Anda di halaman 1dari 4

Legenda Karang Nini dan Bale Kambang

Di Desa Karangtunjang atau yang kini bernama Desa Emplak, Jawa Barat, hiduplah
sepasang suami istri bernama Aki Ambu Kolot dan Nini Arga Piara. Sudah puluhan tahun
mereka menikah, namun belum juga dikaruniai momongan. Meskipun demikian,
pasangan suami istri tersebut senantiasa hidup rukun dan damai. Mereka saling
menyayangi satu sama lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Aki Ambu
Kolot setiap hari menjelang malam pergi ke laut memancing ikan dan baru pulang pada
esok harinya. Hasil tangkapannya dijual ke pasar atau ditukar dengan kebutuhan hidup
lainnya. Jika memperoleh hasil tangkapannya melimpah, sebagian dibuat ikan asin oleh
Nini Arga Piara.
Suatu sore, Aki Ambu sedang bersiap-siap untuk berangkat ke laut. Namun, sore
itu Aki Ambu itu terlihat lemas karena masuk angin. Meskipun demikian, ia tetap
bertekad berangkat ke laut. Sementara itu, Nini Arga yang melihat keadaan suaminya
seperti itu berusaha menasehati agar mengurungkan niatnya.
“Aki, sebaiknya Aki beristirahat saja dulu di rumah. Bukankah Aki sedang tidak
enak badan?” ujar Nini Arga.
“Tidak apa-apa, Ni. Kalau Aki tidak memancing satu hari saja, badan Aki terasa
pegal-pegal. Lagipula, persediaan makanan untuk besok juga sudah habis,” jawab Aki
Ambu dengan suara sedikit parau.
Bagi Nini, alasan suaminya tersebut memang masuk akal. Jika sang suami tidak
berangkat tentu besok mereka akan kelaparan. Dengan pertimbangan itu, maka ia pun
merelakan suaminya pergi melaut.
“Baiklah, Ki. Tapi, janganlah terlalu memaksakan tenaganya. Jika sudah capai,
cepatlah pulang,” ujar Nini Arga dengan perhatian.
“Baik, Ni. Aki akan segera pulang jika sudah memperoleh ikan yang cukup untuk
persediaan besok,” kata Aki Ambu seraya mengecup kening sang istri tercinta.
Usai berpamitan, Aki Ambu pun berangkat memancing dengan menggunakan perahu.
Setiba di tengah laut, kakek yang usianya mulai renta itu segera melemparkan kailnya
yang telah diberi umpan ke dalam air. Dengan sabar, ia menunggu kailnya sambil
bersiul-siul. Hari sudah gelap, namun belum seekor ikan pun yang menyentuh umpannya.
Oleh karena itu, ia sesekali mengayuh perahunya ke tempat lain dengan harapan segera
mendapatkan ikan. Tapi, hingga larut malam, ia belum juga memperoleh hasil.
Tak terasa, hari telah menjelang pagi. Ayam jantan sudah mulai berkokok
bersahut-sahutan. Nini Arga yang menunggu di rumah cepat-cepat bangun untuk
menyiapkan sarapan untuk suaminya yang tidak lama lagi akan kembali dari melaut. Tak
berapa lama kemudian, hidangan sarapan telah siap. Namun, Aki Ambun belum juga
pulang.
“Hari sudah pagi, tapi kenapa Aki belum pulang juga?” gumam Nini Arga dengan
cemas, “Tidak biasanya Aki pulang sampai siang begini.”
“Ah, mungkin Aki ketiduran di atas perahunya karena kecapaian,” gumamnya lagi
berusaha menepis perasaan cemas di dalam hatinya.
Sambil menunggu kepulangan suaminya, Nini Arga mengerjakan pekerjaan rumah
lainnya seperti membereskan rumah dan mencuci pakaian. Hingga hari menjelang siang,
suami yang dicintainya itu tak kunjung tiba. Nenek itu pun semakin cemas dan gelisah.
Hingga sore hari, Aki Ambun belum juga pulang. Akhirnya, Nini Arga memutuskan untuk
pergi mencarinya di sekitar pantai. Ia pun menyusuri pantai itu hingga larut malam,
namun sang suami belum juga ditemukannya. Meskipun demikian, nenek itu tidak putus
asa. Ia pun melanjutkan pencarian pada esok harinya bersama dengan para warga.
Sudah seharian mereka mencarinya ke mana-mana, namun hasilnya tetap nihil. Akhirnya,
semua warga kembali ke perkampungan. Maka tinggallah Nini Arga seorang diri di tepi
pantai merenungi nasibnya sambil berdoa.
“Ya, Tuhan! Pertemukan kembali hamba dengan suami hamba,” ucapnya dengan
khusyuk.
Rupanya, Tuhan Yang Mahakuasa mendengar doa Nini Arga. Tidak lama setelah ia
berdoa, tiba-tiba sebuah batu karang yang mengambang muncul di hadapannya.
Bersamaan dengan itu, Nini dikejutkan oleh sebuah suara gaib yang menyapanya.
“Ketahuilah, Nini. Batu karang yang mengambang di hadapanmu itu adalah penjelmaan
Aki Ambun. Jadi, janganlah kamu berharap Aki akan kembali hidup bersamamu,” ujar
suara gaib itu.
Betapa terkejut Nini Arga mendengar suara gaib itu. Ia benar-benar tidak pernah
mengira sebelumnya jika suami yang amat dicintainya akan mengalami nasib seperti itu.
Namun, ia menyadari bahwa semua itu sudah menjadi takdir dari Tuhan Yang Mahakuasa.
Ia pun naik duduk di atas batu karang itu sambil meneteskan air mata. Karena cinta
kasih dan kesetiaannya kepada sang suami, Nini Arga kemudian turun dari batu karang
itu lalu duduk bersimpuh di hadapannya seraya berdoa agar dirinya diubah menjadi batu
karang seperti halnya Aki Ambu.
“Ya, Tuhan! Hamba amat mencintai Aki. Hamba ingin selalu bersamanya. Ubahlah
wujud hamba menjadi seperti Aki!” pinta Nini Arga sambil meneteskan air mata.
Tuhan Maha Mendengar dan Maha Mengetahui semua keluh kesah hambanya.
Permintaan Nini Arga pun dikambulkannya. Langit tiba-tiba menjadi gelap. Selang
beberapa saat kemudian, petir pun menyambar-nyambar disertai hujan deras.
Bersamaan dengan itu, Nini Arga pun menjelma menjadi batu yang menghadap ke arah
batu karang perwujudan suaminya, Aki Ambu. Bentuk batu karang itu menyerupai
bentuk tubuh si Nini. Oleh masyarakat setempat, batu karang itu dinamai Karang Nini,
sedangkan batu karang penjelmaan Aki Ambu dinamai Bale Kambang, yang berarti batu
mengambang.
Sepasang batu batu karang yang berhadap-hadapan tersebut tetap kokoh hingga
berabad-abad lamanya. Namun, sekitar tahun 1918, batu karang yang menyerupai wujud
Nini Arga itu tersambar petir hingga terputus. Hingga saat ini, kedua batu karang
tersebut masih dapat kita saksikan di sekitar pantai tersebut yang kini dinamakan Pantai
Karang Nini.
***
Demikian cerita Legenda Karang Nini dan Bale Kambang dari Jawa Barat. Pesan moral
yang dapat diambil dari cerita di atas untuk dijadikan suri teladan dalam kehidupan
sehari-hari adalah sifat setia seperti yang dimiliki oleh Nini Arga Piara. Sebagai seorang
istri, ia selalu setia melayani suaminya dengan baik dan penuh perhatian. Sifat setia ini
menjadi salah satu sumber dari lahirnya sifat setia kawan dan perasaan senasib. Karena
kesetiaannya, Nini Arga Piara rela mendampingi sang suami untuk selama-lamanya
walaupun dalam wujud batu karang.
Asal Usul Nyi Roro Kidul (Putri Kandita)
Nyi Roro Kidul atau biasa dikenal juga dengan nama Ratu Laut Pantai Selatan, pada
awalnya adalah seorang putri dari kerajaan Pakuan Pajajaran. Beliau adalah Putri Kandita,
seorang putri dari raja pakuan Pajajaran yang bernama. Bagaimana ceritanya seorang putri
kerajaan Pakuan Pajajaran bisa menjadi Ratu Laut Pantai Selatan? Berikut ini kisahnya:

Alkisah, dahulu kala berdiri sebuah kerajaan bernama kerajaan Pakuan Pajajaran yang
terletak di daerah Pakuan atau kota Bogor sekarang. Kerajaan Pakuan Pajajaran dipimpin
oleh Sri Baduga Maharaja atau dikenal juga dengan nama Prabu Siliwangi. Permaisuri Prabu
Siliwangi adalah seorang perempuan sangat cantik. Disamping permaisuri, Prabu Siliwangi
juga memiliki beberapa selir yang cantik.

Dari sang permaisuri, Prabu Siliwangi dikaruniai seorang putri yang lebih cantik dari
ibunya. Putri Kandita namanya. Ketika tumbuh dewasa, Putri Kandita menunjukan sifat
dewasa, arif dan bijaksana seperti sang ayah. Jadi tidak heran jika putri Kandita menjadi
putri kesayangan Prabu Siliwangi.

Atas pertimbangan sifat-sifat baik Putri Kandita, Prabu Siliwangi bermaksud


menjadikannya sebagai pengganti dirinya kelak. Rencana sang raja membuat para selir dan
anak-anak beliau dari selir-selir tersebut merasa cemburu. Oleh karena itu, mereka pun
bersekongkol untuk mengusir Putri Kandita dan permaisuri dari istana Pakuan.

Hingga akhirnya pada suatu hari, selir-selir Prabu Siliwangi dan putra-putri mereka
mengadakan pertemuan rahasia untuk menyingkirkan Putri Kandita. Setelah mengadakan
pembicaraan, akhirnya mereka sepakat akan mengupah seorang dukun ilmu hitam untuk
menyihir Putri Kandita dan ibunya. Mereka kemudian menyuruh seorang dayang istana untuk
menemui dukun ilmu hitam di sebuah gubug di tengah hutan, cukup jauh dari istana Pakuan.

Si dayang segera pergi menuju rumah si dukun ilmu hitam. Setelah menjelaskan
maksud kedatangannya, si dayang kemudian menyerahkan sejumlah keping uang logam
emas kepada sang dukun. Tanpa berpikir panjang, sang dukun pun langsung menyanggupi
permintaan jahat para selir tersebut.

Setelah si dayang kembali ke istana Pakuan, sang dukun segera melaksanakan


tugasnya. Dengan ilmu hitam yang ia miliki, si dukun menyihir Putri Kandita dan ibunya
dengan penyakit kusta sehingga sekujur tubuh mereka yang semula mulus dan bersih, timbul
luka borok dan mengeluarkan bau tidak sedap.

Sakit kusta yang menimpa Putri Kandita dan ibu permaisuri membuat gempar istana.
Prabu Siliwangi memerintahkan para tabib untuk menyembuhkan mereka berdua. Namun
tidak ada satupun tabib yang mampu mengobati mereka. Sakit borok-borok tersebut
membuat tubuh ibu permaisuri menjadi lemah, hingga akhirnya sang permaisuri
menghembuskan nafas terakhir. Kejadian ini membuat Putri Kandita dan Prabu Siliwangi
menjadi sangat sedih.

Putri Kandita Diusir dari Istana


Keadaan seperti ini tidak disia-siakan oleh para selir dan putra-putri mereka. Mereka
bersepakat untuk menghasut Prabu Siliwangi agar segera mengusir Putri Kandita dari istana
dengan alasan sakit Putri Kandita akan membawa pengaruh buruk pada istana Pakuan.
Tentu saja Prabu Siliwangi tidak bisa menerima saran itu karena begitu sayangnya kepada
Putri Kandita. Namun karena para selir terus mendesaknya, maka dengan berat hati sang
raja terpaksa mengusir Putri Kandita dari istana. Prabu Siliwangi kemudian memanggil Putri
Kandita dan memintanya agar meninggalkan istana Pakuan Pajajaran agar kerajaan Pakuan
terhindar dari malapetaka.
Putri Kandita menerima keputusan Prabu Siliwangi. Dengan hati hancur, Putri Kandita
pun meninggalkan istana Pakuan. Ia berjalan menuruti ke mana kakinya melangkah tanpa
arah dan tujuan yang pasti. Setelah berhari-hari berjalan, Putri Kandita tiba di pantai selatan.
Putri Prabu Siliwingi yang malang itu bingung harus berjalan ke mana lagi. Di hadapannya
terbentang samudera yang luas dan dalam. Tidak mungkin pula ia kembali ke istana. Karena
merasa lelah, akhirnya Putri Kandita tertidur lelap.
Di dalam tidurnya, Putri Kandita mendengar sebuah bisikan gaib yang mengatakan
bahwa ia harus menceburkan dirinya ke lautan lepas agar sakitnya sembuh. Meyakini suara
itu sebagai sebuah wangsit, Putri Kandita pun menceburkan diri ke laut. Ajaib, setelah
menceburkan dirinya ke laut, seluruh tubuhnya yang dihinggapi penyakit kusta berangsur-
angsur hilang hingga akhirnya kembali menjadi halus dan bersih seperti sediakala. Tidak
hanya itu, putri kesayangan Prabu Siliwingi itu juga menjadi putri yang sakti mandraguna.

Nyi Roro Kidul


Meski penyakit kulitnya telah sembuh ditambah ia memiliki kesaktian, Putri Kandita
enggan untuk kembali ke istana Pakuan Pajajaran. Ia lebih memilih untuk menetap di pantai
sebelah selatan wilayah Pakuan Pajajaran itu. Sejak saat itu, Putri Kandita dikenal luas ke
berbagai kerajaan yang ada di Pulau Jawa sebagai putri yang cantik dan sakti mandraguna
dengan nama Ratu Laut Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul.

Tertarik oleh kecantikan Putri Kandita, para pangeran dari berbagai kerajaan
berdatangan untuk melamarnya. Putri Kandita bersedia menerima lamaran mereka asalkan
mereka sanggup mengalahkan kesaktiannya, termasuk bertempur di atas gelombang laut
yang ada di selatan Pulau Jawa. Namun, jika para pangeran itu kalah, maka mereka harus
menjadi pengikut Nyi Roro Kidul. Dan memang, tidak ada satupun para pangeran yang
berhasil menandingi kesaktian Putri Kandita hingga akhirnya banyak dari mereka yang kini
menjadi pengikut Putri Kandita.

Anda mungkin juga menyukai