Syok Anafilaksis
Syok Anafilaksis
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Masalah
TINJAUAN PUSTAKA
Estelle et.all (2013) mengatakan tanda dan gejala dari anafilaksis dapat
berupa:
7. Penatalaksanaan
Estelle et.all (2013) mengatakan penatalaksanaan reaksi anafilaksis
sebagai berikut.
1. Evaluasi ABC
2. Posisikan pasien dengan posisi elevasi ekstremitas atas
3. Beri 02 100% 6-8 L/menit (distress nafas)
4. Adrenalin 1:1000 larutan (1mg/ml) disuntikkan 0,3-0,5 ml IM atau
0,01 mg/kgBB Akses infus (14atau 16 gauge) intravena dengan normal
salin
5. Bila tidak ada perbaikan, pemnerian adrenalin dapat diulang 10-15
menit kemudian dengan dosis maksimum 0,5 mg untuk dewasa dan 0,3
mg untuk anak-anak
6. Medikasi lini kedua yang dapat digunakan adalah H1 antihistamin
seperti intravena chlorpheniramine (10 mg) atau dipenhidramin (25-50
mg), cetirizine intra oral; β2 adrenergic agonists, seperti salbutamol
inhaler (2,5 mg/3 mL); glukokortikoid seperti hydrocortison 100-500
mg IM atau IV, metylprednisolon 125-250 mg IV, oral prednisone.
7. Observasi 2-3 kali dalam 24 jam dan hindari agen penyebab.
9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium hanya digunakan untuk memperkuat dugaan
adanya reaksi alergi, bukan untuk menetapkan diagnosis.
Jumlah leukosit
Pada alergi, jumlah leukosit normal kecuali bila disertai dengan infeksi.
Eosinofilia sering dijumpai tetapi tidak spesifik.
Serum IgE total
Dapat memperkuat adanya alergi, tetapi hanya didapatkan pada 60-80%
pasien.
IgE spesifik
Pengukuran IgE spesifik dilakukan untuk mengukur IgE terhadap
alergen tertentu secara in vitro dengan cara RAST (Radio Alergo
Sorbent Test) atau ELISA (Enzim Linked Imunnosorbent Assay). Tes ini
dapat dipertimbangkan apabila tes kulit tidak dapat dilakukan.
Serum tryptase
Pemeriksaan serum triptase dapat digunakan untuk mengidentifikasi
reaksi anafilaksis yang baru terjadi atau reaksi lain karena aktivasi sel
mast. Triptase merupakan protease yang berasal dari sel mast.
Tes kulit Tes kulit
Bertujuan untuk menentukan antibodi spesifik IgE spesifik dalam kulit
pasien yang secara tidak langsung menunjukkan antibodi yang serupa
pada organ yang sakit. Tes kulit dapat dilakukan dengan tes tusuk (prick
test), scratch test, friction test, tes tempel (patch test), intradermal test.
Tes tusuk dilakukan dengan meneteskan alergen dan kontrol pada
tempat yang disediakan kemudian dengan jarum 26 G dilakukan
tusukan dangkal melalui ekstrak yang telah diteteskan. Pembacaan
dilakukan 15-20 menit dengan mengukur diameter urtika dan eritema
yang muncul. Tes tempel dilakukan dengan cara menempelkan pada
kulit bahan yang dicurigai sebagai alergen. Pembacaan dilakukan
setelah 48 jam dan 96 jam.
Tes provokasi
Tes provokasi adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen
langsung kepada pasien sehingga timbul gejala.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Reaksi anafilaksis adalah reaksi hipersensitifitas akut yang
melibatkan dua organ atau lebih (sistem kulit/mukosa dan jaringan
bawah kulit, sistem respirasi, sistem kardiovaskuler, sistem
gastrointestinal). Faktor pemicu timbulnya anafilaksis pada anak-anak,
remaja, dan dewasa muda adalah sebagian besar oleh makanan.
Sedangkan gigitan serangga dan obat-obatan menjadi pemicu timbulnya
reaksi ini pada kelompok usia pertengahan dan dewasa tua.
Perjalanan reaksi ini dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase
sensitisasi, fase aktivasi, dan fase efektor. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala klinis, sedangkan pemeriksaan penunjang digunakan
untuk memperkuat adanya alergi. Reaksi anafilaksis/hipersensitifitas
dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat. Penanganan utama anafilaksis
adalah dengan mengamankan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi serta
terapi adrenalin. Pemberian informasi mengenai alergi di masyarakat
sangat jarang sehingga kami menyarankan agar pemberian informasi
mengenai reaksi alergi, penyebab, gejala, dan bahaya reaksi alergi
diberikan secara lebih luas sehingga masyarakat dapat mengenali dan
melakukan tindakan yang tepat serta dapat mencegah timbulnya reaksi
anafilaksis melalui penghindaran terhadap alergen.
Daftar Pustaka
1. Haryanto et.all. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Alergi Imunologi
Klinik. Edisi kelima. Jakarta: Interna Publishing:2009:367.
2. Estelle et.all. WAO Guideline for the Assessment and Management
of Anaphylaxis. 2011;4:13-37.
3. Suryana Ketut, Suardamana Ketut, Saturti Anom. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam. Anafilaksis/Reaksi
Hipersensitivitas Akut: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah. 2013:577-585.
4. Estele, et.al. World Allergy Organization Anaphylaxis Guidelines:
2013 Update Of The Evidence Base. Int Arch Allergy Immunol
2013;162:193– 204.