Disusun oleh:
FAKULTAS TEKNIK
2019
PRAKATA
Puji dan syukur Penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
sudah memberikan limpahan rahmat dan karunia pada Penyusun dalam Penyusunan
makalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja – Sistem Pemadam Kebakaran ini.
Sehingga akhirnya tersusunlah materi makalah yang sistematis ini. Hal ini
Penyusun lakukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keselamatan , Kesehatan
Kerja, dan Perawatan - Perbaikan Mesin. Dengan selesainya makalah ini, maka
tidak lupa Penyusun ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah
membantu Penyusun dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada :
1. Bapak Drs. Sunyoto, M. Si. dan Bapak Rizki Setiadi, S. Pd. selaku dosen
pengampu Mata Kuliah Keselamatan , Kesehatan Kerja, dan Perawatan -
Perbaikan Mesin.
2. Orang tua Penyusun atas doa dan dukungannya sehingga tugas makalah
ini berjalan lancar.
3. Rekan-rekan yang telah memberikan dorongan untuk menyelesaikan tugas
ini.
Penyusun memohonkan saran dan kritiknya apabila terdapat banyak
kekurangan pada hasil makalah yang sudah Penyusun buat. Semoga makalah ini
memberi banyak manfaat kepada banyak pihak. Terima kasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kebakaran merupakan hal yang sangat dihindari karena dapat
menyebabkan kerugian baik material maupun mental. Kebakaran terjadi akibat
reaksi antara 3 zat komponen yang terdiri atas: bahan yang mudah terbakar,
oksigen, dan panas (kalor). Reaksi ini akan akan terus berlangsung sampai salah
satu komponen pembentuk api berakhir.
BNPB dalam Muchtar (2016:91) menyatakan bahwa “bencana kebakaran
dalam rentang waktu 2011 – 2015 terjadi sebanyak 979 kasus dan 31 kasus
kebakaran terjadi di lingkungan pabrik, perkantoran, dan sekolah”. Hal tersebut
menunjukkan bahwa terdapat potensi terjadinya kebakaran di semua sektor
termasuk sektor industri atau perusahaan/pabrik.
Kebakaran dapat menimbulkan dampak yang mengancam jiwa serta
kerugian secara materi hingga sosial, sehingga hal ini menunjukkan perlunya
upaya peningkatan kewaspadaan dan pencegahan terhadap kebakaran. Untuk
mengantisipasi terjadinya kecelakaan akibat kebakaran, pemerintah
mengeluarkan undang-undang UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
menyebutkan bahwa, “Dengan perundangan ditetapkan persyaratan keselamatan
kerja untuk mencegah, mengurangi, dan memadamkan kebakaran” dan
dikuatkan oleh Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No.186/MEN/1999 tentang
Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja disebutkan dalam Pasal ayat
1 “Pengurus atau Perusahaan wajib mencegah, mengurangi dan memadamkan
kebakaran, menyelenggarakan latihan penganggulangan kebakaran di tempat
kerja”. Undang-undang tersebut mewajibkan perusahaan untuk mentaatinya dan
membuat manajemen yang baik yang sesuai standar dari pemerintah.
Bencana kebakaran dapat menyebabkan kerusakan berat terhadap
lingkungan sekitar termasuk manusia dengan pembakaran, panas, asap, dan atau
gas yang dihasilkan dari kebakaran. Kebakaran yang tidak diinginkan dapat
dipadamkan dengan menggunakan air atau pemadam kebakaran. Tetapi, proses
pemadam kebakaran biasanya dapat mengakibatkan kerusakan yang lain seperti
bahaya air atau polusi dari pemadam kebakaran (Iwatani dan Torikai 2017:87).
1
Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan adalah melalui
perbaikan manajemen dan perbaikan kualitas sistem pemadam kebakaran di
perusahaan. Sistem pemadam kebakaran di suatu perusahaan atau pabrik sangat
penting keberadaanya untuk mencegah terjadinya kebakaran. Perusahaan harus
memiliki instalasi yang sesuai standar dan mampu memberikan peringatan dini
mengenai adanya kebakaran sehingga kebakaran dapat dicegah dan tidak
menimbulkan kerugian baik material maupun sosial.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah-
masalah yang akan dipelajari lebih lanjut, antara lain:
1. Apa definisi dari kebakaran?
2. Apa saja klasifikasi kebakaran?
3. Bagaimana proses terjadinya kebakaran?
4. Bagaimana pembentukan sistem pemadam kebakaran?
5. Bagaimana proses dan perlengkapan dalam sistem pemadam kebakaran
otomatis
6. Bagaimana pencegahan dan penanggulangan kebakaran?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini, antara lain untuk:
1. Mengetahui definisi dari kebakaran.
2. Mengetahui jenis-jenis dan klasifikasi kebakaran.
3. Mengetahui proses terjadinya kebakaran.
4. Mengetahui langkah pembentukan sistem pemadam kebakaran.
5. Mengetahui proses dan perlengkapan yang digunakan dalam sistem pemadam
kebakaran otomatis.
6. Mengetahui langkah pencegahan kebakaran.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Kebakaran yang terjadi di perusahaan merupakan peristiwa yang dapat
menyebabkan kerugian material, kerugian jiwa, kerugian peralatan produksi,
dan proses produksi, serta dapat terjadi pencemaran lingkungan kerja.
Kebakaran yang besar di perusahaan dapat melumpuhkan bahka menghentikan
proses usaha, sehingga ini memberikan kerugian yang sangat besar.
(International Labour Organization 2013:28).
Kebakaran dapat terjadi dimana saja jika komponen-komponen
pembentuk api bereaksi. Indonesia sendiri mayoritas peristiwa kebakaran terjadi
di hutan akibat pembakaran lahan maupun peristiwa alam dan juga terjadi di
pemukiman padat penduduk akibat dari kelalaian maupun hubungan pendek arus
listrik. Namun kebakaran juga memungkinkan terjadi di suatu perusahaan atau
area kerja yang dapat menimbulkan kerugian material maupun kerugian jiwa jika
perusahaan tersebut tidak mempunyai sistem pengendalian yang baik. Oleh
karena itu, suatu sistem pemadam kebakaran sangatlah penting yang wajib
dimiliki oleh setiap perusahaan untuk pencegahan terjadinya kebakaran.
B. Klasifikasi Kebakaran dan Jenis Pemadam Kebakaran
Kebakaran dikategorikan menurut jenis-jenis bahan yang terkandung,
menurut Friend dan John (2007:164), yaitu:
1. Kebakaran Kelas A
Kebakaran kelas ini melibatkan bahan-bahan sederhana yang mudah
terbakar seperti kertas, kayu, pakaian, dan beberapa jenis karet, serta bahan
plastik. Pemadam kebakaran yang digunakan adalah pemadam tipe A yang
dapat menggunakan dry chemical powder yang dikategorikan dalam nilai 1-
A, 2-A, 3-A, 4-A, 6-A, 10-A, 20-A, 30-A, atau 40-A. Sebagai contoh,
pemadam tipe 4-A akan memadamkan dua kali sebanding dengan satu
pemadaman pada sebuah pemadam tipe 2-A.
2. Kebakaran Kelas B
Kebakaran ini disebabkan oleh cairan yang mudah terbakar, gas yang
mudah terbakar, minyak, beberapa jenis karet, dan bahan plastik. Pemadam
3
kebakaran tipe ini hampir sama yang digunakan dalam kebakaran kelas A,
contohnya adalah alat pemadam api tipe karbondioksida (CO2).
4
tipe D mayoritas digunakan untuk pemadaman kebakaran pada baja, tetapi
kebakaran jenis ini sangat jarang terjadi. Penggunaan pemadam kebakaran
tipe D bergantung pada jenis baja. Pemadam ini akan mengindikasikan
keefektifan unit pemadam terhadap baja.
C. Proses dan Penyebab Terjadinya Kebakaran
Kebakaran terjadi karena reaksi oksidasi secara cepat dari suatu bahan
bakar yang disertai adanya api/penyalaan. Friend dan Kohn (2007:161)
menyatakan bahwa terdapat empat komponen yang diperlukan untuk
memungkinkan terjadi pembakaran, empat komponen tersebut adalah
1. Fuel atau bahan bakar
2. Heat atau panas
3. Oxygen atau oksigen di udara
4. A chemical reaction atau reaksi kimia
Sebuah api tidak akan menyala/terbakar tanpa ke-empat komponen
tersebut. Fuel atau bahan bakar termasuk bahan yang banyak, baik cairan
maupun padat, tetapi semua harus dalam keadaan menguap sebelum bahan-
bahan tersebut dapat terbakar. Sekali penguapan, bahan tersebut tercampur
dengan oksigen menjadi bentuk campuran yang mudah terbakar dan mampu
terbakar ketika bertemu dengan panas. Selama proses pembakaran, sebuahreaksi
kimia di antara komponen-komponen seperti bahan bakar, oksigen, dan panas
menyebabkan komponen kimia berubah bentuk dan melepaskan gas yang lain.
5
Gambar 2. Kemampuan terbakar bergantung pada campuran bahan bakar dan
oksigen
Gambar (2) di atas menunjukkan bahwa lower flammable limit merupakan
konsentrasi terendah gas atau uap (persentase volume udara) yang membakar
atau meledak jika terdapat sumber pengapian. Sedangkan upper flammable limit
merupakan batas tertinggi konsentrasi gas atau uap yang membakar atau
meledak jika terdapat sumber penyalaan. Contoh bahan yang berbahaya adalah
bensin, karena mempunyai flash point yang rendah, suhu pada saat dimana zat
kimia memberikan cukup banyak uap untuk menjadi campuran yang dapat
menyala dan menyebabkan zat kima terbakar atau meledak.
Massa jenis uap menjadi hal kunci dalam menentukan uap yang mungkin
terdapat di atmosfir. Jika uap mempunyai massa jenis rendah (di bawah 1.0),
maka akan mengambang di udara. Jika uap mempunyai massa jenis tinggi (di
atas 1.0), maka akan cenderung bergerak turun.
Adapun penyebab terjadinya kebakaran secara umum yang terjadi di
perusahaan antara lain;
1. Kelalaian pekerja atau human error
Kelalaian manusia merupakan penyebab paling banyak. Contohnya
adalah menempatkan bahan bakar tidak sesuai tempatnya atau mengganti alat
pengaman dalam perusahaan yang tidak sesuai spesifikasi, dan pekerja yang
merokok dan membuang putung rokok sembarangan di pabrik.
2. Masalah teknis mesin dan prosedur pemakaian
Rusaknya mesin di pabrik atau perusahaan dapat menyebabkan
terjadinya kebakaran. Contohnya pada saat pengelasan karena percikan api.
3. Hubungan pendek arus listrik
Hal ini merupakan penyebab teknis paling sering terjadi karena sistem
installasi kelistrikan yang salah dapat menyebabkan korsleting listrik yang
dapat memicu kebakaran. Gong dan Xie (2018:113) menyatakan bahwa,
“malfungsi kelistrikan adalah penyebab paling utama kebakaran. Selama
2005-2014, malfungsi kelistrikan menyebabkan 541.879 kebakaran di
Tiongkok dan 23.900 kebakaran di Amerika, sekitar seperempat dari total
area kebakaran”.
6
D. Sistem Pemadam Kebakaran
Sistem pemadam kebakaran atau fire fighting system digunakan untuk
mencegah, memadamkan, melokalisir, atau untuk membendung api dalam
ruangan tertutup, menurut (Adam dan Alzubaidi 2014:64). Setiap sistem pemadam
kebakaran harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya satu jenis sistem penyediaan
air yang bekerja secara otomatis, bertekanan dan berkapasitas cukup, serta dapat
digunakan setiap saat. Sistem penyediaan air harus di bawah penguasaan perusahaan.
Apabila perusahaan tidak dapat mengendalikannya, maka harus ditunjuk badan lain
yang diberikan kuasa penuh untuk tujuan tersebut. Air yang digunakan tidak boleh
mengandung serat atau bahan lain yang dapat mengganggu bekerja nya sistem (Al-
Haramain, dkk 2017:129).
Sistem pemadam kebakaran menurut cara pengoperasiannya dibedakan
menjadi dua, yaitu sistem pemadaman manual dan sistem pemadaman otomatis.
1. Sistem Pemadaman Manual atau Manual Fire Extinguishers System
Sistem pemadaman manual adalah sistem pemadam yang dioperasikan
secara konvensional melalui operator manusia. Sistem ini masih banyak
digunakan di Indonesia. Alat yang digunakan cenderung sederhana dan tidak
kompleks seperti mobil pemadam kebakaran, hidrant, alat pemadam api
ringan (APAR), dan di daerah hutan yang mengalami kebakaran banyak
digunakan metode water bombing melalui udara dengan pesawat atau
helikopter.
Sebagai contoh menurut International Labour Organization (2013:31),
instalasi alat pemadam api ringan (APAR) di sebuah ruangan harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. Penempatan APAR harus mudah dilihat, dijangkau, dan iambil.
b. Jarak antar APAR dengan kelompok APAR yang lain maksimal 15 meter
dalam skala ruangan tertentu.
c. Penempatan secara menggantung pada dinding dengan konstruksi yang
kuat atau ditempatkan dalam peti yang tidak dikunci atau dapat dikunci
dengan syarat bagian depan peti diberi kaca aman dengan tebal maksimal
2 mm.
d. Tinggi tanda APAR 125 centimeter dan penempatan APAR 120
centimeter.
7
2. Sistem Pemadaman Otomatis atau Automatic Fire Extinguishers System
Sistem pemadam otomatis adalah sistem yang beroperasi secara otoman
melalui sebuah sistem terstruktur. Sistem ini sudah sering ditemukan di hotel,
rumah sakit, sekolah, dan gedung perkantoran di Indonesia. Sistem pemadam
otomatis dipasang di bangunan dan ruangan dimana bahaya kebakaran
cenderung tinggi.
Sebuah sistem pemadam kebakaran otomatis terdiri dari komponen-
komponen seperti sensor yang pendeteksi penyalaan api/pembakaran,
peralatan tanda peringatan, perlengkapan pemadam kebakaran, alat
penyalaan dan penghentian, dan alat pengisi zat pemadam kimia. Zat kimia
pemadam kebakaran (cairan, busa, bubuk, atau gas) dimasukkan ke dalam
sistem dari penyedia pusat. Sistem dengan air (sistem sprinkler atau tabur dan
drencher atau semprot), karbon dioksida, aerosol, atau bubuk.
Sistem sprinkler terdiri dari jaringan pipa yang berlokasi di atap
ruangan dengan sprinkler dipasang diujung pipa dengan baut penghubung.
Penutup sprinkler dilindungi oleh piringan dalam posisi tertutup oleh
pengunci panas. Jika temperatur ruangan naik pada titik tertentu, pengunci
akan hancur dan piringan akan terbuka untuk menyiram air ke ruangan.
Adam dan Alzubaidi (2014:64) menyatakan bahwa, sistem drencher
yang mana nozzle tanpa pengunci panas yang digerakan oleh sprinkler di
sebuah pemicu atau pengunci panas tipe kabel. Sistem pemadam otomatis
diklasifikasikan menurut waktu yang digunakan antara permulaan api dan
pergerakan sistem yaitu kecepatan ultra (0,1 detik), kecepatan tinggi (3 detik),
dan standar (180 detik). Zat pemadam kebakaran dapat diisikan dalam jangka
waktu 30 detik sampai 3600 detik.
E. Instalasi Sistem Pemadam Kebakaran Otomatis atau Automatic Fire
Extinguishers System
Sistem dibagi dalam dua bagian, yaitu hardware dan software. Perangkat
keras atau hardware terpasang sebuah sensor yang besar dan kompleks yang
dirancang untuk membangun sistem yang mampu mendeteksi temperatur yang
berlebih, asap, dan nyala api. Sedangkan perangkat lunak atau software berupa
kode untuk mengendalikan semua fungsi dari sistem.
8
Gambar 3. Diagram alur sistem pemadam kebakaran nirkabel, Adam dan
Alzubaidi (2014).
Adapun komponen-komponen perangkat keras menurut Adam dan
Alzubaidi (2014:65) berupa:
1. Sensor Asap
Merupakan sensor yang digunakan untuk mendeteksi kemunculan asap
dalam suatu ruangan atau sejenis indikator api.
2. Sensor Suhu LM35
Sensor yang menggunakan teknik ketetapan padat untuk menentukan
temperatur.
3. Sensor Nyala Api
Sensor ini digunakan untuk mendeteksi sumber panas dan sumber
cahaya pada gelombang dengan jangka sepanjang 760 nm – 1100 nm.
Microcontroller, merupakan inti dari sistem yang mengendalikan seluruh
aktivitas transmisi dan penerimaan. Microcontroller terdiri dari prosesor,
memori, dan program. Zain (2016:37) menyatakan bahwa Mikrokontroler
adalah piranti elektronik berupa IC (Integrated Circuit) yang memiliki kemampuan
manipulasi data (informasi) berdasarkan suatu urutan instruksi (program) yang dibuat
oleh programmer. Mikrokontroler merupakan contoh suatu sistem komputer sederhana
yang terdapat hanya dalam satu chip.
4. Fire Detection
Menurut Kironji (2015:6) menyatakan bahwa fire detection atau
pendeteksi api digunakan untuk mendeteksi api atau asap dan menjaga
9
penghuni bangunan atau korban kebakaran dan memberi peringatan untuk
dilakukan evakuasi jika kebakaran semakin membesar.
5. Relay
Penggunaan relay untuk mengendalikan sirkuit dengan penggunaan
tanda daya rendah.
6. Water Pump
Pompa air digunakan sebagai pemompa air yang digunakan untuk
pemadaman kebakaran.
7. Light Emitting Diode (LED)
8. Global System for Mobile Communications (GSM)
F. Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka pencegahan dan
penanggulangan kebakaran adalah sebagai berikut.
1. Pengendalian setiap bentuk energi.
Kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian setiap bentuk energi
contohnya:
a. Melakukan identifikasi semua sumber energi di perusahaan atau area kerja
baik peralatan, bahan, dan lingkungan yangmemungkinkan terjadinya
kebakaran.
b. Melakukan pengendalian resiko bahaya kebakaran menurut standar
operasional dan peraturan-peraturan yang berlaku.
10
mencegah akumulasi gas mudah terbakar tersebut. Bahan bakar liquid
kelas 1 harus disimpan dalam kontainer tertutup dengan kapasitas tidak
melebihi 454,2 liter (International Labour Organization 2013:29).
d. Pemasangan rambu peringatan untuk area yang mudah terbakar.
2. Penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam, dan sarana evakuasi.
3. Pengendalian asap, panas, dan gas.
4. Pembentukan unit penanggulangan kebakaran.
5. Penyelenggaraan latihan dan simulasi penanggulangan kebakaran secara
berkala.
6. Penyusunan rencana keadaan darurat kebakaran.
11
3. NFPA 30
NFPA 30 dibentuk untuk mengurangi bahaya kebakaran dengan alasan
keselamatan publik. Kode ini mengatur persyaratan untuk penyimpanan yang
aman dari bahan yang mudah terbakar.
4. NFPA 14, NFPA 58, NFPA 99, dan NFPA 704.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-uraian di atas dengan memahami apa arti dari
kebakaran, bagaimana kebakaran dapat terjadi, dan penanggulangan kebakaran
yang dapat dilakukan, dapat disimpulkan bahwa suatu perusahaan wajib
memiliki sistem pemadaman kebakaran yang sesuai dengan standar yang
berlaku. Perusahaan tidak terikat dalam hal jenis sistem yang harus diaplikasikan
baik sistem manual maupun sistem otomatis, yang terpenting adalah sistem
tersebut dapat mencegah atau paling tidak dapat meminimalisir terjadinya
kebakaran sehingga kerugian material maupun kerugian jiwa dapat dicegah.
Sistem pemadaman diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sistem pemadaman
manual dan otomatis, dimana kedua sistem tersebut memiliki kelemahan dan
kelebihan masing-masing. Perusahaan dapat memasang sistem pemadam yang
sesuai kebutuhan dan spesifikasi dari perusahaan itu sendiri. Organisasi Buruh
Internasional juga telah memberikan panduan dalam penanggulangan bahaya
kebakaran di perusahaan sehingga sistem pemadam kebakaran dapat benar-
benar terbentuk dengan baik dan sesuai ketentuan yang berlaku.
B. Saran
Kemajuan teknologi di masa sekarang telah berkembang pesat sehingga
dalam hal ini penyusun sangat menyarankan pemasangan sistem pemadaman
otomatis atau automatic fire extinguishers system, sehingga kebakaran dapat
dicegah secara otoman tanpa melibatkan tangan manusia sebagai penggerak
meskipun sistem otomatis cenderung rumit, kompleks, dan biaya instalasi yang
mahal tetapi lebih efektif untuk mencegah terjadinya kebakaran.
13
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Mosab Hamdan dan Abdelrasoul Jabar Alzubaidi. 2014. “Automatic Fire
Fighting System”. IOSR Journal of Engineering (IOSRJEN). Vol. 04,
Issue. 12, Hlm. 64-68. Sudan University of Science and Technology.
Al-Haramain, Muhammad, dkk. 2017. “Perancangan Sistem Pemadam Kebakaran
pada Perkantoran dan Pabrik Label Makanan PT. XYZ dengan Luas
Bangunan 112 M2”. Jurnal Mesin Teknologi (SINTEK). Vol. 11, No. 2,
Hlm. 129-150. Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Friend, Mark A. Dan James P. Kohn. 2007. Fundamentals of Occupational Safety
and Health. Maryland : The Rowman & Littlefield Publishing Group, Inc.
Gong, Tai, dkk. 2018. “Fire Behaviors of Flame-retardant Cables part I:
Decomposition, Swelling, and Spontaneous Ignition”. Fire Safety Journal.
Hlm. 113-121. Elsevier.
International Labour Organization. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Tempat Kerja. (Ed) Bahasa Indonesia. Jakarta : International Labour
Office.
Iwatani, Yasushi dan Hiroyuki Torikai. 2017. “Improvement of Fire Extinguishing
Performance by Decentralized Supply of Fire-Fighting Agents”. Open
Journal of Safety Science and Technology. Vol. 7, Hlm. 87-95. Scientific
Research Publishing Department of Science and Technology Hirosaki
University.
Kironji, Maina. 2015. “Evaluation of Fire Protection Systems in Commercial
Highrise Buildings for Fire Safety Optimization A Case of Nairobi Central
Business District”. International Journal of Scientific and Research
Publications. Vol. 5, Issue 10, Hlm. 1-8. Institute for Energy and
Environmental Technology dan Jomo Kenyatta University of Agriculture
and Technology.
Muchtar, Husnul Khatimah, dkk. 2016. “Analisis Efisiensi dan Efektivitas
Penerapan Fire Safety Management dalam Upaya Pencegahan Kebakaran
di PT. Consolidated Electric Power Asia (CEPA) Kabupaten Wajo”.
Jurnal Higiene. Vol. 2, No. 2, Hlm. 91-98. Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.
14
Zain, Abdul. 2016. “Rancang Bangun Sistem Proteksi Kebakaran Menggunakan
Smoke dan Heat Detector”. Journal INTEK. Vol. 3, No. 1, Hlm. 26-42.
Sekolah Tinggi Teknologi Bontang.
15