2018
Calvin
Universitas Sumatera Utara
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/9211
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
STUDI ADSORPSI MERKURI MENGGUNAKAN KARBON AKTIF
BERBAHAN BAKU KULIT DURIAN (APLIKASI PADA LIMBAH
PERTAMBANGAN EMAS RAKYAT DARI
KAB. MANDAILING NATAL)
TUGAS AKHIR
CALVIN
120407018
i
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACT
Gold mining in the Regency of Mandailing Natal, Province of North Sumatera uses
mercury (Hg) in its processes. After usage, the heavy metal is then thrown to the nearest
body of water without any treatment which could harm any creature that consumed the
water. In the meantime, durian (Durio zibethinus L.) which is consumed en masse by
Indonesians, contain husk that could be used as adsorbent in waste treatment. This
research aims to convert durian husk into activated carbon (with KOH as activator)
which is then used to adsorb mercury from polluted water using a batch system. The
variants in this research are adsorption time (30, 60, 90, 120, and 150 minute) and
adsorbent mass (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, and 9 gram). Result shows that mercury could be
adsorbed up to 99.979%.
ii
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul
“Studi Adsorpsi Merkuri Menggunakan Karbon Aktif Berbahan Baku Kulit Durian
(Aplikasi Pada Limbah Pertambangan Emas Rakyat Dari Kab. Mandailing Natal)”.
iii
Penulis
iv
v
Universitas Sumatera Utara
3.2.1. Alat ................................................................................................. III-1
3.2.2. Bahan .............................................................................................. III-1
3.3. Prosedur .................................................................................................... III-1
3.3.1. Pembuatan Karbon Aktif ................................................................ III-1
3.3.2. Karakterisasi Karbon Aktif............................................................. III-2
3.3.3. Pengujian Variasi Waktu Adsorpsi ................................................ III-3
3.3.4. Pengujian Variasi Massa Adsorben ................................................ III-3
3.3.9. Penerapan Pada Limbah Cair ......................................................... III-3
3.4. Bagan Alir ................................................................................................ III-4
3.4.1. Bagan Alir Pembuatan Karbon Aktif ............................................. III-4
3.4.2. Bagan Alir Karakterisasi Karbon Aktif .......................................... III-5
3.4.3. Bagan Alir Pengujian Variasi Waktu Adsorpsi .............................. III-7
3.4.4. Bagan Alir Pengujian Variasi Massa Adsorben ............................. III-7
3.4.5. Bagan Alir Penerapan Pada Limbah Cair ....................................... III-8
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...................................................................... IV-1
4.1. Pembuatan Karbon Aktif .......................................................................... IV-1
4.1.1. Pre-Treatment................................................................................. IV-1
4.1.2. Proses Karbonisasi.......................................................................... IV-1
4.1.3. Proses Aktivasi ............................................................................... IV-2
4.2. Karakterisasi Karbon Aktif....................................................................... IV-3
4.2.1. Analisa Kadar Air ........................................................................... IV-3
4.2.2. Analisa Kadar Abu ......................................................................... IV-4
4.2.3. Analisa Daya Serap Iodin ............................................................... IV-4
4.3. Pengujian Variasi Waktu Adsorpsi........................................................... IV-5
4.4. Pengujian Variasi Massa Adsorben .......................................................... IV-6
4.5. Kinetika Adsorpsi ..................................................................................... IV-7
4.6. Isoterm Adsorpsi ...................................................................................... IV-8
4.7. Penerapan Pada Limbah Cair ................................................................... IV-10
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... V-1
5.1 Kesimpulan ................................................................................................ V-1
5.2 Saran .......................................................................................................... V-1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Penelitian Yang Memanfaatkan Kulit Durian dan Logam Hg I-3
vii
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu sumber daya alam yang terdapat di Indonesia adalah bahan galian dalam
tanah seperti logam emas (Au). Penambangan emas terdapat di banyak daerah di
Indonesia, salah satunya berada di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera
Utara. Sektor penambangan emas di Kabupaten Mandailing Natal berada di enam
kecamatan yakni Muarasipongi, Batang Natal, Batahan, Kotanopan, Nagajuang, dan
Hutabargot (Hapni, 2016). Seiring ditemukannya prospek emas di daerah tersebut,
semakin meningkat pula aktifitas penambangan yang dilakukan. Kegiatan penambangan
umumnya menimbulkan kerusakan lingkungan bila tidak ditangani dengan baik.
I-1
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencegah dan menanggulangi sungai yang tercemar akibat merkuri perlu
dilaksanakan tindakan pengolahan dan pengelolaan. Proses pengelolaan air yang sering
dilakukan saat ini adalah dengan teknik adsorpsi dengan karbon aktif yang merupakan
metode untuk menghilangkan polutan. Adsorben yang biasa digunakan dalam
pengolahan air limbah menjadi air baku adalah karbon aktif, senyawa alam yang banyak
terdapat dalam limbah pertanian atau buangan industri merupakan potensi adsorben
murah (Zikra dkk, 2015). Karbon aktif merupakan suatu jenis karbon yang dapat
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau dari arang yang
diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas
(Mu’jizah, 2010). Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuhan, limbah atau mineral
yang mengandung karbon dapat dibuat menjadi karbon aktif, antara lain tulang, kayu,
sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas penggilingan tebu,
ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, dan batu bara (Sembiring dan Sinaga, 2003).
Salah satu material yang berpotensi digunakan sebagai adsorben adalah kulit durian.
Kulit durian dipilih sebagai bahan baku dalam penelitian ini sebab kulit durian banyak
terdapat di sekitar kita dan merupakan limbah dari buah durian yang banyak dikonsumsi
oleh masyarakat Indonesia. Secara kimiawi, komponen utama penyusun kulit durian
adalah serat yang di dalamnya terkandung gugus selulosa, poliosa seperti hemiselulosa,
lignoselulosa dan lignin (Santosa dkk., 2003). Kulit durian memiliki kandungan karbon
yang cukup tinggi, sekitar 60% (Chandra dkk, 2009) sehingga dapat dijadikan bahan
pembuatan karbon aktif untuk digunakan sebagai absorben. Menurut Apriani dkk
(2013), kulit durian mengandung bahan yang tersusun dari selulosa yang tinggi (50–60
%) carboxymethylcellulose dan lignin (5%). Selulosa ini dapat digunakan sebagai
pengikat bahan logam. Pada kulit durian terdapat tiga gugus hidroksil yang reaktif dan
memiliki unit berulang-ulang yang membentuk ikatan hidrogen intramolekul dan antar
molekul. Ikatan ini memiliki pengaruh yang besar pada kereaktifan selulosa terhadap
gugus-gugus lain.. Dengan melihat struktur dan karakteristik dari kulit durian tersebut,
memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan karbon aktif
sebagai adsorben logam Hg.
Berikut adalah beberapa penelitian yang memanfaatkan kulit durian sebagai bahan baku
karbon aktif ataupun yang menggunakan logam Hg sebagai sampel:
I-2
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Penelitian Yang Memanfaatkan Kulit Durian Dan Logam Hg
Variasi
No Peneliti Judul Penelitian Hasil
Tetap Berubah
Mercury removal from
Sampel: Hg(NO3)2 Karbon aktif yang diaktivasi
Zhang Fu-Shen, water using activated
Bahan baku: Organic Aktivator: H2SO4, H3PO4, dan menggunakan ZnCl2
1 Jerome O. Nriagu, carbons derived
Sewage Sludge ZnCl2 memiliki efektifitas sebesar
Hideaki Itoh (2005) from organic sewage
Suhu: 650 0C (1 jam) 83,4%
sludge
Thio Christine
Chandra, Magdalena
Activated carbon from
Maria Mirna, Jaka Aktivator: KOH Suhu: 400, 450, 500, 550, Suhu 500 0C menghasilkan
2 durian shell: Preparation
Sunarso, Yohanes Bahan baku: Kulit durian 600, 650 0C luas penampang 849 m2/g
and characterization
Sudaryanto, Suryadi
Ismadji (2009)
Pengaruh Konsentrasi
Aktivator Kalium
Aktivator: KOH
Ririn Apriani, Irfana Hidroksida (KOH) Konsentrasi aktivator
Sampel: Air gambut Konsentrasi aktivator: 5%,
3 Diah Faryuni, Dwiria terhadap Kualitas Karbon sebesar 25% memiliki
Bahan baku: Kulit durian 10%, 15%, 20%, 25%
Wahyuni (2013) Aktif Kulit Durian sebagai efektifitas sebesar 85,38%
Suhu: 400 0C (2 jam)
Adsorben Logam Fe pada
Air Gambut
Aktivator: KOH
M. Azmier Ahmad, Modified durian seed as
Sampel: Methyl red
Norhidayah Ahmad, adsorbent for the removal Adsorpsi maksimal pada
4 Bahan baku: Kulit durian pH: 2 s/d 12
Olugbenga Solomon of methyl red dye from pH 6 sebesar 92,52 %
Suhu: 800 0C (Kenaikan 10
Bello (2014) aqueous solutions 0
C per menit)
Desilikasi Karbon Aktif
Penurunan silika dengan
Sekam Padi sebagai Aktivator: ZnCl2 Desilikasi: NaOH 2,5 M, 5
Nasir La Hasan, NaOH 10 M hingga 68,24%
Adsorben Hg pada Sampel: Hg(NO3)2.H2O M, 10 M
5 Muhammad Zakir, Logam Hg yang teradsorpsi
Limbah Pengolahan Emas Bahan baku: Sekam padi Waktu kontak: 5, 10,
Prastawa Budi (2014) selama 100 menit sebesar
di Kabupaten Buru Suhu: 400 0C (2 jam) 20, 40, 60, 80, 100, 120 menit
99,5%
Propinsi Maluku
I-3
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1 Penelitian Yang Memanfaatkan Kulit Durian Dan Logam Hg (Lanjutan)
Variasi
No Peneliti Judul Penelitian Hasil
Tetap Berubah
Adsorpsi Logam Fe Aktivator: KOH
Abdurrahman Menggunakan Adsorben Efektivitas pada suhu
Sampel baku: Air Sungai
Bahtiar, Irfana Diah Suhu kalsinasi: 800 dan 900 kalsinasi 800°C dan 900°C
6 Karbon Kulit Durian Menyuke 0
Faryuni, M. Ishak C masing-masing sebesar
Teraktivasi Larutan Bahan: Kulit durian
Jumarang (2015) 93,06% dan 93,95%
Kalium Hidroksida Suhu: 400 0C (2 jam)
Aktivator: KOH 0,1N Massa karbon aktif: 1; 1,5; 2; Massa karbon aktif sebesar
Beni Febriansyah, Pembuatan Karbon Aktif
Sampel: Fe2O3 2,5; 3 gr 3 gr dan waku kontak
7 Chairul, Silvia Reni dari Kulit Durian sebagai
Bahan baku: Kulit durian Waktu kontak: 30, 60, 90, selama 120 menit memiliki
Yenti (2015) Adsorbent Logam Fe
Suhu: 320 0C (2 jam) 120 menit efektifitas hingga 96,75%
Nuvicha Rizqi Adsorpsi Ion Logam Pb Aktivator: KOH 0,1N Ukuran saringan: 60, 80, 100 Ukuran saringan 100 mesh
Yuniva Zikra, dengan Menggunakan Sampel: Pb(NO3)2 mesh dan waktu kontak 120 menit
8
Chairul, Silvia Reni Karbon Aktif Kulit Durian Bahan baku: Kulit durian Waktu kontak: 60, 90, 120 menghasilkan efektifitas
Yenti (2016) yang Teraktivasi Suhu: 320 0C (2 jam) menit 90,68%
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti kedua yaitu Chandra dkk (2009), aktivator KOH dan suhu aktivasi sebesar 500 0C
menghasilkan luas penampang yang paling banyak sehingga untuk memaksimalkan potensial karbon aktif yang akan digunakan pada
penelitian ini, kedua parameter tersebut akan diterapkan.
I-4
Universitas Sumatera Utara
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian later belakang permasalahan di atas, dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Sejauh mana karbon aktif berbahan baku kulit durian dapat mengadsorpsi Hg?
2. Bagaimana pengaruh waktu kontak dan massa adsorben terhadap adsorpsi Hg?
3. Bagaimana model isoterm adsorpsi dan kinetika adsorpsi penelitian ini?
I-5
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada awalnya, kandungan emas dipercaya berasal dari sungai sehingga para penambang
melakukan pendulangan menggunakan wadah berupa kuali guna memisahkan butiran
emas dari pasir-pasir di sungai. Lambat laun, masyarakat menyadari bahwa terdapat
emas yang lebih banyak di gunung dan bukit sehingga mulai dikenal kegiatan
penambangan. Melalui kegiatan penambangan, penghasilan masyarakat meningkat
dibandingkan dengan pendulangan yang hanya menghasilkan ±2 gram emas dalam
kurun waktu satu minggu (Lubis, 2015).
Pada tempat yang akan dijadikan lokasi penambangan akan digali lubang dengan
menggunakan pahat dan martil. Pekerja yang menggali lubang akan bekerja siang
malam secara bergantian. Jumlah pekerja bergantung pada tingkat keberhasilan pada
lubang tersebut dimana pekerja akan bertambah bila terdapat banyak bijih. Perlu
Penambangan secara tradisional memiliki tingkat keamanan yang sangat rendah karena
alat yang digunakan tergolong sangat sederhana. Ditambah dengan bekal pengetahuan
yang sedikit tentang pengamanan saat penambangan, hal ini dapat menyebabkan
kecelakaan kerja seperti longsornya lubang galian. Lubang yang dibuat pekerja hanya
berukuran 1x1 meter dengan menggunakan kayu yang disusun sedemikian rupa sebagai
penahan (Lubis, 2015).
2.1.2. Dampak
2.1.2.1. Dampak Ekonomi
Kegiatan penambangan emas masih kerap dilakukan walau banyak ancaman
keselamatan dimana alasan utama adalah ekonomi. Kehidupan masyarakat di
Kabupaten Mandailing Natal meningkat berkat aktifitas penambangan ini karena
masyarakat ambil bagian sebagai kuli angkut, dimana proses pengangkatan batu dari
lubang galian yang berada di atas bukit ataupun gunung dilakukan secara manual yaitu
batu dimasukkan ke dalam karung goni kemudian diangkat sampai ke kaki gunung. Dari
kegiatan mengangkat batu tersebut maka jasanya akan diupah sebesar Rp. 2000/kg dan
rata-rata isi dari satu karung goni tersebut seberat 60 kg sehingga dari mengangkat satu
karung goni batu didapat upah sebesar Rp. 120.000. Dalam satu hari masyarakat dapat
mengangkat hingga tiga kali (Lubis, 2015).
Kalangan wanita seperti ibu-ibu turut ambil bagian dalam kegiatan memecah batu
hingga berukuran 1-2 cm agar dapat digiling (Musthofa, 2016). Dari hasil memecahkan
setiap kilogram batu dapat diperoleh upah sebesar Rp.1000. Setiap harinya para kaum
ibu dapat memperoleh penghasilan hingga Rp.50.000; penghasilan tersebut di atas rata-
rata penghasilan yang diperoleh sebelum adanya penambangan dimana kaum ibu yang
bekerja sebagai buruh tani hanya mendapatkan upah antara Rp. 20.000 – 30.000 (Lubis,
2015).
II-2
Universitas Sumatera Utara
2.1.2.2. Dampak Terhadap Lingkungan
Batu-batuan yang telah dipecah menjadi serpihan kecil selanjutnya akan digiling, atau
yang disebut masyarakat sekitar digelondong. Penggilingan dimaksudkan untuk
memisahkan batuan dengan emas. Pecahan batu akan dimasukkan dalam alat penggiling
yang berupa tabung beserta dengan batangan besi untuk membantu proses penggilingan.
Selain itu, dimasukkan pula merkuri yang dapat mengikat logam membentuk sebuah
campuran yang sering disebut amalgam atau alloy. Tabung-tabung tersebut dimasukkan
dalam mesin berputar yang dapat menampung hingga 20 tabung. Proses penggilingan
akan berlangsung selama 4-5 jam. Selama proses penggilingan akan ditambahkan air
untuk memaksimalkan penggilingan (Lubis, 2015).
Setelah penggilingan selesai, akan diperoleh hasil berupa lumpur dengan merkuri di
dasarnya sebab merkuri memiliki massa jenis yang lebih besar dibandingkan air.
Selanjutnya dilakukan proses penyaringan menggunakan kain terpal sehingga merkuri
yang tidak mengandung butiran emas akan terpisah dan menyisakan amalgam yang
tinggal dalam kain penyaring. Merkuri beserta air yang lolos dari penyaringan bila
dianggap tidak mengandung emas lagi akan dibuang ke sungai (Lubis, 2015).
Selanjutnya emas dipisahkan dari amalgam dengan pembakaran hingga didapatkan
logam paduan emas dan perak (bullion) (Musthofa, 2016).
Air sungai yang telah tercemar merkuri banyak digunakan masyarakat untuk kegiatan
sehari-hari seperti mandi dan mencuci sehingga membahayakan kesehatan penduduk.
Selain itu, aliran sungai juga dialirkan ke kolam ikan dan sawah untuk menyiram
tanaman sehingga bukan hanya manusia yang terancam tetapi juga makhluk hidup
lainnya (Lubis, 2015).
II-3
Universitas Sumatera Utara
Kecelakaan kerja dapat dipengaruhi beberapa hal, yakni:
1. Longsornya dinding tambang.
Dinding tambang dipasangi kayu-kayu penahan yang disebut ram. Kayu-kayu
yang digunakan umumnya kayu keras seperti meranti dan ulin. Meskipun begitu,
kayu-kayu tersebut belum cukup untuk menahan tekanan tanah, belum lagi
adanya hujan dan gempa yang dapat menambah tekanan terhadap volume tanah.
Longsor umumnya terjadi pada kedalaman <20 meter sebab struktur tanah
belum sepenuhnya bebatuan, berbeda dengan kedalaman >20 meter yang
strukturnya merupakan bebatuan keras (Lubis, 2015).
2. Kurangnya oksigen
Karena panjangnya tambang, maka seiring bertambahnya kedalaman semakin
berkurang kandungan oksigen. Pemasangan mesin blower untuk memompa
udara ke dalam tambang kadang menghadapi masalah seperti mati mesin, atau
tambang yang terlalu dalam sehingga udara dari blower tidak tersalurkan (Lubis,
2015).
3. Zat asam dalam tambang
Terdapat banyak unsur dalam tambang, salah satunya adalah H2SO4 yang dapat
membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia. Zat ini bersifat korosif dan
dapat menyebabkan luka bakar dan iritasi tinggi dan bila terhirup dapat
menyebabkan pengikisan tulang. Pekerja tambang sering terpapar karena
minimnya peralatan pelindung. Kurangnya perlindungan ditambah dengan
seringnya pekerja keluar masuk tambang akan menyebabkan terjadi efek
kumulatif akibat penimbunan dalam tubuh (Lubis, 2015).
2.2. Merkuri
2.2.1. Pengertian Umum
Merkuri merupakan unsur logam golongan IIB yang memiliki nomor atom (NA) 80 dan
massa molekul relatif (MR) 200,59 (Alfian, 2006). Merkuri diberikan simbol kimia Hg
yang merupakan singkatan yang berasal dari bahasa Yunani Hydragyrum yang berarti
perak cair. Merkuri termasuk dalam kategori logam berat. Menurut Dalimunthe (2015),
logam berat didefinisikan sebagai zat logam yang memiliki massa jenis >5 g/cm3.
Berdasarkan kebutuhannya, logam berat dibedakan menjadi logam essensial, yaitu
logam yang bermanfaat seperti kobalt, dan logam non essensial yaitu logam yang
II-4
Universitas Sumatera Utara
manfaatnya dalam tubuh organisme belum diketahui seperti merkuri (Hg), kadmium
(Cd), timbal (Pb) dan kromium (Cr) (Mulyanto dan Umi, 1992). Logam berat non
essensial dapat bersifat berbahaya bagi organisme akibat adanya sistem bioakumulasi
yang berarti peningkatan konsentrasi unsur kimia dalam tubuh makhluk hidup seiring
berjalannya waktu dan frekuensi paparan (Diliyana, 2008).
Secara alami, merkuri lebih banyak ditemukan dalam mineral, di antaranya adalah
dihasilkan dari bijih cinnabar. Palar (2008) mengemukakan bahwa bijih cinnabar
mengandung unsur merkuri antara 0,1–4 %. Merkuri diproduksi dengan membakar
cinnabar (Fardiaz, 1992) dengan reaksi:
HgS + O2 Hg + SO2
Merkuri memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik namun sifat konduktor panas
yang kurang baik (Belami dkk, 2014). Bentuk fisik dan kimianya sangat
menguntungkan karena merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam
temperatur kamar (25 0C). Merkuri mencapai titik beku pada suhu –38.9 0C dan
mencapai titik didih pada suhu 357 0C (Stwertka, 1998). Merkuri merupakan elemen
alami, oleh karena itu sering mencemari lingkungan. Kebanyakan merkuri yang
ditemukan di alam terdapat dalam gabungan dengan elemen lainnya dan jarang
ditemukan dalam bentuk elemen terpisah (Diliyana, 2008).
II-5
Universitas Sumatera Utara
3. Merkuri organik: terdapat dalam beberapa bentuk antara lain:
Metil merkuri dan etil merkuri, keduanya termasuk dalam bentuk alkil rantai
pendek dan dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan.
Merkuri dalam bentuk alkil rantai panjang dijumpai sebagai antiseptik dan
fungisida (Musthofa, 2016).
2.2.2. Fungsi
Penggunaan merkuri yang terbesar adalah dalam industri klor-alkali, dimana klorin
(Cl2) dan kaustik soda (NaOH) diproduksi dengan metode elektrolisis garam NaCl.
Fungsi merkuri dalam proses ini adalah sebagai katode dari sel elektrolisis (Kristanto,
2002).
Dalam bidang pertanian, senyawa merkuri banyak digunakan sebagai fungisida, dimana
hal ini menjadi faktor yang cukup penting dalam peristiwa keracunan merkuri pada
organisme hidup. Karena penyemprotan yang dilakukan secara terbuka dan luas, maka
banyak organisme hidup lainnya yang terkena senyawa racun tersebut. Sehingga
fungisida tersebut tidak hanya membunuh jamur melainkan juga organisme hidup
lainnya (Musthofa, 2016).
Pada industri pulp dan kertas banyak digunakan senyawa FMA (Fenil merkuri asetat).
Pemakaian dari senyawa FMA bertujuan untuk mencegah pembentukan kapur pada
pulp dan kertas basah selama proses penyimpanan. Hal ini sangat berbahaya, karena
kertas seringkali digunakan sebagai alat pembungkus makanan (Palar, 2008).
Keracunan akut yang diakibatkan oleh logam merkuri dapat diketahui dengan
mengamati gejala-gejala berupa iritasi gastrointestinal yaitu mual, muntah, sakit perut
dan diare. Keracunan phenyl mercury (merkuri aromatik) menimbulkan gejala-gejala
gastrointestinal, malaise, dan mialgia. Keracunan metil merkuri dapat menyebabkan
II-6
Universitas Sumatera Utara
efek gastrointestinal yang lebih ringan namun menimbulkan toksisitas neurologis yang
lebih berat berupa rasa sakit pada bibir dan lidah, halusinasi, iritabilitas, insomnia,
perlambatan kecepatan pikiran, reflek abnormal, dan pendengaran rusak (Rianto, 2012).
Pada peristiwa keracunan kronis oleh merkuri, ada dua organ tubuh yang paling sering
mengalami gangguan, yaitu gangguan pada sistem pencernaan dan sistem saraf. Radang
gusi (gingivitis) merupakan gangguan paling umum yang terjadi pada sistem
pencernaan. Gangguan terhadap sistem saraf dapat terjadi dengan atau tanpa diikuti oleh
gangguan pada lambung dan usus. Ada dua bentuk gejala umum yang dapat dilihat bila
korban mengalami gangguan pada sistem saraf sebagai akibat keracunan kronis
merkuri, yaitu tremor (gemetar) ringan dan Parkinsonism yang juga disertai dengan
tremor pada fungsi otot sadar dan anemia ringan (Mushofa, 2016). Tanda-tanda
seseorang penderita keracunan kronis merkuri dapat dilihat pada organ mata. Biasanya
pada lensa mata penderita terdapat warna abu-abu sampai gelap, atau abu-abu
kemerahan, yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop mata.
2.3. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan proses yang terjadi ketika fluida (adsorbat) terikat pada permukaan
padatan (adsorben). Proses adsorpsi berlangsung apabila molekul adsorbat dan
permukaan adsorben mengalami kontak secara langsung. Secara umum, adsorpsi dapat
diartikan sebagai peristiwa menempelnya adsorbat pada adsorben, yang mana
efektifitasnya bergantung pada adsorben dan adsorbat, beserta lingkungan dimana
peristiwa adsorpsi terjadi.
II-7
Universitas Sumatera Utara
Menurut Fatimah (2014), syarat adsorben adalah:
1. Memiliki luas permukaan yang tinggi yang juga ditunjukkan oleh volume pori yang
tinggi
2. Memiliki jejaring pori yang memungkinkan transport molekul adsorbat
3. Dapat melepaskan molekul teradsorpsi melalui proses desorpsi
4. Dapat diregenerasi dengan mudah
II-8
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk menyerap ion-ion logam dengan prinsip pertukaran ion namun
kemampuannya untuk menyerap logam terbatas (Gultom, 2017).
Zeolit (Molecular Sieve)
Merupakan kristal silikat dengan rumus kimia Me2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2 (n=valensi)
terdiri dari oksida alkali atau logam alkali tanah (Na, K, Ca) dan dikarakterisasi
dengan struktur pori dengan dimensi masing-masing pada rentang ukuran molekul.
Pemisahan molecular sieve berdasarkan pada ukuran molekul dan bentuk
disebabkan ukuran pori yang kecil (< 1 nm) dan distribusi pori yang sempit.
Beberapa zeolit berwarna putih, kebiruan, kemerahan, coklat karena hadirnya
oksida besi atau logam lainnya. Struktur zeolit dapat dibedakan dalam tiga
komponen yaitu rangka aluminosilikat, ruang kosong saling berhubungan yang
berisi kation logam dan molekul air dalam fase occluded. Sifat kimia zeolit antara
lain mengalami hidrasi pada suhu tinggi, sebagai penukar ion, dan mengadsorpsi
gas dan uap (Mufrodi dkk, 2008).
Adsorpsi dapat dikelompokkan menjadi dua (Rahmayani dan Siswarni, 2013), yaitu:
1. Adsorpsi Fisika
Gaya tarik menarik antara adsorbat dengan permukaan adsorben sering disebut
dengan Gaya Van der Waals. Gaya ini yang menyebabkan terjadinya adsorpsi
fisika. Adsorpsi fisika bersifat relatif lemah, pada proses ini adsorbat tidak terikat
kuat pada adsorben sehingga adsorbat dapat bergerak dari suatu bagian permukaan
adsorben ke bagian permukaan adsorben lainnya dan pada permukaan yang
ditinggal oleh adsorbat tersebut dapat digantikan oleh adsorbat lainnya. Jika kondisi
operasi dari proses adsorpsi ini diubah laju penjerapannya bisa reversibel, maka
akan membentuk kesetimbangan yang baru. Proses adsorpsi fisika terjadi tanpa
memerlukan energi aktivasi. Ikatan yang terbentuk dalam adsorpsi ini dapat
diputuskan dengan mudah yaitu dengan pemanasan pada temperatur sekitar 150-
200oC selama 2-3 jam.
2. Adsorpsi Kimia
Ikatan kimia antara molekul – molekul adsorbat dengan adsorben membentuk
ikatan yang kuat yang menyebabkan terjadinya adsorpsi kimia. Pada proses ini
ikatan kimia yang kuat tadi membentuk lapisan yang merupakan lapisan
monolayer. Adsorpsi kimia bersifat tidak reversibel dan umumnya terjadi pada suhu
II-9
Universitas Sumatera Utara
tinggi di atas suhu kritis adsorbat. Proses desorpsi hanya dapat dilakukan dengan
energi aktivasi yang lebih tinggi agar dapat memutuskan ikatan yang terjadi antara
adsorben dengan adsorbat (Esterlita, 2015).
Menurut Ahmad dkk (2014), kapasitas adsorpsi pada waktu t, qt (mg/g) dapat
dinyaatakan pada persamaan matematis berikut:
(C 0 - C t )v
qt = (2.1)
m
Keterangan:
C0 menyatakan konsentrasi Hg mula-mula dalam fase cair (mg/l)
Ct menyatakan konsentrasi Hg pada waktu t dalam fase cair (mg/l)
v menyatakan volume larutan (l)
m menyatakan massa karbon aktif (g)
Pada umumnya, proses adsorpsi berjalan pada bagian mikropori. Makropori dan
mesopori merupakan jalur yang mengantarkan adsorbat pada mikropori.
II-10
Universitas Sumatera Utara
Makropori
Mesopori
Mikropori
Karbon aktif bukan merupakan karbon murni, tetapi mengandung sejumlah unsur lain
yang terikat secara kimia yaitu hidrogen dan oksigen. Unsur tersebut berasal dari proses
karbonisasi yang tidak sempurna atau terkontaminasi dari luar sewaktu proses aktivasi
(Sharifirad et al, 2012).
Karena bentuknya yang berpori dan besar luas permukaannya yang spesifik, karbon
aktif memiliki sifat adsorpsi yang dapat disesuaikan dengan penggunaan yang
diinginkan. Sebagai contoh yaitu penggunaan jenis karbon aktif yang berbeda dalam
proses pemurnian dan penghapusan komponen berbahaya dalam gas dan fase cair serta
pemanfaatan karbon aktif sebagai katalis dan katalis pendukung (Sharifirad et al, 2012).
II-11
Universitas Sumatera Utara
asetat, tar, dan hidrokarbon (Atkins, 1999). Hilangnya zat tersebut dari permukaan
arang akan menghasilkan pori dan meningkatkan luas permukaan karbon aktif
(Budiono dkk, 2009).
3. Proses aktivasi
Bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori-pori
yang tertutup sehingga memperbesar daya serapnya. Proses aktivasi dibedakan
menjadi 2 bagian, yaitu:
Aktivasi Fisika
Menggunakan furnace, karbon dipanaskan pada temperatur 800-900°C. Beberapa
jenis bahan baku lebih mudah untuk diaktivasi jika diklorinasi terlebih dahulu.
Selanjutnya hasil dari klorinasi tersebut dikarbonisasi untuk menghilangkan
hidrokarbon yang terklorinasi kemudian terakhir diaktivasi dengan uap (Esterlita,
2015).
Aktivasi Kimia
Proses aktivasi kimia melibatkan bahan-bahan kimia atau reagen pengaktif atau
agen pendehidrasi, dan biasanya dilakukan untuk keperluan komersial. Bahan kimia
yang dapat digunakan sebagai pengaktif diantaranya CaCl2, Ca(OH)2, NaCl,
MgCl2, HNO3, HCl, Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2, dan sebagainya. Unsur-unsur
mineral yang terkandung dalam aktivator masuk diantara plat heksagon dari
kristalit dan memisahkan permukaan bahan baku yang mula-mula tertutup.
Sehingga, saat pemanasan dilakukan, senyawa kontaminan yang berada dalam pori
menjadi lebih mudah terlepas. Hal ini menyebabkan luas permukaan yang aktif
bertambah besar dan meningkatkan daya serap karbon aktif (Smith et al, 1994).
Proses aktivasi karbon aktif dapat dilakukan sebelum maupun sesudah proses
karbonisasi, tergantung pada kandungan unsur karbon dari bahan baku yang akan
dijadikan karbon aktif. Efek terhadap karakteristik karbon aktif dengan aktivasi
kimia yaitu bahwa bahan baku dikarbonisasi terlebih dahulu dengan tujuan
memperbanyak unsur karbon.
II-12
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini menggunakan KOH sebagai aktivator pada tahap aktivasi kimia untuk
memperbesar pori karbon aktif. Berikut merupakan mekanisme yang terjadi dalam
proses pembuatan karbon aktif menggunakan aktivator KOH:
Menurut Esterlita (2015), pada proses tersebut, karbon bereaksi dengan agen
pengoksidasi dan menghasilkan karbon dioksida yng berdifusi pada permukaan karbon
sehingga membentuk pori pada permukaan yang menyebabkan luas permukaan karbon
aktif semakin luas.
2.5. Durian
Buah durian (Durio zibethinus L.) merupakan tanaman daerah tropis, oleh karena itu
dapat tumbuh baik di Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi
penghasil buah durian yang melimpah. Panjang buah durian yang matang bisa mencapai
30-45 cm dengan lebar 20-25 cm, dan berat antara 1,5-2,5 kg. Setiap buah berisi 5
potongan yang di dalamnya terletak 1-5 biji yang diselimuti daging buah yang berwarna
putih, krem, kuning, atau kuning tua. Tiap varietas durian menentukan besar kecilnya
ukuran buah, rasa, tekstur, dan ketebalan kulit (Jumali, 2010).
II-13
Universitas Sumatera Utara
Bahan baku yang berasal dari hewan, tumbuh-tumbuhan, atau mineral yang
mengandung karbon dapat dibuat menjadi karbon aktif. Bahan-bahan tersebut antara
lain: tulang, kayu lunak, sekam, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas
penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kulit buah-buahan, kayu
keras, dan batu bara (Sembiring dan Sinaga, 2003). Adapun limbah pertanian atau
industri yang dapat digunakan sebagai alternatif adsorben dengan biaya rendah di
antaranya adalah tongkol jagung, gabah padi, ampas kedelai, biji kapas, jerami, dan
kulit kacang tanah (Marshall dan Mitchell, 1996). Penelitian yang dilakukan Volesky
(2004) menunjukkan bahwa biomaterial mengandung gugus fungsi antara lain
karboksil, amino, sulfat, polisakarida, lignin dan sulfihidril mempunyai kemampuan
penjerapan yang baik. Salah satu material yang dapat dipertimbangkan sebagai adsorben
adalah kulit durian.
Daging buah durian merupakan 20-30 % berat buah, sedangkan bijinya 5-15 % sisanya
berupa kulit (60-75 %) (Mahatmanti dan Winarni, 2011). Kulit durian secara
proporsional mengandung unsur selulosa yang tinggi (50-60 %) dan kandungan lignin
(5 %) serta kandungan pati yang rendah (5 %) (Febriansyah dkk, 2015). Kulit durian
mengandung karbon sekitar 60% sehingga dapat dijadikan bahan pembuatan karbon
aktif untuk digunakan sebagai adsorben (Marlinawati dkk, 2017).
( ) (2.2)
Jika dilakukan plot kurva t vs log (qe – qt) maka akan diperoleh nilai k1 dan qe (Danarto,
2007) dimana qe ialah kapasitas adsorpsi pada kesetimbangan (mg/g), qt ialah kapasitas
adsorpsi pada waktu t dan k1 merupakan konstanta laju adsorpsi orde pertama (menit-1).
II-14
Universitas Sumatera Utara
2.6.2. Model Pseudo Orde Kedua
Model ini dikembangkan oleh Ho dkk. (2000) dan didasarkan terhadap laju adsorpsi
pada fase padatan yang dinyatakan dengan persamaan berikut:
( ) (2.3)
(2.4)
Jika dilakukan plot t vs (t/qt), maka akan diperoleh nilai k2 dan qe dimana qe ialah
kapasitas adsorpsi pada kesetimbangan (mg/g), qt ialah kapasitas adsorpsi pada waktu t
(mg/g) dan k2 merupakan konstanta laju adsorpsi orde kedua (menit-1) (Ahda dkk,
2016).
(2.6)
II-15
Universitas Sumatera Utara
(2.7)
Keterangan:
Ce merupakan konsentrasi adsorbat pada larutan
qe merupakan jumlah adsorbat yang terserap per satuan massa adsorben
(mg/g)
qm merupakan jumlah maksimum adsorbat yang terserap per satuan massa
adsorben (mg/g)
KL merupakan konstanta afinitas Langmuir
(2.5)
Dimana qt merupakan jumlah adsorbat yang terjerap per satuan massa adsorben (mg/g).
Kf menyatakan konstanta isoterm Freundlich yang menyatakan kapasitas penyerapan
karbon aktif (mg/g) sementara Ce mewakili konsentrasi adsorbat pada larutan. Nilai 1/n
adalah parameter empiris yang menyatakan intensitas adsorpsi. Menurut Saueprasearsit
(2011), nilai 1/n yang berada di antara 0,1 hingga 1 merupakan nilai yang terbaik, namun
bila berada pada range 1 - 10 masih layak untuk diaplikasikan seperti yang dinyatakan
oleh Atkins (1999). Menurut Ishom (2012), model adsorpsi Freundlich menunjukkan adsorpsi
terjadi secara fisika dan terjadi pada banyak lapisan karbon aktif (multilayer).
II-16
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.2.2. Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah kulit durian, larutan KOH, larutan ZnCl2, larutan
H3PO4, larutan merkuri (II) (HgCl2), larutan I2, larutan KI, larutan Na2S2O3, aquadest.
3.3. Prosedur
3.3.1. Pembuatan Karbon Aktif
3.3.1.1. Pre-Treatment
Kulit durian yang akan dijadikan arang aktif terlebih dahulu dicuci untuk
menyingkirkan kotoran, lalu dikecilkan ukurannya hingga berukuran ± 1x2 cm2.
Kemudian potongan kulit durian tersebut dikeringkan dalam oven hingga 105 0C.
Setelah 2 jam, didinginkan selama 15 menit menggunkan desikator dan disimpan dalam
wadah kering dan tertutup.
(3.1)
Keterangan:
W0 = Berat cawan kosong
W1 = Berat cawan beserta 1 gram karbon aktif sebelum dioven
W2 = Berat cawan beserta 1 gram karbon aktif setelah dioven
(3.2)
Keterangan:
W0 = Berat cawan kosong
W1 = Berat cawan beserta 1 gram karbon aktif sebelum dioven
W2 = Berat cawan beserta 1 gram karbon aktif setelah dioven
III-2
Universitas Sumatera Utara
Setelah 2 jam, larutan tersebut disaring menggunakan kertas saring. Ke dalam filtrat
ditambahkan larutan 5 ml larutan KI 20% dan 75 ml aquadest lalu dikocok hingga
homogen. dan dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1N. Bila warna kuning larutan telah
samar, ditambahkan indikator amylum 1% hingga menjadi warna biru dan dititrasi
kembali hingga warna larutan menjadi bening (Zikra, 2016). Prosedur yang sama
dilakukan terhadap larutan blanko I2 tanpa penambahan karbon aktif. Daya serap iodin
dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
( )
(3.3)
Keterangan:
V2 = Volume Na2S2O3 yang terpakai saat titrasi blanko
V1 = Volume Na2S2O3 yang terpakai saat titrasi sampel
III-3
Universitas Sumatera Utara
3.4. Bagan Alir
3.4.1. Bagan Alir Pembuatan Karbon Aktif
3.4.1.1. Bagan Alir Pre-Treatment
Mulai
Tidak
Apakah ukurannya
sudah seragam?
Ya
Potongan kulit durian dijemur di bawah sinar matahari selama 1 hari
Selesai
Mulai
Hasil jemuran dibakar dalam furnace pada temperatur 500 0C selama 2 jam
Selesai
III-4
Universitas Sumatera Utara
3.4.1.3. Bagan Alir Proses Aktivasi
Mulai
Selesai
Mulai
Cawan berisi karbon aktif dipanaskan dalam oven pada suhu 110 0C selama 3 jam
Selesai
III-5
Universitas Sumatera Utara
A
Cawan berisi karbon aktif dipanaskan dalam oven pada suhu 650 0C selama 2 jam
Selesai
Mulai
Selesai
III-6
Universitas Sumatera Utara
3.4.3. Bagan Alir Pengujian Variasi Waktu Adsorpsi
Mulai
Pada interval 30, 60, 90, 120 dan 150 menit diambil 10 ml
sampel dari erlenmeyer
Selesai
Mulai
Selesai
III-7
Universitas Sumatera Utara
3.4.5. Bagan Alir Penerapan Pada Limbah Cair
Mulai
Selesai
III-8
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.1. Pre-Treatment
Tahap pre-treatment merupakan tahap awal persiapan penelitian dan merupakan
langkah pertama dalam proses pengubahan kulit durian menjadi karbon aktif. Tahap
pre-treatment dimulai dengan pencucian dengan air kran yang bertujuan untuk
menghilangkan kotoran yang masih menempel pada permukaan kulit durian.
Pemotongan hingga ukuran ±1x2 cm2 bertujuan untuk memaksimalkan luas penampang
agar pada proses karbonisasi, pemanasan dapat merata di seluruh permukaan bahan
baku. Langkah terakhir dalam tahap pre-treatment adalah pemanasan dengan oven
hingga suhu 105 0C yang bertujuan untuk menguapkan kadar air bebas dalam kulit
durian untuk mencegah proses penjamuran. Sebelum langkah karbonisasi, kulit durian
masih mengandung kadar selulosa yang cukup tinggi (50-60 %) (Febriansyah dkk,
2015).
KOH bereaksi dengan karbon dan membentuk K2CO3 serta K2O dengan tambahan
hidrogen. K2CO3 yang dihasilkan dapat bereaksi dengan unsur C sehingga dapat
menjadi bentuk yang lebih sederhana, yakni:
K2O +K2CO3 + 2 C 4 K + 3 C + 2 O2
Hasil uji SEM dengan tipe JEOL JSM-6400F dengan pembesaran 20 µm ditampilkan
pada Gambar 4.1(b) beserta dengan perbandingan oleh Chandra dkk (2009) pada
Gambar 4.1(a) menggunakan pembesaran 1 µm.
IV-2
Universitas Sumatera Utara
(a) (b)
Gambar 4.1. Hasil uji SEM (a) sebelum aktivasi (Chandra dkk, 2009) dan (b)
setelah aktivasi
Pada pengujian SEM, kulit durian dilapisi dengan platinum dengan ketebalan sekitar 10
nm. Hal ini bertujuan untuk mencegah kerusakan struktur sampel saat dipaparkan
dengan sinar elektron yang membawa panas (Nanakoudis, 2017). Sampel pada Gambar
4.1 (a) diamati dengan voltase 5 kV dan jarak pengamatan 15 mm (Chandra dkk, 2009).
Sementara sampel pada Gambar 4.1 (b) diamati dengan voltase 15 kV dan jarak
pengamatan 11.5 mm.
IV-3
Universitas Sumatera Utara
nilai maksimal yang ditetapkan oleh SNI yakni 15%. Hal ini disebabkan oleh suksesnya
agen aktivator dalam membuang kandungan air terikat dalam karbon aktif. Selain
lepasnya kandungan air terikat, kadar air juga dipengaruhi oleh lepasnya kadar air bebas
saat proses karbonisasi (Esterlita, 2015). Hal ini penting sebab adanya air di dalam
karbon aktif dapat mempengaruhi daya serap dari karbon aktif yang dihasilkan, pada
umumnya semakin rendah kadar air maka daya serapnya akan lebih baik (Murtono,
2017).
IV-4
Universitas Sumatera Utara
dapat membentuk pori-pori dan pelat-pelat karbon menjadi lebih baik sehingga dapat
meningkatkan daya serap terhadap larutan.
9
Kapasitas Adsorpsi (mg.g)
8.5
7.5
7
0 30 60 90 120 150
Waktu (menit)
Seperti tampak pada Gambar 4.2, pada 30 menit pertama karbon aktif yang mulai
bekerja memiliki kapasitas adsorpsi sebesar 7,2 mg/g. Pada interval kedua, adsorpsi
meningkat tajam hingga sebesar 8,26 mg/g. Pada interval ketiga dan keempat yakni
IV-5
Universitas Sumatera Utara
setelah 90 dan 120 menit, adsorpsi Hg hanya meningkat sedikit dan peningkatannya
tidak setajam dari interval pertama ke interval kedua (8,43 mg/g untuk 90 menit dan
8,49 mg/g untuk 120 menit). Hal ini disebabkan kebanyakan pori pada karbon aktif
telah terisi oleh Hg. Setelah 150 menit, atau pada interval terakhir, kapasitas adsorpsi
memuncak pada 8,50 mg/g. Dari uji waktu kontak ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa
semakin lama waktu kontak adsorben dengan adsorbat, semakin banyak adsorbat yang
terjerap. Meski demikian, waktu optimum dari uji ini adalah 60 menit karena
menunjukkan peningkatan yang terbesar antara dua varian interval.
1
Kapasitas Adsorpsi (mg/g)
0.96
0.92
0.88
0.84
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Massa Adsorben (gram)
Gambar 4.3 Grafik efisiensi penyisihan pada pengujian variasi massa adsorben
dengan waktu adsorpsi 150 menit
Berdasarkan data pada Gambar 4.3, kapasitas adsorpsi tertinggi dicapai pada percobaan
yang menggunakan karbon aktif seberat 8 dan 9 gram sebab hanya konsentrasi Hg
kedua variasi ini yang berada di bawah nilai yang ditetapkan dalam baku mutu (0,002
IV-6
Universitas Sumatera Utara
ppm) yakni 0,0015 ppm dan 0,0014 ppm. Menurut El Ouardi dkk (2015), proses
adsorpsi terjadi dalam dua fase yaitu fase cepat yang terjadi di permulaan adsorpsi dan
fase yang melambat seiring dengan tercapainya kesetimbangan. Pada pengujian variasi
massa adsorben, kesetimbangan tercapai pada varian massa 6 gram sebab tidak ada
perubahan signifikan terhadap kapasitas adsorpsi. Hal ini disebabkan seiring terjadinya
adsorpsi, maka pori yang tersedia telah terisi oleh Hg. Meski kondisi telah setimbang
dan pori telah penuh, namun Hg tetap dapat teradsorb secara tumpang tindih sehingga
diperkirakan bahwa adsorpsi tersebut terjadi secara multilayer.
y = -0.0237x + 0.8429
-1 R² = 0.9927
-2
-2
-3
Waktu (menit)
(a)
15
10
t/qt
y = 0.1109x + 0.7423
5 R² = 0.9993
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
(b)
Gambar 4.4 (a) Grafik linear kinetika adsorpsi (a) pseudo orde pertama dan (b)
pseudo orde kedua
IV-7
Universitas Sumatera Utara
Dari Gambar 4.4 didapatkan persamaan dan parameter korelasi masing-masing model
kinetika yang disajikan pada Tabel 4.3.
Parameter Nilai
Pada Gambar 4.4 (a) dan Tabel 4.3, melalui model pseudo orde pertama diperoleh
persamaan y = -0,0237x + 0,8429. Adapun konstanta laju adsorpsi untuk pseudo orde
pertama (k1) adalah -0,0546 min-1 dan nilai koefisien korelasi (R2) adalah sebesar
6,9647. Dari Gambar 4.8(b), melalui model pseudo orde kedua diperoleh hasil
persamaan linear y = 0,1109x + 0,7423 dan R2 = 0,9993 dan k2 sebesar 0,0166 min-1.
Karena nilai R2 model pseudo orde kedua lebih tinggi maka proses adsorpsi pada
penelitian ini mengikuti model pseudo orde kedua.
IV-8
Universitas Sumatera Utara
1.0
0.8
0.6
1/qe
y = 0.0007x + 0.382
0.4 R² = 0.6496
0.2
0.0
0.10 200.10 400.10 600.10 800.10
1/Ce
(a)
1.00
0.80
y = 0.2092x + 0.6108 0.60
Log qe
R² = 0.7766
0.40
0.20
0.00
-3.50 -3.00 -2.50 -2.00 -1.50 -1.00 -0.50 0.00 0.50
Log Ce
(b)
Gambar 4.5 Grafik linear isoterm adsorpsi (a) Langmuir dan (b) Freundlich
Dari Gambar 4.5 didapatkan persamaan dan parameter masing-masing model isoterm
adsorpsi yang disajikan pada Tabel 4.4.
Parameter Nilai
IV-9
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 4.5 (a), disajikan kurva pola isoterm adsorpsi Langmuir dengan
persamaan garis lurus y = 0,0007x + 0,382 yang menghasilkan nilai regresi (R2) sebesar
0,6496. Seperti dilihat pada Tabel 4.4, kapasitas adsorpsi maksimum terhitung sebesar
(qmaks) = 2,618 mg/g, konstanta afinitas Langmuir (kL) sebesar 545,7413 / mg, dan nilai
dimensi kuantitas adsorpsi (RL) adalah sebesar 0,0002. Hal ini menyebabkan proses
adsorpsi termasuk baik (favorable) sebab menurut Igwe dan Abia (2007), nilai RL antara
0 – 1 merupakan indikasi adsorpsi baik (favorable). Nilai RL = 0 merupakan indikasi
adsorpsi irreversible, RL = 1 adalah adsorpsi linear dan RL > 1 adalah adsorpsi
unfavorable.
Pada Gambar 4.5 (b), disajikan kurva pola isoterm adsorpsi Freundlich dengan
persamaan garis lurus y = 0,2092x + 0,6108 dengan nilai R2 = 0,7766. Dari Tabel 4.4,
diperoleh nilai kf sebesar 4,0813 dan nilai intensitas adsorpsi maksimum (1/n) = 4,7801.
Nilai 1/n pada rentang 1 – 10 menunjukkan kekuatan interaksi. Bila semakin kecil maka
interaksi antara adsorben dengan adsorbat semakin kuat (Situmorang dan Ma’ruf,
2016).
Menurut Tumin dkk (2008), nilai R2 yang lebih mendekati 1 menunjukkan bahwa
model tersebut lebih cocok untuk data hasil eksperimen. Sehingga adsorpsi Hg oleh
karbon aktif berbahan baku kulit durian cenderung mengikuti model Freundlich yang
menunjukkan sifat adsorpsi secara multilayer.
IV-10
Universitas Sumatera Utara
Seperti tampak pada Tabel 4.4, limbah pertambangan emas rakyat Kab. Mandailing
Natal mula-mula memiliki konsentrasi Hg sebesar 9,1299 mg untuk setiap liternya.
Angka ini jauh di atas baku mutu yang ditetapkan oleh SNI 06-3730-1995 yaitu 0,002
mg/l sehingga limbah yang dibuang langsung ke sungai tersebut sehingga sangat
membahayakan pengguna air ataupun organisme dalam air.
Setelah melewati proses adsorpsi, kadar merkuri dalam air limbah berkurang hingga
99,979%. Jumlah Hg yang tersisa dalam limbah cair adalah 0,0019 mg/l, angka ini telah
sesuai dengan baku mutu. Meski pada tahap pengujian variasi massa adsorben, varian
massa 8 gram telah berhasil mengadsorb limbah sintetik HgCl2 hingga di bawah baku
mutu, varian tersebut tidak dianjurkan untuk proses adsorpsi limbah pertambangan
sebab limbah dari kondisi asli memiliki pengotor lainnya yang dapat menghambat
adsorpsi Hg.
(C 0 - C t )v
qt =
m
qt = 0,1014 mg/g
Berdasarkan perhitungan di atas, karbon aktif berbahan kulit durian memiliki kapasitas
adsorpsi sebesar 0,1014 mg/g. Bila dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi dari hasil
pengujian variasi waktu adsorpsi (Gambar 4.2 dan Tabel L-4) yang menggunakan
massa yang tetap, yakni 1 gram, angka tersebut jauh lebih rendah sebab adsorben yang
digunakan memiliki massa yang lebih banyak. Oleh sebab itu, dapat ditarik kesimpulan
bahwa massa adsorben sangat berpengaruh terhadap kapasitas adsorpsi.
IV-11
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan penelitian ini adalah:
1. Karbon aktif yang terbuat dari kulit durian dapat menjerap Hg dalam limbah
pengolahan emas hingga menyisakan konsentrasi 0,0019 ppm. Angka tersebut
berada di bawah baku mutu yaitu 0,002 ppm.
2. Semakin lama waktu kontak dan semakin banyaknya massa adsorben,
penurunan Hg semakin banyak karena proses adsorpsi berjalan lebih sempurna.
3. Model kinetika adsorpsi mengikuti model pseudo orde kedua sementara
permodelan isoterm diwakili oleh model Freundlich. Hal ini menunjukkan
bahwa adsorpsi Hg oleh karbon aktif berbahan kulit durian merupakan adsorpsi
yang terjadi secara tumpang tindih (multilayer).
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah agar peneliti selanjutnya menambahkan
variasi lain seperti suhu, pH, dan aktivator sehingga diperoleh data tentang kemampuan
adsorpsi karbon aktif berbahan kulit durian pada lingkungan yang berbeda-beda.
Ahda, Mustofa, Sutarno, Eko Sri Kunarti. 2016. Studi Kinetika Adsorpsi Al-MCM 41
terhadap Metilen Biru. Yogyakarta: Pharmaciana, Vol. 6, No. 1, 2016: 15-20.
Ahmad, M. Azmier, Norhidayah Ahmad, dan Olugbenga Solomon Bello. 2014.
Modified Durian Seed as Adsorbent for the Removal of Methyl Red Dye from
Aqueous Solutions. Applied Water Science, December 2015 Vol. 5, Issue 4, p.
407-423.
Alfian, Zul. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya bagi Kesehatan
Manusia dan Lingkungannya. USU e-Repository.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/708/08E00123.pdf).
Diterbitkan tanggal 22 Agustus 2008. Diakses tanggal 5 Mei 2017.
Apriani, Ririn, Irfana Diah Faryuni dan Dwiria Wahyuni. 2013. Pengaruh Konsentrasi
Aktivator Kalium Hidroksida (KOH) terhadap Kualitas Karbon Aktif Kulit Durian
sebagai Adsorben Logam Pb pada Air Gambut. Prisma Fisika, Vol. I, No. 2
(2013), hal. 82 – 86. Pontianak: Universitas Tanjungpura.
Atkins, PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 2. Diterjemahkan oleh Rohadyan T. Edisi 4.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari Physical Chemistry.
Belami, L, Yulianti M. Indah dan Boy R. Sidharta. 2014. Pemanfaatan Purun Tikus
(Eleochalis Dulcis) untuk Menurunkan Kadar Merkuri (Hg) pada Air Bekas
Penambangan Emas Rakyat. Yogyakarta: Jurnal Biologi. hal. 1-16.
Budiono, A, Suhartana, dan Gunawan. 2009. Pengaruh Aktivasi Arang Tempurung
Kelapa Dengan Asam Sulfat Dan Asam Fosfat Untuk Adsorpsi Fenol. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Bulgariu, Laura, Anca Ceica, Liliana Lazar, Igor Cretescu, dan Ion Balasanian. 2010.
Equilibrium and Kinetics Study of Nitrate Removal from Water by Purolite A100
Resin. Bucharest: Revista de Chimie 11 (11) p. 1136-1141.
Chandra, Thio Christine, Magdalena Maria Mirna, Jaka Sunarso, Yohanes Sudaryanto,
dan Suryadi Ismadji. 2009. Activated Carbon from Durian Shell: Preparation and
Characterization. Journal of the Taiwan Institute of Chemical Engineers Vol. 40
(2009), p. 457–462.
Cheremisinoff and Morresi. 1978. Carbon Adsorption Handbook. First Edition.
Michigan: Ann Arbor Science Publishers.
Dalimunthe, Latifa Sari. 2015. Kandungan Logam Berat Merkuri (Hg) pada Ikan
Cencen (Mysacoleucus marginatus) di Sungai Batang Gadis Kabupaten
Mandailing Natal. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Danarto, YC. 2007. Kinetika Adsorpsi Logam Berat Cr(VI) dengan Adsorben Pasir
yang Dilapisi Besi Oksida. Ekuilibrium, 6 (2) hal. 65-77.Surakarta: Universitas
Sebelas Maret.
( )
-2 y = -0.0237x - 0.1571
R² = 0.9927
-2
-3
-3
-4
Waktu (menit)
Dari persamaan linear di atas, ditentukan kapasitas adsorpsi maksimum (q1) dan pseudo
orde pertama (k1) maka diperoleh:
log q1 = 0,1571 k1 / 2,303 = 0,0237
q1 = 1,435 mg/g k1 = 0,0546 min-1
80
R² = 0.9993
60
40
20
0
0 20 40 60 80 100 120 140
Waktu (menit)
Dari grafik penentuan kinetika reaksi pseudo orde kedua diperoleh persamaan:
y = 1,109x + 7,4231
R2 = 0,9993
Dari persamaan linear tersebut, ditentukan kapasitas adsorpsi maksimum (q2) dan
konstanta untuk pseudo orde kedua (k2) maka diperoleh:
= 1,109
q2 = 0,9017 mg/g
= 7,4231
( )
= 7,4231
( )
k2 = 0,01657 min-1
10
9 y = 0.0072x + 3.8199
8 R² = 0.6496
7
6
1/qe
5
4
3
2
1
0
0 200 400 600 800
1/Ce
Nilai-nilai parameter Langmuir qmax, kL dan RL dihitung dari garis miring dan intersep
dari plot linear vs , sehingga diperoleh:
1/qmax = 3,8199
qmax = 0,2618 mg/g
( )
kL = 530,5417 mg-1
( )
RL = 0,0002
y = 0.2092x - 0.3892
-0.4
R² = 0.7766
Log qe
-0.6
-0.8
-1.0
-1.2
Log Ce
Nilai-nilai parameter Freundlich n dan kf dihitung dari garis miring dan intersep dari
plot linear log q vs log Ce, sehingga diperoleh:
1
/n = 1 / 0,2092 log kf = 0,3892
n = 4,7801 kf = 2,4502