Apakah bisnis online dibolehkan dalam ekonomi syariah? Jawabannya boleh, tentu dengan sejumlah prinsip dasar
dan kaidah akad yang mesti dipenuhi agar tidak mencedrai aspek syariah dari jual beli itu sendiri. Islam sebagai
suatu sistem nilai yang kaffah dan universal memiliki roadmaps yang jelas tentang tuntunan bagi manusia dalam
melakukan jual beli (al bai’). Jual beli (buyu’, jamak dari bai’) atau perdagangan atau perniagaan secara
terminologi fiqih Islam berarti tukar menukar harta atas dasar saling ridha (rela) atau memindahkan kepemilikan
dengan imbalan pada sesuatu yang diizinkan.
Menurut Kamus Hukum Ekonomi Syariah Islam (KHES) Pasal 20 bahwa ba’i adalah jual beli antara benda
dengan benda atau pertukaran benda dengan uang. Pengertian jual beli menurut KHES tersebut dapat dimaknai
bahwa jual beli sebagai pertukaran harta atas dasar saling rela atau dapat diartikan juga memindahkan hak milik
dengan ganti yang dapat dibenarkan menurut hukum Islam. Allah swt sudah secara tegas menghalalkan jual beli
dalam QS. Al Baqarah ayat 275 dan QS. An Nisa ayat 29, bahkan Nabi Muhammad saw sudah memberikan
model praktik jual beli yang sukses dan membawa mashlahah bagi para pihak yang terlibat didalamnya.
Diantara hal yang membedakan antara jual beli (termasuk bisnis online) syariah dengan jual beli konvensional
adalah adanya prinsip-prinsip (mahdi) hukum ekonomi syariah yang diintegrasikan oleh para pelakunya. Prinsip-
prinsip tersebut diantaranya tahidullah, al-‘adalah, al-amr bi al-ma’ruf wa nahy ‘an munkar, dan al-birr wa al-
taqwa.Adapun akad jual beli syariah yang dapat digunakan oleh para pelakunya secara umum dapat dibagi
menjadi tiga yaitu Bai’ Al-Murabahah (Deferred Payment Sale), Bai’ as-Salam (In-Front Payment
Sale), dan Bai’ al-Istishna’(Purchase by Order or Manufacture). Dari ketiga akad jual beli tersebut, akad yang
relevan dengan praktik jual beli online yang marak dewasa ini adalah al-bai’ as-Salam.
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 (34) menjelaskan bahwa al-bai’as-Salam adalah jasa
pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembayaranya dilakukan bersamaan dengan pemesanan. al-
bai’ as-Salam dapat dimaknai juga sebagai akad jual beli barang pesanan diantara pembeli
(muslam)dengan penjual (muslam ilaih). Spesifikasi dan harga barang pesanan harus sudah disepakati di awal
akad. Ulama Syafi‟iyyah dan Hanabalah menjelaskan, salam adalah akad atas barang pesanan dengan spesifikasi
tertentu yang ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu, dimana pembayaran dilakukan secara tunai di
majlis akad. Sedangkan ulama Malikiyyah menyatakan, salam adalah akad jual belidimana modal (pembayaran)
dilakukan secara tunai (di muka) dan obyek pesanan diserahkan kemudian dengan jangka waktu tertentu.
Adapun rukun dari akad al-bai’ as-Salam yang harus dipenuhi dalam transaksi bisnis online adalah, pertama;
pelaku akad, yaitu muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang, dan muslam
ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok atau memproduksi barang pesanan; kedua, objek akad, yaitu barang
atau hasil produksi (muslam fiih) dengan spesifikasinya dan harga (tsaman); dan ketiga,shighah, yaitu ijab dan
qabul.
Secara operasional, rujukan yuridis yang dapat jadi pijakan oleh para pelaku bisnis online agar dapat menjalankan
model al-bai’ as-Salam adalah Fatwa DSN Nomor 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli salam. Adapun syarat-
syarat operasional yang mesti dipenuhi dalam bai’ salam, antara lain: pembeli harus membayar penuh barang
yang dipesan pada saat akad salam ditandatangani, salam hanya boleh digunakan untuk jual beli komoditas yang
kualitas dan kuantitasnya dapat ditentukan dengan tepat. Kualitas dari komoditas yang akan dijual dengan
akad salam perlu mempunyai spesifikasi yang jelas tanpa keraguan yang dapat menimbulkan perselisihan,
kuantitas dari komoditas perlu disepakati dengan tegas, serta tanggal dan tempat penyerahan barang yang pasti
harus ditetapkan dalam kontrak akad.