Anda di halaman 1dari 4

Pasien dengan skizofrenia secara tipikal ditemukan memiliki IQ yang rendah baik

sebelum terjadinya onset skizofrenia maupun setelah onset apabila dibandingkan dengan
populasi secara general. Penyebab terjadinya skizofrenia dan hubungan dengan jenis
skizofrenia masih belum diketahui secara jelas10.1016/j.eurpsy.2015.02.007 Meskipun telah
dipercayai bahwa penurunan neuropsikologi merupakan ciri utama dari perkembangan
premorbid skizofrenia menjadi bentuk kronis, masih terdapat beberapa studi longitudinal
yang meneliti perubahan fungsi neuropsikologi sebelum dan sesudah onset skizofrenia.
[10.1176/appi.ajp.2013.12111438]
Defisit neurofisikal paling mudah terlihat terutama pada orang dewasa yang di
diagnosa dengan skizofrenia apabila di bandingkan dengan anak-anak yang defisit
neurofisikal terlihat lebih ringan. Temuan ini menunjukkan bahwa individu dengan
skizofrenia mengalami penurunan relatif dalam fungsi neuropsikologis dari waktu ke waktu
sebelum onset penyakit, dengan stabilisasi dalam fungsi neuropsikologi setelahnya atau
setidaknya sampai dewasa yang lebih tua.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3947263/
Gangguan kognitif terdapat pada berbagai bagian termasuk perhatian, kemampuan
bekerja, ingatan verbal dan visual, ketanggapan, kofnisi sosial dan kecerdasan umum, hal
tersebut merupakan inti dari gangguan dan merupakan target untuk pengobatan. Penurunan
kemampuan tersebut berkontribusi dalam disfungsi social dan pekerjaan dan menimbulkan
penurunan kualitas hidup.
Penurunan intelejensi di definisikan sebagai penurunan kecerdasan saat ini dari
tingkat premorbid pada pasien dengan skizofrenia. Penurunan inteljensi dapat di estimasikan
dengan membandingkan IQ premorbid dan IQ saat ini dengan menggunakan Adult Reading
Test dan the Wechsler Adult Intelligence Scale (WAIS). WAIS telah banyak digunakan untuk
mengukur kinerja intelektual saat ini pada pasien dengan gangguan kejiwaan serta subjek
yang sehat. Beberapa penelitian telah menunjukkan penurunan kognitif yang beragam.
Karena fungsi kognitif dikorelasikan dengan fungsi sosial pada pasien dengan skizofrenia,
macam-macam intervensi termasuk pemulihan kognitif telah digunakan untuk memperbaiki
fungsi kognitif. Beberapa pasien menunjukkan gangguan dalam fungsi kognitif setelah onset
skizofrenia tetapi ada beberapa subjek yang menunjukkan hasil normal dalam pemeriksaan
fungsi kognitif. https://onlinelibrary.wiley.com/doi/full/10.1111/pcn.12474
Patofisiologi terjadinya skizofrenia memiliki hubungan erat dengan keturunan.
Kebanyakan fungsi kognitif juga memiliki komponen genetik dan dapat diturunkan.
Disfungsi kognitif juga telah ditunjukkan pada saudara yang tidak terpengaruh atau saudara
kembar dari orang-orang dengan skizofrenia. Studi genome-wide association (GWASs)
sebelumnya pada skizofrenia dan fungsi kognitif telah menunjukkan bahwa banyak gen atau
varian genetic memediasi fungsi kognitif dan resiko skizofrenia GWAS sebelumnya telah
menjelaskan hingga sekitar 20% dari risiko genetik skizofrenia dan fungsi kognitif yang
buruk.
Menurut studi, varian genetik yang terkait dengan gangguan kognitif termasuk
penurunan intelektual mungkin terkait dengan N-metil-d-aspartat (NMDA)jaringan glutamate
atau ekspresi gen delta 4-desaturase, sphingolipid 2 (DEGS2. Glutamat adalah
neurotransmitter rangsang utama dari sistem saraf pusat (SSP) dan terlibat dalam fungsi saraf
dasar dan proses SSP, termasuk memori, pembelajaran dan plastisitas sinaptik. Penurunan
fungsi transmisi glutamate melalui reseptor NMDA yang merupakan reseptor glutamate
inotropik yang bergantung pada tegangan telah terlibat dalam patofisiologi skizofrenia.
Antagonis reseptor NMDA termasuk phencyclidine dan ketamine, dapat menginduksi gejala
psikotik seperti skizofrenia dan gangguan kognitif pada individu tanpa skizofrenia dan
memperburuk gejala pada pasien skizofrenia. Pasien skizofrenia memiliki kepadatan yang
menyimpang dan komposisi subunit reseptor NMDA pada otak postmortem.
Sejak lahir sampai seterusnya, gen DEGS2 paling banyak diekspresikan dalam
korteks prefrontal dorsolateral (DLPFC) yang merupakan komponen utama dari
korteks asosiatif tingkat tinggi yang terkait dengan skizofrenia dan fungsi kognitif.
Sphingomyelin adalah jenis sphingolipid, dan kelainan sphingomyelin dapat
menyebabkan beberapa penyakit CNS, termasuk skizofrenia. Rendahnya DEGS2
berkorelasi dengan rendahnya distribusi fitosfingolipid. Penelitian lebih lanjut
diperlukan untuk memperjelas peran jaringan glutamat dan ekspresi gen DEGS2
dalam patogenesis penurunan intelejensi pada skizofrenia.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5743746/
Pasien dengan skizofrenia juga ditemukan memiliki perbedaan volume otak
bila dibandingkan dengan orang sehat. Sebuah studi meta-analisis menunjukkan
perubahan progresif pada substansia nigra dan alba. Perubahan ini terlihat jelas pada
satu tahun sejak onset. Perubahan volume otak berubah sesuai usia pada pasien dengan
skizofrenia dan terlihat lebih parah dibandingkan dengan penuaan yang terjadi secara
normal sebelum usia 45 tahun dimana perubahan volume otak terlihat menurun
dengan kecepatan normal. Penurunan substansia alba terjadi lebih lambat
dibangingkan substansi nigra.
Selama proses maturasi otak, terdapat peningkatan volume total otak selama
masa kanak-kanak, dengan bukti penurunan bertahap setelah usia 13 tahun, stabilitas
relatif di usia dewasa muda, dan sedikit penurunan mulai lagi di pertengahan 30-an,
yang berakselerasi di akhir kehidupan, dari sekitar usia 60. Pengurangan volume otak
secara menyeluruh telah ditemukan pada pasien episode pertama tanpa pengobatan,
tetapi pada tingkat yang lebih kecil daripada pada pasien yang diobati, menunjukkan
bahwa pengurangan volume otak hadir pada onset penyakit, dengan bukti kerugian
progresif lebih lanjut karena efek penyakit dan / atau dampak pengobatan.
Faktor lain yang berkorelasi dengan perubahan volume otak adalah
intelejensi. Pada skizofrenia, penurunan volume otak yang berkaitan dengan usia telah
ditemukan terkait dengan perkembangan relatif dari defisit IQ, tetapi sulit untuk
menguraikan hubungan ini dari efek obat.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2215001318300167
Pasien dengan skizofrenia telah menunjukkan defisiensi mielin dan perubahan pada
volume substansi alba yang ditemukan pada jaringan posmortem dan diffusion tensor
imaging (DTI). Hal tersebut juga sudah didukung dengan banyaknya studi hipotesis
mielin. Temuan neuropatologi pada substansia nigra dan alba menunjukkan bahwa
perubahan mielin pada korteks anterior singuata dapat mendasari beberapa deficit
perilaku terkait dengan disfungsi prefrontal.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3372612/

Antipsikotik memiliki dampak yang kecil pada peningkatan intelejensi pada


pasien dengan skizofrenia, sedangkan antipsikotik atipikal telah dilaporkan
mengurangi sebagian kerusakan kognitif pada pasien skizofrenia. Antipsikotik atipikal
lebih unggul daripada antipsikotik tipikal pada peningkatan kerusakan kognitif (efek
ukuran = 0,24), meskipun tidak ada perbedaan dalam peningkatan antipsikotik atipikal
(97). Peningkatan tersebut juga diamati dalam studi spesifik skizofrenia episode
pertama dan skizofrenia onset dini. Sampai saat ini mekanisme bagaimana terjadinya
penurunan intelejensi akibat antipsikotik tetap tidak jelas. Antipsikotik atipikal
memproduksi blokade luas reseptor serotonin (5-HT)2A, stimulasi langsung atau tidak
langsung reseptor 5-HT1A pada tingkat lebih rendah, pengurangan reseptor dopamin
D2. Kemampuan serotonergik pada antipsikotik atipikal mampu mengurangi gangguan
kognitif pada pasien dengan skizofrenia. selain itu, antagonis reseptor 5-HT6 atau 5-
HT7 juga dapat berkontribusi pada efek menguntungkan dari antipsikotik pada fungsi
kognitif. Antikolinergik terkait dengan penurunan fungsi kognitif pada pasien
skizofrenia. tingkat pemberian obat antikolinergik lebih rendah pada pasien yang
diresepkan antipsikotik atipikal dibandingkan dengan mereka yang diberi resep
antipsikotik tipikal, mendukung gagasan bahwa perbaikan kognitif akan berbeda
antara pengguna antipsikotik tipikal dan atipikal. Penghentian penggunaan
antikolinergik jangka panjang akan mengurangi gangguan kognitif pada pasien dengan
skizofrenia.
Gangguan kognitif yang diamati pada skizofrenia dapat dipengaruhi oleh
penurunan aktivitas reseptor asetilkolin muskarinik M1, disfungsi neurotransmisi
glutamatergik NMDA, dan disregulasi serotonergik. Investigasi lebih lanjut sangat
penting untuk mengatasi masalah ini dengan mengidentifikasi target farmakologis baru
yang terkait dengan penurunan intelejensi pada pasien dengan skizofrenia
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5743746/

Anda mungkin juga menyukai