Anda di halaman 1dari 8

Sabrina Farah Salsabilla

15316046

KUIS LUMPUR
Senin, 23 April 2019

1. Apa yang anda ketahui mengenai oil sludge?


Oil sludge adalah limbah yang terjadi pada kegiatan pengolahan, penyaluran, dan penampungan
minyak bumi. OS dapat berupa lumpur atau pasta yang berwarna hitam. Terkadang, OS tercampur
dengan tanah, kerikil, air, dan bahan lainnya dan dihasilkan dari pengendapan partikel-partikel
halus dari BBM. Kandungan OS biasanya berupa bahan-bahan logam berat yang berasal dari
refinery minyak.
OS merupakan limbah jenis B3 (bahan berbahaya beracun) sebagai hasil pencampuran bahan
kimia pada saat pengolahan. Sifatnya antara lain: toxicity, flammability, reactivity, dan corrosivity
dapat mencemari lingkungan hidup dan membahayakan kesehatan manusia. Kandungan
terbesarnya adalah potreolum hidrokarbon.

2. Apakah perbedaan karakteristik dari oil sludge yang terproduksi pada industry hulu dan hilir
minyak dan gas?
Perbedaan karakteristik oil sludge pada industri hulu dan hilir adalah sebagai berikut.
Industri Hulu Industri Hilir
Lumpur yang berasal dari sumur minyak Lumpur dari padatan emulsi minyak kotor
Lumpur yang berasal dari sedimen tasar tangki
Lumpur pembersih penukar panas
minyak mentah
Lumpur dari residu pemisah minyak. Misal:
Lumpur yang berasal dari pengeboran residu American Petroleum Institute (API) separator,
lumpur Parallel Plate Interceptor (PPI), Corrugated Plate
Interceptor (CPI)
Lumpur dari bagian bawah tangki penyimpanan.
Misal: Flocculation-Flotation Unit (FFU), Dissolved
Air Flotation (DAF), dan Induced Air Flotation
(IAF)
Kelebihan lumpur dari instalasi pengolahan air
biologis
Sabrina Farah Salsabilla
15316046

3. Sebutkan sumber limbah (oil sludge) dari kegiatan/industry minyak dan gas (sesuai dengan PP
No. 101 Tahun 2014).

Berdasarkan PP No. 101 Tahun 2014, sumber limbah untuk jenis kegiatan kilang minyak dan gas
bumi antara lain sebagai berikut.
1) Proses pemurnian dan pengilangan minyak bumi menghasilkan gas atau LPG, naptha, avigas,
avtur, gasoline, minyak tanah atau kerosin, minyak solar, minyak diesel, minyak bakar atau
bensin, residu, pelarut, wax, lubricant, dan aspal
2) Proses pemurnian dan pengolahan gas alam menjadi liquefied natural gas (LNG) dan liquefied
petroleum gas (LPG)
3) Proses pembuatan minyak pelumas, oli dan gemuk yang berbahan dasar minyak
4) Proses pengolahan minyak dan gas bumi
5) Unit dissolved air flotation (DAF)
6) Pembersihan heat exchanger
7) Tangki penyimpanan minyak dan gas bumi

4. Apakah yang disebut dengan drilling cutting mud dan bagaimana pengelolaan lumpur jenis ini?
Pengertian Drilling Cutting Mud
Drilling cutting mud adalah lumpur yang digunakan pada proses pengeboran yang bertujuan
untuk mengekstraksi minyak dan gas, pengambilan sampel inti, dan keperluan lainnya. Lumpur
ini biasanya digunakan untuk melumasi mata bor dan mengangkut potongan bor ke permukaan.
Terdapat tiga jenis drilling cutting mud, yakni: lumpur berbasis air, lumpur berbasis minyak, dan
lumpur berbasis sintetis. Jenis yang paling sering digunakan adalah jenis sintetis.
Lumpur ini diklasifikasikan sebagai limbah khusus menurut EPA AS, dan dibebaskan dari banyak
peraturan federal.
Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 21 Tahun 2017, lumpur
bor (Drilling Mud) yang selanjutnya disebut Lumpur Bor adalah fluida yang dipakai dalam
Pengeboran Panas Bumi. Sementara itu, limbah lumpur bor adalah sisa lumpur bor yang sudah
tidak dipergunakan pada Pengeboran Panas Bumi. Serbuk Bor (Drilling Cutting) yang selanjutnya
disebut Serbuk Bor adalah potongan dari batuan formasi dan/atau material Iain yang dikeluarkan
dari lubang bor pada saat Pengeboran Panas Bumi.
Sabrina Farah Salsabilla
15316046

Pengelolaan Drilling Cutting Mud


Pengelolaan lumpur ini biasanya dilakukan dengan lumpur yang diresirkulasi, untuk membantu
mengurangi limbah dengan menggunakan kembali lumpur sebanyak mungkin. Jika proses
pengeboran telah selesai, limbah pun harus dibuang dengan cara tertentu. Metode yang biasa
digunakan adalah penguburan pit, dimana limbah ditempatkan dalam penggalian buatan atau
alami. Namun, untuk limbah yang mengandung minyak dan bahan kimia industry dengan
konsentrasi tinggi, metode penguburan bukanlah langkah yang tepat.
Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 21 Tahun 2017,
pengelolaan drilling cutting mud diatur pada Bab IV Pasal 7.
- Pengelolaan Limbah Lumpur Bor dan Serbuk Bor dimulai dari terbentuknya timbulan,
pengangkutan, penampungan sementara, hingga Pemanfaatan dan/atau
Penimbunan.
- Timbulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Limbah Lumpur Bor dan
Serbuk Bor yang dihasilkan dari Pengeboran Panas Bumi setelah melalui proses
pemisahan fase padat dan fase cair, - 8 - yang untuk selanjutnya akan dilakukan
pengangkutan ke penampungan sementara.
- Untuk pengangkutan Limbah Lumpur Bor dan Serbuk Bor sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), Badan Usaha wajib menggunakan kendaraan yang memenuhi standar
keselamatan dan menghindari terjadinya tumpahan atau ceceran pada proses
pengangkutan Limbah Lumpur Bor dan Serbuk Bor.
- Penampungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibangun sesuai
dengan ketentuan dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
- Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa: a. Pemanfaatan ex
situ oleh pihak ketiga; atau b. Pemanfaatan in situ oleh Badan Usaha.
- Pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, berupa badan hukum yang
memiliki usaha di bidang pembuatan bahan konstruksi.
- Pemanfaatan ex situ dan Pemanfaatan in situ sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
digunakan untuk material konstruksi seperti lapis pondasi atas jalan {road base),
bahan pelapis jalan beton, pembuatan binding penahan tanah dan beton, bahan baku
atau campuran bahan baku batako serta kegunaan lainnya sebagai bahan konstruksi
Sabrina Farah Salsabilla
15316046

sesuai dengan ketentuan dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
- Penimbunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengikuti tata
cara dan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di
bidang pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup.

5. Sebutkan dan jelaskan faktor yang memengaruhi banyaknya kuantitas dari oil sludge yang
terbentuk pada industry minyak dan gas?
Kuantitas dari oil sludge dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut.
- Karakteristik dari minyak mentah (misal: viskositas)
- Skema proses pada kilang
- Metode penyimpanan minyak
- Kapasitas penyulingan:
Jika kapasitas penyulingan lebih besar, oil sludge yang dihasilkan akan semakin banyak

6. Sebutkan dan jelaskan sedikitnya 5 teknik pengelolaan oil sludge.


Berikut beberapa teknik pengelolaan oil sludge.
1) Solvent Extraction
Sebuah metode untuk memisahkan senyawa berdasarkan keralutan relatifnya pada dua
cairan tak larut yang berbeda. Cairan yang tidak bercampur ini adalah cairan yang terpisah
menjadi beberapa lapisan ketika diguncang bersama. Cairan ini biasanya berupa air dan
pelarut organik. Prinsip yang digunakan dalam metode ini adalah ekstraksi zat dengan pelarut.
Senyawa organik dan anorganik akan dipisahkan dengan menambahkan benzene, kloroform.
Setelah dikocok, cairan akan terbagi menjadi dua lapisan. Lapisan yang tidak berair akan
dihilangkan dan didistilasi untuk memperoleh lumpur yang telah diolah.
Efisiensi penyisihan oleh metode ini adalah 70%. Kelebihan dari metode ini adalah sederhana,
efisien, dan menghemat waktu. Namun, untuk skala besar, efisiensinya akan menurun.

2) Centrifugation
Sebuah metode untuk memisahkan partikel dari larutan berdasarkan bentuk, ukuran, massa
jenis, dan viskositas medium dan kecepatan rotor. Prinsipnya adalah menempatkan partikel-
partikel tersuspensi dalam media cair pada tabung centrifuge. Kemudian, tabung
Sabrina Farah Salsabilla
15316046

ditempatkan di rotor dan berputar pada kecepatan yang telah ditentukan. Pemisahan
dilakukan dengan gravitasi.
Efisiensi penyisihan oleh metode ini kurang dari 50%. Kelebihannya adalah efisien dan tidak
memerlukan energy yang tinggi. Namun, dibutuhkan lahan yang luas dan sangat mahal.

3) Surfactant EOR
Metode ini digunakan dengan menurunkan tegangan antar muka, meningkatkan mobilitas
minyak sehingga terjadinya perpindahan minyak yang lebih baik dari air yang disuntikkan.
Secara spesifik, surfaktan EOR meningkatkan kemampuan basah batuan berpori yang
memungkinkan air mengalur melaluinya dengan lebih cepat menggantikan lebih banyak
minyak.
Efisiensi penyisihan dari metode ini adalah 80%. Kelebihannya adalah cepat dan harganya
tidak terlalu mahal. Namun, metode ini tidak ramah lingkungan dan resisten terhadap
biodegradasi.

4) Pyrolysis
Metode ini adalah metode dengan mendekomposisi materi organic pada suhu tinggi dalam
ketiadaan oksigen. Biasanya, proses ini dilakukan pada suhu 430oC di bawah tekanan tertentu.
Pada proses-proses tertentu, pirolisis dapat menghasilkan karbon sebagai residu, dan proses
ini disebut karbonisasi.
Efisiensi penyisihan dari metode ini adalah 70%. Kelebihan dari metode ini adalah mudah dan
sederhana. Namun, konsumsi energi sangat tinggi, dan dibutuhkan biaya yang tinggi untuk
pemeliharaannya.

5) Stabilization/Solidification
Metode dengan mengurangi mobilitas dengan mengikat senyawa hingga stabil. Metode ini
dapat dilakukan dengan memanaskan dan mendidihkan. Lumpur distabilkan untuk mencegah
kerusakan anaerob secara alami selama penyimpanan lumpur.
Efisiensi penyisihan dari metode ini adalah 90%. Kelebihannya adalah cepat dan efisien.
Namun, metode ini hanya dapat mengelola lumpur dengan kadar air yang rendah.
Sabrina Farah Salsabilla
15316046

7. Jelaskan pengertian serta perbedaan teknologi pemulihan lahan tercemar (akibat keberadaan
oil sludge) secara In-Situ dan Eks-Situ.

Secara definisi, berikut perbedaan antara pemulihan lahan tercemar secara in-situ dan eks-situ.
- Pemulihan secara in-situ: kegiatan membersihkan permukaan tanah yang dilakukan langsung
di lokasi. Metode pembersihan ini berlangsung dengan cara pembersihan, kemudian injeksi
atau venting dan kemudian bioremediasi.
- Pemulihan secara eks-situ: kegiatan membersihkan permukaan tanah yang dilakukan
langsung di lokasi. Metode pembersihan ini berlangsung dengan cara pembersihan,

kemudian injeksi atau venting dan kemudian bioremediasi.

Remediasi In-Situ Remidiasi Eks-Situ

Bioventing Biopiles

Enhanced bioremediation Landfarming

Phytoremediation Slurry Phase

Soil Flushing Chemical Extraction

8. Berdasarkan KepMen LH 128 tahun 2003, end point criteria untuk pengolahan lumpur
menggunakan teknik bioremediasi adalah 1% TPH. Namun berdasarkan PP 101 tahun 2014
tentang Pengelolaan Limbah B3 lumpur/tanah bisa saja tidak memerlukan pengolahan.
Sebutkan kriteria apa yang dipakai PP 101 yang memungkinkan lumpur/tanah tidak perlu
diolah?
o Konsentrasi maksimum TPH awal sebelum proses pengolahan biologis adalah tidak lebih
dari 15%
o Konsentrasi TPH yang sebelum proses pengolahan lebih dari 15% perlu dilakukan
pengolahan atau pemanfaatan terlebih dahulu dengan mempertimbangkan teknologi
yang tersedia dan karakteristik limbah.
o Hasil uji TCLP logam berat berada di bawah baku mutu seperti yang dicantumkan di dalam
Kep-04/Bapedal/09/1995
Sabrina Farah Salsabilla
15316046

o Ketentuan persyaratan limbah minyak bumi lain yang bersifat spesifik akan diatur
kemudian dan disesuaikan dengan karakteristik dan komposisi limbah.

9. Sebutkan bagaimana cara penanganan hasil olahan dari tanah tercemar limbah minyak
bumi/oil
sludge setelah proses pengolahan yang sesuai denga KepMen LH No 128 tahun 2003
Berdasarkan Kepmen LH No. 128 Tahun 2003, penanganan hasil olahan adalah sebagai berikut.
1. Sebelum melakukan kegiatan pengelolaan terhadap hasil olahan pasca operasi, maka
pengelola melaporkan rencana kegiatan tersebut kepada KLH.
2. Hasil olahan ditimbun ke landfill jika hasil analisis lebih dari pada baku mutu yang
dipersyaratkan pada Tabel 2 Keputusan ini dengan kategori landfill sesuai dengan hasil analisis
minyak bumi (mengacu kepada Kep-04/Bapedal/09/1995).
3. Hasil olahan dapat ditempatkan ke lokasi dimana proses pengolahan biologis sebelumnya
berlangsung jika hasil analisis memenuhi baku mutu yang dipersyaratkan pada Tabel 2
Keputusan ini dengan memberikan tanda dan titik koordinat pada lokasi.

4. Hasil olahan dapat ditempatkan ke lokasi lain yang masih berada di sekitar area internal
penghasil limbah jika hasil analisis memenuhi baku mutu.
5. Persyaratan lahan penempatan hasil olahan tersebut sedapat mungkin terkonsentrasi pada
satu area (tidak menyebar).
6. Persyaratan lahan penempatan hasil olahan tersbeut harus merupakan daerah bebas banjir,
bukan daerah resapan atau sumber mata air, bukan daerah air permukaan dangkal (< 4 m)
dan bukan daerah yang dilindungi.
Sabrina Farah Salsabilla
15316046

7. Penempatan hasil olahan pada lahan dengan kedalaman air tanah kurang dari 4 (empat) m,
bagian dasar lahan dilapisi dengan tanah lempung setebal minimum 60 cm.
8. Penanganan hasil olahan yang dilakukan seperti yang dicantumkan pada butir 4, maka air lindi
atau air cucian diatur agar arah aliran tidak menyebar ke media lingkungan lain, seperti air
tanah, persawahan, perkebunan atau air sungai.
9. . Setelah ditempatkan di atas lahan, di atas hasil olahan dapat ditanami tumbuhan yang bukan
termasuk jenis yang dapat dikonsumsi.
10. Hasil olahan yang ditempatkan di luar area penghasil limbah harus memperoleh ijin dari KLH.
11. Hasil olahan yang dimanfaatkan untuk keperluan tertentu, seperti bahan pencampur lapisan
jalan, material bangunan dan lain-lain harus memperoleh ijin dari KLH.

10. Sebanyak 1000-ton oil sludge dengan TPH awal 9% harus diproses untuk mencapai TPH 1%.
Dengan berpedoman kepada KepMen LH No. 128 tahun 203, maka kajilah 2 alternatif
bioremediasi yaitu dengan Biopile dan Landfarming. Hitung kebutuhan luasan lahan untuk
keduanya dan hitung pula kebutuhan power dalam kg O2/jam untuk biopile (asumsi % C dalam
TPH adalah 82% ; 1 mol C terdegradasi sebanding dengan 1 mol O2 yang diperlukan; 1 kg O2/jam
sebanding dengan 1 kWh).

Anda mungkin juga menyukai