Anda di halaman 1dari 22

A.

Kosep Penyakit HIV-AIDS


1. Definisi
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia
yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu
yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Sedangkan AIDS sendiri adalah
suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif
lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi
HIV.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan
oleh infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan
bahwa diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi
opportunistik, dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang
mendasar (sel T berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif
terhadap HIV. Kondisi lain yang sering digambarkan meliputi kondisi
demensia progresif, “wasting syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien
berusia lebih dari 60 tahun), kanker-kanker khusus lainnya yaitu kanker
serviks invasif atau diseminasi dari penyakit yang umumnya mengalami
lokalisasi misalnya, TB (Tubercolosis). (Doenges, 2000).
Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma,
cairan vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh
manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. (Nursalam, 2007)
Jadi dapat disimpulkan HIV/AIDS adalah suatu syndrome atau
kumpulan tanda dan gejala akibat menurunanya system kekebalan tubuh
akibat invansi virus HIV ke dalam tubuh.

2. Epidemiologi HIV/AIDS
Kasus pertama AIDS diperkirakan di Los Angeles oleh Dr.Gottlib,
Juni 1981, Kasus I di Indonesia tahun 1987 dilaporkan di Bali oleh Dr.Tuti
Pasuati, turis asing, homoseksual, didiagnosa 2 tahun sebelumnya.
Infeksi HIV/AIDS saat ini juga telah mengenai semua golongan
masyarakat, baik kelompok risiko tinggi maupun masyarakat umum. Jika pada
awalnya, sebagian besar ODHA berasal dari kelompok homoseksual maka
kini telah terjadi pergeseran dimana persentase penularan secara heteroseksual
dan pengguna narkotika semakin meningkat (Djoerban dan Djauzi , 2007).
Jumlah orang yang terinfeksi HIV/AIDS di dunia pada tahun 2008
diperkirakan sebanyak 33,4 juta orang. Sebagian besar (31,3 juta) adalah
orang dewasa dan 2,1 juta anak di bawah 15 tahun (Narain, 2004). Saat ini
AIDS adalah penyebab kematian utama di Afrika sub Sahara, dimana paling
banyak terdapat penderita HIV positif di dunia (26,4 juta orang yang hidup
dengan HIV/AIDS), diikuti oleh Asia dan Asia Tenggara dimana terdapat 6,4
juta orang yang terinfeksi. Lebih dari 25 juta orang telah meninggal sejak
adanya endemi HIV/AIDS (Narain, 2004). Sampai dengan akhir Maret 2005,
tercatat 6.789 kasus HIV/AIDS yang dilaporkan. Jumlah itu tentu masih
sangat jauh dari jumlah sebenarnya. Departemen Kesehatan RI pada tahun
2002 memperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang terinfeksi HIV adalah
antara 90.000 sampai 130.000 orang (Djoerban, Djauzi , 2007) .

3. Etiologi
AIDS adalah gejala dari penyakit yang mungkin terjadi saat system
imun dilemahkan oleh virus HIV. Penyakit AIDS disebabkan oleh Human
Immunedeficiency Virus (HIV), yang mana HIV tergolong ke dalam
kelompok retrovirus dengan materi genetik dalam asam ribonukleat (RNA),
menyebabkan AIDS dapat membinasakan sel T-penolong (T4), yang
memegang peranan utama dalam sistem imun. Sebagai akibatnya, hidup
penderita AIDS terancam infeksi yang tak terkira banyaknya yang sebenarnya
tidak berbahaya, jika tidak terinfeksi HIV (Daili, 2005)
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
a. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala.
b. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.
c. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.
d. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, BB menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati,
lesi mulut.
e. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
a. Lelaki homoseksual atau biseks.
b. Orang yang ketagian obat intravena
c. Partner seks dari penderita AIDS
d. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
e. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

4. Patofisiologi
Virus masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui perantara
darah, semen dan secret Vagina. Sebagaian besar ( 75% ) penularan terjadi
melalui hubungan seksual. HIV tergolong retrovirus yang mempunyai materi
genetic RNA. Bilaman virus masuk kedalam tubuh penderita ( sel hospes ),
maka RNA virus diubah menjadi oleh ensim reverse transcryptase yang
dimiliki oleh HIV . DNA pro-virus tersebut kemudian diintegrasikan kedalam
sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus. HIV
cenderung menyerang jenis sel tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen
pembukaan CD4, terutama sekali limfosit T4 yang memegang peranan
penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan tubuh. Selain
tifosit T4,virus juga dapat menginfeksi sel monosit makrofag, sel Langerhans
pada kulit, sel dendrit folikuler pada kelenjar limfe, makrofag pada alveoli
paru, sel retina, sel serviks uteri dan sel-sel mikroglia otak Virus yng masuk
kedalam limfosit T4 selanjutnya mengadakan replikasi sehingga menjadi
banyak dan akhirnya menghancurkan sel limfosit itu sendiri.
Kejadian awal yang timbul setelah infeksi HIV disebut sindrom
retroviral akut atau Acute Roviral Syndrome. Sindrom ini diikuti oleh
penurunan CD4 (Cluster Differential Four) dan peningkatan kadar RNA Nu-
HIV dalam plasma. CD4 secara perlahan akan menurun dalam beberapa tahun
dengan laju penurunan CD4 yang lebih cepat pada 1,5 – 2,5 tahun sebelum
pasien jatuh dalam keadaan AIDS. Viral load ( jumlah virus HIV dalam
darah ) akan cepat meningkat pada awal infeksi dan kemudian turun pada
suatu level titik tertentu maka viral load secara perlahan meningkat. Pada fase
akhir penyakit akan ditemukan jumlah CD4 < 200/mm3 kemudian diikuti
timbulnya infeksi oportunistik, berat badan turun secara cepat dan muncul
komplikasi neurulogis. Pada pasien tanpa pengobatan ARV rata – rata
kemampuan bertahan setelah CD4 turun < 200/mm3 adalah 3,7 tahun.
(DEPKES RI,2003)
Stadium Penyakit
Menurut Nursalam (2007) pembagian stadium HIV menjadi AIDS ada empat
stadium yaitu
a. Stadium pertama HIV
Infeksi dimulai dengan masuknya HIV dan diikuti terjadinya perubahan
serologi ketika antibodi terhadap virus tersebut berubah dari negatif
menjadi positif. Rentan waktu sejak HIV masuk ke dalam tubuh sampai
tes antibodi terhadap HIV menjadi positif disebut window period. Lama
window period satu sampai tiga bulan, bahkan ada yang berlangsung
sampai enam bulan.
b. Stadium kedua asimtomatik ( tanpa gejala )
Asimtomatik berarti bahwa didalam organ tubuh tidak menunjukkan
gejala - gejala. Keadaan ini dapat berlangsung selama 5 – 10 tahun. Pasien
yang tampak sehat ini sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain.
c. Stadium ketiga pembesaran kelenjar limfe
Pembesaran kelenjar limfe secara menetapdan merata (Persistent
Generalized Lymphadenopaty), tidak hanya muncul pada satu tempat saja,
dan berlangsung selama satu bulan.
d. Stadium keempat AIDS.
Keadaan inidisertai adanya bermacam – macam penyakit antara lain
penyakit saraf, infeksi sekunder dan lain – lain.
5. Klasifikasi
Ada 2 klasifikasi yang sampai sekarang sering digunakan untuk remaja
dan dewasa yaitu klasifikasi menurut WHO dan Centers for Disease Control
and Preventoin (CDC) Amerika Serikat. Di negara-negara berkembang
menggunakan sistem klasifikasi WHO dengan memakai data klinis dan
laboratorium, sementara di negara-negara maju digunakan sistem klasifikasi
CDC. Klasifikasi menurut WHO digunakan pada beberapa Negara yang
pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia. Klasifikasi stadium klinis
HIV/AIDS WHO dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu

Klasifikasi HIV Berdasarkan Stadium Menurut WHO


6. Manifestasi Klinis
Menurut Mandal (2004) tanda dan gejala penyakit AIDS menyebar
luas dan pada dasarnya dapat mengenai semua sistem organ. Penyakit yang
berkaitan dengan infeksi HIV dan penyakit AIDS terjadi akibat infeksi dan
efek langsung HIV pada jaringan tubuh. Adanya HIV dalam tubuh seseorang
tidak dapat dilihat dari penampilan luar. Orang yang terinfeksi tidak akan
menunjukan gejala apapun dalam jangka waktu yang relatif lama (±7-10
tahun) setelah tertular HIV. Masa ini disebut masa laten. Orang tersebut masih
tetap sehat dan bisa bekerja sebagaimana biasanya walaupun darahnya
mengandung HIV. Masa inilah yang mengkhawatirkan bagi kesehatan
masyarakat, karena orang terinfeksi secara tidak disadari dapat menularkan
kepada yang lainnya. Dari masa laten kemudian masuk ke keadaan AIDS
dengan gejala sebagai berikut:
Gejala Mayor:
a. Berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
Gejala Minor:
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Adanya herpes zostermultisegmental dan herpes zoster berulang
c. Kandidias orofaringeal
d. Limfadenopati generalisata
e. Ruam
Menurut Anthony (Fauci dan Lane, 2008), gejala klinis HIV/AIDS
dapat dibagikan mengikut fasenya.
1. Fase akut
Sekitar 50-70% penderita HIV/AIDS mengalami fase ini sekitar 3-6
minggu selepas infeksi primer. Gejala-gejala yang biasanya timbul adalah
demam, faringitis, limpadenopati, sakit kepala, arthtalgia, letargi, malaise,
anorexia, penurunan berat badan, mual, muntah, diare, meningitis, ensefalitis,
periferal neuropati, myelopathy, mucocutaneous ulceration, dan erythematous
maculopapular rash. Gejala-gejala ini muncul bersama dengan ledakan
plasma viremia. Tetapi demam, ruam kulit, faringitis dan mialgia jarang
terjadi jika seseorang itu diinfeksi melalui jarum suntik narkoba daripada
kontak seksual. Selepas beberapa minggu gejala-gajala ini akan hilang akibat
respon sistem imun terhadap virus HIV. Sebanyak 70% dari penderita HIV
akan mengalami limfadenopati dalam fase ini yang akan sembuh sendiri.
2. Fase asimptomatik
Fase ini berlaku sekitar 10 tahun jika tidak diobati. Pada fase ini virus
HIV akan bereplikasi secara aktif dan progresif. Tingkat pengembangan
penyakit secara langsung berkorelasi dengan tingkat RNA virus HIV. Pasien
dengan tingkat RNA virus HIV yang tinggi lebih cepat akan masuk ke fase
simptomatik daripada pasien dengan tingkat RNA virus HIV yang rendah.
3. Fase simptomatik
Selama fase akhir dari HIV, yang terjadi sekitar 10 tahun atau lebih
setelah terinfeksi, gejala yang lebih berat mulai timbul dan infeksi tersebut
akan berakhir pada penyakit yang disebut AIDS.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum pasien
 Inspeksi : muka pucat, nafas cepat, mokusa bibir kering, badan
kurus
 Palpasi : turgor kulit menurun, kering
 Perkusi : Suara perut hipertimpani, perut kembung
 Auskultasi : Suara bising usus meningkat, wheezing
b. Ekspresi wajah pasien
c. Kebersihan pasien secara umum
d. Tanda tanda vital : Tekana darah, suhu, nadi, respirasi, skala nyeri

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan
diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain
(cerebrospinal fluid) penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan
teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno).
Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA
telah menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap
envelope dan core (Hanum, 2009).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari
suatu protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul
lain. Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis
antigen yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno,
2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam
(Hanum, 2009).

3. PCR (Polymerase Chain Reaction)


Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat
antibodi maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan
secara serologis maupun status infeksi individu yang seronegatif pada
kelompok risiko tinggi dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab
sensitivitas ELISA rendah untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4
dilakukan dengan melakukan imunophenotyping yaitu dengan flow
cytometry dan cell sorter. Prinsip flowcytometry dan cell sorting
(fluorescence activated cell sorter, FAST) adalah menggabungkan
kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik permukaan setiap sel
dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada dalam suatu suspensi
menurut karakteristik masing-masing secara otomatis melalui suatu celah,
yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang melewati berkas
sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh instrumen
sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul pada
permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian,
alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung
jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001).

9. Criteria Diagnosis
Untuk memastikan apakah pasien terinfeksi HIV, maka harus
dilakukan tes HIV. Skrining dilakukan dengan mengambil sampel darah atau
urine pasien untuk diteliti di laboratorium. Jenis skrining untuk mendeteksi
HIV adalah:
 Tes antibodi. Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh
untuk melawan infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar
jumlah antibodi dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.
 Tes antigen. Tes antigen bertujuan mendeteksi p24, suatu protein yang
menjadi bagian dari virus HIV. Tes antigen dapat dilakukan 2-6 minggu
setelah pasien terinfeksi.

Bila skrining menunjukkan pasien terinfeksi HIV (HIV positif), maka


pasien perlu menjalani tes selanjutnya. Selain untuk memastikan hasil
skrining, tes berikut dapat membantu dokter mengetahui tahap infeksi yang
diderita, serta menentukan metode pengobatan yang tepat. Sama seperti
skrining, tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pasien, untuk
diteliti di laboratorium. Beberapa tes tersebut antara lain:
 Hitung sel CD4. CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan
oleh HIV. Oleh karena itu, semakin sedikit jumlah CD4, semakin besar pula
kemungkinan seseorang terserang AIDS. Pada kondisi normal, jumlah CD4
berada dalam rentang 500-1400 sel per milimeter kubik darah. Infeksi HIV
berkembang menjadi AIDS bila hasil hitung sel CD4 di bawah 200 sel per
milimeter kubik darah.
 Pemeriksaan viral load (HIV RNA). Pemeriksaan viral load bertujuan untuk
menghitung RNA, bagian dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri.
Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah, menandakan
infeksi HIV baru saja terjadi atau tidak tertangani. Sedangkan jumlah RNA di
bawah 10.000 kopi per mililiter darah, mengindikasikan perkembangan virus
yang tidak terlalu cepat. Akan tetapi, kondisi tersebut tetap saja menyebabkan
kerusakan perlahan pada sistem kekebalan tubuh.

 Tes resistensi (kekebalan) terhadap obat. Beberapa subtipe HIV diketahui


kebal pada obat anti HIV. Melalui tes ini, dokter dapat menentukan jenis obat
anti HIV yang tepat bagi pasien.

10. Penatalaksanaan
A. Non Farmakologi
1. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi.
Aspek perawatan fisik meliputi :
a) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi
sederhana yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk
semua pasien setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam
rangka mengurangi risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat,
keluraga, dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan
untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
1). Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila
mengenai cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung,
seperti sarung tangan, masker, kacamata pelindung, penutup
kepala, apron dan sepatu boot. Penggunaan alat pelindung
disesuakan dengan jenis tindakan yang akan dilakukan.
2). Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
termasuk setelah melepas sarung tangan.
3). Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
4). Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi
semua alat kedokteran yang dipakai (tercemar).
5). Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
6). Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara
benar dan aman.
b) Peran perawat dan pemberian ARV
1). Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
(a) Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya resistensi.
(b) Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas
virus. Bila timbul efek samping, bisa diganti dengan
obat lainnya, dan bila virus mulai rasisten terhadap obat
yang sedang digunakan bisa memakai kombinasi lain.
2). Efektivitas obat ARV kombinasi:
(a) AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat
AVR yang lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih
tinggi dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat
saja.
(b) Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi
bila pasien lupa minum dapat menimbulkan terjadinya
resistensi.
(c) Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat
lebih kecil, sehingga kemungkinan efek samping lebih
kecil.
c) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan
mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya
diperoleh dalam makanan sehari- hari. Sebagian besar ODHA
akan mengalami defisiensi vitamin sehingga memerlukan
makanan tambahan
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan
penyerapan nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya
atau habisnya cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh.
Defisiensi vitamin dan mineral pada ODHA dimulai sejak masih
dalam stadium dini. Walaupun jumlah makanan ODHA sudah
cukup dan berimbang seperti orang sehat, tetapi akan tetap terjadi
defisiensi vitamin dan mineral.
d) Aktivitas dan istirahat
(a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh
Hamper semua organ merespons stress olahraga. Pada
keadaan akut , olah raga akan berefek buruk pada kesehatan,
olahraga yang dilakukan secara teratur menimbulkan adaptasi
organ tubuh yang berefek menyehatkan
(b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh
(1) Perubahan system tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit
menjadi 20 1/menit pada orang dewasa sehat. Hal ini
menyebabkan peningkatan darah ke otot skelet dan
jantung.
(2) Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan
pertukaran gas serta pengangkutan oksigen, dan
penggunaan oksigen oleh otot.
(3) Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi.
Pada olah raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi
pemecahan trigliserida dan jaringa adiposa menjadi
glikogen dan FFA (free fatty acid). Pada olahraga
intensitas tinggi kebutuhan energy meningkat, otot makin
tergantung glikogen sehingga metabolisme berubah dari
metabolisme aerob menjadi anaerob
2. Psikologis (strategi koping)
Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar
yang dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada
pengaruh internal dan eksterna
3. Sosial
Dukungan social sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah
sangat parah. Individu yang termasuk dalamdan memberikan
dukungan social meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak,
sanak keluarga, teman, tim kesehatan, atasan, dan konselor.
B. Farmakologis :
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV
perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang
tercemar HIV.
a. Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3 .
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine,
dan recombinant CD 4 dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-
obatan yang mengganggu fungsi imun.
2) Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T
dan mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

11. Komplikasi
a. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV),
leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan
dan cacat.
1. Kandidiasis oral
Kandidiasis oral adalah suatu infeksi jamur, hampir terdapat
secara universal pada semua penderita AIDS serta keadaan yang
berhubungan dengan AIDS. Infeksi ini umumnya mendahului
infeksi serius lainnya. Kandidiasi oral ditandai oleh bercak-bercak
putih seperti krim dalam rongga mulut. Tanda –tanda dan gejala
yang menyertai mencakup keluhan menelan yang sulit serta nyeri
dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal). Sebagian pasien
juga menderita lesi oral yang mengalami ulserasi dan menjadi
rentan terutama terhadap penyebaran kandidiasis ke sistem tubuh
yang lain.
2. Sarcoma Kaposi
Sarcoma Kaposi (dilafalkan KA- posheez), yaitu kelainaan
malignitas yang berkaitan dengan HIV yang sering ditemukan ,
merupakan penyakit yang melibatkan lapisan endotil pembuluh
darah dan limfe.
b. Neurologik
1. Kompleks dimensi AIDS karena serangan langsung HIV pada sel
saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan, kemampuan
motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial. Sebagian basar
penderita mula-mula mengeluh lambat berpikir atau sulit
berkonsentrasi dan memusatkan perhatian. Penyakit ini dapat
menuju dimensia sepenuhnya dengan kelumpuhan pada stadium
akhir. Tidak semua penderita mencapai stadium akhir ini.
2. Enselophaty akut karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis/ ensefalitis. Dengan efek
sakit kepala, malaise, demam, paralise total/ parsial.
Ensefalopati HIV. Disebut pula sebagai kompleks demensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex), ensefalopati HIV terjadi
sedikitnya pada dua pertiga pasien –pasien AIDS. Keadaan ini
berupa sindrom klinis yang ditandai oleh penurunan progresif pada
fungsi kognitif, perilaku dan motorik. Tanda –tanda dan gejalanya
dapat samar- samar serta sulit dibedakan dengan kelelahan, depresi
atau efek terapi yang merugikan terhadap infeksi dan malignansi
3. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler, hipotensi sistemik,
dan menarik endokarditis.
4. Neuropati karena inflamasi demielinasi oleh serangan HIV dengan
disertai rasa nyeri serta patirasa pada akstremitas, kelemahan,
penurunan refleks tendon yang dalam, hipotensi orthostatik dan
impotensi.
c. Gastrointestinal
1. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma dan sarkoma Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
2. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik, demam atritik.
3. Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit,
nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.
d. Respirasi
Infeksi karena pneumocystic carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus, dan strongyloidiasis dengan efek nafas pendek, batuk,
nyeri, hipoksia, keletihan gagal nafas.
e. Dermatologi
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis ,
reaksi otot, lesi scabies, dan dekopitus dengan efek nyeri, gatal, rasa
terbakar, infeksi sekunder dan sepsis.
f. Sensorik
1. Pandangan: Sarkoma kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan.
2.Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri.

12. Cara Penularan HIV/AIDS


ESSE adalah singkatan dari Exit, Survive, Sufficient dan
Enter. Dalam bahasa Indonesia bisa diartikan: Jalan keluar virus,
virus yang hidup, kandungan virus yang cukup untuk
menginkubasi, serta adanya jalur masuk virus ke tubuh seseorang.
HIV hanya bisa menular jika empat prinsip ini dipenuhi semua dan
tidak bisa menular jika hanya salah satu atau sebagian prinsip
terpenuhi. Berikut penjelasan tentang ESSE:
1. Exit maksudnya adalah ada jalan keluar bagi cairan tubuh yang mengandung
HIV yang ada dalam tubuh seseorang keluar tubuh. Seperti yang Sahabat
GueTau ketahui, virus HIV dapat berada dalam darah. Artinya virus HIV
dapat menular jika ada cairan darah yang keluar dan masuk ke tubuh orang
lain. Dapat juga melalui cairan ketika berhubungan seksual.
2. Survive berarti adalah cairan tubuh yang keluar ini harus mengandung virus
yang tetap bertahan hidup. HIV bila berada di luar tubuh inangnya (manusia)
dia tidak akan bertahan hidup lama. Jadi, penularan HIV tidak akan semudah
mitos dalam kalangan masyarakat. Bahkan jika ada cairan yang mengandung
HIV keluar dari tubuh seorang ODHA, virus tersebut tidak akan bertahan
lama.

3. Sufficient maksudnya adalah kandungan HIV dalam cairan tubuh yang keluar
dari orang yang terinfeksi HIV harus ada dalam kandungan yang cukup. Jika
jumlahnya sedikit, HIV tidak akan bisa menginkubasi tubuh manusia lainnya.
Ini mengapa cairan keringat dan saliva (ludah) tidak bisa menularkan HIV.

4. Enter adalah adanya jalur masuk di tubuh manusia yang memungkinkan


kontak dengan cairan tubuh yang mengandung HIV. Ini mengapa penggunaan
kondom penting, sebab akan meminimalisir terjadinya perlukaan ketika terjadi
kontak hubungan seksual.

HIV hidup di semua cairan tubuh


tetapi hanya bisa menular
melalui cairan tubuh tertentu, yaitu
:
 Darah
 Air Mani (Cairan, bukan Sel Sperma)
 Cairan Vagina
 Air Susu Ibu (ASI)
Kegiatan yang dapat menularkan HIV adalah :
 Hubungan seks tanpa kondom
 Jarum suntik / tindik / tato yang tidak steril dan dipakai bergantian
 Peralatan dokter yang tidak steril, contohnya: peralatan dokter gigi
 Mendapatkan transfusi darah yang mengandung HIV
 Ibu HIV-positif ke bayinya: waktu dalam kandungan, ketika melahirkan atau
melalui ASI.
HIV tidak menular melalui :
 Bersentuhan
 Berciuman, bersalaman dan berpelukan.
 Peralatan makan dan minum
 Kamar mandi
 Kolam renang
 Gigitan nyamuk
 Tinggal serumah bersama orang dengan HIV dan AIDS (ODHA)
 Duduk bersama dalam satu ruangan tertutup

Pencegahan HIV/AIDS
Ada langkah-langkah upaya preventif terhadap HIV/AIDS yang
sebenarnya cukup jelas tetapi masih banyak masyarakat yang belum tahu.
Langkah-langkah tersebut adalah ABCDE.
1. Abstinence.
Sudah jelas jika tidak ingin tertular maka jauhilah media penularnya.
Hindari seks bebas juga pemakaian narkoba.
2. Be faithful.
Bagi yang sudah menikah, setialah pada pasangan! Jangan sekali-
sekali berpikir untuk “jajan di luar” karena hal tersebut dapat
meningkatkan risiko tertularnya HIV/AIDS dari sexual partner
3. Condom.
Penggunaan kondom adalah upaya efektif dalam mencegah penularan
HIV/AIDS. Penggunaan kondom dapat mencegah interaksi cairan
kelamin sehingga penularan virus dapat diminimalisasi.

4. Drug.
Khusus untuk seorang wanita yang mengandung dan ternyata terkena
HIV/AIDS, dapat diberikan obat khusus agar penyakit tersebut tidak
menular kepada janinnya.
5. Education.
Pendidikan seksual sangat penting khususnya bagi para remaja agar
mereka tidak terjerumus dalam kehidupan yang salah. Pengetahuan
yang baik dapat mencegah remaja untuk bertindak tidak sepantasnya
karena mereka tahu risiko yang sangat besar dari perbuatan mereka
tersebut.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat kesehatan saat ini
2. Riwayat kesehatan masa lalu
3. Riwayat penyakit keluarga
4. Diagnosa medis dan terapi
5. Pola fungsi kesehatan (Riwayat bio-psiko-sosial-spiritual)
a) Pola persepsi dan pengetahuan
Perubahan kondisi kesehatan dan gaya hidup akan mempengaruhi
pengetahuan dan kemampuan dalam merawat diri.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan selama sakit,
Keluarga mengatakan saat masuk RS px hanya mampu menghabiskan
⅓ porsi makanan, Saat pengkajian keluarga mengatakan px sedikit
minum, sehingga diperlukan terapi cairan intravena.
c) Pola eliminasi
Mengkaji pola BAK dan BAB px
d) Pola aktifitas dan latihan
Pasien terganggu aktifitasnya akibat adanya kelemahan fisik, tetapi px
mampu untuk duduk, berpindah, berdiri dan berjalan.
e) Pola istirahat
Px mengatakan tidak dapat tidur dengan nyenyak, pikiran kacau, terus
gelisah.
f) Pola kognitf dan perseptual (sensoris)
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan
interpersonal dan peran serta mengalami tambahan dalam menjalankan
perannya selama sakit, px mampu memberikan penjelasan tentang
keadaan yang dialaminya.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Pola emosional px sedikit terganggu karena pikiran kacau dan sulit
tidur.
h) Peran dan tanggung jawab
Keluarga ikut berperan aktif dalam menjaga kesehatan fisik pasien.
i) Pola reproduksi dan sexual
Mengkaji perilaku dan pola seksual pada px
j) Pola penanggulangan stress
Stres timbul akibat pasien tidak efektif dalam mengatasi masalah
penyakitnya, px merasakan pikirannya kacau. Keluarga px cukup
perhatian selama pasien dirawat di rumah sakit.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Timbulnya distres dalam spiritual pada pasien, maka pasien akan
menjadi cemas dan takut, serta kebiasaan ibadahnya akan terganggu,
dimana px dan keluarga percaya bahwa masalah px murni masalah
medis dan menyerahkan seluruh pengobatan pada petugas kesehatan.
6. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
b. Sistem kardiovaskuler (mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya
distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung)
c. Sistem hematologi (mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan
splenomegali)
d. Sistem urogenital (ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan
keluhan sakit pinggang)
e. Sistem muskuloskeletal (mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam
pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak)
f. Sistem kekebalan tubuh (mengetahui ada tidaknya pembesaran
kelenjar getah bening)
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin (mengetahui adanya peningkatan leukosit
yang merupakan tanda adanya infeksi).
b. Pemeriksaan foto abdomen (mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan mencerna makanan
2. Kekurangan volume cairan berubungan dengan output yang berlebihan
3. Intoleransi aktivitas berubungan dengan mobilitas
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan perubahan status
metabolism
6. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

No Diagnosa Rencana Tindakan Keperawatan


NOC NIC Rasional
Keperawatan
1 Ketidakseimbangan Nutritional status: setelah Nutrition management 1. Pasien memiliki
nutrisi kurang dari dilakukan tindakan 1.Kaji adanya alergi alergi atau tidak,
kebutuhan tubuh keperawatan …x 24 jam makanan, monitor sebagai informasi
b/d diharapkan nutrisi pasien jumlah nutrisi yang awal untuk
ketidakmampuan terpenuhi, dengan kriteria masuk perencanaan awal
mencerna makanan hasil : 2.Berikan makan 2. untuk
1.Adanya peningkatan sedikit tetapi seringa meningkatkan
berat badan sesuai dengan atau berikan pilihan keinginan pasien
tujuan makanan memenuhi
2.Nafsu makan pasien 3.Berikan informasi kebutuhan nutrisi
meningkat tentang kebutuhan 3. menjadikan pasien
3.Tidak ada tanda nutrisi lebih koperatif dalam
malnutrisi 4.Kolaborasikan memenuhi
dengan ahli gizi kebutuhan nutrisi
tentang diet yang tepat 4. untuk menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan
2 Kekurangan Fluid balance : Fluid management : 1.Untuk mengetahui
volume cairan b/d Setelah dilakukan tindakan 1.Monitor vital sign keadaan umum
output yang keperawatan ….x 24 jam 2.Dorong masukan pasien
diberikan diharapkan volume cairan oral (minum) 2.Untuk memenuhi
pasien terpenuhi dengan 3.Anjurkan pasien kebutuhan cairan
kriteria hasil : untuk makan dan pasien
1.Input dan Output minum 3.Untuk balance
seimbang 4.kolaborasi dengan cairna
2.Turgor kulit elastis tim medis dalam 4.Untuk memberikan
3.Tidak ada tanda dehidrasi pemberian intake penangan yang tepat
cairan

3 Intoleransi aktifitas Activity tolerance : Activity theraphy : 1.Untuk mengetahui


b/d mobilitas Setelah dilakukan tindakan 1.Observasi kekuatan dan
keperawatan selama …x kemampuan dalam kelemahan otot
24 jam diharapkan pasien melakukan aktifitas 2.Untuk
dapat beraktifitas dengan 2.Bantu pasien untuk meningkatkan
normal dengan kriteria mengembangkan keinginan pasien
hasil : motivasi diri dalam mengikuti
1.Mampu berpindah 3.Ajarkan tentang pengobatan atau
dengan atau tanpa bantuan terapi yang tepat terapi
alat 4.Kolaborasikan 3.Untuk peregangan
2.Mampu melakukan dalam rehabilitasi otot, memperlancar
aktivitas sehari –hari dengan merencanakan darah
3.TTV normal program terapi 4.Untuk proses
penyembuhan pasien
4 Nyeri akut b/d agen Pain level : Paint management : 1.Mengetahui
cidera fisik Setelah dilakukan tindakan 1.Lakukan pengkajian keadaan umum
keperawatan selama nyeri secara pasien
….x24 jam diharapkan komprehensif 2.Mengetahui
nyeri pasien berkurang 2.Gunakan teknik penyebab nyeri
dengan kriteria hasil : komunikasi terapeutik pasien
1.Melaporkan bahwa nyeri untuk mengetahui 3.Untuk mengurangi
berkurang pengalaman nyeri rasa nyeri
2.Mampu mengontrol nyeri pasien 4.Untuk mengurangi
3.Mampu mengenali nyeri 3.Anjurkan pasien rasa nyeri
tentang teknik
distraksi dan relaksi
4.Kolaborasikan
dengan tim medis
dalam pemberian obat
5 Kerusakan Tissue integrity, skin and 1.Pantau 1.Untuk mengetahui
integritas jaringan mucous : setelah dilakukan perkembangan perkembangan
b/d perubahan tindakan keperawatan kerusakan kulit pasien keadaan kulit pasien
status metabolisme selama ….x 24 jam setiap hari secara umum
diaharapkan kerusakan 2.Lakukan perawatan 2.Mencegah
integritas jaringan pasien kulit secara aseptic terjadinya infeksi
teratasi dengan kriteria 3.Pertahanan tempat bakteri pada jaringan
hasil : tidur tetap bersih, kulit terluka
1.Tekstur jaringan normal kering 3.Mencegah
2.Tidak ada tanda tanda 4.Kolaborasikan kontaminasi gesekan
infeksi dengan tim medis yang memperburuk
3.Turgor kulit kembali dalam pemberian keadaan lesi
dalam 1 detik salep 4.Untuk pemberian
obat yang tepat dan
sesuai dengan
kondisi pasien
6 Hipertermia b/d Thermoregulation : 1.Observasi suhu 1.Untuk mengetahui
proses penyakit Setelah dilakukan tindakan tubuh pasien suhu tubuh pasien
keperawatan selam …x24 2.Kompres pasien 2.Mempercepat
jam diharapkan suhu tubuh pada dahi penurunan suhu
pasien dapat kembali 3.Berikan pengobatan tubuh
normal 36oC dengan untuk mengatasi 3.Untuk menghindari
kriteria hasil : penyebab demam adanya kejang
1.Suhu tubuh dalam 4.Kolaborasikan 4.Untuk
rentang normal dalam pemberian obat mempercepat
2.Nadi dan RR dalam penyembuhan pasien
rentang normal
3.Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak ada
pusing

3. Implementasi Keperawtan
Dalam tahap ini akan di laksanakan tindakan keperawatan yang
disesuaikan dengan intervensi atau perencanaan yang dibuat
4. Evaluasi
Evaluasi dibuat dengan melihat perkembangan pasien dan
menggunakan evaluasi sumatif (SOAP)
DAFTAR PUSTAKA

Dochterman, Joanne Mccloskey., Bulechek, Gloria M. 2004. Nursing


Interventions Classification (NIC), Fourth Edition. Missouri: Mosby

Morhead, Sue., Johnson, Marion, Maas, Meriden L., Swanson, Elizabeth. 2006.
Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Missouri: Mosby

Ninuk Dian K, S.Kep.Ners, Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons). 2007. Asuhan


Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam, dkk. 2007. Jurnal Keperawatan Edisi Bulan November.


Surabaya;Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga

NANDA International. 2009. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC

Price, Sylvia Anderson, Wilsom, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit, Ed.6. Vol:2. Jakarta: EGC

Smelltzer, Suzane C., Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah.


Volume 1. Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai