Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

Nama Mahasiswa : Kornelia Riskah

NIM : I4052171024

Judul Kasus : Ketuban Pecah Dini

Tanggal Praktik : 8 Januari – 21 Januari 2018

Ruangan : Ruang Nifas RSUD Abdul Azis Singkawang

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu terjadi
pada pembukaan< 4 cm yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup
waktu atau kurang waktu (Wiknjosastro, 2010). Hal ini dapat terjadi pada
akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya
melahirkan.
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan
maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD yang memanjang adalah
yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan (Yatini,
Mufdlilah dan Hidayat 2009).
2. Etiologi Persalinan
Menurut Manuaba (2010) Ketuban Pecah Dini disebabkan oleh :
a. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan kembar, hidramnion.
b. Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
c. Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian terendah
belum masuk PAP, disproporsi sefalopelvik.
d. Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
e. Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk preteolitik sehingga memudahkan ketuban
pecah.
Faktor resiko untuk ketuban pecah dini yaitu :

a. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini. Ketegangan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan (overdistensi uterus) misalnya trauma, hidramnion,
gemelli. Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya
kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh
kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan
oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain
itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetrik
(Rukiyah, 2010).
b. Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut
kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu
lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah
kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin
besar. Inkompetensi serviks adalah serviks dengan suatu kelainan
anatomi yang nyata, disebabkan laserasi sebelumnya melalui ostium
uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital pada serviks yang
memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan
mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester ketiga
yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi (Manuaba, 2010).
c. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan
dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma
(hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis), Gemelli
(Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada
kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga
menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini
terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan
kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan dibagian bawah tidak
ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan
mudah pecah. Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram
kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang
meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra
uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan
selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi
berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. Hidramnion
atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus
dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak.
Hidramnion kronis adalah peningkatan jumlah cairan amnion terjadi
secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat
tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu
beberapa hari saja (Winkjosastro, 2010).
3. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala ketuban pecah dini yang terjadi adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina, aroma ketuban berbau amis dan
tidak berbau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah, cairan ini tidak akan
berhenti atau kering kerana tersu diproduksi sampai kelahiran tetapi bila
anda duduk atau berdiri kepala janin yang sudah terletak dibawah biasanya
mengganjal. Kebocoran untuk sementara, demam, bercak vagina yang
banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat, merupakan
tanda infeksi yang terjadi (Nugroho, 2012).
4. Patofisiologi
Mekanisme ketuban pecah dini menurut Prawirohardjo,S (2009)
ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi
uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah
tertentu terjadi perubahan biokimia yang menyebabkan selaput ketuban
inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput ketuban rapuh.Terdapat
keseimbangan antara sintesis dan degrasi ekstraselular matriks. Perubahan
struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktifitas
kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.
5. Pathway

Kala 1 persalinan

HIS berulang Gangguan pada kala


1 persalinan
Kelainan Infeksi Kanalis Serviks Gemeli,
Peningkatan
letak janin genitalia servikalis inkompeten hidramnion
kontraksi dan
(sungsang) selalu
pembukaan
terbuka
serviks uteri Tidak ada Mudahnya Proses Dilatasi Ketegangan
akibat
Mengititasi bagian pengeluaran biomedik berlebih uterus
kelainan
nervus terendah air ketuban bakteri serviks berlebih
serviks uteri
pudenalis yang mengeluarkan
menutupi enzim
Stimulus nyeri Selaput Serviks
pintu atas proteolitik ketuban tidak bisa
panggul yang
mudah menahan
Nyeri Akut menghalangi
Selaput pecah intrauterus
tekanan
terhadap ketuban
Rasa mulas membrane mudah pecah
dan ingin bagian
mengejan bawah

Klien
melaporkan KETUBAN PECAH DINI
tidak nyaman

Gangguan rasa
nyaman Air ketuban terlalu Klien tidak mengetahui Tidak adanya
banyak keluar penyebab dan akibat pelindungan dunia
KPD luar dengan daerah
Kecemasan ibu Partus kering
terhadap keselamatan rahim
(Distoksia)
janin dan dirinya
Defisit Pengetahuan
Laserasi pada Mudahnya
jalan lahir mikroorganisme
Ansietas
masuk secara
Sumber : Carpenito, 2006 Resiko Infeksi asendens
6. Pemeriksaan Penunjang
a. USG
Volume cairan amnion berkurang/ oligohidramnion. Selain itu USG
juga berguna untuk membantu dalam menentukan usia kehamilan, letak
atau presentasi janin, berat janin, letak dan gradasi plasenta serta jumlah
air ketuban (Fadlun dan feryanto, 2011)
b. Cairan amnion
Tes cairan amnion, di antaranya dengan kultur/ gram stain, fetal
fibronection, glukosa, leukosit esterase (LEA), dan sitokin. Jika terjadi
chorioamnionitis, maka angka mortalitas neonatal empat kali lebih
besar, angka distres pernapasan, sepsis neonatal, dan pendarahan
intraventrikular tiga kali lebih besar.
1) Dilakukan tes valsava, tes nitrazin, dan tes fren Nilai normal PH
cairan vagina adalah 4,5-5,5 dan normal PH cairan amnion 7,0-7,5
2) Dilakukan uji kertas lakmus/tes nitrazize.
a) Jadi biru (basa): air ketuban.
b) Jadi merah (asam): urine oligohidramnion (Fadlun dan
feryanto, 2011).
c. Uji Ferning dan uji Nitazin untuk menetapkan bahwa cairan yang
keluar adalah cairan ketuban.
d. Pemeriksaan Spekulum
Untuk mengambil sampel cairan ketuban di forniks posterior dan
mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.
7. Penatalaksanaan
Menurut Abadi (2008) membagi penatalaksanaan ketuban pecah
dini pada kehamilan aterm, kehamilan pretem, ketuban pecah dini yang
dilakukan induksi, dan ketuban pecah dini yang sudah inpartu.
a. Ketuban pecah dengan kehamilan aterm
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm yaitu : diberi antibiotika,
Observasi suhu rektal tidak meningkat, ditunggu 24 jam, bila belum ada
tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi. Bila saat datang sudah lebih
dari 24 jam, tidak ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
b. Ketuban pecah dini dengan kehamilan premature
Penatalaksanaan KPD pada kehamilan prematur yaitu :
EFW (Estimate Fetal Weight) < 1500 gram yaitu pemberian Ampicilin
1 gram/ hari tiap 6 jam, IM/ IV selama 2 hari dan gentamycine 60-80
mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid untuk
merangsang maturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x selang 24
jam), melakukan Observasi 2x24 jam kalau belum inpartu segera
terminasi, melakukan Observasi suhu rektal tiap
1) 3 jam bila ada kecenderungan meningkat > 37,6°C segera terminasi
2) EFW (Estimate Fetal Weight) > 1500 gram yaitu melakukan
Observasi 2x24 jam, melakukan Observasi suhu rectal tiap 3 jam,
Pemberian antibiotika/kortikosteroid, pemberian Ampicilline 1
gram/hari tiap 6 jam, IM/IV selama 2 hari dan Gentamycine 60-80
mg tiap 8-12 jam sehari selama 2 hari, pemberian Kortikosteroid
untuk merangsang meturasi paru (betamethasone 12 mg, IV, 2x
selang 24 jam ), melakukan VT selama observasi tidak dilakukan,
kecuali ada his/inpartu, Bila suhu rektal meningkat >37,6°C segera
terminasi, Bila 2x24 jam cairan tidak keluar, USG: bagaimana
jumlah air ketuban : Bila jumlah air ketuban cukup, kehamilan
dilanjutkan, perawatan ruangan sampai dengan 5 hari, Bila jumlah
air ketuban minimal segera terminasi. Bila 2x24 jam cairan ketuban
masih tetap keluar segera terminasi, Bila konservatif sebelum
pulang penderita diberi nasehat : Segera kembali ke RS bila ada
tanda-tanda demam atau keluar cairan lagi, Tidak boleh coitus,
Tidak boleh manipulasi digital
Menurut Saifuddin, (2008) Penanganan Ketuban Pecah Dini sebagai berikut:
 Konservatif
a) Rawat dirumah sakit.
b) Berikan antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila
tidak tahan ampisilin ) dan metronidasol 2x500 mg selama 7 hari.
c) Jika umur kehamilan < 32-34 minggu, dirawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak keluar lagi.
d) Jika usia kehamilan 32-37 minggu, belum in partu, tidak ada
infeksi, tes busa negatif : beri dekametason, observasi tandatanda
infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37
minggu.
e) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin).
f) Pada usia kehamilan 32-34 minggu berikan steroid, untuk
memacu kematangan paru janin dan kalau memungkinkan periksa
kadar lesitin dan spingomeilin tiap minggu. Dosis betametason 12
mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
 Aktif
a) Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal
seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 50 μg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b) Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotika dosis tinggi, dan
persalinan diakhiri :
1) Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,kemudian
induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
2) Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan, partus pervaginam.
6. Komplikasi
a. Komplikasi pada Ibu
Karena jalan telah terbuka,maka dapat terjadi infeksi intrapartum,apa
lagi terlalu sering diperiksa dalam, selain itu juga dapat dijumpai
infeksi peupuralis (nifas), peritonitis dan seftikamia, serta dry-labor.
Ibu akan merasa lelah karena terbaring ditempat tidur, partus akan
menjadi lama maka suhu tubuh naik,nadi cepat dan nampaklah gejala-
gejala infeksi. Hal-hal di atas akan meninggikan angka kematian dan
angka morbiditas pada ibu. Dampak yang ditimbulkan pada ibu yaitu
partus lama, perdarahan post partum, atonia uteri, infeksi nifas
(Prawirohardjo, 2009).
b. Komplikasi pada Janin
Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah persalinan lebih
awal. Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput
amnion sampai persalinan secara umum bersifat proporsional secara
terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi. Sebagai contoh,
pada sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95%
pasien akan mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian.
Sedangkan analisis terhadap studi yang mengevaluasi pasien dengan
preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode laten
4 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup
dapat mengalami sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat,
oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, gangguan neurologi,
perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan (Medina
TM, 2006).

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Tujuan pengkajian adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat
kesehatan, kehamilan dan persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses
membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis dan
mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang sesuai. Tanyakan pada
ibu :
a. Nama, umur, alamat
b. Gravida dan para
c. Hari pertama haid terakhir
d. Kapan bayi akan lahir (menurut tafsiran ibu)
e. Riwayat alergi obat-obatan tertentu
f. Riwayat kehamilan sekarang
g. Riwayat kehamilan sebelumnya
h. Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi,
gangguan jantung, berkemih, dll)
i. Masalah medis saat ini (sakit kepala, gangguan pengelihatan, pusing
atau nyeri epigastrium bagian atas)
2. Pemeriksaan fisik
Bertujuan untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat
kenyamanan fisik ibu bersalin. Hasil pemeriksaan fisik dan
anamnesis digunakan untuk menegakkan diagnosis dan mengembangkan
rencana asuhan keperawatan yang paling sesuai dengan kondisi ibu.
Pemeriksaan harus yang dilakukan yaitu :
a. Pemeriksaan umum yang meliputi tekanan darah, nadi, pernapasan,
refleks, jangtungparu-paru, berat badan, tinggi badan, dll.
b. Pemeriksaan abdomen
Sebelum melakukan pemeriksaan abdomen, pastikan dulu bahwa
ibu sudah mengosongkan kandung kemihnya, kemudian minta ibu
untuk berbaring.Tempatkan bantal di bawah kepala dan bahunya
dan minta untuk menekukkan lututnya. Pemeriksaan abdomen
dilakukan untuk :
1) Menentukan tinggi fundus uteri
Pastikan pengukuran dilakukan pada saat uterus tidak sedang
berkontraksi menggunakan pita pengukur. Ibu dengan posisi
setengah duduk dan tempelkan ujung pita (posisi melebar)
mulai dari tepi atas simfisis pubis, kemudian rentangkan pita
mengikuti aksis/linea mediana dinding depan abdomen hingga ke
puncak fundus. Jarak antara tepi atas simfisis pubis dan puncak
fundus uteri adalah tinggi fundus.
2) Memantau Abdomen
Lakukan palpasi abdomen untuk menentukan volume cairan
amnion. Apabila pecah ketuban telah pasti, terdapat kemungkinan
mendeteksi berkurangnya cairan karena terdapat peningkatan
molase uterus dan dinding abdomen disekitar janin dan penurunan
kemampuan balotemen dibandingkan temuan pada pemeriksaan.
3) Pemeriksaan Spekulum Steril
a) Inspeksi keberadaan tanda-tanda cairan di genetalia eksterna.
b) Lihat serviks untuk mengetahui aliran cairan dari orifisium.
c) Lihat adanya genangan cairan amnion di forniks vagina.
d) Jika anda tidak melihat ada cairan, minta wanita mengejan
(perasat valsava). Secara bergantian beri tekanan pada fundus
perlahan-lahan.
e) Observasi cairan yang keluar untuk melihat lanugo atau verniks
kaseosa jika usia kehamilan ≥ 32 minggu.
f) Visualisasi serviks untuk menentukan dilatasi jika pemeriksaan
dalam tidak akan dilakukan dan untuk mendeteksi prolaps tali
pusat atau ekstremitas janin.
4) Memantau denyut jantung janin
Gunakan fetoskop pinnards atau doppler untuk mendengarkan
denyut jantung janin (DJJ) dalam rahim ibu. Nilai DJJ selama
dan segera setelah kontraksi uterus. Mulai penilaian sebelum atau
selama puncak kontraksi. Dengarkan DJJ minimal 60 detik,
dengarkan sampai sedikitnya 30 detik setelah kontraksi
berakhir. Lakukan penilaian DJJ tersebut pada lebih dari
satu kontraksi. Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan
dari DJJ kurang dari 120 atau lebih dari 160 kali per menit.
Kegawatan janin ditubjukkan dari DJJ yang kurang dari 100 atau
lebih dari 180 kali per menit. Bila demikian, baringkan ibu ke sisi
kiri dan anjurkan ibu untuk relaksasi. Nilai kembali DJJ setelah 5
menit dari pemeriksaan sebelumnya, kemudian simpulkan
perubahan yang terjad. Jika DJJ tidak mengalami perbaikan maka
sipkan ibu untuk dirujuk
3. Diagnosa dan Intervensi
a. Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi jaringan uterus/hipoksia,
tekanan pada jaringan sekitar, stimulasi ujung saraf parasimpatis dan
simpatis.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x8 jam, diharapkan
nyeri berkurang dengan kriteria evaluasi :
 Mengidentifikasi/menggunakan teknik untuk mengontrol
nyeri atau ketidaknyamanan
 Nyeri berkurang
 Tampak rileks/tenang diantara kontraks
Rencana Tindakan :
1) Kaji derajat ketidaknyamanan melalui isyarat verbal maupun
nonverbal.
(R/Tindakan dan reaksi nyeri adalah individual dan berdasarkan
pengalaman masa lalu)
2) Bantu dalam penggunaan teknik pernapasan/relaksasi yang tepa
pada masase abdomen
(R/Dapat memblok impuls nyeri dalam korteks serebral melalui
respons kondisi dan stimulasi kutan, memudahkan kemajuan
persalinan normal)
3) Bantu tindakan kenyamanan (Misalnya gosokan
punggung/kaki, tekanan sakral, perubahan posisi)
(R/Meningkatkan relaksasi, posisi miringmenurunkan tekanan
uterus pada vena kava,
tetapi pengubahan posisi secara periodik mencegah iskemia
jaringan/kekakuan otot dan meningkatkan kenyamanan)
4) Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam
(R/Mempertahankan kandung kemih bebas distensi, yang
dapat meningkatkan
ketidaknyamanan)
5) Hitung waktu dan catat frekuensi, intensitas, dan durasi pola
kontraksi uterus setiap 30 menit
(R/Memantau kemajuan persalinan dan memberikan informasi
untuk klien)
6) Beritahu klien untuk tidak mengejan dulu sebelum pembukaan
lengkap
(R/Mencegah terjadinya kelelahan)
b. Risiko tinggi terhadap infeksi maternal berhubungan dengan
prosedur invasif, pemeriksaan vagina berulang, kontaminasi fekal,
membran amniotik ruptur.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x8 jam, diharapkan
tidak terjadi infeksi dengan kriteria :
 Menggunakan teknik untuk meminimalkan risiko infeksi
 Bebas dari tanda-tanda infeksi tidak terjadi demam, cairan
amniotik jernih, tidak berwarna dan tidak berbau)
Rencana Tindakan Keperawatan :
1) Lakukan pemeriksaan vagina awal ; ulangi bila pola kontraksi
atau perilaku klien menandakan kemajuan persalinan bermakna
(R/Pengulangan pemeriksaan vagina berperan dalam insiden
infeksi saluran asenden)
2) Tekankan pentingnya mencuci tangan yang baik dan tepat
(R/Menurunkan risiko yang memerlukan/menyebarkan agen)
3) Gunakan teknik aseptik selama pemeriksaan vagina
(R/Membantu mencegah pertumbuhan bakteri ; membatasi
kontaminan dari pencapaian ke vagina)
4) Berikan/anjurkan perawatan perineal setelah eliminasi ;
setiap 4 jam dan sesuai indikasi, ganti pembalut/linen bila
basah
(R/Menurunkan insiden infeksi saluran asenden)
5) Pantau dan gambarkan karakter cairan amniotic
(R/Pada infeksi, cairan amniotik menjadi lebih kental dan
kuning pekat dan bau kuat dapat dideteksi)
6) Pantau suhu, nadi, pernapasan sesuai indikasi
(R/Dalam 4 jam setelah membran ruptur, insiden
korioamnionitis meningkat secara progresif sesuai waktu
ditunjukkan dengan peningkatan tanda-tanda vital)
7) Berikan cairan oral dan parenteral sesuai indikasi
(R/Mempertahankan hidrasi dan rasa umum terhadap
kesejahteraan)
8) Kolaborasi pemberian antibiotik profilaktik IV jika
diindikasikan
(R/ Antibiotik dapat melindungi perkembangan korioamnionitis
pada klien berisiko)
c. Risiko tinggi terhadap cedera janin berhubungan dengan hipoksia
jaringan/hiperkapneu atau infeksi.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x8 jam, diharapkan
tidak terjadi cedera pada janin dengan kriteria evaluasi :
 Menunjukkan DJJ dan variasi per denyut dalam batas normal.
Rencana Keperawatan :
1) Lakukan manuver Leopold untuk menentukan posisi janin,
berbaring dan presentasi
2) (R/Berbaring tranversal atau presentasi bokong memerlukan
kelahiran sesaria)
3) Dapatkan data dasar DJJ secara manual atau elektronik,
pantau dengan sering, perhatikan variasi DJJ dan perubahan
periodik pada respons terhadap kontraksi uterus
(R/DJJ harus direntang dari 120 sampai 160 dpm dengan variasi
rata-rata, percepatan dalam respons terhadap aktivitas maternal,
gerakan janin dan kontraksi uterus)
4) Catat kemajuan persalinan
(R/Persalinan lama/disfungsional dengan perpanjangan fase
laten dapat menimbulkan
masalah kelelahan ibu, stres berat, infeksi dan hemoragi karena
atonia/ruptur uterus)
5) Catat DJJ bila ketuban pecah, kemudian setiap 15 menit x 3.
(R/Perubahan pada tekanan cairan amniotik dengan ruptur dan
atau variasi deselerasi DJJ setelah robek, dapat menunjukkan
kompresi tali pusat, yang menurunkan transfer oksigen ke janin)
6) Posisikan klien pada posisi miring kiri
(R/Meningkatkan perfusi plasenta ; mencegah sindrom
hipotensif terlentang)
7) Kolaborasi pemberian oksigen
(R/Meningkatkan oksigen ibu yang tersedia untuk ambilan
fetal)
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari, Saifuddin. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal.


Jakarta : Bina Pustaka.
Manuaba, I Bagus Gde. (2010). Pengantar Kuliah Obstetric. Jakarta: EGC

Medina TM, Hill DA. (2006) Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis
and Management. Am Fam Physician. 15;73(4):659-664.

Mufdlilah., Hidayat. A., Kharimaturrahmah, I. (2012). Konsep Kebidanan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Nugroho. Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Rukiyah, Yulianti, Lia. (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta :
Trans Info Medika.

Wiknjosastro, Hanifa. (2010). Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai