Anda di halaman 1dari 6

4.

DEMOKRASI

Apa Itu Demokrasi?

Demokrasi adalah sebuah buku dengan banyak halaman

Ternyata demokrasi tidak hanya rumit tetapi juga memiliki sangat banyak sudut pandang
seperti yang ditunjukkan kutipan-kutipan berikut ini:
 “Demokrasi adalah kekuasaan rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.”
Abraham Lincoln
 “Demokrasi tidak lain adalah membiarkan orang berbicara dan memiliki
kemampuan untuk mendengar.’
Heinrich Brüning
 “Demokrasi berangkat dari pandangan bahwa melalui adu gagasan pada akhirnya
orang akan mendapatkan sesuatu yang sangat dekat dengan kenyataan.”
Henry Kissinger
 “Tentu saja keliru menganggap bahwa dengan demokrasi semua kehendak rakyat
dapat dipenuhi. Namun, manakala kita melihat upaya untuk membuat keputusan
menyangkut kepentingan yang berbeda tidak lagi dengan pisau dan pistol
(baca:kekerasan) melainkan melalui pemungutan suara, maka itu adalah proses
yang lebih manusiawi dan beradab.”
Robert Musil
 “Demokrasi bukan berarti memilih yang terbaik untuk berkuasa dan menjalankan
politik yang terbaik, tetapi demokrasi adalah kesempatan untuk meninggalkan
pertumpahan darah dalam perebutan kekuasaan”
Karl Popper
 “Demokrasi bertujuan pada partisipasi rakyat dalam membentuk kehendak
pemerintah dan pada keleluasaan individu dalam menentukan nasib sendiri yang
seluas mungkin.”
Helmut Simon
 “Dalam demokrasi setiap orang boleh berkata apa yang ia pikirkan – meskipun ia
tidak dapat berpikir.”
Peter Bamm
 “Demokrasi tidak boleh terlalu berlebihan – sehingga dalam keluarga pun harus
ada voting siapa yang menjadi bapak.”
Willy Brandt
 “Demokrasi adalah bentuk pemerintahan terburuk dengan perkecualian semua
bentuk pemerintahan yang pernah ada.” Winston Churchill
 Jadi, demokrasi itu memiliki banyak sudut pandang dan rumit, tapi apa intinya?

A. Demokrasi Sebagai Tatanan Kenegaraan

 Demos = Rakyat, Kratos = Pemerintah


 “Government of the people, by the people, and for the people” (“Pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat)”
 Bentuk pengambilan keputusan dimana setiap orang yang terlibat memiliki hak dan
kemungkinan untuk berpartisipasi setiap orang memiliki sedikit kekuasaan
 Aturan demokrasi lebih berdasarkan pada pembagian kekuasaan dari pada
ketundukan/kepatuhan.

1
 Demokrasi tidak seperti mesin yang sekali dipasang akan berjalan tanpa masalah.
Demokrasi bergantung pada kondisi-kondisi tertentu yang harus secara berkala
diperbaharui.

Element-Elemen Kunci Demokrasi

a. Pemilihan Umum
 Dalam demokrasi, semua kekuasaan berasal dari rakyat. Rakyat memilih suatu
pemerintah untuk memerintah negara dalam jangka waktu tertentu. Pemilihan umum
adalah ciri utama demokrasi.
 Pemerintahan berdasarkan suara mayoritas bukan berarti kediktatoran mayoritas atas
minoritas. Batasan-batasan pemerintahan mayoritas harus ditetapkan dan konsensus
harus dicari.

b. Hak Azasi Manusia


 HAM dan demokrasi didasarkan oleh ide fundamental yang sama, yaitu adanya
martabat dan kesamaan dalam setiap individu.
 Demokrasi dan HAM saling bergantung satu sama lain.

c. Aturan Hukum / Negara Konstitusional


 Semua kekuasaan dan otoritas negara didasarkan pada hukum. Bahkan kedaulatan
rakyat juga dibatasi dalam konstitusi.
 Hukum adalah aturan yang disepakati bersama yang mengikat semua orang. Hukum
menjamin kebebasan dan memberikan jaminan keamanan bagi semua orang.
 Setiap orang sama di depan mata hukum. Hukum menlindungi dari kesewenang-
wenangan dan membawa keadilan.

d. Pemisahan Kekuasaan
 kekuasaan dapat menjurus ke penyalahgunaan kekuasaan.
 Pemisahan kekuasaan dan suatu sistem checks and balances menjamin tidak
terjadinya konsentrasi kekuasaan dalam negara demokratis.
 Secara tradisional: pemisahan eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Paling penting:
Kemandirian sistem yudikasi sangatlah penting.

e. Parlemen
 Parlemen adalah kesatuan suara rakyat. Ia memiliki fungsi membentuk pendapat
dan membuat keputusan.
 Parlemen mensahkan undang-undang, menyetujui anggaran, menyelidiki skandal
politik pemerintah, mendiskusikan masalah-masalah yang muncul, dll.
 Wakil-wakil rakyat yang terpilih bertanggungjawab kepada para pemilihnya tetapi
mengambil keputusan berdasarkan suara hati.

f. Pemerintahan dan Oposisi


 Tidak ada negara yang dapat bertahan tanpa suatu pemerintah dan administrasi terkait
yang mengimplementasikan hukum.
 Oposisi mengkritisi pemerintah mayoritas, mengawasi semua yang dilakukannya, dan
mencoba mempresentasikan berbagai alternatif yang lebih baik bagi pemilih.

g. Pluralisme dan Kompetisi Partai


 Pluralisme – keanekaragaman dalam nilai, persepsi, keinginan, tujuan – adalah suatu
konsekuensi logis dari adanya hak-hak sipil dan masyarakat yang terbuka.

2
 Demokrasi hidup dari pluralisme dan adalah bentuk yang cocok untuk menghadapinya.
 Partai politik menyatukan dan mengorganisasikan pendapat dan kepentingan. Mereka
berkompetisi satu sama lain dan mencoba memenangkan suara mayoritas dan
kekuasaan.

h. Ruang Publik dan Media (Pers) yang Bebas


 Demokrasi ditopang oleh adanya ruang publik politis dimana setiap orang dapat
mendapatkan informasi dan mengekspresikan pendapatnya dengan bebas.
 Tidak kalah pentingnya adalah keberadaan media (pers) yang bebas, mandiri, dan
kritis.
 Media (pers) pada saat yang sama adalah suara dan organ kontrol rakyat. Karena
itulah sering juga disebut sebagai „kekuatan (pilar) keempat“ demokrasi.

i. Asosiasi-Asosiasi dan Masyarakat Sipil yang kuat dan aktif


 Mayarakat Sipil adalah jumlah seluruh inisiatif, serikat, asosiasi, organisasi, dan
jaringan dimana orang secara sukarela masuk kedalamnya untuk mengejar
kesejahteraan komunitas dan/atau kepentingan tertentu.
 Asosiasi melobi politisi
 Demokrasi hidup dari masyarakat sipil yang kuat dan aktif.
 Jika orang kecil dalam jumlah banyak di banyak tempat kecil melakukan hal-hal kecil,
hal-hal besar akan dapat dicapai.

j. Desentralisasi dan Pemerintah Lokal


 Desentralisasi berarti pembagian kekuasaan secara vertikal.
 Rakyat dapat menentukan sendiri pemerintah lokal mereka.
 Rakyat mendapatkan akses yang lebih mudah terhadap proses pengambilan
keputusan politis dan oleh karena itu dapat mengkomunikasikan kebutuhannya serta
kebudayaan lokal dan keunikan mereka dihargai.

Kriteria Demokrasi (Amien Rais, 1986:xvi-xxv)


1) Partisipasi dalam Pembuatan Keputusan
2) Persamaan di Depan Hukum
3) Distribusi Pendapatan Secara Adil
4) Kesempatan Pendidikan yang Sama
5) Empat Macam Kebebasan (berpendapat, pers, berkumpul, beragama)
6) Ketersediaan dan Keterbukaan Informasi
7) Mengindahkan Fatsoen
8) Kebebasan Individu
9) Semangat Kerjasama
10) Hak Untuk Protes

Georg Sørensen, 2008, Democracy and democratization : processes and prospects in a


changing world, hal. 19) :

For political rights, a series of separate issues concerning


(1) electoral processes,
(2) political pluralism and participation, and
(3) functioning of government,

For civil liberties, there are questions concerning


(4) freedom of expression and belief,
(5) associational and organizational rights,
(6) rule of law, and

3
(7) personal autonomy.
B. Demokrasi Sebagai Tatanan Kehidupan Masyarakat

 Sebagai bentuk negara, demokrasi – seperti telah dibahas sebelumnya – harus


menjamin kebebasan rakyat dan keadilan sosial. Tugas ini tidak hanya milik
lembaga-lembaga pemerintah, namun rakyat juga harus ikut andil di dalamnya.
 Karena itulah dalam uraian di atas muncul istilah “warga aktif” Tetapi, jika warga
hanya mengenal dan menggunakan hak-hak warga negara saja, itu tidak cukup.
Mereka harus mempunyai kesempatan untuk melatih dan menerapkan hak-hak
demokratis dan kebajikan-kebajikan demokratis, misalnya di sekolah, di
universitas, di perusahaan dan di dalam keluarga. Karena itu, demokrasi bukan
saja suatu bentuk negara, melainkan juga suatu bentuk kehidupan.
 Tapi yang lebih penting adalah bahwa kita tidak menghendaki demokrasi hanya
sebagai bentuk negara dan pemerintah, tetapi juga sebagai bentuk kehidupan,
sebagai norma atau nilai yang membentuk kehidupan kita.”
 Mengejawantahkan nilai-nilai demokrasi di sekolah, universitas dan di tempat
kerja tujuan utamanya adalah untuk mengajarkan tindakan yang mandiri, melatih
rasa toleransi terhadap pendapat, kepentingan dan bentuk kehidupan yang
berbeda dan untuk mengenali budaya berselisih secara demokratis di mana
aturan main standarnya adalah mampu menjadi pendengar, membiarkan orang
lain berbicara, dan fairplay.
 Fokus dari sebuah masyarakat demokratis adalah tanggungjawab terhadap diri
sendiri dan ikut serta bertanggungjawab – dimana ikut bertanggungjawab dapat
dilakukan dalam banyak bentuk, khususnya melalui aktivitas dalam perkumpulan
atau organisasi, aktivitas membantu remaja atau melalui kegiatan membantu
warga lansia.
 Jadi, negara demokrasi membutuhkan masyarakat demokratis. Keduanya saling
membutuhkan satu sama lain. Tanpa ada sistem demokrasi, tidak ada masyarakat
demokratis, begitu pula sebaliknya. Karena itu, menjadikan demokrasi sebagai
bentuk negara dan kehidupan adalah tugas yang terus menerus dan
berkelanjutan.

Demokrasi Prosedural dan Demokrasi Kultural.

 Demokrasi prosedural a.l. terkait dg : mekanisme pembuatan keputusan,


penentuan pemimpin, dan artikulasi kepentingan masyarakat.
Demokrasi prosedural :
a) demokrasi liberal (universal) memuat 3 nilai : kontestasi (persaingan antar
individu), liberalisasi (menekankan hak-hak individu) dan partisipasi
(keterlibatan individu dlm lembaga perwakilan).
b) demokrasi komunitarian (partikularistik/lokal): demokrasi sbg metode utk
mencapai kebersamaan secara kolektif dg memperhatikan keragaman
budaya, struktur sosial, sistem ekonomi, dan sejarah setiap negara/masy.
c) demokrasi deliberatif : bentuk ekstrim demokrasi prosedural yg diwarnai
oleh tradisi komunitarian, yg dpt berupa proses pemilihan pemimpin dan
pengambilan keputusan dg cara partisipasi warga secara langsung secara
musyawarah (bukan voting). Ini sangat bermanfaat untuk :
 menghindari oligarki elit
 menghindari kompetisi individual shg mengurangi praktek KKN,
teror, money politics, dsb.

4
 Demokrasi kultural terkait dg : budaya atau tatakrama (fatsoen) pergaulan hidup
sehari-hari dalam arena masyarakat sipil. Ini tercermin dalam kultur yang toleran,
terbuka, egalitarian, bertanggungjawab, mutual trust, kepedulian warga,
kompetensi politik, dan seterusnya.

Civil Society :
”...sebagai wilayah-wilayah kehidupan sosial yg terorganisasi dan bercirikan a.l.:
kesukarelaan (voluntary), keswasembadaan (self-generating), dan keswadayaan
(self-supporting), kemandirian tinggi dlm berhadapan dg negara, dan keterikatan dg
norma-norma atau nilai-nilai hukum yg diikuti warganya” (Tocqueville dikutip Hikam,
1996:3)

C. Budaya Politik yang Demokratis


Demokrasi membutuhkan warga negara yang tahu mengenai isu-isu politik dan sistem
politik, membangun pendapat mereka dan memiliki keinginan berpartisipasi untuk
mengubah kondisi dan mengambil tanggungjawab
 Demokrasi harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
 Tidak ada demokrasi tanpa demokrat!
 Partai politik harus memiliki struktur internal yang demokratis.
 Tetapi demokrasi selayaknya dipraktekkan juga dalam bagian lain di masyarakat:
dalam asosiasi, keluarga, sekolah, dan bahkan perusahaan,..

D. Praktek Demokrasi (Sebagai Tatanan Kenegaraan) di Indonesia

Masa Demokrasi Parlementer (1945-1959)


 Menonjolnya Peranan Parlemen Dan Partai Politik
 Tanggungjawab Politik Terletak Pada Perdana Menteri
 Presiden Sebagai Kepala Negara Lebih Berperan Simbolis yang Bersifat Seremonial
 Tidak Mampu Membina Sumberdaya Politik Secara Konstruktif dan Integral,
Sehingga Banyak Terjadi Upaya / Gerakan Separatis
 Ditandai Dengan Pergantian Kabinet Dalam Waktu yang Relatif Pendek
 Terselenggaranya Pemilu Pertama (1955) untuk Memilih Anggota Konstituante.
 Konstituante Gagal Menyusun Konstitusi (1955-1959) dan Menyebabkan Keluarnya
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Masa Demokrasi Terpimpin/Orde Lama (1959-1966)


 Dicirikan Oleh Dominasi Presiden, Pembatasan Peranan Partai Politik,
Perkembangan Pengaruh Komunis, Serta Munculnya Peranan Militer (ABRI) Sebagai
Kekuatan Sosial Politik
 Ketetapan MPRS No.III/1963 Yang Mengangkat Ir. Soekarno Sebagai Presiden
Seumur Hidup
 Presiden Membubarkan dan Membentuk DPRGR/MPRS.
 Pimpinan DPR Juga Dijadikan Sebagai Menteri, Sehingga Fungsinya Sebagai Alat
Kontrol Eksekutif Makin Melemah

Masa Demokrasi Pancasila/Orde Baru (1966-1998)


1. Secara Normatif Ditandai Oleh Niat Dan Semangat Untuk Melaksanakan Pancasila
Dan UUD 1945 Secara Murni Dan Konsekuen, Serta Untuk Menghindarkan Berbagai
Instabilitas Di Bidang Politik Dan Ekonomi.
2. Namun Terdapat Praktek-praktek Sebagai Berikut :
 DPR Diberi Fungsi Kontrol, Namun Mekanisme Recall Masih Dipertahankan.

5
 Pimpinan DPR Tidak Lagi Diberi Jabatan Menteri, Namun Merupakan Tokoh-
Tokoh “Partai” Tertentu Yang Menjadi “Kendaraan Politik” Bagi Presiden,
Khususnya Dalam Setiap Pelaksanaan Pemilu.
 Ketetapan MPRS No.III/1963 Dibatalkan, Namun Tidak Ada Kejelasan /
Ketegasan Terhadap Pasal 6 UUD 1945 Tentang Istilah “… Dan Sesudahnya
Dapat Dipilih Kembali”.
 Diterapkan Regulasi Politik Dengan Fusi Partai Menjadi Hanya 2 Parpol (PPP
Dan PDI) dan Golkar. Secara Kuantitatif Multiparty, tetapi Secara Substantif One
Party System (Golkar : Single Majority).
 Faktor Stabilitas Dan Keamanan Diprioritaskan, Namun Mengurangi Ruang Gerak
Masyarakat Sipil Yang Tergusur Oleh Peran Sosial Politik ABRI  Konsep Dwi
Fungsi ABRI.
 Birokrasi Berperan Sebagai Kekuatan Politik dan Peran Sebagai Pelayan Publik
Diabaikan (Bureaucratic Polity).
 Prinsip Trias Politika Diterapkan (Distribution of Power), Namun Presiden
Mempunyai Peran Sangat Dominan (Executive Heavy).
 Terjadi Abuse of Power Yang Luar Biasa : Represi/Kekerasan Politik 
Pelanggaran HAM, KKN, dsb.

Masa Transisi / Orde Reformasi (1998-....)

1. Fenomena Ephoria Politik di Tingkat Elit :


 Amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali  bergesernya executive heavy ke
legislative heavy.
 Jumlah Partai Politik Melonjak dan Peran Partai Politik (di Parlemen) sangat
menonjol  implementasi sistem presidensisil menjadi tidak konsisten (semi
parlementer).
 Pemilihan Presiden dan Kepala Daerah Secara Langsung.
 Otonomi Daerah Ditingkatkan (Disertai dengan Dibentuknya Dewan Perwakilan
Daerah / DPD)  Posisi Daerah Meningkat : tuntutan pemekaran daerah, hak
ekonomi/keuangan daerah meningkat, kewenangan diperbesar, dsb).
 Peran Militer dan Birokrasi Berkurang, Tetapi Muncul Kekuatan Baru Dalam
Politik, yaitu Golongan Pengusaha.
 Yudikatif Tidak Mandiri  Law Enforcement Lemah : Kasus Korupsi, Illegal
Logging, Narkoba, Pelanggaran HAM Berat, Penyelundupan, Perjudian, dsb.
 Bermunculan Lembaga-lembaga Negara Tambahan (State Auxiliary Agencies) :
Komnas HAM, KPU, KPK, KPPU, KPI, MK, KY, dsb).

2. Fenomena Ephoria di Tingkat Masy Akar Rumput (Grass Root) :


 Penjarahan dan kekerasan : penjarahan perkebunan; konflik horisontal antar
kelompok, agama, suku, kampung, dsb.
 Jumlah Ornop dan kelompok-kelompok masy meningkat  meningkatnya
tuntutan masy kepada negara : dialog, demo, dsb.
 Meningkatnya “keberanian” masy grass root : melawan aparat negara, main
hakim  perilaku anarki.
 Perilaku masy ini tidak diimbangi dengan peningkatan “kecerdasan” : mudah
ditipu (dan gampang lupa) oleh elit, hanya dg diberi janji-janji atau uang
sekedarnya.

Anda mungkin juga menyukai