Dia menjadi anak keempat Sultan Moehammad Salim, seorang jaksa di sebuah
pengadilan negeri. Karena kedudukan ayahnya Agus Salim bisa belajar di sekolah-
sekolah Belanda dengan lancar, selain karena dia anak yang cerdas.
Dalam usia muda, dia telah menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing; Belanda,
Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman. Pada 1903 dia lulus HBS
(Hogere Burger School) atau sekolah menengah atas 5 tahun pada usia 19 tahun
dengan predikat lulusan terbaik di tiga kota, yakni Surabaya, Semarang, dan
Jakarta.
…Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia
dikarunia bahagia. Anak muda itu namanya Salim, dia anak Sumatera
asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti ujian penghabisan sekolah
menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-
tiga HBS! Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk
belajar menjadi dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak
memungkinkan. – Surat R,A Kartini tertanggal 24 Juli 1903
Dia beranggapan pemberian itu karena usul orang lain, bukan karena penghargaan
atas kecerdasan dan jerih payahnya. Salim tersinggung dengan sikap pemerintah
yang diskriminatif. Apakah karena Kartini berasal dari keluarga bangsawan Jawa
yang memiliki hubungan baik dan erat dengan pejabat dan tokoh pemerintah
sehingga Kartini mudah memperoleh beasiswa?
Karir politik Agus Salim berawal di SI, bergabung dengan HOS Tjokroaminoto dan
Abdul Muis pada 915. Ketika kedua tokoh itu mengundurkan diri dari Volksraad
sebagai wakil SI akibat kekecewaan mereka terhadap pemerintah Belanda, Agus
Salim menggantikan mereka selama empat tahun (1921-1924) di lembaga itu. Tapi,
sebagaimana pendahulunya, dia merasa perjuangan “dari dalam” tak membawa
manfaat. Dia keluar dari Volksraad dan berkonsentrasi di SI.
Pada 1923, benih perpecahan mulai timbul di SI. Semaun dan kawan-kawan
menghendaki SI menjadi organisasi yang condong ke kiri, sedangkan Agus Salim
dan Tjokroaminoto menolaknya. Buntutnya SI terbelah dua: Semaun membentuk
Sarekat Rakyat yang kemudian berubah menjadi PKI, sedangkan Agus Salim tetap
bertahan di SI. Karier politiknya sebenarnya tidak begitu mulus.
Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim dikenal dengan
julukan The Grand Old Man, sebagai bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang
diplomasi. Sebagai pribadi yang dikenal berjiwa bebas. Dia tak pernah mau
dikekang oleh batasan-batasan, bahkan dia berani mendobrak tradisi Minang yang
kuat. Tegas sebagai politisi, tapi sederhana dalam sikap dan keseharian.
Dalam teori komunikasi, pola berpikir seseorang dipengaruhi oleh latar belakang
hidup di lingkungannya. Seorang tokoh yang berperan dalam gerakan moderen
Islam di Indonesia, Agus Salim, memiliki pola berpikir yang dipengaruhi oleh
lingkungannya dalam hal sosial-intelektual. Dia adalah anak dari pejabat pemerintah
yang juga berasal dari kalangan bangsawan dan agama.
Walaupun demikian, tidak berarti bahwa Agus Salim adalah seorang yang anti-
nasionalisme. Perjuangannya dalam mempersiapkan kemerdekaan bangsa kita
adalah bukti bahwa dia adalah seorang yang berjiwa nasionalisme. Perjuangan Agus
salim dalam meraih kemakmuran bagi rakyat Indonesia patut kita apresiasi bersama
sebagai rasa syukur kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya, kenikmatan hidup saat ini yang kita rasakan di Indonesia tak lain dan
tak bukan adalah hasil jerih payah dari para pejuang kemerdekan dan alangkah
lebih baik apabila perjuangan mereka di masa lalu dapat kita hayati untuk
merevitalisasi semangat dalam diri menggali secara konsisten khazanah-khazanah
keislaman, kemoderenan, dan keindonesiaan.