Anda di halaman 1dari 32

Anggaran berbasis kinerja

Anggaran berbasis kinerja

1. 1. 1 Anggaran Berbasis Kinerja Sebelum berlakunya sistem


Anggaran Berbasis Kinerja, metode penganggaran yang digunakan
adalah metoda tradisional atau item line budget. Cara penyusunan
anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang
harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun
lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran
dan sistem pertanggung jawabannya tidak diperiksa dan diteliti
apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien
atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan
adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja
namun jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti
pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Dalam perkembangannya,
muncullah sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai
suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan
dengan hasil dari pelayanan. Anggaran kinerja mencerminkan
beberapa hal. Pertama, maksud dan tujuan permintaan dana.
Kedua, biaya dari program-program yang diusulkan dalam
mencapai tujuan ini. Dan yang ketiga, data kuantitatif yang dapat
mengukur pencapaian serta pekerjaan yang dilaksanakan untuk
tiap- tiap program. Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini
berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas. Efisiensi
itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu
aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih
besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah
sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya
didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi
pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada
tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau
didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan penggunaan
biaya tersebut harus efisien dan efektif. Berbeda dengan
penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran
dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output.
Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja,
maka mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai".
Kalau fokus ke "output", berarti pemikiran tentang "tujuan"
kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun
anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan
sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya
diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah
performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan
menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu
sistem penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja
dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara
dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem
penganggaran seperti ini disebut juga dengan Anggaran Berbasis
Kinerja (ABK). Siklus anggaran adalah masa atau jangka waktu
mulai saat anggaran disusun sampai dengan saat perhitungan
anggaran disahkan dengan undang-undang. Siklus anggaran
berbeda dengan tahun anggaran. Tahun anggaran adalah masa satu
tahun untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan anggaran atau
waktu di mana anggaran tersebut dipertanggungjawabkan. Jelaslah,
bahwa siklus anggaran bisa mencakup tahun anggaran atau
melebihi tahun anggaran karena pada dasarnya,
2. 2. 2 berakhirnya suatu siklus anggaran diakhiri dengan perhitungan
anggaran yang disahkan oleh undang-undang. Siklus anggaran
terdiri dari beberapa tahap (fase) yaitu : 1. Tahap penyusunan
anggaran 2. Tahap pengesahan anggaran 3. Tahap pelaksanaan
anggaran 4. Tahap pegawasan peaksanaan anggaran 5. Tahap
pengesahan perhitungan anggaran Untuk dapat menyusun
Anggaran Berbasis Kinerja terlebih dahulu harus disusun
perencanaan strategik (Renstra). Penyusunan Renstra dilakukan
secara obyektif dan melibatkan seluruh komponen yang ada di
dalam pemerintahan dan masyarakat. Agar sistem dapat berjalan
dengan baik perlu ditetapkan beberapa hal yang sangat
menentukan yaitu standar harga, tolok ukur kinerja dan Standar
Pelayanan Minimal yang ditetapkan berdasarkan peraturan
perundangundangan. Pengukuran kinerja (tolok ukur) digunakan
untuk menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
kegiatan/program/kebijakan sesuai dengan sasaran dan tugas yang
telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan visi dan misi
pemerintah daerah. Salah satu aspek yang diukur dalam penilaian
kinerja pemerintah daerah adalah aspek keuangan berupa ABK.
Untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan
indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan
(input) berupa dana, sumber daya manusia dan metode kerja. Agar
input dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu anggaran,
maka perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Dalam
menilai kewajaran input dengan keluaran (output) yang dihasilkan,
peran Analisa Standar Biaya (ASB) sangat diperlukan. ASB adalah
penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan
untuk melaksanakan suatu kegiatan. Ruang lingkup ABK 1.
Menentukan Visi dan misi (yang mencerminkan strategi
organisasi), tujuan, sasaran, dan target. Penentuan visi, misi,
tujuan, sasaran, dan target merupakan tahap pertama yang harus
ditetapkan suatu organisasi dan menjadi tujuan tertinggi yang
hendak dicapai sehingga setiap indikator kinerja harus dikaitkan
dengan komponen tersebut. Oleh karena itu, penentuan komponen-
komponen tidak hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga
mengikutsertakan masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi
mengenai kebutuhan publik. 2. Menentukan Indikator Kinerja.
Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan.
Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan suatu yang
akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk
menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan
perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan
selesai dan bermanfaat (berfungsi). Indikator kinerja meliputi :
3. 3. 3 a. Masukan (Input) adalah sumber daya yang digunakan dalam
suatu proses untuk menghasilkan keluaran yang telah direncanakan
dan ditetapkan sebelumnya. Indikator masukan meliputi dana,
sumber daya manusia, sarana dan prasarana, data dan informasi
lainnya yang diperlukan. b. Keluaran (Output) adalah sesuatu yang
terjadi akibat proses tertentu dengan menggunakan masukan yang
telah ditetapkan. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk
menilai kemajuan suatu aktivitas atau tolok ukur dikaitkan dengan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan baik dan terukur. c.
Hasil (Outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung
digunakan atau hasil nyata dari suatu keluaran. Indikator hasil
adalah sasaran program yang telah ditetapkan. d. Manfaat (Benefit)
adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan nampak
setelah beberapa waktu kemudian. Indikator manfaat menunjukkan
hal- hal yang diharapkan dicapai bila keluaran dapat diselesaikan
dan berfungsi secara optimal. e. Dampak (Impact) pengaruh atau
akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu kegiatan.
Indikator dampak merupakan akumulasi dari beberapa manfaat
yang terjadi, dampaknya baru terlihat setelah beberapa waktu
kemudian. 3. Evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap
pemilihan dan prioritas program. Kegiatan ini meliputi penyusunan
peringkat-peringkat alternatif dan selanjutnya mengambil
keputusan atas program/kegiatan yang dianggap menjadi prioritas.
Dilakukannya pemilihan dan prioritas program/kegiatan mengingat
sumber daya yang terbatas. 4. Analisa Standar Biaya (ASB) ASB
merupakan standar biaya suatu program/kegiatan sehingga alokasi
anggaran menjadi lebih rasional. Dilakukannya ASB dapat
meminimalisir kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk
melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja sehingga
anggaran tersebut tidak efisien. Dalam menyusun ABK perlu
memperhatikan prinsip-prinsip penganggaran, perolehan data
dalam membuat keputusan anggaran, siklus perencanaan anggaran
daerah, struktur APBN/D, dan penggunaan ASB. Dalam menyusun
ABK yang perlu mendapat perhatian adalah memperoleh data
kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya. Perolehan
data kuantitatif bertujuan untuk : o memperoleh informasi dan
pemahaman berbagai program yang menghasilkan output dan
outcome yang diharapkan. o menjelaskan bagaimana manfaat
setiap program bagi rencana strategis. Berdasarkan data kuantitatif
tersebut dilakukan pemilihan dan prioritas program yang
melibatkan tiap level dari manajemen pemerintahan.
4. 4. 4 Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan
belanja daerah adalah Analisa Standar Biaya (ASB). Alokasi
belanja ke dalam aktivitas untuk menghasilkan output seringkali
tanpa disertai alasan dan justifikasi yang kuat. ASB mendorong
penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada setiap
aktivitas unit kerja menjadi lebih logis dan mendorong dicapainya
efisiensi secara terus-menerus karena adanya pembandingan
(benchmarking) biaya per unit setiap output dan diperoleh praktek-
praktek terbaik (best practices) dalam desain aktivitas. Dalam
rangka penyusunan analisis biaya diperlukan prosedur-prosedur
yang dapat menjawab pertanyaan berikut : a. Berapa biaya yang
harus dibebankan pada suatu pelayanan sehingga dapat menutupi
semua biaya yang dikeluarkan untuk menyediakan pelayanan
tersebut? b. Apakah lebih efektif jika kita mengontrakkan
pelayanan kepada pihak luar daripada melaksanakannya sendiri? c.
Jika kita meningkatkan/menurunkan volume pelayanan, apa
pengaruhnya pada biaya yang akan kita keluarkan? Biaya apa yang
akan berubah dan berapa banyak perubahannya? d. Biaya
pelayanan apa yang harus dibayar tahun ini bila dibanding dengan
tahun selanjutnya? Formulasi Analisis Standar Belanja Untuk
melakukan perhitungan ASB, unit kerja terkait perlu terlebih
dahulu mengidentifikasi belanja yang terdiri dari : o Belanja
Langsung o Belanja Tidak Langsung TOTAL BELANJA :
BELANJA LANGSUNG + BELANJA TIDAK LANGSUNG
Karakteristik belanja langsung adalah bahwa input (alokasi
belanja) yang ditetapkan dapat diukur dan diperbandingkan dengan
output yang dihasilkan. Sedangkan belanja tidak langsung, pada
dasarya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama
(common cost) untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan
unit kerja. Oleh karena itu dalam penghitungan ASB, anggaran
belanja tidak langsung dalam satu tahun anggaran harus
dialokasikan ke setiap program atau kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.
Pengalokasian belanja tidak langsung dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu : 1. Alokasi rata-rata sederhana yaitu metode alokasi
anggarun belanja tidak langsung ke setiap kegiatan non investasi
dengan cara membagi jumlah anggaran yang dialokasikan dengan
jumlah kegiatan non investasi. 2. Alokasi bobot belanja langsung
yaitu metode alokasi anggaran belanja tidak langsung ke setiap
kegiatan non investasi berdasarkan besarnya bobot (nilai relatif)
belanja langsung dari kegiatan non investasi yang bersangkutan.
5. 5. 5 Program atau kegiatan yang memperoleh alokasi belanja tidak
langsung adalah program atau kegiatan non investasi. Program
atau kegiatan investasi yang menambah aset daerah tidak
menerima alokasi anggaran tahunan belanja tidak langsung, karena
output program atau kegiatan investasi adalah berupa aset daerah
yang dimanfaatkan lebih dari satu tahun anggaran. ASB
merupakan hasil penjumlahan belanja langsung setiap program
atau kegiatan dengan belanja tidak langsung yang dialokasikan
pada program atau kegiatan yang bersangkutan. Perhitungan ASB
tidak dapat distandarisasi antara propinsi/kabupaten/kota dengan
propinsi/kabupaten/kota lainnya karena standarisasi harga antara
suatu tempat dengan tempat lainnya dapat berbeda. Misalnya harga
obat di Jawa Barat dengan Papua sangat berbeda. Demikian juga,
tarif perjalanan dinas, honor-honor dll dapat berbeda antara Jawa
Barat dan Papua. Secara ringkas dari uraian tersebut di atas, pada
dasarnya menjelaskan bahwa ABK disusun harus ada keterkaitan
tahapan secara menyeluruh. Penyusunan ABK dimulai dengan
menetapkan renstra yang menjelaskan visi, misi dan tujuan dari
unit kerja, serta pendefinisian program yang hendak dilaksanakan
beserta kegiatan-kegiatan yang mendukung program tersebut.
Selanjutnya ditetapkan rencana kinerja tahunan yang mencakup
tujuan/sasaran, program, kegiatan, indikator dan target yang ingin
dicapai dalam waktu satu tahun. Penetapan target kinerja pada
program terlihat dari indikator outcome, sedangkan penetapan
target kinerja kegiatan terlihat dari indikator output nya. Kegiatan-
kegiatan tersebut mencakup kegiatan tugas pokok dan fungsi
(pelayanan, pemeliharaan, administrasi umum) dan kegiatan dalam
rangka belanja investasi. Menghitung besarnya alokasi anggaran
pada setiap kegiatan dimulai dengan menganalisis beban kerja
pada setiap kegiatan. Analisis beban kerja dan perhitungan biaya
per unit menggunakan indikator efisiensi dan input sebagai dasar
dari perhitungan standar biaya. Lingkup pengalokasian anggaran
dan perhitungan total biayanya merupakan suatu ASB. Prinsip-
Prinsip Penganggaran 1. Transparansi dan akuntabilitas anggaran
APBN/D harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai
tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari
suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Oleh karena itu,
anggota masyarakat berhak mengetahui proses anggaran dalam
menyalurkan aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Selain itu,
masyarakat juga berhak menuntut pertanggungjawaban atas
rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. 2. Disiplin
anggaran Pendapatan yang direncanakan harus dapat terukur
secara rasional dan dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan,
sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi
pengeluaran belanja dan didukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak
dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak
tersedia anggarannya. 3. Keadilan anggaran Pemerintah
pusat/daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya
secara adil tanpa diskriminasi sehingga dapat dinikmati oleh
seluruh kelompok masyarakat dalam pemberian pelayanan.
6. 6. 6 4. Efisiensi dan efektifitas anggaran Setiap kegiatan yang
direncanakan harus efektif dalam pencapaian kinerjanya dan
efisien dalam pengalokasian dananya. 5. Disusun dengan
pendekatan kinerja Anggaran disusun dengan mengutamakan
upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan
alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus
sebanding atau lebih besar dari biaya atau input yang telah
ditetapkan (RP-SB).
Konsep Anggaran Berbasis Kinerja

Sebelum berlakunya sistem Anggaran Berbasis Kinerja, metode penganggaran


yang digunakan adalah metoda tradisional atau
item line budget
. Cara penyusunan anggaran ini tidak didasarkan pada analisa rangkaian
kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan,
namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran
dan sistem pertanggung jawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah
dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok
ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran
antara pendapatan dan belanja namun jika anggaran tersebut defisit atau
surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal. Dalam
perkembangannya, muncullah sistematika anggaran kinerja yang diartikan
sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan
dengan hasil dari pelayanan yaitu Anggaran Berbasis Kinerja. Menurut
Soleh dan Rochmansjah (2009:106) :
“Anggaran berbasis kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan
kepada upaya
pencapaian hasil kerja atau
output
dari perencanaan alokasi biaya atau
input

yang ditetapkan.”
Sedangkan menurut Halim dan Iqbal (2012:173) :
“Penganggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi
manajemen untuk
mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan
keluaran dan hasil yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian
hasil dari keluaran tersebu
t.”
Dengan pengertian tersebut bahwa setiap alokasi dana harus dapat
diukur dari
input
yang ditetapkan. Untuk menghasilkan penyelenggaraan Anggaran Daerah yang
efektif dan efisien, tahap persiapan/perencanaan anggaran merupakan salah
satu faktor penting dan menentukan dalam keseluruhan siklus anggaran.
Prinsip anggaran berbasis kinerja adalah pertama, transparansi yang merupakan
keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan dan pelaporan
evaluasi anggaran, kedua, akuntabilitas yang merupakan pertanggungjawaban
pada masyarakat, dan ketiga, ekonomis, efektif dan efisien yaitu pemilihan dan
penggunaan sumber daya yang murah, penggunaan dana masyarakat yang
efisien dan dapat mencapai target / tujuan pelayanan publik. Adapun
prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja menurut Halim dan Iqbal
(2012:174) adalah : 1.

Transparansi dan akuntabilitas anggaran APBD harus dapat menyajikan


informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang
diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota
masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses
anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga
berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun
pelaksanaan anggaran tersebut. 2.

Disiplin anggaran Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan


yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber
pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal
merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran harus
didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang
cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum/tidak
tersedia anggarannya dalam APBD/perubahan APBD. 3.

Keadilan anggaran Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan


anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat
tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena pendapatan daerah pada
hakikatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat. 4.

Efisiensi dan efektifitas anggaran Penyusunan anggaran hendaknya


dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu
pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan.

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat
menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk
kepentingan masyarakat. 5.

Disusun dengan pendekatan kinerja APBD disusun dengan pendekatan


kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (
output/outcome
) dari perencanaan alokasi biaya atau
input
yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari
biaya atau
input
yang telah ditetapkan. Selain itu harus mampu menumbuhkan
profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait. Selain
prinsip-prinsip secara umum seperti yang telah diuraikan di atas,
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan perubahan-
perubahan kunci tentang penganggaran sebagai berikut: 1.

Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah.


Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan kerangka yang
menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan
penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal, mengarahkan alokasi
sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang
optimal dan lebih efisien. 2.

Penerapan penganggaran secara terpadu. Dengan pendekatan ini, semua


kegiatan instansi pemerintah disusun secara terpadu termasuk
mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja
pembangunan. Hal tersebut merupakan tahapan yang diperlukan sebagai
bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih
transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran
yang berorientasi kinerja. 3.

Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja Pendekatan ini memperjelas


tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari pengembangan system
penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini akan mendukung perbaikan
efisiensi dan efektivitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat
proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka
menengah. Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) yang disusun berdasarkan
prestasi kerja dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar- besarnya
dengan menggunakan sumber daya yang terbatas.
a. Aktivitas Uta ma d alam Pen yusu n an Angg aran Berb asis
Kinerja
Aktivitas utama dalam penyusunan ABK adalah mendapatkan data kuantitatif
dan membuat keputusan penganggarannya. Proses mendapatkan data
kuantitatif bertujuan untuk memperoleh informasi dan pengertian
tentang berbagai program yang menghasilkan
output
dan
outcome
yang diharapkan. Perolehan dan penyajian data kuantitatif juga akan menjelaskan
bagaimana manfaaat setiap program bagi rencana strategis. Sedangkan
proses pengambilan keputusannya melibatkan setiap level dari manajemen
pemerintahan. Pemilihan dan prioritas program yang akan dianggarkan tersebut
akan sangat tergantung pada data tentang target kinerja yang diharapkan
dapat dicapai. Namun alokasi anggaran setiap program di masing-
masing unit kerja pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh kesepakatan
antara legislatif dan eksekutif. Prioritas dan pilihan pengalokasian
anggaran pada tiap unit kerja dihasilkan setelah melalui koordinasi di
antara bagian dalam lembaga eksekutif dan legislatif. Dalam usaha
mencapai kesepakatan, seringkali keterkaitan antara kinerja dan alokasi
anggaran menjadi fleksibel dan longgar namun dengan adanya Analisis
Standar Belanja (ASB), alokasi anggaran menjadi lebih rasional.
Berdasarkan kesepakatan tersebut pada akhirnya akan ditetapkanlah
peraturan daerah APBD.
b.

Penggun aan An alisis Stand ar Biaya (ASB) dalam


p en yu sun an Angg aran Berb asis Kinerja
Salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan ABK
sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
pasal 167 ayat 3 yaitu :


Belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan
analisis standar belanja, standar harga, tolok ukur kinerja; dan standar
pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan
.”
Dalam penetapan alokasi anggaran pada unit kerja diperlukan ASB.
ASB mendorong penetapan biaya dan pengalokasian anggaran kepada
setiap unit kerja menjadi lebih logis dan mendorong dicapainya efisiensi
secara terus menerus karena adanya perbandingan setiap keluarn (
output
) dan diperoleh praktik-praktik terbaik (
best practices)
dalam desain aktivitas. Dalam membuat Analisi Standar Belanja terdapat
beberapa pertimbangan yang dapat dipergunakan menurut Halim dan
Iqbal (2012:180) yaitu : 1)

Pemulihan biaya (
cost recovery
) Pemulihan biaya berhubungan dengan penetapan biaya (
fee
) kepada pengguna untuk menutupi sebagian atau seluruh biaya yang
timbul dalam menghasilkan suatu produk atau jasa 2)
Keputusan-keputusan pada tingkat penyedia jasa Keputusan ini adalah
keputusan-keputusan yang dibuat oleh manajer pada tingkat penyedia
jasa yang sesuai untuk diberikan kepada pengguna. Biaya-biaya yang
relevan adalah biaya-biaya yang akan berubah ketika tingkat penyediaan
jasa disesuaikan. Sebagai contoh, tingkat penyediaan jasa yang lebih
rendah bisa mengurangi jumlah penggunaan orang per tahun dan biaya-
biaya yang berhubungan. Hal ini akan mendukung program pemenuhan
personil. 3)

Keputusan-keputusan berdasarkan
benefit / cost
Keputusan manfaat-biaya (
benefit / cost
) termasuk mengkaji alternatif suatu tindakan seperti apakah diluncurkan
atau tidaknya suatu program. Biaya-biaya yang relevan untuk keputusan-
keputusan ini adalah biaya yang akan berubah diantara pilihan-pilihan
yang bersaing. 4)

Keputusan investasi Keputusan ini adalah keputusan yang menyangkut


perolehan aset, yang merupakan salah satu bentuk dari keputasan
benefit/cost
. Keputusan ini biasanya didukung oleh siklus perhitungan biaya (
life cycle costing
) yang mengambil atau memprediksi seluruh biaya modal dan
operasional dari suatu aset sesuai umurnya. Hal ini membantu para pembuat
keputusan dalam menetapkan kapan dan dengan apa untuk mengganti aset.
Dengan demikian penggunaan ASB oleh pemerintah daerah akan meminimalkan
penyerapan APBD dan mendorong penetapan biaya dan pengalokasian anggaran
kepada setiap unit kerja menjadi lebih logis dan pencapaian efisiensi secara terus
menerus karena adanya perbandingan biaya per unit
output
juga diperoleh praktik-praktik terbaik dalam desain aktivitas.
c.

Sik lus Peren can aan Angg aran Daerah


Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan
kebijakan umum APBD sampai dengan disusunnya rancangan APBD terdiri dari
beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah. Berdasarkan
Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 serta Undang-Undang No. 32 dan
33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut: 1.

Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran


berikutnya sebagai landasan penyususnan rancangan APBD paling lambat pada
pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut
berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tesebut dilakukan
antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan
(MUSRENBANG) yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan
juga mengikutsertakan dan/atau menyerap aspirasi masyarakat terkait,
antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha. 2.

DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan


oleh pemerintah daerah dalam pembicaraaan pendahuluan RAPBD
tahun anggaran berikutnya. 3.

Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD,


pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon
anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.

ASAS-ASAS MANAJEMEN “Pentingnya Perencanaan Sebagai Salah


Satu Fungsi Manajemen” Oleh : Tri Anung Anindita Nim : 1001 1202
52 Ilmu Pemerintahan FISIP – Universitas Riau A. Pendahuluan Setiap
organisasi perlu melakukan suatu perencanaan dalam setiap kegiatan
organisasinya, baik perencanaan produksi, perencanaan rekrutmen
karyawan baru, program penjualan produk baru, maupun perencaan
anggarannya. Perencanaan (planning) merupakan proses dasar bagi
organisasi untuk memilih sasaran dan menetapkan bagaimana cara
mencapainya[1]. Oleh karena itu, perusahaan harus menetapkan tujuan
dan sasaran yang hendak dicapai sebelum melakukan proses-proses
perencanaan. Perencanaan merupakan tahapan paling penting dari suatu
fungsi manajemen, terutama dalam menghadapi lingkungan ekternal
yang berubah dinamis[2]. Dalam era globalisasi ini, perencanaan harus
lebih mengandalkan prosedur yang rasional dan sistematis dan bukan
hanya pada intuisi dan firasat (dugaan)[3]. Salah satu maksud dibuat
perencanaan adalah melihat program-program yang akan dijalankan
untuk meningkatkan kemungkinan tercapainya tujuan-tujuan organisasi
di waktu yang akan datang. Perencanaan organisasi harus aktif, dinamis,
berkesinambungan dan kreatif, sehingga manajemen tidak hanya
bereaksi terhadap lingkungannya, tapi lebih menjadi peserta aktif dalam
dunia usaha[4]. Pokok pembahasan dalam paper ini berfokus pada
perkenalan konsep perencanaan, alasan pentingnya perencanaan dalam
mencapai tujuan dan bagaimana mengefektifkan perencanaan tersebut.
B. Konsep Perencanaan 1. Proses menentukan bagaimana sistem
manajemen akan mencapai tujuan-tujuan,menentukan bagaimana
organisasi dapat mencapai apa yang ingin ditujunya (certo, 2003)[5] 2.
Proses menetapkan tujuan-tujuan dan rancangan tindakan, membangun
peraturan-peraturan dan prosedur, dan memperhitungkan hasil-hasil
yang akan terjadi dimana yang akan datang (Dessler, 2001)[6] Dari
kedua pendapat ahli tersebut dapat kita simpulkan bahwa perencanaan
merupakan proses awal bagi sistem manajemen untuk mencapai tujuan-
tujuannya. Hal ini disebabkan perencanaan merupakan proses
menentukan rancangan tindakan bagaimana organisasi membangun
aturan-aturan dan prosedur demi tercapainya tujuan organisasi tanpa
melupakan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi dalam
pelaksanaan perencanaan. Perencanaan yang dilakukan oleh organisasi
harus bersifat fleksibel. Artinya perencanaan tersebut bisa menyesuaikan
terhadap lingkungan eksternal yang dinamis. Sebab faktor eksternal
merupakan hambatan terhadap pelaksanaan rencana yang akan
dilakukan organisasi, sehingga perencanaan itu sedikit banyak bisa
diubah tanpa mengubah tujuan untuk apa perencanaan itu dilakukan. C.
Alasan Pentingnya Perencanaan Dalam Manajemen Ada beberapa alasan
mengapa perencanaan begitu penting terhadap manajemen organisasi,
berikut[7] : 1. Tujuan menjadi jelas dan terarah Perencanaan sebagai
langkah awal dari pencapaian tujuan akan memberikan arah dan
kejelasan tujuan tersebut, sehingga semua komponen ataupun elemen-
elemen dalam organisasi mengetahui dengan baik tujuan yang hendak
dicapai. 2. Semua bagian yang ada dalam organisasi akan bekerja ke
arah satu tujuan yang sama Ketika semua elemen atau bagian dalam
organisasi mengetahui tujuan organisasinya dengan jelas dan benar,
maka mereka akan bekerja ke satu arah yang sama. Artinya mereka
memahami prosedur apa saja yang akan dilakukan sebagaimana yang
telah mereka sepakati dalam perencanaan. 3. Menolong
mengidentifikasikan berbagai hambatan dan peluang Dengan adanya
perencanaan maka organisasi mampu mengidentifikasi berbagai
hambatan dan peluang yang ada di lingkungan luar organisasi. Adanya
hambatan dan peluang yang datang akan menuntut organisasi
mempersiapkan tindakan-tindakan antisipasi ke depan sehingga mereka
tetap berada di lajur menuju tujuan awal. 4. Membantu pekerjaan
menjadi lebih efisien dan efektif Perencanaan memberikan pandangan
bagi organisasi mengenai tindakan apa saja yang harus mereka lakukan
demi tercapainya tujuan, termasuk di dalamnya biaya dan lamanya
waktu yang dibutuhkan sehingga tujuan terealisasi. Hal ini akan
membantu organisasi menjadi lebih efektif dan efisien dalam mencapai
tujuan. 5. Perencanaan sendiri dapat diartikan aktivitas pengawasan
Ketika prosedur kerja sudah ada dan jelas, tentu hal ini menjadi sebuah
control terhadap pelaksanaan di lapangan. Artinya mereka akan bekerja
sesuai prosedur sebab perencanaan sebagai pengawasan. 6. Perencanaan
juga membantu untuk mengurangi resiko dan ketidakpastian Dalam
mencapai sebuah tujuan, terdapat berbagai macam resiko dan
ketidakpastian yang akan menghadang dalam pencapaian tujuan
organisasi. Oleh karena itu, adanya perencanaan akan memperjelas
tindakan-tindakan dan prosedur kerja sehingga ketidakpastian tersebut
dapat diminimalisir. D. Proses Perencanaan Sebelum para manager
dapat mengorganisasi, memimpin, atau mengendalikan, terlebih dahulu
mereka harus membuat rencana yang memberikan arah pada setiap
kegiatan organisasi. Pada tahap perencanaan manager menentukan Apa
yang akan dikerjakan, Kapan akan dikerjakan, Siapa yang akan
mengerjakan dan Bagaimana mengerjakannya[8]. Kebutuhan akan
perencanaan ada pada semua tingkatan manajemen dan semakin
meningkat pada tingkatan manajemen yang lebih tinggi, dimana
perencanaan itu mempunyai kemungkinan dampak yang paling besar
pada keberhasilan organisasi. Pada tingkatan top manajer pada
umumnya mencurahkan hampir semua waktu perencannannya jauh ke
masa depan dan pada strategi-strategi dari seluruh organisasi. Manajer
pada tingkatan yang lebih rendah merencanakan terutama untuk sub-unit
mereka sendiri dan jangka waktu yang lebih pendek[9]. Terdapat pula
beberapa variasi dalam tanggung jawab perencanaan yang tergantung
pada ukuran dan tujuan organisasi dan pada fungsi atau kegiatan khusus
manajer[10]. Organisasi yang besar dan berskala internasional lebih
menaruh perhatian pada perencanaan jangka panjang daripada
perusahaahn local. Akan tetapi pada umumnya organisasi perlu
mempertimbangkan keseimbangan antara perencanaan jangka panjang
maupun perencanaan jangka pendek. Karena itu penting bagi para
manajer untuk mengerti peranan perencanaan jangka pendek dan jangka
panjang dalam pola perencanaan secara keseluruhan. Menurut T. Hani
Handoko (1999) kegiatan perencanaan pada dasarnya melalui empat
tahap sebagai berikut[11] : 1. Menetapkan tujuan 2. Merumuskan
keadaan (proses-proses perencanaan) 3. Menentukan berbagai
alternative tindakan 4. Mengembangkan rencana dan melaksanakannya
E. Hubungan Perencanaan Dengan Fungsi Lain Hubungannya dengan
fungsi lain dapat dijelaskan[12] : 1. Organizing Perencanaan
menunjukkan cara dan perkiraan bagaimana mengorganisasikan sumber
daya-sumber daya organisasi untuk mencapai efektivitas paling tinggi 2.
Directing Perencanaan menentukan kombinasi paling baik dari sumber
daya-sumber daya yang diperlukan untuk mengarahkan, mempengaruhi
dan memotivasi karyawan 3. Controlling Perencanaan dan pengawasan
saling berhubungan erat. Pengawasan bertindak sebagai kriteria
penilaian pelaksanaan kerja terhadap rencana A. Keberhasilan
Perencanaan Dalam Mencapai Tujuan Dalam mencapai tujuan
organisasi, terdapat cara-cara agar tujuan itu dapat terealisasi[13]. 1.
Bahwa pimpinan dan bawahan organisasi harus bekerja sama
merumuskan perencanaan, menentukan tujuan, menentukan standar
kerja, dan memilih kegiatan yang akan dilaksanakn demi mendorong
tercapainya tujuan organisasi. 2. Kemudian dalam tahap pelaksanaan
kerja, bawahan atau karyawan harus menunjukkan kinerja terbaik dan
memberikan kemampuan maksimal demi tercapainya tujuan. Di sisi lain
pimpinan juga harus memberikan pengarahan bagi karyawan dengan
cara yang baik dan harus mampu memotivasi para karyawan. 3. Setelah
tujuan terealisasi, pimpinan dan bawahan hendaknya mengevaluasi
tujuan tersebut. Tujuan evaluasi adalah menemukan kekurangan dan
kelemahan organisasi dalam pelaksanaan tujuan, mengurangi resiko
yang sama untuk tujuan berikutnya, dan sebagai bahan pembelajaran. A.
Tipe-Tipe Perencanaan Menurut jangka waktu, perencanaan
digolongkan[14] : v Perencanaan jangka panjang adalah rencana yang
akan dijalankan oleh seluruh komponen dalam organisasi atau
perencanaan, dan dibuat dalam rangka pencapaian tujuan organisasi
secara keseluruhan. v Perencanaan jangka menengah adalah rencana
yang dijalankan untuk mencapai tujuan jangka menengah dan sebagai
dorongan tercapainya tujuan jangka panjang. v Perencanaan jangka
pendek adalah rencana yang dijalankan untuk mencapai tujuan jangka
pendek, dan sebagai dorongan tercapainya tujuan jangka menengah. B.
Penutup Dari uraian di atas dapat kita simpulkan betapa pentingnya
perencanaan dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Adanya
perencanaan akan memberikan arah dan tujuan yang jelas, memberikan
pemahaman terhadap pimpinan dan bawahan sehingga bisa saling
bekerja sama demi terealisasinya tujuan organisasinya. Namun di
samping itu, perencanaan hanya salah satu fungsi dalam manajemen.
Oleh karena keberhasilan pencapaian tujuan bukan berarti hanya
tergantung pada satu fungsi perencanaan saja, tetapi ada fungsi-fungsi
lainnya, seperti pengorganisasian, mengarahan dan pengawasan.
Keberhasilan perencanaan akan sangat mungkin tercapai apabila
pimpinan dan bawahan bekerja sama dan dapat saling memotivasi
sehingga kinerja masing-masing semakin tinggi demi tercapainya tujuan
organisasi
Pengertian anggaran berbasis kinerja adalah penggunaan
angggaran berdasarkan out put yang dihasilkan. Menurut
keputusan Menteri dalam negeri nomor 29 tahun 2002 yang
sekarang berubah menjadi Permendagi Nomor 13 Tahun 2006
anggaran pendapatan belanja daerah (ABPD) dalam era otonomi
daerah disusun dengan pendekatan kinerja, artinya sistim
anggaran yang mengutamakan pencapaian hasil kinerja atau
keluaran (output) dari perencanaan alokasi biaya yang telah
ditetapkan. Dengan demikian diharapkan penyusunan dan
pengalokasian anggaran dapat lebih disesuaikan dengan skala
prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan (Mariana
2005).

Anggaran berbasis kinerja dikenal dalam pengelolaan


keuangan daerah sejak diterbitkanya PP Nomor 105 tahun 2000
yang dalam pasal 8 dinyatakan bahwa APBD disusun dengan
pendekatan kinerja. Penerapan anggaran berbasis kinerja pada
instansi pemerintah di Indonesia dicanangkan melalui
pemberlakuan UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan
nagara dan diterapkan secara bertahap mulai tahun anggaran
2005.
Menurut Mardiasmo (2002) “Performance budget pada
dasarnya adalah sistim penyusunan dan pengolahan anggaran
daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil kerja atau
kinerja. Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektifitas
pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan
publik”. Selanjutnya Mardiasmo (2002) menyatakan “Pengertian
efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktifitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan
perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang
digunakan (cost of output)”. Proses kegiatan operasional dapat
dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu
dapat dicapai dengan penggunaan Sumber Daya dan Dana yang
serendah-rendahnya (spending well).

Pengertian evektifitas pada dasarnya berhubungan dengan


pencapaian tujuan atau target kebijakan (hasil guna). Evektifitas
merupaka hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran
yang harus dicapai. Kegiatan operasional harus dikatakan efektif
apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran akhir
kebijakan (spending wesely).

Dalam penjelasan PP nomor 105 tahun 2000 dinyatakan


bahwa anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem
anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja
atau output dari alokasi biaya atau input yang ditetapkan.
Berdasarkan pengertian tersebut, setiap input yang ditetapkan
dalam anggaran harus dapat diukur hasilnya dan pengukuran
hasil bukan pada besarnya dana yang telah dihabiskan
sebagaimana yang dilaksanakan pada sistim penganggaran
tradisional (line-item & incremental budget) tetapi pada tolak ukur
kinerja yang telah ditetapkan.

Menurut Kepmendagri No.29 tahun 2002 pengertian anggaran


berbasis kenerja adalah:

1. Suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya


pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi
biaya atau input yang ditetapkan.
2. Didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Anggaran
dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan.
3. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for
money dan evektifitas anggaran.
4. Anggaran kinerja merupakan system yang mencakup
kegiatan penyusunan program dan tolak ukur (indicator)
kinerja sebagai instrument untuk mencapai tujuan dan
sasaran program.

Bastian (2006) “Performance budgeting (anggaran yang


berorentasi pada kinerja) adalah sistem penganggaran yang
berorentasi pada output organisasi dan berkaitan sangat erat
dengan visi, misi dan rencana strategi organisasi.

Performance budgeting mengalokasikan sumber daya pada


program, bukan pada unit organisasi semata dan memakai
‘output measurement’ sebagai indikator kinerja organisasi’’.
Berdasarkan pengertian anggaran berbasis kinerja menurut
Bastian, komponen-komponen visi, misi dan rencana strategi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari anggaran berbasia
kinerja. Dengan demikian penyusunan anggaran berbasis kinerja
membutukan suatu sistim administrasi publik yang telah ditata
dengan baik, konsisten dan tersetuktur sehingga kinerja anggaran
dapat dicapai berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan.
Melalui pengukuran kinerja, manajemen dapat menentukan
keberhasilan dan kegagalan suatu unit organisasi dalam
pencapaian sasaran dan tujuan untuk selanjutnya memberikan
penghargaan (reward) untuk keberhasilan atau hukuman
(punishment) untuk kegagalan.

Untuk dapat mengimplementasikan anggaran berbasis kinerja


secara utuh, terlebih dahulu harus mengetahui langka-langka
dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja. Langka-langka
pokok dalam penerapan performance budgeting adalah:
1. Pengembangan suatu struktur program atau aktivitas untuk
masing-masing badan atau lembaga.
2. Memodifikasi system akuntansi sehingga biaya untuk
masing-masing program dapat ditetapkan.
3. Mengidentifikasi ukuran kinerja pada tingkat aktivitas atau
pelaksanaan.
4. Menghubungkan biaya dengan ukuran kinerja sehingga
target biaya dan kinerja dapat ditetapkan.
5. Membangun sistem monitoring sehingga penyimpangan
(variance) antara target dengan kenyataan sebenarnya
dapat diketahui.

Langka-langka tersebut mengandung dua aspek penting,


yakni pemograman (programming) dan pengukuran kinerja
(performance measurement). Program merupakan level klasifikasi
pekerjaan yang tertinggi yang dilakukan oleh suatu badan dalam
melaksanakan tanggungjawab, yang digunakan untuk
menetapkan porsi pekerjan yang harus dihasilkan untuk
mencapai produk akhir yang menentukan keberadaan-
keberadaan tersebut. Sedangkan aktivitas merupakan bagian dari
total pekerjaan dalam suatu program. Aktivitas merupakan
sekelompok operasi pekerjaan atau tugas yang pada umumnya
dilaksanakan oleh unit administratif terendah dalam suatu
organaisasi untuk mencapai tujuan dan sasaran program
organisasi.

Menurut Mardiasmo (2002) pendekatan anggaran berbasis


kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang
terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang
disebabakan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan
untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayanan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat
menekankan konsep value for money dan pengawasan atas
kinerja output.

Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan


dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistimatis
dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Anggaran
berbasis kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja.
Oleh karena itu anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Penilaian anggaran berbasis kinerja didasarkan pada
pelaksanaan value for money dan efektifitas anggaran.
Pendekatan ini cenderung menolak pandangan tradisional yang
menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan,
pemerintah akan menyalagunakan kedudukan mereka dan
cenderung boros (over spending).
Menurut pendekatan anggaran berbasis kinerja, dominasi
pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan melalui
penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit
kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Selain didorong untuk
menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut
untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu,
agar dapat mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya
program dan tolak ukur sebagai standar kinerja.

Sistem anggaran berbasis kinerja pada dasarnya


merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan
program dan tolak ukur kinerja sebagai instrument untuk
mencapai tujuan dan sasaran program.

Pengertian

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan
yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya
yang tersedia.

Penganggaran adalah penciptaan suatu rencana kegiatan yang dinyatakan dalam
ukuran keuangan. Penganggaran memainkan peran penting di dalam
perencanaan, pengendalian, dan pembuatan keputusan. Anggaran juga untuk
meningkatkan koordinasi dan komunikasi.

Perencanaan dan penganggaran dalam konteks APBD merupakan salah satu
tahapan dalam siklus APBD, yaitu tahap penyusunan atau
Dasar Hukum

UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan
Nasional.

PP Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian,
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian,
dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah.

Permendagri Nomor 13 tahun 2006

Permendagri 59 tahun 2007

Permendagri 21 tahun 2011 Peraturan dan perundangan yang sudah


mencerminkan tujuan desentralisasi di atas memperlihatkan komitmen politik
pemerintah untuk menata kembali dan meningkatkan sistem, mekanisme,
prosedur, dan kualitas proses perencanaan dan penganggaran daerah. Komitmen
ini dilakukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik,
demokratis, dan pembangunan daerah yang berkelanjutan.

Alur Perencanaan dan Penganggaran

Penganggaran Berbasis Kinerja



Desentralisasi Fiskal di Indonesia dimulai sejak tahun 2001 yang ditandai
dengan lahirnya UU No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Bentuk desentralisasi fiskal adalah Pemerintah Pusat memberikan dana transfer
kepada Pemda dalam bentuk DAU dan DAK.

Dengan lahirnya UU 17 tahun 2003 sistem penganggaran di Indonesia berubah
menggunakan sistem penganggaran berbasis kinerja
(performance budgeting)

Apa Penganggaran Berbasis Kinerja ?



Metode penganggaran untuk mengaitkan setiap pendanaan yang dituangkan
dalam kegiatan dengan keluaran dan hasil yang diharapakan, termasuk efisiensi
dalam pencapaian hasil keluaran itu.

Penerapan penganggaran berbasis kinerja dituangkan dalam dokumen RKA-
SKPD. Dimana dalam setiap kegiatan yang akan dilakukan wajib menjelaskan
input, output, dan sasaran/target, dan outcome.

Anda mungkin juga menyukai