Perkembangan KLG
Perkembangan KLG
PENDAHULUAN
TUJUAN
Salah satu kerangka paling baru yang digunakan untuk mempelajari dan
bekerja dengan keluarga adalah perkembangan keluarga. Pendekatan teoritis ini
mencoba mengungkapkan perubahan dari sistem keluarga yang terjadi dari waktu ke
waktu termasuk perubahan-perubahan dalam interaksi dan hubungan diantara anggota
keluarga dari waktu ke waktu. Pendekatan perkembangan keluarga didasarkan pada
observasi bahwa keluarga adalah kelompok berusia panjang dengan suatu sejarah
alamiah, atau siklus kehidupan, yang perlu dikaji juga dinamika kelompok
diinterpretasikan secara penuh dan akrual (Duvall, dan Miller, 1985). Meskipun setiap
keluarga mengalami setiap saat perkembangan dengan cara-caranya yang unik, semua
keluarga dianggal sebagai contoh dari seluruh pola normatif (Rodger, 1973) dan
mengikuti urutan-urutan perkembangan yang universal (Goode, 1959).
1
Teori perkembangan keluarga menguraikan perkembangan keluarga dari
waktu ke waktu dengan membaginya ke dalam satu seri tahap perkembangan
dianggap sebagai masa-masa stabilitas relatif yang secara kuantitatif dan kualitatif
berbeda dari tahap-tahap berdekatan (Mederer and Hill, 1983). Tentang konsep tahap-
tahap siklus kehidupan tergantung pada asumsi bahwa dalam keluarga terdapat saling
ketergantungan yang tinggi antara anggota keluarga : keluarga dipaksa untuk berubah
setiap kali ada penambahan atau pengurangan anggota keluarga, atau setiap kali anak
sulung mengalami perubahan tahap perkembangan. Misalnya, perubahan dalam
peran, penyesuaian terhadap perkawinan, mengasuh anak dan disiplin terbukti
perubahan dari satu tahap ke tahap lain (Mederer dan Bill, 1983). Keluarga
mengambil satu jenis struktur ketika anak-anak masih berusia prasekolah ; struktur
lain ketika orang tua mulai mengikuti puncak hidup dan anak-anak memasuki masa
remaja ; dan akhirnya bentuk struktur yang lain adalah ketika anak-anak mulai
dewasa, menikah dan mulai mandiri.
Akar sejarah dari teori perkembangan keluarga dapat dibuktikan dengan lima
warisan teori. Kerangka perkembangan keluarga bersifat elektrik, karena kerangka ini
mengajukan konsep-konsep dari pendekatan yang berbeda terhadap studi keluarga.
Kontribusi pada teori perkembangan keluarga diambil dari interaksionisme simbolik,
fungsionalisme struktural, sosiologi kerja dan propesi, teori sistem dan perkembangan
ilmu ditambah lagi dengan teori stress dan krisis kehidupan keluarga (Dattessich dan
Dill, 1987)
Pusat asumsi dasar tentang teori perkembangan keluarga, seperti yang
diuraikan oleh Algous (1978) adalah :
1. Keluarga berkembang dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara
yang sama dan dapat diprediksi.
2. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi dengan orang lain, mereka
memulai tindakan-tindakan dan juga reaksi-reaksi terhadap tuntutan
lingkungan.
3. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas-tugas tertentu yang ditetapkan oleh
mereka sendiri atau oleh konteks budaya dan masyarakat.
4. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai dengan sebuah awal
dan akhir yang kelihatan jelas.
2
Meskipun teori perkembangan umum didasarkan pada ciri-ciri ini dan biasa
dari kehidupan keluarga, namun teori ini tidak memberikan stressor non normatif atau
situasional (kejadian-kejadian yang tidak biasa) dan dapat dikritik karena asumsi
tentang homogenitas (kurang memperhatikan keanekaragaman kinerja), bias kelas
menengahnya, asumsinya tentang stabilitas dalam setiap tahap, dan kurangnya
penjelasan proses yang terjadi diantara tahap-tahap perkembangan yang
memungkinkan keluarga bertindak. Namun penggunaan kerangka ini untuk
pengkajian dan intervensi-intervensi sangat membantu karena kerangka ini
memberikan para profesional perawatan kesehatan keluarga cara-cara mengantisipasi
apa yang diharapkan dan apa jenis penyuluhan dan konseling yang ditentukan. Teori
perkembangan keluarga meningkatkan pemahaman kita tentang keluarga pada titik
yang berbeda dalam berbagai siklus kehidupan mereka dan menghasilkan deskripsi
yang “khas” tentang kehidupan keluarga dalam berbagai tahap perkembangannya
(Lupal dan Miller 1985). Malahan dengan mengkaji tahap perkembangan keluarga
dan pelaksanaan tugas-tugas yang sesuai dengan tahap tersebut, para profesional
perawatan kesehatan keluarga diberikan pedoman untuk menganalisis pertumbuhan
dan kebutuhan promosi kesehatan keluarga. Perawat keluarga lebih mampu
memberikan dukungan yang diperlukan untuk memajukan dari satu tahap ke tahap
lain dengan lancar.
3
B. SIKLUS KEHIDUPAN KELUARGA
4
Dalam paradigma dari Dupall, ia menggunakan tingkat umur dan tingkat
sekolah dari anak yang paling tua sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan,
dengan pengecualian untuk dua tahap terakhir kehidupan keluarga ketika anak-anak
sudah tidak ada lgi di rumah. Apalagi terdapat beberapa anak dalam keluarga, terjadi
beberapa tumpang tindih tahap-tahap yang berbeda. Sebaliknya Charter dan
McGoldrick, 1988 merumuskan tahap siklus kehidupan keluarga yang berfokus pada
hal-hal penting dimana anggota keluarga masuk dan keluar dari keluarga, jadi
mengganggu keseimbangan keluarga. Penekanan disini diletakkan pada hubungan-
hubungan yang berubah, yang menjadi syarat sehingga keluarga bisa bergerak dari
satu tahap siklus kehidupan ke tahap berikutnya.
5
6. Keluarga melepaskan anak dewasa
5. Keluarga melepaskan anak dan muda (semua anak meninggalkan
pindah rumah)
7. Orangtua usia pertengahan (tidak
ada jabatan lagi hingga pensiun)
8. Keluarga dalam masa pensiun dan
6. Keluarga dalam kehidupan terakhir lansia (mulai dari pensiun hingga
pasangan yang meninggal.
Adapted from Carter dan McGoldrick, (1988), Duvall and Miller, (1985)
6
tahun-tahun yang cocok dalam dua tahap terakhir siklus kehidupan keluarga – tahap
usia pertengahan dan tahap pensiunan dan lansia.
7
lingkungan seringkali bertentangan dengan tugas seorang ibu memelihara rumah yang
teratur.
Tahap keluarga dianggap oleh Aymer (1988) dan ahli-hali terapi lainnya
sebagai dasar bagi semua tahap berikutnya : bagaimana dewasa muda melewati tahap
ini sangat mempengaruhi siapa yang dinikahinya dan juga kapan dan bagaimana
8
pernikahan berlangsung. Untuk melewati tahap ini dengan sukses, dewasa muda harus
pisah dari keluarga asalnya tanpa memutuskan atau secara reaktif berhubungan
dengan pergantian yang emonsional.
Tugas-Tugas Perkembangan.
Tahap ini adalah tahap “keluarga antara”, tugas-tugas perkembangannya
bersifat individual, bukan berorientasi pada keluarga. Carter dan McGoldrick (1980)
menjelaskan bahwa tugas perkembangan utama dari dewasa muda yang belum kawin
adalah “menerima keluarga asalnya” (hal. 13). Tiga tugas perkembangan yang
dicantumkan oleh Carter dan McGoldrick (1988, hal. 15) :
1. Pembedaan diri dalam hubungannya dengan keluarga asalnya.
2. Menjalin hubungan dengan teman sebaya yang akrab.
3. Pembentukan diri yang berhubungan dengan kemandirian pekerjaan dan
finansial.
Sudah waktunya dewasa muda membentuk tujuan hidup pribadi dan perasaan bangga
akan diri sendiri sebelum hidup bersama orang lain dalam sebuah ikatan perkawinan.
(Tabel 3) umumnya hal ini merupakan tahap transisi yang sulit, karena memisahkan
diri dari keluarga asal baik secara fisik, finansial maupun emosional umumnya lambat
di banyak keluarga saat ini.
Tahap ini secara khusus dialami secara berbeda-beda, tergantung pada jenis
kelamin seseorang. Carl Gillingan dalam karyanya In a Different Voice (1982),
9
menguraikan oerintasi pria dan wanita yang berbeda melalui sosialisasi mereka. Pria
umumnya diajarkan untuk mengejar identitas ekspresi diri, sedangkan wanita
pengorbanan diri. Karena pria dan wanita dewasa muda mengalami masa belum
kawin, mereka mempunyai isu identitas yang berbedakan untuk
diselesaikan.Keseimbangan antara otonomi dan cinta dibutuhkan dalam membina
hubungan dan bekerja, tapi pria umumnya berjuang dengan isu-isu cinta dan
hubungan, sementara wanita berjuang dengan isu-isu otonomi.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Selama masa transisi ini, masalah-masalah pribadi maupun masalah keluarga.
Penggunaan keluarga berencana dan pengendalian kelahiran merupakan masalah dan
kebutuhan utama. Penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual (STD) lebih
sering ditemukan dalam kelompok ini (penyakit kelamin, AIDS, dll). Kecelakaan dan
bunuh diri merupakan penyebab utama moralitas. Masalah-masalah kesehatan mental
juga umum terjadi, dan seperti dijelaskan diatas, terutama menghadapi isu pisah
dengan cara fungsional dari keluarga asal sehingga hubungan homoseksual yang intim
dan sehat dapat dijalin.
10
obatan, alkohol dan tembakau dan juga mendapatkan tidur, nutrisi, istirahatm latihan,
perawatan gigi dan uji kesehatan dan perawatan yang adekuat.
Tabel 4. Tahap Pertama Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan Dua Orang
Tua, dan Tugas-Tugas Perkembangan yang bersamaan.
11
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Keluarga Pemula 1. Membangun perkawinan yang
saling memuaskan.
2. Menghubungkan jaringan
persaudaraan secara harmonis.
3. Keluarga berencana (keputusan
tentang kedudukan sebagai
orangtua)
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
12
kedalam hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat mempengaruhi hubungan seksual
secara merugikan. (Goldenberg dan Goldenberg, 1985).
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama adalah penyesuaian seksual dan peran perkawinan,
penyuluhan dan konseling keluarga berencana, penyuluhan dan konseling pranatal,
dan komunikasi. Konseling semakin perlu diberikan sebelum perkawinan. Kurangnya
informasi sering mengakibatkan masalah-masalah seksual dan emosional, ketakutan,
rasa bersalah, kehamilan yang tidak direncanakan, dan penyakit-penyakit kelamin
baik sebelum maupun sesudah perkawinan. Kejadian-kejadian yang tidak
13
menyenangkan ini menghambat pasangan tersebut merencanakan kehidupan mereka
dan memulai hubungan dengan dasar yang mantap.
Keluarga Berencana.
Karena Keluarga Berencana merupakan tanggungjawab utama dari perawat
yang bekerja dengan keluarga, maka bidang ini perlu dibahas lebih mendalam.
Keluarga berencana yang kurang diinformasikan dan kurang efektif mempengaruhi
kesehatan keluarga dalam banyak cara : mobiditas dan moralitas ibu-anak ;
menelatarkan anak ; sehat sakit orangtua ; masalah-masalah perkembangan anak,
termasuk inteligensia kemampuan belajar dan perselisihan dalam perkawinan.
Pembentukan keluarga dengan sengaja dan terinformasi meliputi membuat keputusan
sendiri tentang kapan dan/atau apakah ingin mempunyai anak, terlepas dari
pertimbangan kesehatan keluarga.
14
merupakan faktor-faktor kesehatan mental yang penting bagi orangtua dan anak-anak
(Cohn dan Lierberman, 1974).
Selain kebutuhan untuk klinik medis yang banyak dan undang-undang yang
membolehkan remaja menerima perawatan, program pendidikan kesehatan keluarga
berencana dan seks yang efektif perlu direncanakan dilakukan di sekolah-sekolah,
gereja dan lembaga-lembaga kesehatan. Pelayanan-pelayanan seperti itu harus
difokuskan tidak hanya pada premis-premis umum bahwa keluarga berencana
merupakan satu tujuan dalam keluarga itu sendiri, tapi pada keuntungan-keuntungan
15
kesehatan dari keluarga berencana bagi individu dan bagi pertumbuhan dan
perkembangan keluarga.
Trimester II
Ketidaknyamanan
16
Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Perubahan pola seksualitas
Perubahan pola nafas
Resiko kelebihan vol cairan
Resiko koping individu tidak efektif
Trimester III
Gangguan pola tidur
Resiko cidera terhadap janin dan ibu
Resiko harga diri rendah situasional
Perubahan eliminasi
Peran perawat
Konselon pada penyesuaian seksual & peran marital
Gusru konselon dalam perencanaan keluarga
Koordinator untuk konseling menjadi orang tua
Fasilitator dalam hubungan kekerabatan interpersonal
Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama sehingga bayi berusia 30 bulan.
Biasanya orangtua tergetar hatinya dengan kelahiran pertama anak mereka, tapi agak
takut juga. Kekuatiran terhadap bayi biasanya berkurang setelah beberapa hari, karena
ibu dan bayi tersebut mulai saling mengenal. Akan tetapi kegembiraan yang tidak
dibuat-buat ini berakhir ketika seorang ibu baru tiba di rumah dengan bayinya setelah
tinggai di rumah sakit untuk beberapa waktu. Ibu dan ayah tiba-tiba berselisih dengan
semua peran-peran mengasyikkan yang telah dipercayakan kepada mereka. Peran
tersebut pada mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi orangtua
baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman-teman, dan para profesional
perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan sering terbangun tengah malam
oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih secara psikologis dan
fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu rumah tangga dan barangkali
17
juga bekerja, selain merawat bayi. Khususnya terasa sulit jika ibu menderita sakit atau
mengalami persalinan dan pelahiran yang lama dan sulit atau seksio besar.
18
biaya perawatan dan memiliki anak merupakan faktor-faktor yang menyulitkan tahap
siklus awal kehidupan pengasuh anak (Bradt, 1988 ; Miller dan Myers-Walls, 1983).
Akan tetapi, studi-studi belakangan ini, Hobbs dan Cole (1976), tidak
menemukan pasangan yang melaporkan krisis ekstensif sebanyak yang dilaporkan
oleh LeMaster. Studi-studi tentang “keluarga dalam krisis” menyatakan bahwa
keluarga-keluarga mempunyai pemikiran yang salah dan idealis tentang menjadi
orang tua sebelum kelahiran anak pertama dan kekuatan perkawinan menurun secara
tajam dengan lahirnya anak pertama (Miller dan Solye, 1980)
19
Sebuah studi penting yang lain menyangkut transisi pasangan menjadi langka
dilakukan oleh La Rossa, (1981). Para peneliti ini mengkonseptualisasikan proses
transisi seperti yang dijelaskan dengan baik oleh model konflik, dimana terdapatnya
waktu luang, konflik kepentingan diantara orangtua, legitimasi terhadap penentuan
masalah-masalah perkawinan menyebabkan konflik antara kedua orangtua.
Miller dan Myers – Walls (1983), berdasarkan atas tinjauan studi mereka
terhadap orangtua, meringksa stressor mengasuh anak yang spesifik yang
diidentifikasi dalam penelitian. Stressor yang paling sering disebutkan adalah
sedikitnya kebebasan pribadi karena tanggungjawab menyangkut anak, selain itu
diidentifikasi juga kurangnya waktu dan persahabatan dalam perkawinan. Bahkan
lebih banyak tekanan perkawinan dilaporkan pada pasangan yang sulit memiliki anak
atau pasangan memiliki anak dengan masalah kesehatan yang serius atau cacat.
Tabel 5. Tahap Kedua Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang sedang mengasuh
anak dan Tugas-Tugas Perkembangan yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga sedang mengasuh anak 1. Membentuk keluarga muda sebagai
sebuah unit yang mantap
(mengintegrasikan bayi baru ke
dalam keluarga).
2. Rekonsiliasi tugas-tugas
perkembangan yang bertentangan
dan kebutuhan anggota keluarga.
3. Mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan.
20
4. Memperluas persahabatan dengan
keluarga besar dengan
menambahkan peran-peran orangtua
dan kakek dan nenek.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal perlu disusun kembali
dalam tahap ini. Peran-peran baru perlu dibuat kembali berkenaan menjadi kakek
nenek dan hubungan antara orangtua dan kakek-nenek (Bradt, 1988).
Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila bekerja dengan keluarga
yang mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai orangtua bagaimana kedua
orangtua berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya, dan bagaimana respons bayi
tersebut. Klaus dan Kendall (1976), Kendall (1974), Rubbin (1967), dan yang lainnya
menguji dampak penting dari sentuhan dan kehangatan awal setelah melahirkan ;
hubungan positif antara orangtua anak pada hubungan orangtua dan anak di masa
datang. Sikap orangtua tentang mereka sendiri sebagai orangtua, sikap mereka
terhadap bayi mereka, karakteristik komunikasi orangtua dan stimulasi bayi (Davis,
1978) adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.
21
Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional tidak diikutsertakan
dalam proses perinatal secara pasti memperlambat pria melakukan perubahan peran
yang penting ini dan oleh karena itu menghalangi keterlibatan emosional mereka.
Sayangnya, kesadaran yang meningkat tentang peran penting yang dipangku ayah
dalam perawatan anak dan perkembangan anak telah menimbulkan keterlibatan ayah
yang lebih besar dalam perawatan bayi dikalangan kelas menengah (Hanson dan
Bozett, 1985).
22
tanggungjawab, khususnya mereka yang suami maupun istri sama-sama bekerja
secara penuh.
23
baru, namun kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-nilai dan harapan-
harapan yang ada antar generasi tersebut.
Hubungan perkawinan yang kokoh dan bergairah sangat penting bagi stabilitas
dan moral keluarga. Hubungan suami istri yang memuaskan akan memberikan
pasangan dengan kekuatan dan tenaga “bagi” bayi dan satu sama lain. Tuntutan-
tuntutan dan tekanan-tekanan yang bertentangan, seperti antara loyalitas ibu terhadap
bayi dan terhadap suami, merupakan persoalan dan dapat menyiksa. Tipe konflik
semacam ini dapat menjadi sumber sentral ketidakbahagiaan selama tahap siklus
kehidupan ini.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah-masalah utama keluarga dalam tahap ini adalah pendidikan maternitas yang
terpusat pada keluarga, perawatan bayi yang baik, pengenalan dan penanganan
masalah-masalah kesehatan fisik secara dini, imunisasi, konseling perkembangan
anak, keluarga berencana, interaksi keluarga dan bidang-bidang peningkatan
kesehatan umum (gaya hidup).
Kemungkinan diagnosa
Gangguan Nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
Disfungsi seksual
Gangguan tumbuh kembang
24
Menyusui tidak efektif
Resiko cidera
Perubahan penampilan peran
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perawatanprenatal dan perujukan untuk masalah-masalah kehamilan
Konselor pada nutrisi prenatal
Konselor pada kebiasaan maternal prenatal
Pendukung amnionsintesis
Konselor pada menyusui
Koordinator dengan layanan pediatrik
Penyelia imunisasi
Perujukan ke layanan-layanan tenaga sosial
Tahap ketiga siklus kehidupan keluarga dimulai ketika anak pertama berusia 2
½ tahun dan berakhir ketika anak berusia 5 tahun. Sekarang, keluarga mungkin terdiri
dari tiga hingga lima orang, dengan posisi suami-ayah, istri-ibu, anak laki-laki-
saudara, anak perempuan-saudari. Keluarga lebih menjadi majemuk dan berbeda
(Duvall dan Miller, 1985).
Kehidupan keluarga selama tahap ini penting dan menuntut bagi orangtua.
Kedua orangtua banyak menggunakan waktu mereka, karena kemungkinan besar ibu
bekerja, baik bekerja paruh waktu atau bekerja penuh. Namun, menyadari bahwa
orangtua adalah “arsitek keluarga”, merancang dan mengarahkan perkembangan
keluarga (Satir, 1983), adalah penting bagi mereka untuk memperkokoh kemitraan
mereka secara singkat, agar perkawinan mereka tetap hidup dan lestari.
Anak-anak usia prasekolah harus banyak belajar pada tahap ini, khususnya
dalam hal kemadirian. Mereka harus mencapai otonomi yang cukup dan mampu
memenuhi kebutuhan sendiri agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa campur
25
tangan orangtua mereka dimana saja. Pengalaman di kelompok bermain, taman
kanak-kanak, Project Head Start, pusat perawatan sehari, atau program-program sama
lainnya merupakan cara yang baik untuk membantu perkembangan semacam ini.
Program-program prasekolah yang terstruktur sangat bermanfaat dalam membantu
orangtua dengan anak usia prasekolah yang berasal dari dalam kota dan
berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam IQ dan keterampilan sosial
telah dilaporkan terjadi setelah anak menyelesaikan sekolah taman kanak-kanak
selama 2 tahun (Kraft et al, 1968).
Banyak sekali keluarga dengan orangtua tunggal berada dalam tahap siklus
kehidupan ini. Dalam tahun 1984, 50 persen keluarga kulit hitam dan 15 persen
keluarga kulit putih di Amerika Serikat dipimpin oleh satu orangtua, dan 88 persen
dari keluarga ini dikepalai oleh ibu (Nortan and Glick, 1986). Di kalangan keluarga
dengan orangtua tunggal, ketegangan yang timbul dari peran mengasuh anak untuk
anak usia prasekolah, ditambah lagi dengan peran-peran lain adalah besar. Pusat-pusat
perawatan sehari bagi bayi dan anak usia prasekolah dengan kualitas yang layak dan
baik sulit ditemukan jika ditempatkan dikebanyakan kominitas. Ibu-ibu yang bekerja
dan ibu-ibu yang masih remaja secara khusus memerlukan fasilitas-fasilitas dan
program-program perawatan anak yang lebih baik (Adams dan Adams, 1990).
26
Tabel 6. Tahap III Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia pra sekolah dan
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga dengan anak usia Prasekolah. 1. Memenuhi kebutuhan anggota
keluarga seperti rumah, ruang
bermain, privasi, keamanan.
2. Mensosialisasikan anak.
3. Mengintegrasi anak yang baru
sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain.
4. Mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan orangtua
dan anak) dan di luar keluarga
(keluarga besar dan komunitas).
Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
Karena daya tahan spesifik terhadap banyak bakteri dan penyakit virus dan
paparan yang meningkat, anak-anak usia prasekolah sering menderita sakit dengan
satu penyakit infeksi minor secara bergantian. Penyakit infeksi sering terjadi bolak-
balik dalam keluarga. Sering ke dokter, merawat anak-anak yang sakit, kembali ke
rumah untuk menjemput anak sakit dari taman kanak-kanak merupakan krisis
mingguan. Jadi kontak anak dengan penyakit infeksi dan menular dan kerentanan
umum mereka terhadap penyakit merupakan masalah-masalah kesehatan utama.
Kecelakaan, jatuh, luka bakar dan laserasi juga cukup sering terjadi. Kejadian-
kejadian ini lebih sering ditemukan dalam keluarga besar, keluarga di mana pengasuh
dewasa tidak ada (orangtua sering tidak di rumah), dan keluarga dengan pendapatan
rendah. Keamanan lingkungan dan pengawasan anak yang adekuat merupakan kunci
untuk mengurangi kecelakaan.
27
terbesar dalam tahap ini digunakan untuk aktifitas perawatan anak. Keterlibatan ayah
dalam perawatan anak saat ini benar-benar penting, karena hubungan ini dengan anak
usia prasekolah dapat membantu anak mengindentifikasi jenis kelaminnya. Khusus
bagi anak laki-laki dalam usia 5 tahun, penting sekali bagi mereka untuk bergaul
secara rapat dengan lingkungan terbatas yang kuat, ayah yang hanya atau pengganti
ayah sehingga identitas peran laki-laki dapat terbentuk (Walters, 1976).
Peran yang lebih matang juga diterima oleh anak-anak usia prasekolah, yang
secara perlahan-lahan menerima lebih banyak tanggungjawab perawatan dirinya
sendiri, plus membantu ibu atau ayah dalam melakukan pekerjaan rumah tangga. Di
sini bukan produktifitas anak yang penting, melainkan proses belajar yang
berlangsung.
Penelitian yang cukup terkenal ini paralel dengan laporan dan observasi para
konselor keluarga bahwa hubungan perkawinan sering mengalami keguncangan
dalam tahap siklus ini. Sebenarnya, banyak sekali perceraian yang terjadi dalam
tahun-tahun seperti ini karena ikatan perkawinan yang lemah atau tidak memuaskan.
Privasi dan waktu bersama merupakan kebutuhan yang utama. Konseling perkawinan
dan kelompok-kelompok pertemuan perkawinan merupakan sumber-sumber yang
penting dikalangan kelas menengah. Akan tetapi keluarga tanpa sumber-sumber
ekonomi, hanya memiliki bantuan yang terbatas untuk memperkokoh upaya
penyelamatan perkawinan. Terdapat trend bagi para pastur dan pendeta untuk menjadi
terlatih sebagai konselor perkawinan dan konselor keluarga yang tidak bisa
mengupayakan terapi pribadi.
28
Tugas utama dari keluarga adalah mensosialisasikan anak. Anak-anak usia
prasekolah mengembangkan sikap diri sendiri (konsep diri) dan dapat secara cepat
belajar mengekspresikan diri mereka, seperti tampak dalam kemampuan menangkap
bahasa dengan cepat.
Pisah dari orangtua juga sulit bagi anak-anak usia prasekolah. Pisah dapat
terjadi karena orangtua pergi bekerja, ke rumah sakit, melakukan perjalanan atau
berlibur. Persiapan keluarga untuk pisah dengan anak sangat penting dalam membantu
anak menyesuaikan diri terhadap perubahan.
29
juga diindikasikan. Misalnya, adalah tidak biasa bagi seorang wanita untuk berhenti
menggunakan alt kontrasepsi karena terlambat haid dengan keyakinan bahwa ia
hamil, hanya untuk mencari tahu apakah kehamilannya terjadi karena hubungan seks
tanpa perlindungan kontrasepsi.
Kedua orangtua perlu memiliki kesenangan dan kontak di luar rumah untuk
mengawetmudakan mereka sehingga mereka dapat melaksanakan berbagai tugas-
tugas dan tanggungjawab di rumah. Orangtua dari golongan kelas rendah dan orang
tunggal sering tidak punya kesempatan untuk melakukan hal ini, dan keluarga-
keluarga ini mendapat kepuasan paling sedikit terhadap pergaulan mereka dan
komunitas yang lebih luas karena posisi mereka yang terasing dan kekurangan
sumber-sumber yang tersedia bagi mereka.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Banyak sekali masalah kesehatan yang telah diidentifikasi sepanjang pembahasan kita
tentang keluarga dengan anak usia prasekolah. Seperti telah dinyatakan sebelumnya,
masalah kesehatan fisik yang utama adalah penyakit-penyakit menular yang lazim
pada anak dan jatuh, luka bakar, keracunan dan kecelakaan-kecelakaan yang lain yang
terjadi selama usia prasekolah.
30
seksualitas manusia, keselamatan, diet dan nutrisi, olahraga dan penanganan
stress/dukungan sosial. “Tujuan utama bagi para perawat yang bekerja dengan
keluarga dan anak usia prasekolah adalah membantu mereka membentuk gaya hidup
yang sehat dan memfasilitasi pertumbuhan fisik, intelektual, emosional dan sosial
secara optimal. (Wilson, 1088, hal. 177).
Kemungkinan diagnosa
Resiko cidera
Resiko trauma
Resiko keracunan
Resiko infeksi
Gangguan penanganan pemeliharaan rumah
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Gangguan komunikasi verbal
Peran perawat
Monitor perkembangan awal masa kanak-kanak, perujukan bila ada indikasi
Pendidik dalam tindakan pertolongan pertama dan kedaruratan
Koordinator dg layanan pediatri
Penyelia imunisasi
Konselor pada nutrisi dan latihan
Pendidik dlm isu pemecahan masalah mengenai kebiasaan kesehatan
Pendidik tentang higiene perawatan gigi
Konselor pada keamanan lingkungan di rumah
Fasilitator dalam hubungan interpersonal
Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai masuk
sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja. Keluarga
biasanya mencapai jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga di akhir tahap
ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi tahun-tahun pada masa ini merupakan tahun-tahun yang
31
sibuk. Kini, anak-anak mempunyai keinginan dan kegiatan-kegiatan masing-masing,
disamping kegiatan-kegiatan wajib dari sekolah dan dalam hidup, serta kegiatan-
kegiatan orangtua sendiri. Setiap orang menjalani tugas-tugas perkembangannya
sendiri-sendiri, sama seperti keluarga berupaya memenuhi tugas-tugas
perkembangannya sendiri (Tabel 7). Menurut Erikson (1950), orangtua berjuang
dengan tuntutan ganda yaitu berupaya mencari kepuasan dalam mengasuh generasi
berikutnya (tugas perkembangan generasivitas) dan memperhatikan perkembangan
mereka sendiri ; sementara anak-anak usia sekolah bekerja untuk mengembangkan
sense of industry – kapasitas untuk menikmati pekerjaan dan mencoba mengurangi
atau menangkis perasaan rendah diri.
Tabel 7. Tahap IV Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan anak usia sekolah,
dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan.
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga dengan anak usia sekolah 1. Mensosialisasikan anak-anak,
termasuk meningkatkan prestasi
sekolah dan mengembangkan
hubungan dengan teman sebaya
yang sehat.
2. Mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan.
3. Memenuhi kebutuhan kesehatan
fisik anggota keluarga
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Tugas orangtua pada tahap ini adalah untuk belajar menghadapi pisah dengan
atau lebih sederhana, membiarkan anak pergi. Lama kelamaan hubungan dengan
teman sebaya dan kegiatan-kegiatan diluar rumah akan memainkan peranan yang
lebih besar dalam kehidupan anak usia sekolah tersebut. Tahun-tahun ini dipenuhi
oleh kegiatan-kegiatan keluarga, tapi ada juga kekuatan-kekuatan yang secara
perlahan-lahan mendorong anak tersebut pisah dari keluarga sebagai persiapan
menuju masa remaja. Orangtua yang mempunyai perhatian diluar anak mereka akan
merasa lebih mudah membuat perpisahan yang perlahan-lahan. Akan tetapi, dalam
32
contoh-contoh dimana peran ibu merupakan sentral dan satu-satunya peran yang
signifikan dalam kehidupan wanita, maka proses pisah ini merupakan sesuatu yang
menyakitkan dan dipertahankan mati-matian.
Selama tahap ini orangtua merasakan tekanan yang luar biasa dari komunitas
di luar rumah melalui sistem sekolah dan berbagai asosiasi di luar keluarga yang
mengharuskan anak-anak mereka menyesuaikan diri dengan standa-standar komunitas
bagi anak. Hal ini cenderung mempengaruhi keluarga-keluarga kelas menengah untuk
lebih menekankan nlai-nilai tradisional pencapaian dan produktifitas, dan
menyebabkan sejumlah keluarga dari kelas pekerja dan banyak keluarga miskin
merasa tersingkir dari dan konflik dengan sekolah dan / atau nilai-nilai komunitas.
Kecacatan pada anak-anak akan ketahuan selama periode kehidupan anak ini.
Para perawat sekolah dan guru akan mendeteksi banyak defek penglihatan,
pendengaran, wicara, selain kesulitan belajar, gangguan tingkah laku, dan perawatan
gigi yang tidak adekuat, penganiayaan anak, penyalahgunaan zat dan penyakit-
penyakit menular (Edelman dan Mandle, 1986). Bekerja dengan keluarga dengan
peran sebagai konselor dan pendidik dalam bidang kesehatan, selain untuk memulai
rujukan yang layak untuk skrining lanjutan, membutuhkan energi yang sangat banyak
dari seorang perawat sekolah. Ia juga bertindak sebagai narasumber bagi guru
sekolah, memungkinkan guru mampu menangani kebutuhan-kebutuhan kesehatan
individu atau yang telah lazim dari siswa-siswa secara lebih efektif.
33
keluarga yang mungkin akan mempengaruhi anak usia sekolah secara merugikan. Jika
orangtua dapat menata kembali masalah tingkah laku anak sebagai sebuah masalah
keluarga yang berupaya mencari resolusi dengan fokus yang baru tersebut, akan
tercapai lebih banyak fungsi-fungsi keluarga dan tingkah laku anak yang sehat (Bradt,
1988)
Kemungkinan diagnosa dan peran perawat sama dengan keluarga dengan anak
usia pra sekolah
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus
kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun,
meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal
atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga 19 atau 20 tahun. Anak-anak
lain dalam rumah biasanya masih dalam usia sekolah. Tujuan keluarga yang terlalu
enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan keluarga memungkinkan
tanggungjawab dan kebebasan yang lebih besar bagi remaja dalam persiapan menjadi
dewasa muda (Duvall, 1977).
34
sementara pergeseran ini pada awalnya ditandai dengan kematangan fisik remaja,
pergeseran ini seringkali sejalan dan bertepatan dengan perubahan pada orangtua
karena mereka memasuki pertengahan hidup dan dengan transformasi utama yang
dihadapi oleh kakek nenek dalam usian tua”
Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling sulit, atau sudah tentu
yang paling banyak diperbincangkan dan ditulis (Kidwell et al, 1983). Keluarga
Amerika dipengaruhi oleh tugas-tugas perkembangan remaja dan orangtua dan
menciptakan konflik dan kekacauan yang luar biasa yang tidak bisa dihindarkan.
Tugas perkembangan remaja menghendaki pergerakan dari ketergantungan dan
kendali orangtua dan orang dewasa lainnya, melalui periode aktifitas dan pengaruh
kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat menerima peran-peran orang dewasa
(Adams, 1971).
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga dengan anak remaja bergerak
sekitar perubahan perkembangan yang dialami oleh remaja dalam batasan perubahan
kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis (Kidwell et al, 1983), serta
konflik-konflik dan krisis yang berdasarkan perkembangan. Adams (1971)
menguraikan tiga aspek proses perkembangan remaja yang menyita banyak perhatian,
yakni emansipasi (otonomi yang meningkat), budaya orang muda (perkembangan
hubungan teman sebaya), kesenjangan antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan
norma-norma antara orangtua dan remaja).
35
Ketika orangtua menerima remaja apa adanya, dengan segala kelemahan dan
kelebihan mereka, dan ketika mereka menerima sejumlah peran mereka pada tahap
perkembangan ini tanpa konflik atau sensitivitas yang tidak pantas, mereka membentu
pola untuk semacam penerimaan diri yang sama. Hubungan antara orangtua dan
remaja seharusnya lebih mulus bila orangtua merasa produktif, puas dan dapat
mengendalikan kehidupan mereka sendiri (Kidwell et al, 1983) dan orangtua/keluarga
berfungsi secara fleksibel (Preto, 1988).
36
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Agar keluarga dapat beradaptasi dengan sukses selama tahap ini, semua
anggota keluarga, khususnya orangtua, harus membuat “perubahan sistem” utama
yaitu, membentuk peran-peran dan norma-norma baru dan “membiarkan” remaja.
Kidwell dan kawan-kawan (1983) meringkas perubahan yang diperlukan ini. “Secara
paradoks, sistem (keluarga) yang dapat membiarkan anggotanya adalah sistem yang
akan bertahan dan menghasilkan sistem itu sendiri secara efektif pada generasi-
generasi berikutnya”.
37
tanggungjawab sebagai orangtua. Dalam situasi seperti ini, hanya tersisa sedikit waktu
dan energi untuk hubungan perkawinan.
Tugas perkembangan keluarga yang ketiga yang mendesak adalah untuk para
anggota keluarga, khususnya orangtua dan remaja, untuk berkomunikasi secara
terbuka. Karena adanya kesenjangan antar generasi, komunikasi terbuka seringkali
hanya merupakan suatu cita-cita, bukan suatu realita. Seringkali terdapat saling tolak
menolak antara orang tua dengan remaja menyangkut nilai dan gaya hidup. Orangtua
yang berasal dari keluarga dengan berbagai macam masalah terbukti seringkali
menolak dan memisahkan diri dari anak mereka yang tertua, sehingga mengurangi
sauran-saluran komunikasi terbuka yang mungkin telah ada sebelumnya.
38
Mulai dari usia 35 tahun, resiko penyakit jantung koroner meningkat dikalangan pria
dan pada usia ini anggota keluarga yang dewasa merasa lebih rentan terhadap
penyakit sebagai bagian dari perubahan-perubahan perkembangan dan biasanya
mereka ini menerima strategi-strategi promosi kesehatan. Sedangkan pada remaja,
kecelakaan-terutama kecelakaan mobil-merupakan bahaya yang amat besar, dan patah
tulang dan cidera karena atletik juga umum terjadi.
Penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol, keluarga berencana, kehamilan yang
tidak dikehendaki, dan pendidikan dan konseling seks merupakan bidang-bidang
perhatian yang relevan. Dalam mendiskusikan topik ini dengan keluarga, perawat
dapat terjebak dalam perselisihan atau masalah antara orangtua dan kaum muda.
Remaja biasanya mencari pelayanan kesehatan menyangkut uji kehamilan,
penggunaan obat-obatan, uji AIDS, keluarga berencana dan aborsi, diagnosis dan
perawatan penyakit kelamin. Agaknya telah menjadi trend yang sah bagi remaja untuk
menerima perawatan kesehatan tanpa izin orangtua. Bila orangtua diikutsertakan
maka dilakukan wawancara terpisah sebelum mereka dikumpulkan.
Kebutuhan kesehatan yang lain adalah dalam bidang dukungan dan bantuan
untuk memperkokoh hubungan perkawinan dan hubungan remaja dengan orangtua.
Konseling langsung yang bersifat menunjang dan memulai rujukan ke sumber-sumber
dalam komunitas untuk konseling, dan juga pendidikan yang bersifat rekreasional,
dan pelayanan lainnya mungkin diperlukan. Pendidikan promosi kesehatan umum
juga diindikasikan.
Kemungkinan diagnosa
Resiko trauma
Gangguan komunikasi verbal
Koping individu tidak efektif
Perubahan menjadi orang tua
Perubahan proteksi
Perubahan proses keluarga : Alkoholisme
Peran perawat
Pendidik tentang faktor-faktor resiko terhadap kesehatan
Pendidik dalam issu pemecahan masalah mengenai alkohol, merokok, diit dan
latihan
39
Fasilitator tentang keterampilan-keterampilan interpersonal dengan remaja dan
orang tua
Pendukung, konselor, perujukan langsung pada sumber-sumber kesehatan
mental
Konselor pada keluarga berencana
Perujukan untuk penyakit hubungan seksual
Peserta dalam organisasi komunitas pada pengendalian penyakit
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama
meninggalkan rumah orangtua dengan “rumah kosong”, ketika anak-anak terakhir
meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada
berapa banyak anak yang ada dalam rumah atau berapa banyak anak yang melum
menikah yang masih tinggal di rumah setelah tamat dari SMA dan perguruan tinggi.
Meskipun tahap ini biasanya 6 atau 7 tahun, dalam tahun-tahun belakangan ini, tahap
ini berlangsung lebih lama dalam keluarga dengan dua orangtua, mengingat anak-
anak yang lebih tua baru meninggalkan orangtua setelah selesai sekolah dan mulai
bekerja. Motifnya adalah seringkali ekonomi-tingginya biaya hidup bila hidup sendiri.
Akan tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa muda, yang umumnya menunda
perkawinan, hidup terpisah dan mandiri dalam tatanan hidup mereka sendiri. Dari
sebuah survey besar yang dilakukan terhadap orang Kanada ditemukan bahwa anak-
anak yang berkembangan dalam keluarga dengan orangtua tiri dan keluarga dengan
orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih dini dari pada mereka yang dibesarkan
dalam keluarga dengan dua orangtua. Perbedaan ini tidak dipandang karena
dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, melainkan karena perbedaan orangtua dan
lingkungan keluarga (Mitchel et al, 1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-anak
untuk kehidupan dewasa yang mandiri. Orangtua, karena mereka membiarkan anak
mereka pergi, melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua dan kembali pada
pasangan perkawinan mereka yang asli. Tugas-tugas perkembangan menjadi penting
karena keluarga tersebut berubah dari sebuah rumah tangga dengan anak-anak ke
40
sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari sepasang suami dan isteri. Tujuan utama
keluarga adalah reorganisasi keluarga menjadi sebuah unit yang tetap berjalan
sementara melepaskan anak-anak yang dewasa kedalam kehidupan mereka sendiri
(Duvall, 1977). Selama tahap ini pasangan tersebut mengambil peran sebagai kakek
nenek-perubahan lainnya dalam peran maupun dalam citra diri mereka.
Usia pertengahan awal, yang merupakan usia rata-rata di mana para orangtua
melepaskan anak mereka yang tertua ditandai sebagai masa kehidupan yang
“terperangkap” ; terperangkap antara tuntutan-tuntutan kaum muda dan harapan-
harapan dari mereka yang lebih tua dan terperangkap antara dunia kerja dan tuntutan
yang bersaing dan keterlibatan keluarga, dimana seringkali tampaknya tidak mungkin
memenuhi tuntutan-tuntutan dari kedua bidang tersebut. Akan tetapi studi-studi
membuktikan bahwa mereka yang berusia pertengahan mungkin merasa tertekan atau
terjepit diantara kutub orangtua dan muda, paling tidak bagi individu-individu
golongan kelas menengah dan kelas atas, mereka senantiasa dapat mengapresiasikan
bagaimana mereka dan prestasi mereka : “Mereka senantiasa mengetahui bahwa
mereka adalah para pembuatan keputusan negara ; mereka yang menggambarkan
kualitas umum kehidupan dalam masyarakat ini. Masyarakat tergantung kepada
kepemimpinan dan produktifitas dari orang yang berasal dari golongan usia
pertengahan (Kerchoff, 1976).
Tabel 9. Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang melepaskan anak usia
dewasa muda dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga melepas anak dewasa muda 1. Memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru
41
yang didapatkan melalui
perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui
dan menyesuaikan kembali
hubungan perkawinan.
3. Membantu orangtua lanjut usia dan
sakit-sakitan dari suami maupun
istri.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Dengan rumah yang telah kosong, orangtua memiliki waktu lebih banyak
untuk mencurahkan perhatian pada kegiatan-kegiatan dan hubungan-hubungan lain.
Mereka tidak tumbuh saling berjauhan dari satu sama lain dimana mereka tidak dapat
melembagakan atau membentuk kembali peran suami dan isteri yang pernah mereka
lakukan. LeShan (1973) memandang tahap ini sebagai tantangan bagi hubungan
perkawinan. Ketika anak-anak meninggalkan rumah, perkawinan menghadapi momen
kebenaran ; apakah ada cukup kekuatan untuk mempertahankannya tanpa alasan
kedudukan sebagai orangtua?.
Masa ini biasanya jauh lebih sulit bagi wanita daripada pria. Pada kebanyakan
keluarga, peran sentral dan abadi – abadi dalam arti bahwa peran tersebut telah
berlangsung selama 20 tahun-bagi wanita adalah peran sebagai seorang ibu. Meskipun
saat ini kurang lazim karena banyak wanita sekolah atau meniti karier, identitas dan
perasaan kompetensi wanita didasarkan pada menjadi sebagai seorang ibu yang baik.
Meskipun tahun-tahun perpisahan dengan anak yang berlangsung perlahan-lahan
mendahului tahap ini, pelepasan anak secara psikologis seringkali terjadi secara
mendadak. Dengan perginya anak, ibu yang tidak lagi bekerja menemukan dirinya
sendiri dalam sebuah rumah yang bersih (tidak ada banyak pekerjaan lagi) dan tidak
lagi tempat yang dituju atau tujuan terhadap eksistensinya. Suami-suami dari
golongan menengah keatas pada puncak kariernya menghabiskan banyak waktu di
luar rumah, masa-masa untuk meraih sukses dalam jabatan, finansial, dan profesi dan
mencoba memenuhi aspirasi mereka sebelum terlambat. Banyak wanita yang begitu
asyik dengan anak-anaknya sehingga tidak mempersiapkan diri untuk tahap
kehidupan mereka ini dan tidak mempunyai komitmen-komitmen yang sama-sama
42
akan dipenuhi yang mana dalam komitmen-komitmen tersebut dalam rangka untuk
menginvestasikan tenaga dan talenta mereka. Krisis pada usia pertengahan lebih hebat
bagi wanita bukan hanya karena anak-anak meninggalkan rumah dan ketidakhadiran
suami mereka, melainkan juga karena perasaan kehilangan feminitas pada awal
manupouse (biasanya antara 45 hingga 55 tahun) dan kehilangan kecantikan ketika
tanda-tanda ketuaan mulai tampak. Jika seorang wanita mempunyai komitmen di luar
rumah (mis, bekerja dan kegemaran), biasanya ia memiliki masalah yang jauh lebih
sedikit daripada ia tetap berada di rumah menjalankan fungsi peran tradisional sebagai
ibu rumah tangga dan seorang ibu secara penuh.
Keluarga dengan tiga generasi, meskipun bukan pada pola biasa, namun hal ini
bukan tidak lazim, khusus pada keluarga-keluarga etnis Asia, Spanyo-Portugis,
43
Yunani, Italia, dan Keluarga Yahudi. Paling sering di Amerika Serikat, keluarga
dengan multi generasi tampaknya akan berkembang terutama bil keluarga inti dipecah
oleh kematian dan pereceraian, tapi kelayakan keuangan atau kebutuhan perawatan
anak juga mendorong tatanan kehidupan semacam itu. Sebenarnya orangtua yang
telah lanjut usia menghendaki hidup secara mandiri sehingga tidak mempengaruhi
kehidupan anak-anak mereka, yang lebih penting adalah untuk mempertahankan
perasaan kompoten, mandiri dan privasi (Bengston et al, 1987 ; Troll, 1971). Orangtua
juga harus menyingkirkan keputusan mereka untuk menempatkan orangtua mereka di
panti perawatan atau fasilitas pensiunan atau board-and-care selama tahun-tahun ini.
Secara singkat dapat dilihat bahwa anak-anak akan memisahkan diri, orangtua
perlu belajar lagi untuk mandiri. Dalam menyesuaikan diri kembali, perkawinan harus
terus berjalan jika kebutuhan-kebutuhan orangtua harus dipenuhi. Orangtua harus
mengatur kembali hubungan mereka untuk berhubungan satu sama lain sebagai
pasangan menikah dari pada hanya sebagai orangtua. Agar tahap ini menjadi lengkap,
anak-anak harus mandiri sementara tetap menjaga ikatan dengan orangtua.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah utama kesehatan meliputi masalah komunikasi kaum dewasa muda
dengan orangtua mereka ; masalah-masalah transisi peran bagi suami istri, masalah
orang yang memberikan perawatan (bagi orangtua lanjut usia) dan munculnya kondisi
kesehatan tingkat kolesterol tinggi, obesitas dan tekanan darah tinggi. Keluarga
berencana bagi remaja dan dewasa muda tetap penting. Masalah-masalah manupouse
dikalangan wanita umum terjadi. Efek-efek yang dikaitkan dengan kebiasaan minum,
merokok yang lama dan praktek diet semakin lebih jelas. Terakhir, perlunya strategi
promosi kesehatan dan “gaya hidup sehat” menjadi lebih penting bagi anggota
keluarga yang dewasa.
Tahap ketujuh dari siklus kehidupan keluarga, tahap usia pertengahan bagi
orangtua, dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
pensiun atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini biasanya dimulai ketika
orangtua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat seorang pasangan
44
pensiun, biasanya 16-18 tahun kemudian. Biasanya pasangan suami istri dalam usia
pertengahannya merupakan sebuah keluarga inti meskipun masih berinteraksi dengan
orangtua mereka yang lanjut usia dan anggota keluarga lain dari keluarga asal mereka
dan juga anggota keluarga dari hasil perkawinan keturunannya. Pasangan
postparental (pasangan yang anak-anaknya telah meninggalkan rumah) biasanya tidak
terisolasi lagi saat ini ; semakin banyak pasangan usia pertengahan hidup hingga
menghabiskan sebagian masa hidupnya dalam fase postparental, dengan hubungan
ikatan keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal yang biasa (Troll, 1971).
Akan tetapi bagi sejumlah pasangan, tahun-tahun ini umumnya sulit dan berat,
karena masalah-masalah penuaan, hilangnya anak, dan adanya suatu perasaan dalam
diri mereka bahwa mereka gagal menjadi membesarkan anak dan usaha kerja.
Selanjutnya, tidak jelas apa yang terjadi dengan kepuasan perkawinan dan keluarga
45
melewati siklus kehidupan berkeluarga. Beberapa studi tentang kepuasan perkawinan
memperlihatkan bahwa kepuasan perkawinan menurun tajam setelah perkawinan
berlangsung dan terus menurun hingga tahun pertengahan (Leslie dan Korman).
Dalam hal kerja, pria mungkin mengalami frustasi dan kekecewaan yang sama
yang terdapat dapat tahap sebelumnya. Di satu pihak, pria mungkin berada pada
puncak kariernya dan tidak perlu bekerja sekeras sebelumnya, atau dilain pihak
mereka mungkin merasa pekerjaan mereka bersifat monoton setelah 20 – 30 tahun
menekuni pekerjaan yang sama. Banyak sekali pekerja kelas menengah menderita
karena “fenomena lateau” – dimana tidak ada lagi kenaikan gaji dan promosi –
menyebabkan mereka merasa bosan. Dalam kondisi ini, ketidakpuasan terhadap karier
catatan mencapai proporsi lampu kuning, membuat banyak orang pada kerja
pertengahan ini tidak kerja karena ketidakpuasan, bosan, dan stagnasi. Karena secara
tradisional bekerja merupakan peran sentral bagi pria dalam hidup, pengalaman
ketidakpuasan terhadap pekerjaan ini amat mempengaruhi tingkat stress dan status
kesehatan umum.
46
Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini adalah penentuan
lingkungan yang sehat (Tabel 10). Dalam masa inilah upaya untuk melaksanakan gaya
hidup sehat menjadi lebih menonjol bagi pasangan, meskipun kenyataannya bahwa
mungkin mereka telah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya merusak diri
selama 45 – 65 tahun. Meskipun dapat dianjurkan sekarang, mereka “lebih baik
sekarang dari pada tidak pernah” adalah selalu benar, agaknya terlalu terlambat untuk
mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis yang telah terjadi serti aertritis akibat
in aktivitas, tekanan darah tinggi karena kurangnya olahraga, stress yang
berkepanjangan, menurunnya kapasitas vital akibat merokok.
Tabel 10. Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan orang tua usia
pertengahan dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Orangtua usia pertengahan 1. Menyediakan lingkungan yang
meningkatkan kesehatan.
2. Mempertahankan hubungan-
hubungan yang memuaskan dan
penuh arti dengan para orangtua
lansia dan anak-anak.
3. Memperkokoh hubungan
perkawinan.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Motivasi utama orang usia pertengahan untuk memperbaiki gaya hidup
mereka adalah karena adanya perasaan rentan terhadap penyakit yang dibangkitkan
bila seorang teman atau anggota keluarga mengalami serangan jantung, stroke atau
kanker. Selain takut, keyakinan bahwa pemeriksaan yang teratur dan kebiasaan hidup
yang sehat merupakan cara-cara yang efektif untuk mengurangi ketentuan terhadap
berbagai penyakit juga merupakan kekuatan pendorong yang ampuh. Penyakit hati,
kanker dan stroke merupakan 2/3 dari semua penyebab kematian antara usia 46 – 64
tahun, dan berbagai kematian urutan keempat (Pusat Statistik Kesehatan Nasional,
1989).
47
Tugas perkembangan yang kedua berkaitan dengan upaya melestarikan
hubungan yang penuh arti dan memuaskan antara orang tua yang lanjut usia dengan
anak-anak. Dengan menerima dan menyambut cucu mereka ke dalam keluarga dan
meningkatkan hubungan antar generasi, tugas perkembangan ini dapat mendatangkan
penghargaa yang tinggi Duvall (1977). Tugas perkembangan ini memungkinkan
pasangan usia perpidahan terus merasa seperti sebuah keluarga dan mendatangkan
kebahagian yang berasal dari posisi sebagai kakek – nenek tanpa tanggungjawab
sebagai orangtua selama 24 jam. Karena umum harapan hidup meningkat, menjadi
seorang kakek nenek secara khusus terjadi pada tahap siklus kehidupan ini (Spray dan
Mattews, 1982). Kakek nenek memberikan dukungan besar kepada anak dan cucu
mereka pada saat-saat kritis dan membantu anak-anak mereka melalui pemberian
dorongan dan dukungan Bengstone dan Robertson, 1985)
48
uji kembali, seperti keinginan independent yang lebih besar dan juga perhatian satu
sama lain yang penuh arti.
Bagi pasangan yang mengalami masalah, tekanan hidup yang menurun dalam
tahun-tahun Postparental tidak mendatangkan kebahagiaan perkawinan, melainkan
menimbulkan “kebohongan”. Menurut Kerrckhoff, (1976) para konseler perkawinan
telah lama mengamati bahwa ketika timbul perselisihan dalam perkawinan selama
tahun-tahun pertengahan, serikali berkaitan dengan jemunya ikatan, bukan karena
kualitas traumatiknya. Karakteristik umum dari masa ini, berkaitan dengan kepuasan
diri sendiri dan berada dalam kebahagiaan yang membosankan.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Masalah kesehatan yang disebut dalam seluruh deskripsi tahap siklus kehidupan ini
meliputi :
1. Kebutuhan promosi kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan waktu luang dan
tidur, nutrisi yang baik, program olahraga yang teratur, pengurangan berat
badan hingga berat badan yang optimum, berhenti merokok, berhenti atau
mengurangi penggunaan alkohol, pemeriksaan skrining kesehatan preventif.
2. Masalah-masalah hubungan perkawinan.
3. Komunikasi dan hubungan dengan anak-anak, ipar, dan cucu, dan orangtua
yang berusia lanjut.
4. Masalah yang berhubungan dengan perawatan ; membantu perawatan
orangtua yang berusia atau tidak mampu merawat diri.
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau
kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu
pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain meninggal (Duvall dan
Miller, 1985). Jumlah lansia-berusia 65 tahun atau lebih di negara kami meningkat
dengan pesat dalam dua dekade terakhir ini, dua kali lipat dari sisa populasi. Pada
tahun 1970, terdapat 19,9 juta orang berusia 65 tahun, jumlah ini merupakan 9,8
persen dari seluruh populasi. Menjelang tahun 1990, menurut angka-angka sensus,
49
populasi lansia berkembangan hingga angka 31,7 juta (12,7 persen dari total
populasi). Menjelang tahun 2020, 17,2 persen penduduk negara ini berusia 65 tahun
atau lebih (gambar 1). Informasi tentang usia populasi menyatakan “penduduk yang
lebih tua” populasi 85 tahun ke atas secara khusus tumbuh dengan cepat. Populasi
berumur di atas 85 tahun tumbuh hingga 2,2 juta jiwa pada tahun 1980.
Diproyeksikan pada tahun 2020 populasi ini akan berjumlah hingga 7,1 juta jiwa (2,7
persen dari seluruh populasi). Akibat dari semakin majunya pencegahan penyakit dan
perawatan kesehatan, lebih banyak orang yang diharapkan dapat bertahan hidup
hingga 10 dekade. Karena bertambahnya populasi lansia, maka semakin mungkin
orang-orang yang lebih tua akan memiliki minimal 1 orangtua yang masih hidup (Biro
Sensus Amerika, 1984)
15
10
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga lanjut
usia. Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal ini
merupakan tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka tergantung
pada sumber-sumber finansial yang adekuat, kemampuan memelihara rumah yang
memuaskan, dan status kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi mandiri karena
sakit, umumnya memiliki moral yang rendah dan keadaan fisik yang buruk sering
50
merupakan anteseden penyakit mental dikalangan lansia (Lowenthal, 1972).
Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap aktif dan memiliki sumber-
sumber ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi orang-orang yang lebih tua
dan substansial dan senantiasa berpikir positif terhadap kehidupan ini.
Sikap kita terhadap penuaan dan lansia, meskipun masih negatif, tampaknya
muluai berubah. Studi-studi belakangan ini yang dilakukan untuk meneliti sikap
masyarakat terhadap lansia telah mengakui bahwa lansia dipandang secara positif
(Austin, 1985 ; Schonfield, 1982). McCubbin dan Dahl (1985) melaporkan bahwa
“banyak pengamat percaya bahwa lansia telah memperoleh kembali kehormatan di
Amerika Serikat. Generasi baru lansia berpendidikan lebih baik, lebih makmur, lebih
sehat, dan lebih aktif daripada generasi lansia sebelumnya mendefinisikan kembali
pemikiran tentang “menjadi tua” . Perubahan dalam sikap ini sebaliknya akan
memperkokoh citra kaum lansia terhadap diri mereka sendiri.
51
Karena proses menua berlangsung dan masa pensiun menjadi suatu kenyataan, maka
ada berbagai macam stressor atau kehilangan-kehilangan yang dialami oleh mayoritas
lansia dan pasangan-pasangan yang mengacaukan transisi peran mereka. Hal ini
meliputi :
Pensiun.
Dengan hilangnya peran sebagai orangtua dan kerja, maka perlu ada suatu reorientasi
dikalangan individu dan pasangan lansia. Pensiun membutuhkan resosialisasi
terhadap peran-peran baru dan gaya hidup baru. Akan tetapi, perubahan macam apa
yang dikehendaki, benar-benar tidak jelas, karena peran dan norma-norma bagi lansia
adalah ambigu. Wanita yang benar-benar terpikat dengan peran sebagai ibu dan suami
dan atau istri yang terlibat penuh dalam pekerjaan mereka diprediksi memiliki derajat
kesulitan penyesuaian yang paling tinggi. Untuk mengisi pekerjaan yang kosong, kini
semakin banyak pria yang mengambil bagian dalam pekerjaan-pekerjaan rumah
tangga, menerima peran-peran yang lebih ekspresif, suatu perubahan yang menuntut
pertukaran peranan pada sisi wanita. Penyesuaian suami yang pensiun terhadap tugas-
tugas ibu rumah tangga yang dikerjakan sama-sama tergantung pada sistem nilai
suami. Jika suami memandang jenis pekerjaan tersebut sebagai “pekerjaan wanita”
dan menganggap pekerjaan-pekerjaan tersebut kurang memiliki arti baginya, maka ia
merasa harkatnya turun dalam pekerjaan semacam itu. Troll (1971) menemukan sikap
ini benar-benar terjadi pada pria dari golongan pekerja, yang lebih menghargai peran
tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria dari golongan pekerja, yang lebih
52
menghargai peran tradisional sebagai pencari nafkah dari pada pria kelas menengah.
Pensiun bagi kaum wanita cenderung tidak terlalu sulit untuk beradaptasi karena
mereka masih punya peran-peran domestik. Selanjutnya, wanita kemungkinan besar
pensiun atas permintaan.
Dalam kasus apa saja, pensiun menuntut modifikasi peran dan merupakan saat
terjadinya penurunan harga diri, pendapatan, status dan kesehatan, paling tidak untuk
sementara. Tapi meskipun timbul tuntutan-tuntuta dan kehilangan-kehilangan yang
baru ini, kebanyakan lansia melaporkan sikap positif terhadap pensiun (Kell dan
Patton, 1978).
53
yang menurun.
3. Mempertahankan hubungan
perkawinan.
4. Menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan.
5. Mempertahankan ikatan keluarga
antar generasi.
6. Meneruskan untuk memahami
eksistensi mereka (penelaahan dan
integrasi hidup).
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
54
pelayanan kesehatan di rumah, panti pensiunan, panti perawatan, atau tinggal dengan
anak-anak yang telah dewasa.
55
Karena umur harapan hidup meningkat, lebih banyak lagi lansia yang hidup
bertahun-tahun dengan masalah kesehatan. Meskipun wanita hidup lebih lama dari
pada pria, dan kesenjangan umur harapan hidup antara pria dan wanita meningkat,
banyak pula pasangan menikah yang dapat bertahan hidup lebih lama. Masalah-
masalah perawatan bagi pasangan lansia lebih sulit dari pada pensiunan janda. Sedikit
pertimbangan diberikan bagi unit keluarga dalam tahap siklus kehidupan ini, selama
orang tersebut memiliki kemungkinan dalam kemiskinan sebagai akibat dari biaya
kesehatan yang meninggi dan masalah-masalah sosial.
Salah satu mitos tentang lansia adalah bahwa dorongan seks dan aktivitas
seksual mungkin tidak ada lagi (atau tidak boleh ada). Akan tetapi, sebuah riset
memperlihatkan kebalikannya. Studi-studi semacam ini menemukan bahwa meskipun
terjadi penurunan kapasitas seksual secara perlahan-lahan, namun keinginan dalam
kegiatan seksual terus ada bahkan meningkat (Lobsenz, 1975). Sehat sakit kadang-
kadang menurunkan dorongan seksual, tapi biasanya, menurunnya aktifitas seksual
disebabkan oleh masalah-masalah sosio emosional.
56
dari 80 persen lansia yang merasa sulit untuk membicarakan kematian (Duval, 1977).
Akan tetapi, kesadaran akan kematian tersebut tidak berarti bahwa pasangan yang
ditinggalkan akan menemukan penyesuaian terhadap kematian dengan mudah.
Kehilangan pasangan pasti membawa pengaruh, janda-janda yang ditinggal mati
suami lebih awal, dan yang masih hidup kemungkinan besar akan mengalami masalah
kesehatan yang serius (isolasi sosial, mau bunuh diri atau sakit jiwa). Selain itu,
hilangnya seorang pasangan menuntut reorganiasi fungsi keluarga secara total. Ini
khususnya sulit dicapai secara memuaskan, karena kehilangan mengurangi sumber-
sumber emosional dan ekonomi yang diperlukan untuk menghadapi perubahan
tersebut. Bagi wanita, ini berarti perubahan dari saing ketergantungan dan membagi
kegiatan-kegiatan kehidupan bersama-sama menjadi sendiri atau bergabung dengan
kelompok wanita lansia yang tidak punya ikatan. Bagi pria, kehilangan pasangan
hidup berarti kehilangan teman-teman serta hubungan sanak famili, keluarga, dan
dunia sosial secara umum. Duda lansia tidak punya minat yang sama atau tidak punya
kemampuan melaksanakan peran-peran ibu rumah tangga, dan seringkali
membutuhkan bantuan dalam menyiapkan makanan, menjalankan tugas rumah
tangga dan perawatan umum.
Besarnya penyesuaian diri yang sulit dapat dilihat dari meningkatnya kasus
bunuh diri dalam kelompok individu diatas 65 tahun. Meskipun terjadi peningkatan
kasus bunuh diri dikalangan wanita diatas 65 tahun, namun jumlah terbesar kasus
bunuh diri ditemukan dikalangan populasi pria lansia. Sebuah tinjauan beberapa studi
kasus tentang bunuh diri dikalangan kelompok ini menunjukkan bahwa usaha untuk
bunuh diri dan bunuh diri yang telah terjadi sering terjadi setelah kematian pasangan
hidup (Rushing, 1968).
57
anak-anak (jika ada) mengisi kekosongan tersebut. Banyak dari mereka yang
terisolasi adalah “mereka yang tidak pernah menikah” dan janda tanpa anak.
Masalah-Masalah Kesehatan.
Berdasarkan laporan tahun 1987-1988 yang dikeluarkan oleh US. Senate
Special Committee on Aging, lansia merupakan pemakai pelayanan kesehatan paling
menonjol. Lebih dari 4 dari 5 lansia memiliki minimal satu kondisi kronis dan kondisi
multipel yang lazim diderita oleh lansia. Lansia merupakan 12 persen dari total
populasi, tapi mereka menggunakan 33 persen dari pembelajaan perawatan kesehatan
di Amerika Serikat.
58
Faktor-faktor seperti menurunnya fungsi dan kekuatan fisik, sumber-sumber
finansial yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak kehilangan lainnya
yang dialami oleh lansia menunjukkan adanya kerentanan psikofisiologi dari lansia
(Kelley et al, 1977). Oleh karena itu, terdapat masalah-masalah kesehatan yang
multipel. Pasangan atau individu lansia dalam semua fase sakit kronis mulai dari fase
akut hingga fase rehabilitasi sangat membutuhkan bantuan. Baik fungsi-fungsi yang
terkait secara medis (pengkajian fisik, reaksi-reaksi yang buruk) dan fungsi-fungsi
keperawatan (mengkaji respons klien terhadap sakit dan pengobatan serta kemampuan
koping) adalah relevan disini. Promosi kesehatan tetap menjadi hal yang sangat
penting, khususnya dalam bidang nutrisi, latihan, pecegahan cidera, penggunaan obat
yang aman, pemakaian pelayanan preventif dan berhenti merokok.
59
penting. Program-program pemerintah tidak secara adekuat menyediakan pensiun
yang aman, seperti terlihat pada masalah-masalah yang menyangkut penggunaan
panti perawatan, fasilitas-fasilitas board-on-care jangka panjang dan rumah sakit jiwa
laksana gudang di bawah tanah.
Salah satu variasi utama dalam siklus kehidupan keluarga akan kelihatan
ketika orangtua bercerai. Meskipun mayoritas keluarga masih tetap terdiri dari
pasangan-pasangan menikah, salah satu perubahan paling menonjol yang terjadi lebih
dari dua dekade adalah naiknya perceraian dan meningkatnya posisi wanita sebagai
kepala rumah tangga (88 persen keluarga orangtua tunggal adalah keluarga yang
terdiri dari ibu dan anak). Dari tahun 1970 hingga 1984 jumlah keluarga dengan satu
60
orangtua berlipat ganda (dari 3,2 juta pada tahun 1970 menjadi 6,7 juta pada tahun
1984) sementara itu jumlah pasangan yang cerai meningkat hampir 300 persen (Biro
Sensus Amerika Serikat, 1986). Kini, perceraian merupakan hal yang lazim (hampir
50 persen perkawinan diakhiri dengan perceraian) bahwa kejadian tersebut dipandang
sebagai suatu transisi normatif.
Mengenai keluarga inti dengan dua orangtua, terdapat perubahan yang krusial
pada peran dan hubungan dan tugas-tugas perkembangan keluarga yang penting untuk
dicapai agar keluarga cerai dapat bergerak maju (Carter dan McGoldrick, 1988).
Sebagai suatu kekuatan destruktif, perceraian menambah kompleksitas tugas-tugas
perkembangan yang dialami oleh keluarga. Setiap tahap siklus kehidupan berikutnya
dipengaruhi pula, sehingga tahap pasca perceraian perlu dipandang dalam konteks
dari tahap itu sendiri dan konsekuensi cerai.
61
Setelah terjadi perceraian, riset terhadap sistem keluarga menemukan bahwa
diperlukan waktu antara 1 hingga 3 tahun bagi keluarga cerai untuk memantapkan
keluarga tersebut. Jika sebuah keluarga dapat mengatasi krisis dan transisi penyerta
yang harus dialami dalam rangka untuk memantapkan kembali, keluarga tersebut akan
membentuk sistem yang lentur yang akan memungkinkan suatu kesinambungan
proses perkembangan keluarga yang normal” (Peck dan Manocharian, 1988, hal.
335). Carter McGoldrik membuat ringkasan tulisan-tulisan dari Ahrons (1980) tentang
proses penyesuaian yang dialami oleh keluarga-keluarga cerai, termasuk proses
emosional yang terjadi secara bersama-sama dan masalah-masalah perkembangan
keluarga.
62
Ketika perceraian menimpa keluarga dengan anak usia sekolah, dampak
jangka panjang perceraian jauh lebih hebat pada anak usia sekolah. Dalam sebuah
penelitian terungkap bahwa usia enam hingga delapan tahun merupakan kelompok
usia yang mempunyai waktu yang sulit dalam menyesuaikan terhadap perceraian
(Wallerstein dan Kelly, 1980). Anak-anak sudah cukup dewasa ketika mereka
menyadari apa yang sedang terjadi, namun mereka tidak bisa mengatasi perceraian
tersebut secara efektif.
Keluarga dengan anak remaja biasa sudah dalam keadaan kacau balau, dan
perceraian memperburuk masalah tersebut. Untuk orangtua tunggal, mengasuh remaja
merupakan hal yang sulit. Pengasuhan anak secara bersama-sama juga merupakan
masalah bila remaja mempunyai masalah menyangkut tingkah laku. Pada mulanya,
upaya memperbaiki masalah tersebut lewat tugas perkembangan dan siklus kehidupan
keluarga, tertunda.
63
(Biro Servis Amerika Serikat, 1986). Sebelum usia 40 tahun, baik suami maupun istri
sama-sama melakukan perkawinan kembali, tapi setelah usia 40 tahun perkawinan
kembali secara tidak seimbang merupakan suatu tradisi bagi pria (Agestad, 1988).
64
2. Merencanakan Mendukung rencana-rencana a. Bekerja secara kooperatif
untuk yang viabel untuk semua bagian pada masalah-masalah
mengakhiri sistem. tanggungjawab,
sistem kunjungan dan keuangan.
b. Menghadapi keluarga
besar dalam hal
perceraian.
a. Bersedih karena merasa
3. Pisah a. Keinginan untuk kehilangan seluruh
melanjutkan hubungan keluarga.
sebagai orangtua yang b. Restrukturisasi hubungan
bersifat kooperatif dan perkawinan dan
memberikan dukungan hubungan orang tua anak
keuangan kepada anak-anak dan restrukturisasi
secara bersama-sama. keuangan ; adaptasi
b. Mempengaruhi resolusi terhadap hidup pisah.
kasih sayang terhadap c. Pembentukan kembali
pasangan. hubungan dengan
keluarga besar ; tetap
berhubungan dengan
keluarga dari pasangan.
a. Bersedih karena
4. Perceraian Lebih mempengaruhi terhadap kehilangan keluarga yang
perceraian emosional ; utuh ; menghentikan
mengatasi perasaan terluka, fantasi untuk berhubung
amarah, dan perasaan bersalah, kembali.
dll b. Menarik kembali
harapan, impian-impian
dari perkawinan.
c. Tetap berhubungan
dengan keluarga besar.
65
primer) mantan pasangan dan b. Membangun kembali
2. Orangtua mendukung kontak anak-anak sumber-sumber finansial
tunggal dengan mantan pasangan dan sendiri.
(nonkustodial) dengan keluarganya. c. Membangun kembali
jaringan sosial sendiri.
Kerelaan untuk tetap menjaga a. Mencari cara-cara untu
kontak sebagai orangtua dengan melanjutkan hubungan
mantan pasangan dan sebagai orangtua yang
mendukung hubungan orangtua efektif dengan anak-
dengan anak-anak yang bersifat anak.
melindungi. b. Mempertahankan
tanggungjawab finansial
terhadap anak-anak dan
mantan pasangan
c. Membangun jaringan
sosial sendiri
(Dari : Carter B dan McGoldrick H, eds The Changing Family Life Cycle, 2nd ed, New
York, Gardner Press, 1988, p.22)
66
keluarga baru. baru akan perkawinan kembali baru untuk menghindari
dan membentuk sebuah hubungan timbal balik
keluarga tiri. yang palsu.
Menerima bahwa perlu waktu b. Rencana pemeliharaan
dan kesabaran untuk kerja sama finansial dan
penyesuaian terhadap hubungan sebagai
kompleksitas dan ambiguitas orangtua dengan
dari : mantan pasangan.
1. Peran baru yang multipel c. Rencana untuk
2. Batas-batas : ruang, waktu, membantu anak-anak
keanggotaan dan untuk menghadapi
wewenang. cemas, konflik-konflik
3. Masalah-masalah afektif : loyalitas dan
rasa bersalah, konflik- keanggotaan dalam dua
konflik loyalitas keinginan sistem.
untuk melakukan hal yang d. Pembentukan kembali
bersifat mutualitas, hubungan dengan
perasaan terluka di masa keluarga besar untuk
lalu yang belum hilang. memasukkan pasangan
dan anak-anak yang
baru.
67
dan keluarga besar
lainya.
d. Berbagi kenang-
kenangan dan sejarah
untuk memperkokoh
penyatuan keluarga tiri.
Sakit yang serius atau cacat jangka panjang dari seorang anggota keluarga
sangat mempengaruhi keluarga dan fungsi keluarga, karena prilaku keluarga sangat
mempengaruhi perjalanan dan karakteristik sakit atau cacat (Bahnson, 1987). Sakit
yang serius atau cacat amat mempengaruhi perkembangan keluarga, dan
perkembangan anggota keluarga secara individual, khususnya anggota yang sakit atau
cacat. Seringkali bila keluarga lambat dalam memenuhi tugas-tugas
perkembangannya, interaksi dari tuntutan lain stressor perkembangan dan
tuntutan/stressor situasi memperburuk dan membebani keluarga. Stres tambahan
yang ditimbulkan oleh kedua jenis stressor tersebut sering menurunkan fungsi
keluarga, akibatnya penguasaan tugas-tugas perkembangan terhalang atau terhambat.
Sajauh mana tugas-tugas perkembangan dipengaruhi tergantung pada beberapa
faktor. Sudah tentu yang pertama adalah tahap siklus kehidupan keluarga ; kedua
adalah anggota keluarga menjadi sakit serius atau cacat sehingga menciptakan suatu
perbedaan. Beberapa tahap siklus kehidupan tertentu mempunyai bahaya dalam hal
perkembangan dan individu-individu tertentu dalam keluarga lebih terpusat dalam
hubungannya dengan tugas-tugas perkembangan keluarga dari tahap perkembangan
tertentu. Misalnya, dalam sebuah keluarga dengan remaja, jika remaja itu menderita
cedera serius dan dalam keadaan tidak mandiri, ini sangat menghambat penguasaan
tugas-tugas perkembangan oleh remaja tersebut karena lebih tergantung pada
keluarga. Demikian juga dengan tugas perkembangan uang menangani kebebasan
berimbang dengan rasa tanggung jawab sehingga membantu remaja ini agar lebih
otonom akan terhambat juga. Tantangan bagi keluarga adalah berupaya untuk
memulai lagi memperhatikan tugas-tugas perkembangan normal secepat mungkin.
68
Faktor penting lain yang menciptakan perbedaan mengenai dampak sakit atau
cacat terhadap perkembangan keluarga adalah sumber-sumber formal dan informal
yang digunakan oleh keluarga. Sebuah sistem pendukung sosial yang baik dari
keluarga besar dan teman-teman, dan juga dukungan psikososial dan kesehatan yang
kompeten akan memperbesar pengertian keluarga untuk kembali pada jalur
perkembangan agar lebih cepat.
Bila bekerja dengan sebuah keluarga dengan sakit yang serius atau cacat,
adalah sangat bermanfaat untuk membandingkan tugas-tugas perkembangan keluarga
yang “ideal” dalam suatu tahap siklus kehidupan yang sesuai dengan tingkah laku
keluarga yang aktual (Friedman, 1987). Tipe perbandingan ini bermanfaat untuk
mengevaluasi dampak yang mungkin dari sakit atau cacat pada keluarga.
C. AREA PENGKAJIAN
69
kehidupan keluarga. Beberapa dari informasi ini (perceraian, perkawinan,
kematian) dapat dimasukkan ke dalam genogram keluarga .
4. Keluarga asal kedua orangtua (seperti apa kehidupan keluarga asal, hubungan
masa lalu dan kini dengan kakek-nenek.)
Perlu diulangi kembali bahwa data perkembangan data riwayat keluarga dapat
dikumpulkan sedikit demi sedikit dengan (1) menanyakan pengalaman-pengalaman
dan tugas-tugas yang umum dan bagaimana hal-hal ini dicapai dan dirasakan dan (2)
menanyakan masalah-masalah atau pengalaman keluarga yang khusus atau unit. Yang
kedua meliputi perceraian, kematian dalam keluarga itu atau keluarga besar, pisah
karena sakit atau dinas militer, pengangguran dan lain-lain. Menanyakan orangtua
tentang hubungan mereka di masa lalu dan sekarang dengan orientasi keluarga mereka
dan bagaimana bentuk kehidupan keluarga besar memberikan perawat keluarga
apresiasi dan pemahaman yang baik tentang orangtua mereka selama tahun-tahun
pertumbuhan mereka.
70
Pertemuan pertama pasangan, hubungan mereka sebelum menikah, dan
bagaimana mereka memutuskan untuk menikah.
Halangan-halangan apa saja terhadap perkawinan mereka. Respons mereka
terhadap pergaulan.
Perkawinan tanpa anak, bagaimana mereka membuat tugas dan peran.
Seperti apa kehidupan dilingkungan di keluarga, termasuk orientasi
keluarga dari kedua orangtua.
Siapa orang lain yang hidup bersama keluarga.
Hubungan dengan para ipar.
Deskripsi tentang orangtua dari masing-masing pasangan dan hubungan
mereka dengan orangtua tersebut.
Rencana untuk mempunyai anak. Apakah kelahiran anak-anak
direncanakan? Apa dampak dari lahirnya setiap anak?
Berapa lama anak-anak berkumpul bersama-sama?
Rutinitas keluarga sehari-hari.
Satu satu cara para perawat keluarga memperoleh gagasan yang lebih baik
tentang proses sistim keluarga dari waktu ke waktu, dan juga mengkaji sistem
keluarga antar generasi adalah dengan menyusun sebuah genogram. Genogram adalah
71
sejenis skema genelogis yang menelusuri sejarah keturunan keluarga. Genogram ini
menggunakan secara luas oleh ahli terapi keluarga, keuntungannya adalah seseorang
dapat mengorganisir sejumlah data yang besar dan banyak dalam suatu cara yang
lebih komprehensif dan membantu mengungkapkan pola-pola dan tema penting
(Harchman dan Laird, 1983) ; McGordrick dan Gerson (1985). Bab VIII berisi
tentang genogram dan petunjuk-petunjuk untuk membuat pohon keluarga ini.
72
Bila bekerja dengan keluarga atau individu yang bermasalah, teori
perkembangan keluarga membantu para profesional kesehatan keluarga berpikir
tentang kejadian siklus kehidupan keluarga yang telah membentuk konteks dimana
masalah-masalah keluarga dan individu terjadi. Oleh karena itu, memasukkan
perspektif perkembangan ke dalam praktik keperawatan keluarga sangat penting
selama fase diagnostik dan perencanaan.
73