpreneurship Education Vol.
1, No. 1, April 2016, hal.136-146

Sugiyono. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta.

Sukmawati, Tifhani Dwi. (2016). “Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Prediksi


Financial distress (Suatu Studi pada Perusahaan Sektor Pertambangan
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2014)”. Skripsi,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan.

Sumani dan Andri Setiawan. (2017). “Analisis Financial distress dan Beberapa
Variabel Prediktor pada Sektor Perbankan di Indonesia”. Jurnal Bisnis
dan Manajemen Vol. 11, No. 3 September 2017 Hal. 400 – 412

Surat Edaran Bank Indonesia PBI Nomor 13/ 30 /DPNP 16 Desember Tahun 2011

Syahtian, Juniardi. (2017). “Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Terhadap Financial


distress Pada Perbankan Syariah Di Indonesia (Studi Pada Otoritas Jasa
Keuangan Periode 2012-2016)”. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pasundan.

Syantika, Rayya. (2015). “Analisis Pengaruh Rasio Camel Dan Efesiensi Komite
Audit Terhadap Financial distress (Suatu studi pada Perusahaan
96

Perbankan yang terdaftar di BEI periode 2010-2012)”. Skripsi, Fakultas


Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan.

Triwahyuningtias, Meilinda. (2012). “Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan,


Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas Dan Leverage
Terhadap Terjadinya Kondisi Financial distress (Studi Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun
2008-2010)”. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang.

Vota, Tifani. (2010). “Pengaruh Karakteristik Komite Audit Terhadap Financial


distress”. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Semarang.

Wati, Mike Widia, Suhadak, dan Raden Rustam Hidayat. (2015). “The Analysis Of
Bank Health Levels Using X-Score (Zmijewski), Y-score (Ohlson), And
Z-Score (ALTMAN) (Case Study At Banking Sector In Indonesian Stock
Exchange Periods Of 2011-2013). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). Vol.
28 No. 1.

Wicaksana, Rizki Ludy. (2011). “Analisis Pengaruh Rasio Camel Terhadap Kondisi
Bermasalah Bank Pada Sektor Perbankan Di Indonesia”. Skripsi,
Akuntansi Universitas Negeri Semarang.
97

LAMPIRAN

Lampiran 1
Data Keuangan Perbankan
Kategori
Tahun Rasio Keuangan CAMEL (X)
Nama Bank Bank
CAR NPL BOPO ROE LDR Dummy
2012 15.48 1.74 63.93 27.23 77.66 0
2013 14.93 1.6 62.41 27.31 82.97 0
Bank Mandiri 2014 16.6 1.66 64.98 25.81 82.97 0
2015 18.6 2.29 69.67 23.03 87.05 0
2016 21.36 3.96 80.94 11.12 85.86 0
2012 16.95 1.78 59.93 38.66 79.85 0
2013 16.99 1.55 60.58 34.11 88.54 0
Bank BRI 2014 18.31 1.69 65.42 31.19 81.68 0
2015 20.59 2.02 67.96 29.89 86.88 0
2016 22.91 2.03 68.93 23.08 87.77 0
2012 16.7 2.8 71 20 77.5 0
2013 15.1 2.2 67.1 22.5 85.3 0
Bank BNI 2014 16.2 2 69.8 23.6 87.8 0
2015 19.5 2.7 75.5 73.2 87.8 0
2016 19.4 3 73.6 15.5 90.4 0
2012 17.69 4.09 80.74 18.23 100.9 0
2013 15.62 4.05 82.19 16.05 104.4 0
Bank BTN 2014 14.64 4.01 88.97 10.95 108.9 0
2015 16.97 3.42 84.83 16.84 108.8 0
2016 20.34 2.84 82.48 18.35 102.7 0
2012 18.5 2.66 81.42 19.47 83.81 0
2013 17.06 2.25 82.38 19.44 85.8 0
Bank Bukopin 2014 15.98 2.78 89.21 11.53 83.89 0
2015 15 2.83 87.56 14.8 86.34 0
2016 16.72 3.77 86.97 13.19 86.04 0
2012 18.9 2.3 75 16.2 100.7 0
2013 17.9 1.9 82.86 14.5 95.1 0
Bank Danamon 2014 17.8 2.3 76.61 8.6 92.6 0
2015 19.7 3 83.4 7.4 87.5 0
2016 20.9 3.1 77.3 8 91 0

Bank Jabar 2012 18.11 2.07 80.02 25.02 74.09 0


Banten 2013 16.51 2.83 79.41 26.76 96.47 0
98

2014 16.08 4.15 85.6 18.92 93.18 0


2015 16.21 2.91 83.31 23.05 88.13 0
2016 16.43 1.69 82.7 21.81 86.7 0
2012 12.83 1.7 87.06 16.04 87.34 0
2013 12.74 2.11 83.06 16.42 87.04 0
Bank Maybank
2014 15.76 2.23 92.13 6.1 92.67 0
Indonesia
2015 15.17 3.67 89.18 8.47 86.14 0
2016 16.77 3.42 84.36 11.85 88.92 0
2012 15.16 2.29 71.7 20.88 95.04 0
2013 15.36 2.23 73.79 17.74 94.49 0
Bank CIMB
2014 15.58 3.9 87.86 7.66 99.46 0
Niaga
2015 16.28 3.74 97.38 2.99 97.98 0
2016 17.96 3.89 90.07 5.81 98.38 0
2012 12.17 0.97 85.18 14.37 84.94 0
2013 15.75 0.92 86.25 12.16 84.44 0
Bank BNP 2014 16.6 1.86 88.37 9.09 85.19 0
2015 18.07 4.74 91.91 5.71 90.17 0
2016 20.57 5.31 98.52 0.7 84.18 0
2012 15.86 1.37 83.1 17.54 89.52 0
2013 14.28 1.02 84.99 15.68 89.24 0
Bank Permata 2014 13.6 1.7 89.8 12.2 89.1 0
2015 15 2.7 98.9 1.8 87.8 0
2016 15.6 8.8 150.8 -38.3 80.5 1
2012 10.09 3.9 92.96 15.04 82.81 0
2013 14.03 12.3 173.8 -142.5 96.31 1
Bank J Trust 2014 13.48 12.2 136.39 -58.07 71.14 1
2015 15.49 3.71 143.68 -59.03 85 1
2016 15.28 6.98 128.26 -65.76 96.33 1
2012 27.76 0.73 111.53 -3.38 87.37 1
2013 18.73 0.23 100.57 0.4 113.3 0
Bank QNB 2014 15.1 0.31 88.9 6.62 93.47 1
2015 16.18 2.59 90.95 7.5 112.5 1
2016 16.46 6.86 137.94 -31.96 94.54 1
2012 13.27 9.95 97.77 9.52 83.68 1
2013 11.56 6.75 99.39 14.37 88.46 1
Bank
Pembangunan 2014 10.05 6.94 108.3 -16.47 86.11 1
Banten
2015 8.02 5.94 134.15 -57.19 80.77 1
2016 13.22 5.71 195.7 -83.79 83.85 1
Bank Bumi Arta 2012 19.18 0.63 78.71 14.84 77.95 0
99

2013 16.99 0.21 82.33 13.15 83.96 0


2014 15.07 0.25 87.41 11.34 79.45 1
2015 25.57 0.78 88.91 8.97 82.78 1
2016 25.15 1.82 85.8 6.43 79.03 1
2012 14.8 3.68 86.54 10.26 82.48 0
2013 21.6 2.27 85.88 8.89 87.11 0
Bank BRI
2014 19.06 2.02 87.85 7.05 88.49 0
Agroniaga
2015 22.12 1.9 88.63 7.65 87.15 0
2016 23.68 2.88 87.59 7.31 88.25 0
2012 14.2 0.4 62.4 30.4 68.6 0
2013 15.7 0.4 61.5 28.2 75.4 0
Bank BCA 2014 16.9 0.6 62.4 25.5 76.8 0
2015 18.7 0.7 63.2 21.9 81.1 0
2016 21.9 1.3 60.4 20.5 77.1 0
2012 18 2.11 86.85 8.46 59.06 1
2013 20.13 0.37 86.38 10.96 63.35 0
Bank Capital
2014 16.43 0.34 87.81 8.93 58.13 1
Indonesia
2015 17.7 0.79 90.27 9.59 55.78 1
2016 20.64 3.17 89.11 7.82 55.34 1
2012 18.09 3.18 83.75 15.42 80.78 1
2013 21.82 2.5 88.5 9.23 78.72 0
Bank Sinarmas 2014 18.38 3 94.54 5.72 83.88 0
2015 14.37 3.95 91.67 6.46 78.04 1
2016 16.7 2.1 86.23 10.04 77.47 0
2012 21.5 0.58 74 26.5 86 0
2013 23.1 0.67 75 26.2 88 0
Bank Tabungan
2014 23.2 0.7 80 18.6 97 0
Pensiun Negara
2015 23.8 0.7 82 14.1 97 0
2016 25 0.79 82 12.6 95 0
2012 11.21 5.78 99.68 0.26 79.48 1
2013 13.09 4.88 107.77 -16.28 80.14 1
Bank MNC 2014 17.79 5.88 108.54 -6.69 80.35 1
2015 17.83 2.97 98.97 0.74 72.29 0
2016 19.54 2.77 95.61 0.62 77.2 1
2012 17.97 2.3 78.82 16.48 67.59 1
2013 18 0.7 81.35 16.72 73.39 0
Bank Victoria 2014 18.35 3.52 93.25 7.62 70.25 0
2015 20.38 4.48 93.89 6.73 70.17 0
2016 26.18 3.89 94.3 4.79 68.38 0
100

2012 16.45 0.85 93.03 13.14 87.42 1


2013 17.31 1.96 85.27 11.59 88.87 0
Bank Artha Graha 2014 15.95 1.92 91.62 5.92 87.62 1
2015 15.2 2.33 96.66 2.93 80.75 1
2016 19.92 2.77 96.17 2.11 86.39 1
2012 10.93 3.02 80.19 17.67 80.58 0
2013 14.07 1.04 78.58 22.85 85.61 0
Bank Mayapada 2014 10.44 1.46 84.27 20.96 81.25 0
2015 12.97 2.52 82.65 23.41 82.99 0
2016 13.34 2.11 83.08 19 91.4 0
2012 16.83 2.09 76.73 27.44 52.39 0
2013 15.74 2.18 89.76 9.65 57.41 0
Bank Mega 2014 15.23 2.09 91.25 10.05 65.85 0
2015 22.85 2.81 85.72 15.3 65.05 0
2016 26.21 3.44 81.81 10.91 55.35 0
2012 13.86 1.98 81.74 15.91 80.22 1
2013 14.68 1.69 84.89 10.79 82.73 0
Bank China
2014 14.15 2.71 93.19 5.28 84.03 1
Construction
2015 16.39 1.98 90.7 6.21 86.82 0
2016 19.43 3.03 93.47 1.16 86.43 0
2012 16.49 0.91 78.93 12.22 86.79 0
2013 19.28 0.73 78.03 11.87 92.49 0
Bank OCBC
2014 18.74 1.34 79.46 9.68 93.59 0
NISP
2015 17.32 1.3 80.14 9.6 98.05 0
2016 18.28 1.88 79.84 9.85 89.86 0
2012 16.31 1.64 47.6 4.44 88.46 0
2013 16.74 2.07 81.31 7.66 87.71 0
Bank Panin 2014 17.3 2.01 79.81 9.24 95.47 0
2015 20.13 2.44 86.66 6.07 98.83 0
2016 20.49 2.81 83.02 8.29 94.37 0
2012 42.52 0.65 42.41 9.69 118.1 1
2013 27.91 0.48 33.28 13.95 140.7 1
Bank Woori
2014 21.71 2.51 56.04 8.35 101.2 0
Saudara
2015 18.82 1.98 79.89 12.16 97.22 0
2016 17.2 1.53 79.25 13.06 110.5 0
Sumber : Data diolah peneliti
101

Lampiran 2
Data Statistik Deskriptif

Lampiran 3
Data Uji Multikolinearitas
102

Lampiran 4
Goodnes of fit Test

Lampiran 5
Case Processing Summary

Lampiran 6
Uji Koefisien Determinan

Lampiran 7
Hasil -2Log Likelihood
103

Lampiran 8
Expectation Prediction

Lampiran 9
Uji Koefisien Regresi

Anda mungkin juga menyukai