Anda di halaman 1dari 18

35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengujian Bahan

4.1.1 Bahan Aspal

Berdasarkan hasil pengujian bahan aspal yang dilakukan oleh Raditya

R. (2018) dengan menggunakan bahan aspal penetyrasi 60/70 dengan

penambahan kadar lignin sebesar 3%, 6% dan 9%, hasil pengujian

sebagaimana diperlihatkan pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil pengujian Bahan Aspal

Kadar Lignin (%)


No Sifat Satuan
0 3 6 9
1 Penetrasi ˚C 70,5 65,7 58,0 53,6
2 Titik Lembek 0,1 mm 51 55,2 62 57,5
3 Viskositas cSt 570,8 775 827 608,8
4 Daktilitas cm 140 130 101,8 33,5
5 Berat Jenis Aspal gr/cm3 1,0217 1,2857 1,0714 1,3330
6 Penurunan Berat Minyak % 0,2169 0,4051 0,5465 0,4549
Sumber: (R. Raditya, 2018)

Tabel 4.1. diatas memperlihatkan bahwa penambahan kadar lignin

lignin 3% dan 6% telah memenuhi spesifikasi aspal modifikasi dari

Bina Marga (2010), sedangkan pada penambahan kadar lignin 9%

terlihat mengalami penurunan tidak memenuhi kualifikasi pada

pengujian daktilitas yang ditetapkan oleh Bina Marga (2010) yaitu


36

minimal 100 cm. Hal ini dipengaruhi oleh lignin yang mengandung

tiga co-polimer dimensional dari unsur-unsur aromatik dan alifatik

sehingga aspal menjadi keras. Dari hasil pengujian diatas akan

digunakan kadar lignin sebesar 3% dan 6% pada campuran.

4.1.2 Bahan Agregat

Bahan agregat yang digunakan melalui beberapa pengujian sesuai

dengan spesifikasi Bina Marga (2010) berdasarkan pada gradasi

Laston Lapis Permukaan (AC-WC) yang mengacu pada Standar

Nasional Indonesia (SNI), meliputi pengujian analisis saringan, berat

jenis, penyerapatan agregat kasar, keausan agregat (Los Angeles Test),

kekuatan agregat terhadap tumbukan (aggegate impact value) dan

kekuatan agregat terhadap tekanan (aggregate crushing value), untuk

mengetahui sifat-sifat fisik agregat kasar, agregat medium dan agregat

halus. Hasil pengujian sifat fisik dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Hasil Pengujian Agregat

No Jenis Pengujian Satuan Syarat Hasil


A Agregat kasar (SNI 03-1969-1990)
1 Berat jenis bulk gr/cm³ >2,5 2,616
2 Berat jenis SSD gr/cm³ >2,5 2,622
3 Berat jenis semu gr/cm³ >2,5 2,631
4 Penyerapan % <3 0,206
B Agregat butir tengah (SNI 03-1969-1990)
1 Berat jenis bulk gr/cm³ >2,5 2,538
2 Berat jenis SSD gr/cm³ >2,5 2,604
3 Berat jenis semu gr/cm³ >2,5 2,718
4 Penyerapan % <3 2,628
C Abu-batu (SNI 03-1969-1990)
37

1 Berat jenis bulk gr/cm³ >2,5 2,528


2 Berat jenis SSD gr/cm³ >2,5 2,551
3 Berat jenis semu gr/cm³ >2,5 2,558
4 Penyerapan % <3 0,920
Aggregate crushing Maks
D % 2,48
volume 30
Aggregate impact Maks
E % 4,70
volume 30
Los angeles Maks
F % 15,99
abrassion test 40

Dari hasil pengujian bahan agregat yang bertempat di Laboraturium Inti Jalan

Raya Fakultas Teknik Sipil Universitas Lampung menujukkan bahwa agregat

yang digunkan pada penelitian telah memenuhi spesifikasi yang disyaratkan

oleh Bina Marga (2010). Setelah dilakukan pengujian fisik agregat maka

dilanjutkan dengan pengujian analisis saringan yang mengacu pada

AASTHO T-27-82. Hasil analisis saringan ketiga jenis agregat dapat dilihat

pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Analisis Saringan Agregat Kasar, Screening, dan Halus

Diameter Bahan Yang Lolos (%)


Saringan AC-WC
No Total
Agregat Abu
Inci (mm) Screening
Kasar Batu
1 1½” 37,5 - - -
2 1” 25 - - -
3 3/4" 19 100 100 100 100
4 1/2" 12,7 19,88 20,00 50,00 89,88
5 3/8" 9,53 6,35 20,00 50,00 76,35
6 No. 4 4,76 0,06 3,74 45,56 49,36
7 No. 8 2,38 0,00 1,06 35,33 36,39
8 No. 16 1,18 0,00 0,44 22,36 22,80
9 No. 30 0,6 0,00 0,35 14,30 14,66
10 No. 50 0,3 0,00 0,29 8,86 9,15
11 No 100 0,15 0,00 0,23 5,83 6,06
12 No. 200 0,075 0,00 0,12 3,47 3,58
38

0,075 0,15 0,3 0,6 1,18 2,36 4,75 9,5 12,7 19

Gambar 4.1. Grafik Gradasi Agregat Hasil Analisis Saringan.

Hasil gradasi agregat dari analisis saringan pada Gambar 4.1. akan

digunakan untuk menentukan proporsi campuran pada campuran beraspal.

4.2. Perencanaan Campuran Beraspal

4.2.1. Desain Gradasi Campuran

Terlebih dahulu dilakukan pengujian analisis saringan pada masing

masing fraksi agregat AC-WC yang akan digunakan. Gradasi

campuran harus memenuhi batas-batas sesuai dengan spesifikasi

yang ditetapkan oleh Bina Marga (2010). Hasil Proporsi agregat

dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Proporsi Agregat

Bahan agregat Yang Lolos (%)


Diameter
AC-WC Tertahan
Saringan AC-WC
Agregat Agregat Abu (%)
(mm) Screening Total
(1-2) (0,5-1) Batu
23,65% 26,99% 45,78% 3,58%
19 100 23,65 26,99 45,78 3,58 100 -
12,7 90 – 100 15,67 26,99 45,78 3,58 92,02 7.98
39

9,53 77 – 90 5,01 26,99 45,78 3,58 81,36 10.66


4,76 53 – 69 0,05 5,05 41,71 3,58 55,40 25.96
2,36 33 – 53 - 1,43 32,35 3,58 37,36 18.04
1,18 21 – 40 - 0,60 20,47 3,58 24,65 12.71
0,6 14 – 30 - 0,48 13,10 3,58 17,16 7.50
0,3 9 – 22 - 0,39 8,12 3,58 12,09 5.07
0,15 6-15 - 0,31 5,33 3,58 9,23 2.86
0,075 4-9 - 0,16 3,17 3,58 6,92 4.30

Gambar 4.2. Kurva Gradasi Agregat pada Campuran.

4.2.2. Kadar Aspal Rencana

Setelah gradasi gabungan memenuhi spesifikasi maka akan

didapatkan presentase Coasrse Aggregate (CA) yaitu agregat yang

lolos saringa 19 mm dan tertahan disaringan 2,36 mm, Fine

Aggregate (FA) yaitu agregat yang lolos saringan diameter 2,36 dan

tertahan saringan diameter 0,075 mm dan Filler yaitu agregat yang

lolos saringan diameter 0,075 mm. Hasil perhitungan proporsi

agregat dapat dilihat pada Tabel 4.5.


40

Tebel 4.5. Presentase Agregat

Proporsi Agregat (%)


CA FA Filler
44,60 50,57 4,93

Setelah didapatkan presentase masing masing fraksi agregat maka

selanjutnya dibuatkan sampel sebanyak 18 buah dengan variasi

kadar aspal sesuai dengan perhitungan kadar aspal rencana (Pb)

dihitung sebagai berikut:

Pb = 0,035 (%CA) + 0,045 (%FA) + 0,180 (%Filler) + K

= 0,035 (44,60) + 0,045 (50,57) + 0,18 (4,93) + 0,75

= 5,4696 ≈ 5,5%

Laston AC-WC memiliki nilai konstanta sebesar 0,5-1,0, maka

diambil konstanta sebesar 0,75, Berdasarkan Pb yang diperoleh

maka, perkiraan rentang kadar aspal rencana dapat dilihat dalam

Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Perkiraan Nilai Kadar Aspal

Pb – 1 % Pb – 0,5 % Pb Pb + 0.5 % Pb + 1%
4,5% 5% 5,5% 6% 6,5%

Berdasarkan nilai perkiraan kadar aspal rencana yang telah

diperoleh, dilanjutkan dengan meghitung masing-masing fraksi

campuran agregat yang diperlukan untuk pembuatan benda uji.


41

4.3.3. Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO)

Kadar aspal optimum didapatkan berdasarkan dari hasil pengujian

Marshall, dalam pengujian Marshall terdapat parameter-parameter

campuran beraspal yang disajikan dalam bentuk grafik. Hasil

pengujian pengujian dapat dilihat pada grafik hubungan kadar aspal

dengan sifat-sifat campuran dan kadar aspal optimum dalam Gambar

4.3.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
42

kadar aspal 4,5 5 5,5 6 6,5


stabilitas
flow
MQ
VIM
VMA
VFB
KAO 5,1% 5,6% 6,1%

(g) (h)

Gambar 4.3. Grafik hubungan kadar aspal dengan (a) Stabilitas,


(b) Flow, (c) VIM, (d) VFB, (e) VMA, (f) MQ, (e)
Density. (h) Kadar Aspal Optimum Aspal Penetrasi
60/70.

Dari Gambar 4.3. dapat disimpulkan bahwa nilai stabilitas, flow,

MQ, dan VMA telah memenuhi spesifikasi. Sedangkan nilai VIM

dan VFB ada beberapa yang tidak memenuhi spesifikasi pada kadar

aspal 4,8% - 6,1%. Untuk Nilai MQ dan kepadatan pada spesifikasi

Bina Marga 2010 tiadak mempunyai persyaratan. Nilai kadar aspal

optimum diambil dari nilai tengah kadar aspal yang memenuhi

spesifikasi yaitu 5,6%, nilai ini juga digunakan sebagai KAO dengan

penambahan kadar lignin 3% dan 6%.

Berdasarkan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh

Wayan Anggi W.R. (2018) pada skripsi yang berjudul Kajian

Komparatif Durabilitas Campuran aspal Beton Menggunakan

Bahan Pengikatn yang Berbeda menggunakan KAO sebesar 6,3%

dengan bahan aspal penetrasi 60/70 dan gradasi AC-WC, sehingga

nilai KAO campuran aspal penetrasi 60/70 tidak berbeda jauh dan

dapat digunakan.
43

4.3. Pengaruh Penambahan Lignin Terhadap Karakteristik Marshall

Untuk mengetahui pengaruh penambahan lignin terhadap karakteristik

marshall campuran aspal, dilakukan pengujian marshall terhadap campuran

aspal. Setelah pembuatan sampel, dilakukan pengukuran tinggi dan berat

sampel untuk mendapatkan data-data volumetrik. Sampel direndaam selama

24 jam kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat dalam air dan berat

dalam keadaan kering permukaan (SSD). Sebelum melakukan pengujian

sampel benda uji direndam secara terus menerus dalam waterbath dengan

suhu 60⁰ selama 30 menit sesuai dengan standar pengujian, kemudian akan

dibandingkan dengan penelelitian terdahulu menggunakan aspal modifikasi

JAP, dan TPS 5%. Pada pengujian viskositas yang telah dilakukan oleh

Rukmananda R. (2018) tidak dilakukan pengujian viskositas kinematik aspal

secara berkala dan hanya melakukan pengujian dengan suhu 135ºC pada

masing-masing jenis aspal yang digunakan, maka sesuai Spesifikasi Umum

2010 Divisi 6 ditentukan suhu pencampuran sebesar 155°C ± 1°C dan suhu

pemdatan antara 145°C ± 1°C untuk aspal penetrasi 60/70.

Tabel 4.7. Hasil pengujian marshall rendaman 60⁰.

Campuran Stabilitas Flow MQ


Aspal Min. 1000 Kg 2-4 mm Min. 250 Kg
1.489,69 5,2 286,48
Lignin (0%) 1.298,55 3,4 381,93
1.409,82 4,5 313,29
1.526,51 4,3 355,00
Lignin (3%) 1.522,61 5,3 287,29
1.440,86 4,2 343,06
1.557,10 6 259,52
Lignin (6%) 1.502,82 4,9 306,70
1.504,02 5,6 268,58
JAP 1.604,70 3,5 456,90
TPS (5%) 1.880,44 3,1 614,70
44

4.3.1 Pengaruh Kadar Lignin Terhadap Stabilitas

Dapat dilihat pada Gambar 4.4. bahwa penambahan kadar lignin dapat

meningkatkan nilai stabilitas pada campuran beraspal. Pada kadar

lignin 3% nilai stabilitas rata-rata sebesar 1.496,66 mengalami

kenaikan pada kadar lignin 6% menjadi 1.521,31 dibandingakan

dengan tanpa penambahan lignin yang hanya mencapai rata-rata

sebesar 1.399,35. Peningkatan nilai stabilitas campuran diakibatkan

penambahan kadar lignin yang dapat mengurangi sensitifitas aspal

terhadap suhu, sehingga campuran tetap bekerja secara maksimal

setelah direndam dengan suhu tinggi, namun lebih rendah jika

dibandingkan dengan nilai satabilitas yang didapat dengan

menggunakan campuran aspal JAP dan TPS 5%. Hal ini bisa terjadi

dikarenakan perbedan peoporsi agregat KAO yang digunakan.

Gambar 4.4. Grafik hubunngan penambahan lignin terhadap


Stabilitas.
45

4.3.2 Pengaruh Kadar Lignin Terhadap Kelelehan (Flow)

Penambahan kadar lignin mengakibatkan kenaikan nilai flow, dapat

dilihat pada Gambar 4.5. bahwa nilai rata-rata flow meningkat seiring

penambahan kadar lignin. Penambahan lignin dalam campuran

beraspal dapat mempengaruhi elastisitas campuran yang diakibatkan

oleh pengaruh suhu rendaman, sehingga campuran beraspal tetap

dapat menahan beban setelah mengalami deformasi. Berbeda dengan

campuran aspal yang menggunakan JAP dan TPS 5% yang hanya

mencapai 3,5 dan 3,1 mm. Semakin kecil nilai flow menandakan

bahwa campuran tersebut akan mudah mengnalami keretakan atau

getas.

Gambar 4.5. Grafik hubungan penambahan lignin terhadap Flow.

4.3.3 Pengaruh Kadar Lignin Terhadap Marshall Quoitent (MQ)

Nilai MQ sebanding dengan nilai stabilitas, dapat dilihat pada Gambar

4.6. bahwa nilai MQ semakin menurun seiring dengan penambahan

kadar lignin. Hal ini berkaitan dengan kenaikan nilai flow (elastisitas),
46

penambahan kadar lignin dapat mengurangi kekakuan terhadap

campuran beraspal. Sementara nilai MQ mengalami kenaikan pada

campuran yang menggunakan JAP dan TPS 5%, terlihat penggunaan

TPS 5% mempunyai nilai MQ tertinggi. Hal ini menandakan bahwa

campuran TPS 5% memeiliki kekauan tertinggi dari semua campuran,

nilai MQ yang terlalu tinggi mengakibatkan campuran terlalu kaku

dan akan mudah mengalami keretakan.

Gambar 4.6. Grafik hubunngan penambahan lignin terhadap MQ.

4.4. Pengaruh Kadar Lignin Terhadap Suhu Perendaman

Aspal yang termodifikasi disini adalah aspal penetrasi 60/70 yang sudah

ditambahkan kadar lignin yang berbeda. Pengaruh suhu disimulasikan

dengan suhu rendaman selama 30 menit dengan variasi suhu 45˚C, 60 ˚C, dan

75 ˚C.
47

4.4.1 Pengaruh Suhu Perendaman Terhadap Stabilitas Aspal

Termodifikasi

Hasil pengujian marshall berupa nilai stabilitas dengan penambahan

kadar lignin disajikan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Nilai stabilitas pasca perubahan suhu

Lignin Suhu (⁰C)


(%)
45 60 75
1.598,83 1.425,38 1.368,24
0 1.513,61 1.319,16 1.401,13
1.547,67 1.409,82 1.326,23
1.602,94 1.526,51 1.336,36
3 1.723,40 1.522,61 1.381,93
1.646,41 1.440,86 1.420,57
1.784,79 1.557,10 1.452,96
6 1.803,82 1.502,82 1.326,68
1.686,65 1.504,02 1.390,48

Gambar 4.8. Perbandingan Nilai Stabilitas Campuran dengan Suhu


Perendaman.
48

Dapat dilihat pada Gambar 4.8. bahwa semakin tinggi suhu

rendaman, nilai stabilitas pada ketiga campuran cenderung

mengalami penurunan. Penurunan niliai stabilitas dapat dikaitkan

dengan hilangnya adhesi atau stripping.

Dengan semakin tingginya suhu perendaman mengakibatkan

berkurangnya adhesi atau ikatan antara aspal dan agregat

mengakibatkan rongga dalam campuran terus meningkat, sehingga

peluang terjadinya kehilangan durabilitas juga semakin besar.

4.4.2 Pengaruh Suhu Rendaman Terhadap Kelelehan (Flow)

Pada Tabel 4.9. disajikan data hasil uji marshall berupa nilai kelelehan

pada campuran aspal penetrasi 60/70 dengan penambahan lignin

sebesar 0%, 3%, dan 6%. Sedangkan Gambar 4.9. merupakan grafik

dari nilai kelelehan terhadap perubahan suhu pada ketiga campuran.

Tabel 4.9. Nilai Kelelehan Pasca Perubahan Suhu

Lignin Suhu (⁰C)


(%) 45 60 75
5 5,2 5
0 3,8 3,4 4,7
3,6 4,5 4,1
4,5 4,8 4,6
3 5 5,3 5,8
4,3 5,1 5
4,7 5,8 5,2
6 6,2 4,9 5,4
5,1 5,6 6,3
49

Gambar 4.9. Grafik Perbandingan Nilai Kelelehan dengan Suhu.

Dari hasil pengujian terlihat pada Gambar 4.9. nilai rata-rata flow

cenderung meningkat seiring dengan kenaikan suhu. Peningkatan

nilai kelelehan mengakibatkan penurunan kinerja campuran aspal

menahan beban yang diberikan. Selain itu, hal ini berkaitan dengan

peningkatan rongga dalam campuran yang disebabkan oleh kenaikan

suhu, dimana rongga tersebut telah terisi air dan melemahkan ikatan

atar aspal dan agregat sehingga mengurangi kemapuan campuran

aspal dalam menahan beban atau deformasi yang ditimbulkan ketika

diberikan beban yang lebih besar.

4.4.3 Pengaruh Suhu Rendaman Terhadap Marshall Quoittent (MQ)

Hasil uji marshall pengaruh rendaman terhadap nillai marshall

quoitent akan disajikan pada Tabel 4.10.


50

Tabel 4.10. Nilai MQ Pasca Perubahan Suhu

Lignin Suhu (⁰C)


(%) 45 60 75
319,77 286,48 273,65
0 422,06 381,93 298,11
429,91 313,29 323,47
356,21 318,02 290,51
3 344,68 287,29 238,26
382,89 282,52 284,11
379,74 268,47 279,42
6 290,94 306,70 245,68
330,72 268,58 220,71

Gambar 4.11. Grafik Perbandingan Nilai MQ dengan Suhu.

Nilai MQ sebanding dengan stabilitas, dimana nilai stabilitas ketiga

campuran juga mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya

suhu perendaman. Pada penambahan kadar lignin 6% penurunan

nilai MQ lebih besar jika di bandingkan dengan campuran lainya.

Hal ini diartikan bahwa penambahan kadar lignin 6% memiliki

ketahanan yang lebih baik terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh

kenaikan suhu dan air.


51

4.5. Durabilitas Campuran Aspal Termodifikasi

Pengaruh suhu perendaman terhadap kinerja durabitas campuran AC-WC

aspal penetrasi 60/70 dan aspal termodisikasi dilihat dari nilai Indeks

Kekuatan Sisa (IKS). Hasil pengujian durabilitas disajikan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Hasil Pengujian Durabilitas

Suhu Stabilitas Rata-rata (Kg) IKS (%)


Lignin (%) 𝑆2
(⁰C) S1 S2 (𝑆1 𝑥 100%)
45 1.553,37 1.428,57 91.97
0 60 1.384,79 1.273,39 91.96
75 1.758,42 1.583,52 91.76
45 1.657,58 1.494,13 90.14
3 60 1.496,66 1.348,32 90.09
75 1.521,31 1.369,69 90.01
45 1.758,42 1.583,52 90.05
6 60 1.379,62 1.241,62 90.03
75 1.390,04 1.238,52 89.10
JAP 60 - - 85,76
TPS 5% 60 - - 99,85

Gambar 4.11. Grafik Nilai Indeks Kekuatan Sisa.

Nilai IKS sebesar 90% dengan suhu rendaman 60⁰C merupakan nilai

minimum yang disyaratkan oleh Bina Marga (2010) terhadap kerusakan yang
52

disebabkan oleh pengaruh suhu dan air. Pada Tabel 4.11. ditampilkan hasil

pengujian pengaruh suhu pada aspal Penetrasi 60/70 dan aspal penetrasi 60/70

termodifikasi dengan penambahan lignin sebesar 3% dianggap cukup tahan

terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh suhu dan air. Sedangkan pada

pengujian dengan suhu percobaan sesuai dengan kondisi cuaca di Indonesia

yang mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim panas

disimulasikan dengan suhu variasi rendaman 45⁰C dan suhu tinggi 75⁰C,

terlihat pada pengujian dengan suhu percobaan 45⁰C telah mencapai 90%

sehingga dianggap cukup tahan terhadap suhu yang telah ditentukan,

sementara pada pengujian dengan suhu 75⁰C menunjukkan bahwa

penambahan lignin 6% hanya mencapai 89,10%, dengan hasil ini dianggap

tidak tahan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh pengaruh suhu tinggi

yang disimulasikan dengan suhu rendaman 75⁰C.

Nilai IKS mengalami penurunan seiring dengan kenaikan suhu rendaman, hal

ini berkaitan dengan hilangnya adhesi, dengan semakin tingginya suhu

perendaman mengakibatkan berkurangnya adhesi atau ikatan antara aspal dan

agregat mengakibatkan rongga dalam campuran terus meningkat, sehingga

peluang terjadinya kehilangan durabilitas juga semakin besar.

Dari hasil pengujian, jika dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu

yang menggunakan aspal modifikasi JAP dan TPS 5% oleh Wayan Anggi

W.R. (2018), menunjukkan bahwa campuran TPS 5% memiliki nilai IKS

tertinggi yaitu sebesar 99,85% dan campuran JAP memiliki nilai IKS terkecil

yang hanya mencapai 85,76%.

Anda mungkin juga menyukai