Anda di halaman 1dari 8

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik Responden

Penelitian dilakukan di SMP Islam Ma’arif 02 Malang. Penelitian ini

memperoleh sampel sebanyak 64 responden sesuai kriteria yang merupakan

siswa kelas VII SMP Islam Ma’arif 02 Malang yang mengunakan gadget.

Sampel diperoleh dengan menggunakan teknik purposive sampling.

Hasil penelitian menunjukan bahwa mayoritas responden berada pada

kisaran usia 12 – 14 tahun dan merupakan anak usia sekolah menengah pertama.

Rata-rata usia responden adalah usia 13 tahun. Dari hasil penelitian sebagian

besar responden berusia 13 tahun sebesar 54 responden (84,4%). Karakteristik

responden penelitian memberikan gambaran tentang distribusi frekuensi

berdasarkan jenis kelamin responden. Dari hasil penelitian, lebih dari setengah

responden berjenis kelamin laki-laki sebesar 38 responden (59,4%).

Rata-rata responden sudah menggunakan gadget lebih dari 1 tahun

sebesar 34 responden (53,1%). Dari hasil penelitian intensitas penggunaan

gadget pada responden masuk dalam kategori tinggi, pada penelitian diketahui

rata-rata responden menggunakan gadget dengan durasi lebih dari 120 menit

setiap kali penggunaan dengan frekuensi penggunaan lebih dari 3 kali dalam

sehari. Untuk aplikasi yang digunakan, sebagian besar respoden (70,3%)

menggunakan untuk bermain sosial media (facebook, instagram, chatting).

6.2 Kejadian Penurunan Ketajaman Penglihatan

Pemeriksaan ketajaman penglihatan peneliti menggunakan alat ukur

snellen chart. Snellen chart adalah alat untuk mengetahui derajat ketajaman

penglihatan seseorang yang dilihat dari nilai visus. Jika nilai visus responden

67
68

6/6 bisa dikatakan dalam kategori normal, jika nilai visus responden

menunjukan hasil > 6/10 dikatakan ada penurunan ketajaman penglihatan. Hasil

Penelitian yang dilakukan kepada 64 responden menunjukan bahwa sebesar 23

responden (35,9%) mengalami penurunan ketajaman penglihatan. Penurunan

ketajaman penglihatan ini disebabkan karena sebagian besar responden

menggunakan gadget dengan cara yang tidak benar.

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti menunjukan bahwa sebagian

responden memiliki ketajaman penglihatan normal sebesar 64,1%. Namun,

terdapat beberapa responden yang mengalami penurunan ketajaman

penglihatan sebesar 35,9%, dikarenakan penggunaan gadget yang salah. Hal ini

juga karena beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan ketajaman

penglihatan yaitu menggunakan gadget dengan posisi tiduran dimana posisi

tubuh berbaring atau tiduran ini membuat jarak pandang mata terhadap gadget

semakin dekat. Aktivitas menggunakan gadget yang tidak benar mengakibatkan

otot-otot mata dipaksakan secara terus menerus sehingga mata mudah lelah.

Jika mata sering terakomodasi dalam waktu lama pada keadaan inilah yang

cepat menurunkan ketajaman penglihatan.

Ketajaman penglihatan merupakan kemampuan mata untuk dapat

melihat sesuatu objek secara jelas dan sangat tergantung pada kemampuan

akomodasi mata. Dimana akomodasi ini adalah suatu proses aktif yang

memerlukan kerja otot, sehingga dapat menyebabkan kelelahan. Salah satu otot

yang paling sering digunakan adalah otot siliaris (Handriani, 2016). Tajam

penglihatan didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk membaca tes

pola standar pada jarak tertentu. Pada umumnya hasil pengukuran dibandingkan

dengan penglihatan orang normal (Nithasari, 2014).


69

6.3 Pengaruh Posisi Terhadap Penurunan Ketajaman Penglihatan

Menggunakan gadget dengan posisi tiduran akan menyebabkan tubuh

tidak bisa relaks karena otot mata akan menarik bola mata kearah bawah,

mengikuti letak objek yang dilihat sehingga menyebabkan mata menjadi lebih

berakomodasi. Mata yang sering terakomodasi dalam waktu yang lama akan

lebih cepat menurunkan kemampuan melihat jauh (Mangoenprasodjo, 2005).

Setelah dilakukan pemeriksaan ketajaman penglihatan terhadap siswa

kelas VII SMP Islam Ma’arif 02 Malang menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yang memiliki kebiasaan menggunakan gadget dengan posisi tiduran

lebih berisiko mengalami penurunan ketajaman penglihatan. Data ini diperoleh

dari nilai OR (odd ratio) yang menunjukan 14,824 bahwa nilai OR > 1 yang

artinya risiko terjadinya penurunan ketajaman penglihatan pada orang yang

yang menggunakan gadget dengan posisi tiduran 14x lebih besar dibandingkan

orang yang menggunakan gadget dengan posisi duduk tegak.

Hasil uji stastistik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara posisi saat menggunakan gadget terhadap

ketajaman penglihatan (p value < 0.05). Posisi tiduran saat membaca

merupakan faktor yang mempengaruhi penurunan ketajaman penglihatan yaitu

risiko terjadinya myopia (Abimayu, 2010). Pernyataan dalam penelitian ini juga

sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Ernawati, 2015) yang menyebutkan

bahwa terdapat pengaruh antara posisi saat menggunakan gadget terhadap

ketajaman penglihatan.

Dari hasil penelitian didapatkan responden menggunakan gadget dengan

kebiasaan yang tidak baik sebanyak 38 responden memilih menggunakan

gadget dengan posisi tiduran (59,4%). Posisi tiduran adalah kebiasaan yang
70

menyenangkan, saat diwawancara responden mengatakan bahwa posisi tiduran

adalah posisi yang dianggap nyaman, namun kebiasaan ini memerlukan

perhatian khusus karena cukup berisiko, posisi tiduran akan menyebabkan mata

mudah lelah selain itu membuat jarak pandang mata terhadap gadget semakin

dekat. Hal ini dibuktikan pada penelitian ini didapatkan bahwa 39 responden

(60,9%) menyatakan menggunakan gadget dengan jarak pandang kurang dari

30cm.

Menjaga jarak pandang pada saat menggunakan gadget merupakan salah

satu hal yang penting untuk menjaga kesehatan indera penglihatan. Melihat

suatu objek dengan jelas mata harus melakukan kegiatan akomodasi. Apabila

melihat objek dalam jarak yang jauh maupun jarak yang terlalu dekat maka mata

akan berakomodasi. Kegiatan akomodasi yang dilakukan oleh otot mata ini

dapat menyebabkan kelelahan mata. Kejadian ini dapat terjadi sebagai akibat

dari akomodasi yang tidak efektif hasil dari otot mata yang lemah dan tidak

stabil (Djua, 2015).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, sebagian besar responden

memiliki kebiasaan menggunakan gadget dengan jarak yang kurang dari 30 cm

(60,9%) Responden yang memiliki kebiasaan menggunakan gadget dengan

jarak kurang dari 30 cm mengalami penurunan ketajaman penglihatan sebesar

21 responden (32,8%). Sedangkan hanya sebesar 3,1% responden mengalami

penurunan ketajaman penglihatan dengan kebiasaan menggunakan gadget

berjarak lebih dari 30 cm. Nilai OR jarak saat menggunakan gadget sebesar

13,417 dan nilai OR > 1 yang artinya risiko terjadinya penurunan ketajaman

penglihatan pada orang yang menggunakan gadget dengan jarak yang kurang
71

dari 30cm 13x lebih besar dibandingkan orang yang menggunakan gadget

dengan jarak lebih dari 30cm.

Setelah dilakukan uji statistik maka dapat dinyatakan bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara jarak pandang saat menggunakan gadget

terhadap ketajaman penglihatan dengan (p value < 0,05). Hasil ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh (Porotu’o, 2015) yang menyatakan

bahwa faktor jarak membaca menunjukkan presentase 72,9 persen responden

membaca dengan jarak kurang dari 30 cm dan memiliki hubungan yang

signifikan antara jarak membaca dengan ketajaman penglihatan.

Jarak yang terlalu dekat (kurang dari 30 cm) menyebabkan mata menjadi

cepat lelah. Melakukan aktivitas seperti membaca, menonton televisi, menatap

layar gadget yang terlalu dekat dan frekuensi yang cukup sering membuat mata

dipaksa untuk melihat. Hal ini berpengaruh terhadap daya akomodasi mata

sehingga menyebabkan melemahnya otot siliaris mata yang mengakibatkan

gangguan melihat jauh responden yang mengalami gangguan tajam penglihatan

melakukan kebiasaan melihat dekat dan lama didalam ruangan seperti

membaca, menonton televisi, bermain video game dengan jarak dekat.

Kebiasaan melihat dekat dan lama dengan jarak yang kurang dari standar ukur

merupakan faktor risiko terjadinya gangguan tajam penglihatan (Handriani,

2016).

Dr. Steven M. Beresford,dkk menjelaskan bahwa sebenarnya anatomi

mata manusia didesain untuk melihat jarak jauh dalam waktu lama dan melihat

objek dekat dalam waktu pendek. Jadi ketika membaca, menggunakan

komputer atau bekerja dengan objek jarak dekat dengan waktu berjam-jam,

berarti kita telah mengunakan mata berlawanan dengan kehendak alam.


72

Akibatnya, sistem penglihatan akan tertekan dan akhirnya timbul kerusakan

yang disebut stress titik dekat. Ketika otot mata merespon objek jarak dekat

dalam waktu yang lama maka akan terasa tegang dan pegal. Mula-mulanya

timbul ketegangan lalu timbul kelelahan mata yang sering diikuti sakit kepala,

penglihatan ganda dan berkurangnya produksi cairan mata dengan mudah dapat

membuat mata menjadi kering, merah dan perih (Mangoenprasodjo, 2005).

6.4 Pengaruh Intensitas Pencahayaan Terhadap Penurunan Ketajaman

Penglihatan

Penerangan berperan penting dalam fungsi penglihatan. Apabila desain

penerangan kurang baik akan menyebabkan terjadinya kelelahan ataupun

kelelahan dalam penglihatan. Akibat penerangan yang kurang memenuhi syarat

dapat menimbulkan gangguan seperti berkurangnya daya dan efisiensi kerja

sebagai akibat dari kelelahan mata, kelelahan mental, keluhan pegal didaerah

mata, serta sakit kepala disekitar mata (Gesti, 2013)

Penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas VII SMP Islam Ma’arif

02 Malang ini diperoleh hasil bahwa sebagian besar pencahayaan gadget

responden termasuk kedalam kategori baik, 36 responden dengan persentase

sebesar 56,3%. Sedangkan 28 responden yang memiliki kebiasaan

menggunakan gadget dengan pencahayaan tidak baik, 12 responden (18,8%)

mengalami penurunan ketajaman penglihatan. Nilai OR pencahayaan gadget

sebesar 0,587. Artinya bahwa menggunakan gadget dengan pencahayaan

gadget yang baik >50% dengan cahaya ruang terang, <50% dengan cahaya

ruang redup) dapat mengurangi risiko penurunan ketajaman penglihatan.

Pencahayaan layar gadget yang terlalu terang dapat menyebabkan kesilauan

terhadap mata. Selain itu, radiasi yang dipancarkan semakin besar. Akibat
73

kurangnya pencahayaan yang memenuhi persyaratan dapat menyebabkan

terjadinya gangguan penglihatan. Jika pencahayaan terlalu besar atau kecil

pupil mata harus memicing silau (mata berusaha menghalau silau dengan cara

sedikit memajamkan mata atau mata berkontraksi secara berlebihan)

(Mangoenprasodjo, 2005).

Dampak dari penerangan yang kurang baik dapat mempengaruhi

terjadinya kelelahan mata dengan gejala iritasi pada mata (mata perih, merah,

berair), penglihatan terlihat ganda, sakit sekitar mata, kemampuan dalam

akomodasi menjadi berkurang dan menurunkan ketajaman penglihatan.

Kurangnya pencahayaan yang cukup menyebabkan kerja otot yang terlalu berat

sehingga mata menjadi lebih mudah lelah dan letih. Namun, untuk menjaga agar

mata tetap cemerlang perlu diperhatikan ruangan kerja atau ruangan membaca

mendapat penerangan yang cukup, tidak terlalu terang dan tidak terlalu suram.

Sesuaikan intensitas penerangan sesuai standar dengan jenis pekerjaan yang

dilakukan (Gesti, 2013).

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti menunjukan bahwa intensitas

pencahayaan saat menggunakan gadget, dari hasil penelitian diperoleh

responden memiliki kebiasaan yang baik. Sebesar 36 responden (56,3%)

memilih pencahayaan gadget yang sudah disesuaikan dengan pencahayaan

ruangan seperti: saat responden menggunakan gadget ditempat yang redup

responden mengatur cahaya layar gadget kurang dari 50%, sebaliknya saat

responden berada ditempat yang terang responden mengatur cahaya layar

gadget lebih dari 50% pada pengaturan yang tersedia di gadget masing-masing.

Hal ini membuktikan bahwa secara tidak langsung responden mengurangi

dampak sinar biru yang diakibatkan oleh gadget. Sinar biru gadget berbahaya
74

bagi kesehatan mata, karena sinar biru bisa menembus bagian terdalam mata

yaitu retina, sehingga jika sering terpapar dengan sinar biru dari layar gadget

akan menyebabkan rusaknya retina pada mata. Namun, pada kenyataan dari

hasil penelitian hanya sebagian kecil responden (18,8%) yang mengalami

penurunan ketajman penglihatan yang diakibatkan oleh intensitas pencahayaan

gadget.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan uji statistik

menyatakan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerangan

terhadap ketajaman penglihatan (p value > 0,05). Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh (Ernawati, 2015) yang

menyatakan ada pengaruh intensitas pencahayaan terhadap penurunan

ketajaman penglihatan.

Anda mungkin juga menyukai