Anda di halaman 1dari 162

TESIS

PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL


BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI
DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ
METROPOLITAN DENPASAR)

I NYOMAN JAGAT MAYA

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
TESIS

PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL


BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROPINSI BALI
DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ
METROPOLITAN DENPASAR)

I NYOMAN JAGAT MAYA


NIM 0791561001

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011
 

PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL


BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROPINSI BALI
DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ
METROPOLITAN DENPASAR)

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik


pada Program Magister, Program Studi Teknik Sipil,
Program Pascasarjana, Universitas Udayana

I NYOMAN JAGAT MAYA


NIM. 0791561001

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2011

ii 
 
 

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI


PADA TANGGAL 16 AGUSTUS 2011

Pembimbing I, Pembimbing II,

I P. Alit Suthanaya, ST, MEngSc. Ph.D. Dw. Md. Priyantha Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D.
NIP. 19690805 199503 1 001 NIP. 19700303 199702 1005

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Direktur


Program Pascasarjana Program Pascasarjana
Universitas Udayana, Universitas Udayana,

Prof. Dr. Ir. I Made Alit Karyawan S., DEA Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S (K)
NIP. 19620404 199103 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001

iii 
 
 

Tesis ini telah diuji pada


Tanggal 16 Agustus 2011

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,


Nomor : 1455/UN.14.4/HK/2011, Tanggal 10 Agustus 2011

Ketua : Putu Alit Suthanaya, ST, MEngSc, Ph.D


Anggota : 1. Dw. Md. Priyantha Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D.
2. Ir. I Gusti Putu Suparsa, MT.
3. Ir. I Nyoman Arya Thanaya, ME, Ph.D.
4. Ir. Made Sukada Wenten, MT.

iv 
 
 

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : I NYOMAN JAGAT MAYA


NIM : 0791561001
PROGRAM STUDI : MAGISTER TEKNIK SIPIL
JUDUL TESIS : PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL
BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI
DI BAWAH TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ
METROPOLITAN DENPASAR)

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka
saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010
dan peraturan perundangan yang berlaku.

Denpasar, 5 September 2011


Hormat saya,

Materai 6000

(I Nyoman Jagat Maya)


NIM. 0791561001


 
 

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat
menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, baik pada waktu kuliah maupun pada
waktu penyusunan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak I Putu Alit Suthanaya, ST, MengSc. Ph.D.
sebagai pembimbing utama yang telah memberikan dorongan, bimbingan, dan
saran kepada penulis dengan penuh kesabaran. Terima kasih yang sebesar-
besarnya juga penulis sampaikan kepada Bapak Dewa Made Priyantha
Wedagama, ST, MT, MSc, Ph.D. sebagai pembimbing kedua yang selama ini
memberikan bimbingan dan saran dengan penuh pengertian kepada penulis.
Ucapan yang sama juga ditujukan kepada segenap staf dan pengajar
Program Magister Teknik Sipil atas segala informasi dan dukungannya selama
pendidikan maupun selama penyelesaian tesis ini.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada orangtua, keluarga, dan rekan-
rekan yang mendukung selama pendidikan ini. Semoga tesis ini dapat
memberikan manfaat dan karena keterbatasan penulis, semua kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan tesis ini.

Denpasar, Agustus 2011

Penulis

vi 
 
 

ABSTRAK

PENYUSUNAN BASIS DATA JALAN NASIONAL BERBASIS SISTEM


INFORMASI GEOGRAFIS
(STUDI KASUS: JALAN NASIONAL PROVINSI BALI DI BAWAH
TANGGUNG JAWAB SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)

Tersedianya sarana dan prasarana kota yang baik merupakan salah satu
langkah fundamental untuk mencapai pencitraan yang baik bagi Propinsi Bali
yang terkenal akan daerah wisatanya. Jalan sebagai bagian dari sistem transportasi
nasional mempunyai peranan penting mendukung kegiatan perekonomian dan
sosial masyarakat. Perlu dilakukan penyusunan suatu basis data jalan nasional
berbasis sistem informasi geografis yang mampu mengakomodasi kebutuhan para
pemegang kebijakan. Penyusunan basis data berbasis SIG yang dilakukan pada
penelitian ini hanya untuk 33 ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ
Metropolitan Denpasar, mengingat ruas jalan ini memiliki kepadatan yang relatif
lebih besar dari ruas lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial Jalan
Nasional serta menyusun program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis
untuk Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar.
Untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan maka langkah yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah dengan melakukan studi pendahuluan terlebih dahulu,
lalu melakukan persiapan survei, kemudian pengumpulan/survei data primer dan
sekunder, analisis data survei, baru kemudian dilakukan penyusunan program
basis data berbasis Sistem Informasi Geografis. Simpulan dan saran yang baik
dapat diperoleh setelah proses tersebut selesai dilakukan.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini untuk kondisi Jalan Nasional di
bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan adalah sebesar 83.09% kondisi
perkerasan dalam kondisi baik, sebesar 89.37% kondisi geometrik dalam kondisi
baik, dan sebesar 68.12% kondisi sosial dalam kondisi cukup.
Penelitian ini telah menghasilkan program basis data berbasis Sistem
Informasi Geografis yang berisikan informasi sistem stasioning, kondisi
perkerasan, kondisi geometrik, dan kondisi sosial dari Jalan Nasional di bawah
tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan.

Kata kunci : basis data, Sistem Informasi Geografis, Jalan Nasional, P2JJ
Metropolitan

vii 
 
 

ABSTRACT

DATABASE COMPILATION OF NATIONAL ROAD BASED ON


GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM
(CASE STUDY: NATIONAL ROAD IN BALI PROVINCE UNDER
RESPONSIBILITY OF SNVT P2JJ METROPOLITAN DENPASAR)

Availability of good structure and infrastructure in city is one of


fundamental step to achievi a good imaging for the Bali Province that has been
wellknown as tourism areas. Roads as part of National transportation system plays
an important role to support economic activities and social communities.
Necessary preparation of a national roads database based on Geographic
Information System that able to accommodate the needs of policy holders.
Preparation of database based on GIS in this research conducted only for 33
sections of National Roads under responsibility of the P2JJ Metropolitan
Denpasar, because this roads has a relatively greater density than others segments.
The objective of this study is to analize the system stationing, pavement
conditions, geometric conditions, social conditions of National Roads and
compiles a database program based on Geographic Information System for
National Roads under responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar.
To achieve the desired results, then the steps must be taken in this study is
preliminary study at first, preparing survey, then survey of primary and secondary
data, analize survey data, and then do the programming database based on
Geographic Information System. Good conclution and advice can be obtained
after the process is completed.
Results obtained from this study for the National Roads under
responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar is 83,09% pavements in good
condition, amounted 89,37% geometric in good condition, and 68,12% social in
sufficient condition.
This study has produced a database program based on Geographic
Information System that containing information of stationing system, pavement
conditions, geometric conditions, and social conditions for the National Roads
under responsibility of SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar.

Keywords: databased, Geographic Information System, National Roads, P2JJ


Metropolitan

viii 
 
 

DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL DALAM .................................................................................................. i
PRASYARAT GELAR........................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ........................................................v
UCAPAN TERIMA KASIH .................................................................................. vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
ABSTRACT ........................................................................................................ viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................1


1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................4
1.4 Batasan Masalah ...............................................................................................4
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ..................................................................................6


2.1 Klasifikasi Jalan Umum ................................................................................... 6
2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi pada sistem jaringan jalan.................................6
2.1.2 Klasifikasi menurut status jalan .................................................................13
2.1.3 Klasifikasi menurut kelas jalan ..................................................................16
2.2 Bagian - bagian Jalan ......................................................................................17
2.2.1 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) ..............................................................17
2.2.2 Ruang Milik Jalan (RUMIJA) ....................................................................18
2.2.3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA) .....................................................19
2.3 Jalan Nasional di Provinsi Bali .......................................................................21
2.4 Informasi Kondisi Jalan ..................................................................................23
2.4.1 Indeks kondisi kekasaran jalan/Road Condition Index (RCI) .......................23
2.4.2 Indeks Internasional kekasaran jalan/International Roughness Index(IRI) ..24
2.4.3 Jenis – jenis kerusakan perkerasan aspal ......................................................25
2.4.4 Survei pencacahan lalu lintas terklasifikasi ..................................................35
2.4.5 Dasar-dasar perencanaan geometrik jalan .....................................................38

ix 
 
 

2.5 Basis Data (Data Base) ...................................................................................53


2.5.1 Umum ...........................................................................................................53
2.5.2 Sistem Manajemen Basis Data (SMBD) .......................................................53
2.5.3 Pelaku basis data ...........................................................................................56
2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG) ..................................................................59
2.6.1 Fase perancangan SIG ...................................................................................62
2.6.2 Pembentukan data spasial dengan SIG .........................................................65
2.6.3 Model relasional ............................................................................................75
2.6.4 Sistem koordinat............................................................................................77

BAB III METODE PENELITIAN ..........................................................................81


3.1 Kerangka Penelitian ........................................................................................81
3.2 Lokasi Penelitian .............................................................................................83
3.3 Data Primer .....................................................................................................84
3.3.1 Stasiun Titik Awal (STA) .............................................................................84
3.3.2 Lebar jalur dan bahu jalan .............................................................................85
3.3.3 Indeks kondisi jalan/Road Condition Index (RCI) ........................................86
3.3.4 Jenis kerusakan perkerasan ..........................................................................86
3.3.5 Kondisi perkerasan ........................................................................................87
3.3.6 Kondisi geometrik ........................................................................................87
3.3.7 Kondisi sosial ................................................................................................88
3.3.7 Foto kondisi jalan ..........................................................................................89
3.4 Data Sekunder .................................................................................................90
3.4.1 Titik pengenal awal dan akhir ruas ...............................................................90
3.4.2 Panjang ruas ..................................................................................................90

3.4.3 Indeks Internasional kekasaran permukaan/


International Roughness Index(IRI) .............................................................90
3.4.4 Lalu Lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT) ............................................91
3.5 Penyusunan Basis Data Berbasis SIG .............................................................92

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................93


4.1 Data Primer .....................................................................................................93
4.1.1 Sistem stasioning...........................................................................................93
4.1.2 Lebar jalur dan bahu jalan ............................................................................93
4.1.3 Indeks Kondisi Jalan/Road Condition Index (RCI) ......................................93
4.1.4 Jenis kerusakan perkerasan ...........................................................................94
4.1.5 Kondisi perkerasan .......................................................................................94
4.1.6 Kondisi geometrik ........................................................................................95
4.1.7 Kondisi sosial ...............................................................................................97


 
 

4.1.8 Foto kondisi jalan .........................................................................................98


4.2 Data Sekunder .................................................................................................98
4.3 Analisa ............................................................................................................99
4.3.1 Lebar Bahu dan Badan Jalan .........................................................................99
4.3.2 Jenis Kerusakan Perkerasan ..........................................................................99
4.3.3 Tampilan Antar Muka Program Pada ”Web Map Aset” .............................103
4.3.4 Tampilan Antar Muka Program Pada ”Pengelolaan Aset” .........................108

BAB V SIMPULAN DAN SARAN.........................................................................109


5.1 Simpulan ....................................................................................................109
5.2 Saran..............................................................................................................111

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................112

xi 
 
 

DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 2.1 Penentuan Nilai RCI Ditinjau Berdasarkan Jenis Permukaan dan
Kondisi Secara Visual......... ....................................................................24
Tabel 2.2 Dimensi Dasar Kendaraan Rencana .......................................................39
Tabel 2.3 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah ....................40
Tabel 2.4 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi .....................................40
Tabel 2.5 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan ..........41
Tabel 2.6 Penentuan Lebar Lajur dan Bahu Jalan..................................................42
Tabel 2.7 Panjang Bagian Lurus Maksimum .........................................................44
Tabel 2.8 Panjang Jari – jari Maksimum Suatu Tikungan (Dibulatkan)................45
Tabel 2.9 Jari – jari Tikungan yang Tidak Memerlukan Lengkungan Peralihan...45
Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum yang Diijinkan ...............................................47
Tabel 2.11 Panjang Kritis Kelandaian Maksimum ................................................48
Tabel 2.12 Panjang Minimum Lengkung Vertikal ................................................48
Tabel 3.1 Definisi Tiap Kategori Kondisi Perkerasan ...........................................87
Tabel 3.2 Definisi Tiap Kategori Kondisi Geometrik ............................................88
Tabel 3.3 Definisi Tiap Kategori Kondisi Sosial ...................................................89
Tabel 4.1 Kondisi Perkerasan Segmen Jalan .........................................................94
Tabel 4.2 Kondisi Geometrik Segmen Jalan ..........................................................96
Tabel 4.3 Kondisi Sosial Segmen Jalan .................................................................97

xii 
 
 

DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi .......................................................12
Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan ............................15
Gambar 2.3 Bagian – bagian Jalan.........................................................................20
Gambar 2.4 Peta Ruas Jalan Nasional Provinsi Bali............... ................................22
Gambar 2.5 Kerusakan Cacat Permukaan: Deliminasi ..........................................26
Gambar 2.6 Kerusakan Cacat Permukaan: Bleeding .............................................27
Gambar 2.7 Karusakan Cacat Permukaan: Pengausan ..........................................27
Gambar 2.8 Kerusakan Cacat Permukaan: Pelepasan Butir ..................................28
Gambar 2.9 Kerusakan Cacat Permukaan: Lubang ...............................................29
Gambar 2.10 Kerusakan Retak: Retak selip ..........................................................29
Gambar 2.11 Kerusakan Retak: Retak kulit buaya ................................................30
Gambar 2.12 Kerusakan Retak: Retak blok ...........................................................31
Gambar 2.13 Kerusakan Retak: Retak memanjang ...............................................31
Gambar 2.14 Kerusakan Retak: Retak melintang ..................................................32
Gambar 2.15 Kerusakan Deformasi: Alur .............................................................32
Gambar 2.16 Kerusakan Deformasi: Keriting ......................................................33
Gambar 2.17 Kerusakan Deformasi: Defresi (Amblas) .........................................33
Gambar 2.18 Kerusakan Deformasi: Pergeseran (Shoving)...................................34
Gambar 2.19 Deformasi Plastis..............................................................................34
Gambar 2.20 Komponen Tikungan Spiral-Circle-Spiral .......................................46
Gambar 2.21 Lajur Pendakian................................................................................49
Gambar 2.22 Jarak antara Dua Lajur Pendakian ....................................................50
Gambar 2.23 Contoh Koordinasi Alinyemen yang Ideal .......................................52
Gambar 2.24 Contoh Koordinasi Alinyemen yang Harus Dihindari .....................52
Gambar 2.25 Contoh Beberapa Peta yang Direprensentasikan ke Dalam Layer ...61
Gambar 2.26 Konsep Strategis Perancangan SIG ..................................................63
Gambar 2.27 Tahapan Pekerjaan Pembentukan Coverage SIG Berbasis Data
Vektor................................................................................................66

xiii 
 
 

Gambar 2.28 Konversi dan Pembentukan Topologi pada Arc/Info .......................67


Gambar 2.29 Tampilan Menu Arcedit ...................................................................68
Gambar 2.30 Pemberian ID pada Arcedit ..............................................................69
Gambar 2.31 Keluar dari Menu Arcedit dan Pembentukan Kembali Topologi ....70
Gambar 2.32 Penambahan Item ‘NAMA’ pada Coverage Evakuasi ....................71
Gambar 2.33 Pemberian Data Atribut pada Field ‘NAMA’ ..................................72
Gambar 2.34 ID Coverage (lingkaran titik evakuasi) yang Akan Diberikan Data
Atribut........................ ........................................................................73
Gambar 2.35 ID yang Telah Dipilih untuk Diberikan Data Atribut ......................74
Gambar 2.36 Pemberian Data Atribut dan Keluar dari Menu Arcedit ..................74
Gambar 2.37 Model Relasional..............................................................................77
Gambar 2.38 Posisi Garis Lintang, Bujur, dan Lainnya pada Bumi ......................78
Gambar 3.1 Bagan Alir Rancangan Penelitian ......................................................82
Gambar 3.2 Ilustrasi STA, Ruas, dan Segmen .......................................................84
Gambar 3.3 Lokasi Titik Nol Kilometer Provinsi Bali ..........................................85
Gambar 4.1 Grafik Persentase Kondisi Perkerasan Segmen Jalan ........................95
Gambar 4.2 Grafik Persentase Kondisi Geometrik Segmen Jalan .........................96
Gambar 4.3 Grafik Persentase Kondisi Sosial Segmen Jalan ................................97
Gambar 4.4 Grafik Persentase Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan Tahun 2009 ..102
Gambar 4.5 Tampilan Antar Muka Program dalam Web Map Aset ...................103
Gambar 4.6 Ikon dan Nama Toolbar Navigation ................................................104
Gambar 4.7 Fasilitas layer yang Tersedia ............................................................106
Gambar 4.8 Kondisi Tampilan Peta dengan Layer Perkerasan Aktif ..................107
Gambar 4.9 Tampilan Antar Muka Program dalam Pengelolaan Aset ................108

xiv 
 
 

DAFTAR SINGKATAN

ABD = Administrator Basis Data


BT = Bujur Timur
BMS = Bridge Management System
CAD = Computer Aided Designed
DD = Decimal Degree
DMS = Degree Minute Second
EMP = Ekivalensi Mobil Penumpang
FC = Full Circle
GRS80 = Geodetic Reference System of 1980
ID = Identity
IRI = International Roughness Index
IRMS = Integrated Road Management System
Laston = Lapis Aspal Beton
Lasbutag = Lapis Asbuton Agregat
Latasbum = Lapis Tipis Asbuton Murni
LHR = Lalu lintas Harian Rata-rata
LHRT = Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan
LS = Lintang Selatan
MKJI = Manual Kapasitas Jalan Indonesia
NAASRA = National Association of Australian State Road Authorities
NAD27 = North American Datum of 1927
NAD83 = North American Datum of 1983
PM = Penetrasi Macadam
P2JJ = Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan
RCI = Road Condition Index
RUMAJA = Ruang Manfaat Jalan
RUWASJA = Ruang Pengawasan Jalan

xv 
 
 

RUMIJA = Ruang Milik Jalan


SCS = Spiral-Circle-Spiral
SIG = Sistem Informasi Geografis
SMBD = Sistem Manajemen Basis Data
SMP = Satuan Mobil Penumpang
SNVT = Satuan Non Vertikal Tertentu
SS = Spiral-spiral
STA = Stasiun Titik Awal
URMS = Urban Road Management System
WGS84 = World Geodetic System 1984

xvi 
 
 

DAFTAR LAMPIRAN

.. Halaman
Lampiran A Tabel Jalan Nasional Provinsi Bali Beserta Penanggung
Jawabnya......... ...........................................................................114
Lampiran B Tabel Titik Pengenal Awal dan Akhir Ruas Jalan P2JJ
Metropolitan Denpasar Beserta Panjang Ruas......... ..................117
Lampiran C Peta Jaringan Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar......... ..............121
Lampiran D Formulir Survei Ruas Jalan Nasional.........................................122
Lampiran E Tabel Hasil Survei Kondisi Jalan Nasional di bawah
Tanggung Jawab SNVT P2JJ Metropolitan......... ......................124
Lampiran F Tabel Hasil Survey Jenis Kerusakan Perkerasan dan RCI .........132

xvii 
 
 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang terkenal sebagai

daerah kunjungan wisata dunia. Pencitraan yang baik tentang Bali tentunya akan

menjadi magnet dalam menarik wisatawan mancanegara. Salah satu langkah

fundamental untuk mencapai pencitraan yang baik adalah dengan tersedianya

sarana dan prasarana kota yang baik. Sebagai contoh suatu kota mesti memiliki

berbagai aktivitas pokok (rumah sakit, bandara, sekolah, dan sebagainya) dengan

aksesibilitas yang memadai, dalam hal ini tersedianya prasarana jalan yang

mampu menjangkau berbagai lokasi aktivitas tersebut. Jalan sebagai bagian dari

sistem transportasi nasional mempunyai peranan penting mendukung kegiatan

perekonomian dan sosial masyarakat. Selain itu jalan juga berperan memfasilitasi

upaya pelestarian lingkungan dan pertumbuhan budaya bangsa.

Sesuai peruntukannya, jalan terdiri atas jalan khusus dan jalan umum,

dimana jalan umum dapat dibedakan klasifikasinya menurut beberapa hal.

Berdasarkan wewenang pembinaannya, jalan dapat diklasifikasikan menjadi 6

(enam) jenis, salah satunya adalah Jalan Nasional yang merupakan jenis jalan

dengan tingkat wewenang pembinaan berada pada pemerintah pusat. Apabila

mengacu pada klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya, yang dimaksud dengan

jalan nasional adalah jalan arteri primer, kolektor primer, serta jalan yang


 

mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Nasional, yakni jalan yang tidak

dominan terhadap pengembangan ekonomi, tapi mempunyai peranan menjamin

kesatuan dan keutuhan Nasional, serta melayani daerah-daerah yang rawan dan

lain-lain. Berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah,

Nomor: 376/KPTS/M/2004 bulan Oktober 2004, tentang Penetapan Ruas-ruas

Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, maka dapat diketahui bahwa

panjang ruas Jalan Nasional di Provinsi Bali adalah 501,64 km dengan 58 ruas

jalan. Instansi yang bertanggung jawab secara langsung terhadap Jalan Nasional di

provinsi Bali adalah Satuan Non Vertikal Tertentu (SNVT) Perencanaan dan

Pengawasan Jalan dan Jembatan (P2JJ) Bali dan SNVT P2JJ Metropolitan

Denpasar di bawah Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina

Marga. SNVT P2JJ Bali bertanggung jawab terhadap 25 ruas jalan nasional

sepanjang 398,34 km, sedangkan P2JJ Metropolitan Denpasar bertanggung jawab

terhadap 33 ruas jalan sepanjang 103,30 km. Selama ini, ruas jalan nasional yang

menjadi tanggung P2JJ Metropolitan Denpasar memiliki kepadatan yang

cenderung lebih besar daripada ruas jalan lainnya.

Secara garis besar bentuk tanggung jawab kedua SNVT tersebut di atas

adalah memantau situasi dan kondisi jalan serta jembatan nasional di Provinsi

Bali. Apabila terjadi permasalahan ataupun potensi masalah, maka kedua SNVT

tersebut akan mengajukan program kegiatan kepada Balai Pengawasan Jalan

Nasional VIII (BPJN VIII) selaku penyetuju kegiatan untuk wilayah Bali, NTB,

dan NTT. Dalam rangka mempermudah kinerjanya, selama ini SNVT P2JJ sudah

memiliki program basis data jalan dan jembatan nasional yang dikembangkan


 

sejak tahun 1990-an, yaitu program Integrated Road Management System (IRMS)

dan Urban Road Management System (URMS), yang merupakan basis data jalan,

dan Bridge Management System (BMS) yang merupakan basis data jembatan.

Namun BPJN VIII tentunya juga membutuhkan data kondisi jalan sebagai dasar

dalam pengambilan kebijakan atas usulan kedua SNVT tersebut. Menurut tim

proyek BPJN VIII, secara umum data yang dibutuhkan dalam sistem informasi

adalah sistem stationing, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, kondisi sosial,

dimana data tersebut belum terangkum dalam IRMS dan URMS.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penyusunan suatu

basis data jalan nasional berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) yang mampu

mengakomodasi kebutuhan para pemegang kebijakan. Keputusan yang lebih cepat

dan akurat diharapkan dapat diambil oleh para pemegang kebijakan dengan

terdapatnya basis data berbasis SIG yang informatif. Penyusunan basis data

berbasis SIG yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk 33 ruas Jalan

Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar, mengingat ruas

jalan ini memiliki kecenderungan lebih padat dari ruas lainnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diuraikan beberapa

permasalahan, yaitu:

1. Bagaimanakah sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik, dan

kondisi sosial Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan

Denpasar?


 

2. Bagaimanakah Basis Data Jalan Nasional Berbasis Sistem Informasi Geografis

yang mampu mengakomodasi kebutuhan informasi dari pemegang kebijakan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk menganalisis sistem stasioning, kondisi perkerasan, kondisi geometrik,

dan kondisi sosial Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan

Denpasar.

2. Untuk menyusun basis data informasi kondisi Jalan Nasional Provinsi Bali di

bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar yang berupa program

berbasis Sistem Informasi Geografis.

1.4 Batasan Masalah

Penyusunan basis data jalan berbasis SIG merupakan sebuah penelitian

dengan cakupan yang luas, untuk itu perlu ditetapkan sejumlah batasan masalah

dan asumsi, antara lain:

1. Informasi kondisi jalan yang dipertimbangkan setiap 500 meter meliputi

sistem stasioning dari titik nol kota Denpasar (STA), lebar jalur lalu lintas,

lebar bahu jalan, IRI & RCI (kondisi perkerasan), jenis kerusakan perkerasan,

kondisi geometrik, kondisi sosial, dan foto kondisi jalan.

2. Informasi kondisi jalan yang dipertimbangkan setiap ruas jalan meliputi titik

pengenal awal dan akhir ruas jalan, panjang ruas, dan nilai LHRT.

3. Data sekunder yang dibutuhkan yaitu titik pengenal awal dan akhir ruas,

panjang ruas, IRI, LHRT yang diperoleh dari P2JJ Metropolitan Denpasar.


 

4. Survei lapangan yang dilakukan meliputi survei STA, lebar lajur, lebar bahu,

RCI, jenis kerusakan perkerasan, kondisi geometrik, kondisi sosial, dan foto

kondisi jalan.

5. Pengukuran kondisi geometrik jalan di daerah tikungan dan tanjakan hanya

bersifat justifikasi dan tidak dilakukan pengukuran untuk memenuhi

kebutuhan informasi awal bagi pemegang kebijakan.

6. Sebagian besar penyusunan program ini menggunakan software Arc Info.

1.5 Manfaat

Secara umum terdapat dua buah manfaat yang diharapkan dari penelitian ini,

antara lain:

1. Bagi Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga,

khususnya Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII Denpasar dan P2JJ

Metropolitan Denpasar, keberadaan basis data Jalan Nasional berbasis SIG ini

diharapkan mempercepat dan meningkatkan akurasi dalam pengambilan

kebijakan terkait pemantauan kondisi jalan nasional di Provinsi Bali.

2. Dapat digunakan sebagai bahan kajian studi lebih lanjut oleh peneliti lainnya.


 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Jalan Umum

Sesuai peruntukannya jalan terdiri atas jalan umum dan jalan khusus. Jalan

umum merupakan jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, sedangkan

jalan khusus merupakan jalan yang bukan diperuntukkan untuk lalu lintas umum

dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan. Menurut Undang

Undang Nomor 38 tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, jalan umum dapat diklasifikasikan dalam

sistem jaringan jalan, fungsi jalan, status jalan, dan kelas jalan. Pengetahuan

mengenai klasifikasi jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk menerangkan

definisi Jalan Nasional beserta aturannya.

2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi pada sistem jaringan jalan

Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi mengacu pada UU No.38 tahun 2004

dan PP No.34 tahun 2006, adalah sebagai berikut:

2.1.1.1. Sistem jaringan jalan primer

Sistem jaringan jalan primer terdiri dari jalan arteri primer, jalan kolektor

primer, jalan lokal primer, dan jalan lingkungan primer, dimana disusun

berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua

simpul jasa distribusi yang berwujud pusat-pusat kegiatan sebagai berikut:


6

 

a) Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional, pusat kegiatan

wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat kegiatan lingkungan; dan

b) Menghubungkan antarpusat kegiatan Nasional.

Sistem jaringan primer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata

ruang dan struktur pengembangan wilayah tingkat Nasional yang menghubungkan

simpul-simpul jasa distribusi sebagai berikut:

1) Jalan arteri primer

Jalan ini menghubungkan secara berdaya guna antarpusat kegiatan nasional

atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah, dengan

persyaratan teknis sebagaimana diatur dalam PP No. 34 tahun 2006, sebagai

berikut:

a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 60 km/jam;

b. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter;

c. Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata;

d. Lalu-lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang-alik,

lalu lintas lokal dan kegiatan lokal;

e. Jumlah jalan masuk, ke jalan arteri primer, dibatasi secara effisien

sehingga kecepatan 60 km/jam dan kapasitas besar tetap terpenuhi;

f. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan

pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.


 

2) Jalan kolektor primer

Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna antara pusat

kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan wilayah, atau

antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. Adapun persyaratan

teknis dari jalan ini, sebagai berikut:

a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 40 km/jam;

b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter;

c. Kapasitas lebih besar dari volume lalu-lintas rata-rata;

d. Jumlah jalan masuk dibatasi, dan direncanakan sehingga dapat dipenuhi

kecepatan paling rendah 40 km/jam;

e. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan tidak boleh

terputus.

3) Jalan lokal primer

Merupakan jalan yang menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan

nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat

kegiatan lingkungan, antarpusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan

pusat kegiatan lingkungan, serta antarpusat kegiatan lingkungan. Adapun

persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut:

a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 20 km/jam;

b. Lebar badan jalan paling sedikit 7,5 meter;

c. Jalan lokal primer yang memasuki kawasan pedesaan tidak boleh

terputus.


 

4) Jalan lingkungan primer

Merupakan jalan yang menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam

kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Adapun

persyaratan teknis dari jalan ini, sebagai berikut:

a. Didesain paling rendah dengan kecepatan 15 km/jam;

b. Lebar badan jalan paling sedikit 6,5 meter;

c. Jalan lingkungan primer yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan

bermotor beroda tiga atau lebih harus memiliki lebar badan jalan paling

sedikit 3,5 meter.

2.1.1.2. Sistem jaringan jalan sekunder

Sistem jaringan jalan sekunder disusun berdasarkan rencana tata ruang

wilayah kabupaten/kota dan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk

masyarakat di dalam kawasan perkotaan yang menghubungkan secara menerus

kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder

kedua, fungsi sekunder ketiga, dan seterusnya sampai ke persil. Fungsi jalan pada

sistem jaringan jalan sekunder terdiri dari:

1) Jalan Arteri Sekunder

Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan primer dengan kawasan

sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau

kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. Adapun persyaratan

teknisnya, sebagai berikut:


 
10 

a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 30 km/jam;

b. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;

c. Lebar badan jalan paling sedikit 11 meter;

d. Pada jalan arteri sekunder, lalu-lintas cepat tidak boleh terganggu oleh

lalu-lintas lambat;

e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi

kecepatan tidak kurang dari 30 km/jam.

2) Jalan kolektor sekunder

Jalan ini menghubungkan menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan

kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder

ketiga. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:

a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 20 km/jam;

b. Lebar badan jalan paling sedikit 9 meter;

c. Memiliki kapasitas yang lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata;

d. Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat;

e. Persimpangan sebidang dengan pengaturan tertentu harus memenuhi

kecepatan tidak kurang dari 20 km/jam.

10 
 
11 

3) Jalan lokal sekunder

Jalan ini menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan,

kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan

seterusnya sampai ke perumahan. Adapun persyaratan teknisnya, sebagai berikut:

a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam;

b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 7,5 meter.

4) Jalan lingkungan sekunder

Jalan ini menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. Adapun

persyaratan teknisnya, sebagai berikut:

a. Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 10 km/jam, diperuntukkan

bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau lebih;

b. Lebar badan jalan tidak kurang dari 6,5 meter;

c. Jalan yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda tiga atau

lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 meter.

Secara diagramatis penjelasan mengenai klasifikasi jalan menurut fungsi

dapat dilihat pada Gambar 2.1, halaman 12.

11 
 
12 

KP

I AP I

AP AP

II KP II

KP KP

III LP III

LP LP

IV IV
Keterangan:

I Kota Jenjang I (Kota PKN/Pusat Kegiatan Nasional)

II Kota Jenjang II (Kota PKW/Pusat Kegiatan Wilayah)

III Kota Jenjang III (Kota PKL/Pusat Kegiatan Lokal)

IV Kota Jenjang dibawahnya, Persil

AP Arteri Primer

KP Kolektor Primer

LP Lokal Primer

Gambar 2.1 Klasifikasi Jalan Menurut Fungsi


Sumber: Saodang, 2004

12 
 
13 

2.1.2 Klasifikasi menurut status jalan

Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006 Pasal 25 sampai 30, jaringan jalan yang

diklasifikasikan menurut statusnya dibedakan menjadi 5 (lima) jenis, yaitu sebagai

berikut:

2.1.2.1 Jalan Nasional

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan nasional adalah jalan arteri

primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan

tol; serta jalan strategis Nasional.

2.1.2.2 Jalan Provinsi

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi adalah jalan kolektor

primer yang menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota Kabupaten/Kota;

jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota Kabupaten/Kota; jalan

strategis provinsi; serta jalan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan

sebagaimana dimaksud dalam Jalan Nasional.

2.1.2.3 Jalan Kabupaten

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan kabupaten adalah jalan kolektor

primer yang tidak termasuk dalam jalan nasional dan kelompok jalan provinsi;

jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota

kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan,

ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa; jalan sekunder lain, selain

13 
 
14 

sebagaimana dimaksud sebagai jalan nasional, dan jalan provinsi; serta jalan yang

mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan Kabupaten.

2.1.2.4 Jalan Kota

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan provinsi kota adalah jaringan

jalan sekunder di dalam kota. Penjelasan dalam skema diagram dapat dilihat lebih

lanjut pada Gambar 2.2.

2.1.2.5 Jalan Desa

Jalan yang diklasifikasikan dalam jalan desa adalah jalan lingkungan

primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam

kawasan pedesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan

dan/atau antar pemukiman di dalam desa.

Secara diagramatis, klasifikasi jalan menurut status dapat dilihat pada

Gambar 2.2, halaman 15

14 
 
15 

N I N I

SN N/P N/P

P II P II
SP
K K

K III K III
SK
K K

IV IV
Keterangan:

I Ibukota Provinsi N Nasional

II Ibukota Kabupaten/Kota P Provinsi

III Ibukota Kecamatan K Kabupaten

IV Kota Lainnya SN Strategis Nasional

SP Strategis Provinsi SK Strategis Kabupaten

Gambar 2.2 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan


Sumber: Saodang, 2004

15 
 
16 

2.1.3 Klasifikasi menurut kelas jalan

Kelas jalan dapat dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan

kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, sebagaimana telah diatur sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan; serta

spesifikasi penyediaan prasarana jalan. Kelas jalan berdasarkan spesifikasi

penyediaan prasarana jalan dibedakan menjadi jalan bebas hambatan, jalan raya,

jalan sedang, dan jalan kecil. Maksud dari spesifikasi di sini meliputi

pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur,

ketersediaan medan, serta pagar.

2.1.3.1 Jalan bebas hambatan

Spesifikasi yang diatur untuk jalan bebas hambatan meliputi

pengendalian jalan masuk secara penuh, tidak ada persimpangan sebidang,

dilengkapi pagar ruang milik jalan, dilengkapi dengan median, paling sedikit

mempunyai 2 (dua) lajur setiap arah, dan lebar lajur paling sedikit 3,5 (tiga koma

lima) meter.

2.1.3.2 Jalan raya

Spesifikasi untuk jalan raya yang dimaksud adalah jalan umum untuk

lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas dan

dilengkapi dengan median, paling sedikit 2 (dua) lajur setiap arah, lebar lajur

paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

2.1.3.3 Jalan sedang

Spesifikasi untuk jalan sedang yang dimaksud adalah jalan umum dengan

lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi, paling

16 
 
17 

sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah dengan lebar jalur paling sedikit 7 (tujuh)

meter.

2.1.3.4 Jalan kecil

Spesifikasi untuk jalan kecil yang dimaksud adalah jalan umum untuk

melayani lalu lintas setempat, paling sedikit 2 (dua) lajur untuk 2 (dua) arah

dengan lebar jalur paling sedikit 5,5 (lima koma lima) meter.

2.2 Bagian-bagian Jalan

Bagian-bagian jalan meliputi ruang manfaat jalan (RUMAJA), ruang milik

jalan (RUMIJA), dan ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Penjelasan mengenai

bagian-bagian jalan menjadi penting pada penelitian ini untuk mengetahui

persyaratan ideal bagi ruang jalan, sehingga kriteria pada informasi kondisi sosial

dapat didefinisikan. Penjelasan dari masing-masing bagian jalan tersebut dapat

dilihat sebagai berikut.

2.2.1 Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA)

Ruang manfaat jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh

lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan

yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri, yang

meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya. RUMAJA

hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan,

saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian,

gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya. Dalam

rangka menunjang pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan serta pengamanan

17 
 
18 

konstruksi jalan, maka badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas, dimana ruang

bebas disini maksudnya adanya pembatasan untuk lebar, tinggi, dan kedalaman

tertentu. Ruang bebas untuk jalan arteri maupun kolektor adalah dengan tinggi

paling rendah 5 (lima) meter serta kedalaman paling rendah 1,5 (satu koma lima)

meter dari permukaan jalan.

2.2.2 Ruang Milik Jalan (RUMIJA)

Ruang milik jalan merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh

lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu, dimana terdiri dari ruang manfaat jalan dan

sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai

ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai landscape jalan. Ruang milik jalan

diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur

lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan.

Jika mengacu pada PP Nomor 34 Tahun 2006, maka terdapat lebar minimum

RUMIJA, seperti sebagai berikut:

a. Jalan Bebas Hambatan : 30 meter

b. Jalan Raya : 25 meter

c. Jalan Sedang : 15 meter

d. Jalan Kecil : 11 meter

18 
 
19 

2.2.3 Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)

Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan

yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalan, dimana

diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi

jalan serta pengamanan fungsi jalan. Terdapat lebar ruang pengawasan jalan

minimum yang ditentukan dari tepi badan jalan dengan ukuran sebagai berikut:

a. Jalan Arteri Primer : 15 meter

b. Jalan Kolektor Primer : 10 meter

c. Jalan Lokal Primer : 7 meter

d. Jalan Lingkungan Primer : 5 meter

e. Jalan Arteri Sekunder : 15 meter

f. Jalan Kolektor Sekunder : 5 meter

g. Jalan Lokal Sekunder : 3 meter

h. Jalan Lingkungan Sekunder: 2 meter

i. Jembatan 100 meter kearah hulu dan hilir.

Untuk informasi lebih jelas mengenai bagian-bagian jalan yang tergolong

dalam RUMAJA, RUMIJA, dan RUWASJA dapat dilihat pada Gambar 2.3,

halaman 20 berikut ini.

19 
 
20 

Keterangan:

Ruang Manfaat Jalan (RUMAJA) Ruang Pengawasan Jalan (RUWASJA)

Ruang Milik Jalan (RUMIJA) Bangunan

a = Jalur lalu lintas c = Saluran tepi


b = Bahu jalan d = Ambang pengamanan
x = b + a + a + b = Badan Jalan
Gambar 2.3 Bagian-bagian Jalan
Sumber: PP No. 34 Tahun 2006 

20
20 
 
21 

Menurut Penjelasan Pasal 35 PP Nomor 34 tahun 2006, yang dimaksud

badan jalan meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa jalur pemisah, dan bahu

jalan.

2.3 Jalan Nasional di Provinsi Bali

Jalan nasional merupakan jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang

menghubungkan antar ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan yang mempunyai

nilai strategis terhadap kepentingan Nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri

Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 376/KPTS/M/2004, Tentang

Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan Nasional, tanggal

19 Oktober 2004, maka pemerintah menetapkan sebanyak 58 ruas jalan di

provinsi Bali sebagai Jalan Nasional. Selain nama ruas jalan yang ditetapkan,

Kepmen tersebut juga menetapkan panjang masing-masing ruas jalan, dimana

panjang total ruas jalan tersebut adalah 501,64 km. Pemerintah membentuk dua

SNVT yang bertanggung jawab atas kondisi ruas tersebut, yaitu SNVT P2JJ Bali

dan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Mengingat ruas jalan nasional di bawah

tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar yang cenderung lebih padat, maka

dalam penelitian ini hanya meninjau ruas jalan tersebut. Pada Gambar 2.4 dapat

dilihat peta ruas jalan nasional, yangmana ruas jalan nasional ditandakan dengan

garis merah tebal. Peta ruas jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ

Metropolitan Denpasar dapat dilihat pada Lampiran C usulan penelitian ini.

21 
 
22 

Gambar 2.4 Peeta Ruas Jalan Nasiional Provinsi Bali


Sum
mber: Hasil Analisaa, 2011
22  22
 
23 

Untuk nama ruas, nomor ruas, dan panjangnya yang bersumber dari

Lampiran 20B Kepmen 376/KPTS/M/2004, serta penanggung jawabnya di

provinsi berdasarkan data sekunder dari SNVT P2JJ, dapat dilihat pada Lampiran

A penelitian ini. Berdasarkan lampiran tersebut, maka ruas jalan nasional yang

berada di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Wilayah Bali adalah sepanjang

398,34 km dengan 25 ruas, sedangkan SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar

sepanjang 103,30 km dengan 33 ruas jalan.

2.4 Informasi Kondisi Jalan

2.4.1 Indeks kondisi kekasaran jalan (RCI)

Road Condition Index (RCI) atau indeks kondisi kekasaran jalan

merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk menilai suatu kondisi

jalan, dimana survei dilakukan secara pengamatan/visualisasi terhadap ruas jalan.

Rentangan nilai dari RCI ini adalah dari nol sampai sepuluh, dimana nilai nol

mewakili kondisi perkerasan yang paling buruk dan nilai sepuluh mewakili

kondisi perkerasan yang paling baik. Selain memperhatikan kondisi perkerasan,

RCI juga memperhatikan kondisi dari jenis permukaannya. Tabel 2.1 berikut ini

akan menjelaskan mengenai penentuan nilai RCI ditinjau berdasarkan jenis

permukaan dan kondisi secara visual.

23 
 
24 

Tabel 2.1 Penentuan Nilai RCI Ditinjau Berdasarkan Jenis Permukaan dan Kondisi Secara Visual

No. Jenis Permukaan Kondisi ditinjau Secara Nilai


Visual RCI
1. Jalan tanah dengan drainase Tidak bisa dilalui 0-2
yang jelek, dan semua tipe
permukaan yang tidak
diperhatikan sama sekali
2. Semua tipe perkerasan yang Rusak berat, banyak lubang 2-3
tidak diperhatikan sejak lama dan seluruh daerah
(4-5 tahun atau lebih) perkerasan
3. PM (Penetrasi Macadam) Rusak bergelombang, 3-4
lama, Latasbum lama, batu banyak lubang
kerikil
4. PM setelah pemakaian 2 Agak rusak, kadang-kadang 4-5
tahun, Latasbum lama ada lubang, permukaan
tidak rata
5. PM baru, Latasbum baru, Cukup tidak ada atau sedikit 5-6
Lasbutag setelah pemakaian 2 sekali lubang, permukaan
tahun jalan agak tidak rata
6. Lapis tipis lama dari Hotmix, Baik 6-7
Latasbum baru, Lasbutag
baru
7. Hotmix setelah 2 tahun, Sangat baik, umumnya rata 7-8
Hotmix tipis di atas PM
8. Hotmix baru (Lataston, Sangat rata dan teratur 9-10
Laston), peningkatan dengan
menggunakan lebih dari 1
lapis
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 2007. Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan
Secara Visual

2.4.2 Indeks Internasional kekasaran jalan (IRI)

International Roughness Index (IRI) atau indeks internasional kekasaran

jalan merupakan indeks internasional yang menunjukkan besaran kekasaran

permukaan jalan dalam satuan m/km, dimana survei dilakukan dengan

24 
 
25 

menggunakan alat ukur kerataan roughometer NAASRA (National Association

of Australian State Road Authorities). Tata cara ini berguna untuk menghitung

tebal lapis tambahan bila dilihat dari sisi fungsional jalan dan dilengkapi dengan

formulir-formulir yang aplikatif dan komunikatif. Dalam survei ketidakrataan

permukaan jalan dengan alat ukur roughometer NAASRA diperlukan beberapa

alat bantu lainnya, yaitu: Dipstick Floor Profiler yang digunakan sebagai alat

ukur elevasi, Odometer sebagai alat pengukur jarak tempuh, dua buah beban

masing-masing seberat 50 kg dan alat pengukur tekanan ban.

Berdasarkan buku Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara

Visual yang dikeluarkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal

Bina Marga pada tahun 2007, terdapat rumusan korelasi RCI dengan IRI, yaitu:

,
(1)

Dimana:

RCI = Road Condition Index

IRI = International Roughness Index

2.4.3 Jenis-jenis kerusakan perkerasan aspal

Berdasarkan Modul B.1.1. Prasarana Transportasi, Campuran Beraspal

Panas, yang dikeluarkan oleh Departemen Kimpraswil Badan Penelitian dan

Pengembangan pada tahun 2003, maka terdapat beberapa kelompok kerusakan

yang terjadi pada perkerasan aspal.

25 
 
26 

2.4.3.1 Cacat
C permuukaan

1) D
Deliminasi

D
Deliminasi merupakann suatu jen
nis kerusakan perkeraasan yang dapat

d
disebabkan o :
oleh

a permukaaan perkerasaan lama kottor;


a.

b pemasanggan lapis peerekat tidak merata;


b.

c. pemadataan saat hujann;

d rembesann air pada reetakan.


d.

Gambar 2.5 Kerusakan


K Caccat Permukaann: Deliminasi
Sumber: Deepartemen Kim
mpraswil, 20003

2) B
Bleeding, y
yaitu meruppakan suattu jenis kerusakan
k yyang dipreediksi

disebbabkan sebagian atau seluruh agregat dalam campuran tterselimuti aspal

terlaalu banyak. Penyebab terjadinya


t bleeding adaalah sebagaii berikut :

a penggunaaan aspal beerlebihan;


a.

b penggunaaan lapis perrekat (tack coat)


b. c berlebbihan;

c. ekses darii lapisan baawahnya yan


ng bleedingg.

26 
 
27 

G
Gambar 2.6 Keerusakan Cacaat Permukaan: Bleeding
Sumber: Pioneeer Valley Plannning Commission. t.t. httpp://www.pvpc..org/web-
content//graphics/imagges/trans/ pav
ve_gif/bleed.giif, Maret 20100

3) P
Pengausan

P
Penyebab terrjadinya penngausan adaalah sebagaai berikut :

a penggunaaan agregat tidak tahan aus;


a.

b penggunaaan agregat (kerikil) sungai.


b.

Gaambar 2.7 Kerrusakan Cacatt Permukaan: Pengausan


P
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

27 
 
28 

4) P
Pelepasan buutir

P
Penyebab terrjadinya pellepasan butir adalah seebagai berikkut :

a penggunaaan agregat kotor;


a.

b penggunaaan agregat pipih (mudah pecah);


b.

c. penggunaaan aspal kuurang;

d pelapukann (aging) asspal;


d.

e. pemadataan lintasannyya kurang;

f.. temperatuur pemadataan rendah.

Gambbar 2.8 Kerusakan Cacat Peermukaan: Pellepasan Butir


Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

5) L
Lubang

P
Penyebab terrjadinya lubbang adalah
h sebagai beerikut :

a penggunaaan aspal kuurang;


a.

b penggunaaan agregat kotor;


b.

c. penggunaaan agregat pipih (mudah pecah);

d rembesann para retakaan.


d.

28 
 
29 

G
Gambar 2.9 Keerusakan Cacaat Permukaann: Lubang
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

2.4.3.2 Retak
R

1) R
Retak selip

P
Penyebab terrjadinya rettak selip adaalah sebagai berikut :

a penggunaaan tack coaat kurang;


a.

b pengaruh terdorong//terseret oleeh paver dim


b. mana temperatur camp
puran

rendah.

Gambar 2.110 Kerusakan


n Retak: Retakk selip
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

29 
 
30 

2) R
Retak kulit buaya
b

P
Penyebab terrjadinya rettak kulit buaaya adalah sebagai
s beriikut :

a pelapukann aspal;
a.

b penggunaaan aspal kuurang;


b.

c. ketebalann kurang.

G
Gambar 2.11 Kerusakan
K Reetak: Retak kuulit buaya
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

3) R
Retak blok

P
Penyebab terrjadinya rettak blok adaalah sebagaii berikut :

a pelapukann aspal;
a.

b penggunaaan aspal kuurang;


b.

c. ketebalann kurang.

30 
 
31 

Gambar 2.12 Kerusakan


n Retak: Retakk blok
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

4) R
Retak memaanjang

P
Penyebab terrjadinya rettak memanjang adalah sebagai berrikut :

a refleksi dari
a. d retak daari lapisan bawah;

b sambungaan pelaksannaan kurang baik;


b.

c. tanah dasar ekspansif.

G
Gambar 2.13 Kerusakan
K Retak: Retak meemanjang
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

31 
 
32 

5) R
Retak Melinntang

P
Penyebab terrjadinya rettak melintan
ng adalah seebagai berikkut :

a sambungaan pelaksannaan kurang baik;


a.

b retak refleeksi atau suusut pada lap


b. pisan bawahh.

G
Gambar 2.14 Kerusakan Reetak: Retak melintang
m
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

2.4.3.3 Deformasi
D

1) A
Alur

P
Penyebab terrjadinya aluur adalah sebagai berikuut :

a daya dukuung tanah dasar


a. d rendah
h;

b pemadataan rendah.
b.

Gambar 2.15 Kerusakan


n Deformasi: Alur
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

32 
 
33 

2) K
Keriting

P
Penyebab terrjadinya kerriting adalah
h sebagai berikut :

a penggunaaan aspal beerlebih;


a.

b pemadataan tidak baikk.


b.

Gambar 2.16 Kerusakan Deformasi:


D Keriting
Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

3) D
Depresi/amb
blas

P
Penyebab teerjadinya depresi/amb
d blas adalahh pemadataan rendah, daya

dukung lappisan pondaasi dan tanaah dasar tidaak seragam..

Gaambar 2.17 Keerusakan deforrmasi: Depressi (Amblas)


Sumber: Departemen
D Kimpraswil,
K 2
2003

33 
 
34 

4) P
Pergeseran (
(shoving)

P
Penyebab terrjadinya perrgeseran (sh
hoving) adaalah sebagai berikut :

a stabilitas lapisan beraaspal rendah;


a.

b pemasanggan tack coaat tidak baik


b. k.

Gambbar 2.18 Keruusakan Deform


masi: Pergeserran (Shoving)
Sumber: (D
Departemen Kimpraswil,
K 2
2003)

5) D
Deformasi p
plastis

P
Penyebab terjadinya deeformasi plaastis adalahh penggunaaan aspal berrlebih

atau kualittasnya renddah (penetraasi tinggi).

Gambbar 2.19 Defo


ormasi Plastis
Sumber: (D
Departemen Kimpraswil,
K 2
2003)

34 
 
35 

Mengingat penelitian ini lebih terkait pada penanganan kerusakan, maka

jenis kerusakan yang akan disurvei dapat digolongkan menjadi 5 jenis, yaitu

bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan atau deliminasi, retak,

dan deformasi.

2.4.4 Survei pencacahan lalu lintas terklasifikasi

2.4.4.1 Maksud dan tujuan

Tujuan survei adalah untuk memperoleh jumlah volume pengguna

prasarana (jalan) terklasifikasi, dalam satuan tertentu serta pada selang waktu

tertentu. Survei ini bermaksud untuk mendapatkan data yang berguna dalam

perencanaan maupun rekayasa lalu lintas. Berdasarkan data ini, nanti dapat

diperoleh nilai LHR (Lintas Harian Rata-rata) maupun LHRT (Lintas Harain

Rata-rata Tahunan). LHR merupakan jumlah rata-rata kendaraan yang melewati

suatu titik pengamatan pada suatu ruas jalan dalam waktu 1 hari (24 jam),

sedangkan LHRT merupakan jumlah rata-rata kendaraan yang melewati suatu titik

pengamatan pada suatu ruas jalan dalam waktu 1 hari (24 jam), selama setahun

(365 hari) atau jumlah lalu lintas setahun yang dibagi 365.

LHRT = LHR x Fkh x Fkb (2)

Fkh : Faktor koreksi variasi arus lalu lintas harian (bisa didapat di PU)

Fkb : Faktor koreksi variasi arus lalu lintas bulanan (bisa didapat di PU)

2.4.4.2 Ruang lingkup

Panduan ini meliputi persiapan, pelaksanaan dan pengolahan data yang

biasa dilakukan untuk survei pencacahan lalu lintas dengan metoda manual, yaitu

dengan mencatat jumlah kendaraan menurut klasifikasinya secara manual.

35 
 
36 

2.4.4.3 Persiapan

Surveyor harus diberi informasi pada saat pengarahan mengemai

bagaimana berbagai kelas kendaraan dapat dikenali. Untuk itu, ilustrasi dengan

menggunakan gambar perlu diusahakan. Surveyor menempati suatu titik yang

tetap di tepi jalan, sedemikian sehingga diperoleh pandangan yang jelas dan

sedapat mungkin agar petugas terhindar dari panas dan hujan. Surveyor mencatat

setiap kendaraan yang melewati titik yang telah ditentukan pada formulir

lapangan.

2.4.4.4 Alat yang digunakan

Alat yang diperlukan untuk survei pencacahan lalu lintas manual

terklasifikasi adalah :

a. handy tally counter;

b. formulir survei;

c. alat tulis;

d. jam/stop watch.

2.4.4.5 Pengambilan contoh/sampling

Dari jenis/klasifikasi kendaraan yang disurvei biasanya diusahakan agar

semua kendaraan yang lewat dihitung. Jadi, diusahakan 100% kendaraan tercacah.

Pencatatan data umumnya dilakukan secara terpisah untuk masing-masing arah

lalu lintas, dan kemudian menjumlahkannya pada tahap analisis untuk

memperoleh volume total 2 arah.

Jangka waktu pelaksanaan survei tergantung dari maksud pelaksanaan

survei dan kondisi lalu lintas yang dipecahkan. Survei dapat berlangsung mulai

36 
 
37 

dari 1 jam hingga satu hari penuh atau bahkan untuk beberapa hari. Jika menjadi

masalah adalah kemacetan pada saat jam sibuk, maka pencacahan volume lalu

lintas pada jam sibuk perlu dilakukan survei yang lebih rinci, yaitu dengan

melakukan pencacahan volume dengan interval waktu 5 menit, selain itu juga

diperlukan data volume selama sehari.

Dalam rangka survei untuk memperoleh suatu arus lalu lintas sehari

penuh, maka survei harus dilakukan selama 24 jam. Akan tetapi, porsi terbesar

arus lalu lintas terjadi antara jam 06.00 pagi hingga jam 22.00 malam. Oleh

karena itu untuk keperluan desain, biasanya waktu pelaksanaan survei dibatasi

hanya pada jam-jam tersebut saja (16 jam).

2.4.4.6 Organisasi Survei

Secara umum, penentuan jumlah surveyor dan organisasi pelaksana

survei pencacahan lalu lintas sangat dipengaruhi oleh :

1) Tingkat volume ruas

Untuk volume ruas yang cukup tinggi, dengan kecepatan yang tinggi

pula, akan menyulitkan surveyor untuk menghitung semua klasifikasi kendaraan

yang lewat. Sehingga pencacahan dapat dilakukan oleh lebih dari satu surveyor,

yang masing-masing bertanggung jawab mencacah suatu jenis klasifikasi

kendaraan tertentu.

2) Rentang waktu survei

Umumnya surveyor dapat melakukan pencacahan secara non stop tidak

lebih dari 4 jam (juga tergantung tingkat volume dan kecepatan lalu lintas),

37 
 
38 

sehingga bila dilakukan pencacahan yang lebih dari 4 jam dari sehari, maka perlu

dilakukan penggantian surveyor (dengan sistem shift).

3) Jumlah ruas (cakupan survei)

Seringkali pencacahan lalu lintas diusahakan agar dapat dilakukan secara

serentak (kecuali dengan pertimbangan lain), sehingga jumlah surveyor yang

dibutuhkan sebanding dengan jumlah ruas yang akan di-survei.

2.4.5 Dasar-dasar perencanaan geometrik jalan

Pengetahuan mengenai dasar-dasar perencanaan geometrik jalan dibutuhkan

pada penelitian ini untuk dapat mendefinisikan kriteria penilaian pada informasi

kondisi geometrik. Dasar-dasar tersebut seperti sebagai berikut:

2.4.5.1 Kendaraan rencana

Kendaraan rencana adalah kendaraan yang dimensi dan radius putarnya

dipakai sebagai acuan dalam perencanaan geometrik. Kendaraan rencana

dikelompokkan ke dalam 3 kategori, yaitu:

a. Kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang;

b. Kendaraan sedang, diwakili oleh truk 3 as tandem atau oleh bus besar 2 as;

c. Kendaraan besar, diwakili oleh truk-semi-trailer.

Dimensi dasar untuk masing-masing kategori Kendaraan Rencana dapat

dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini.

38 
 
39 

Tabel 2.2 Dimensi Dasar Kendaraan Rencana


Kategori Dimensi Kendaraan Tonjolan (cm) Radius Putar Radius
Kendaraan (cm) Tonjolan
Rencana Tinggi Lebar Panjang Depan Belakang Minimum Maksimum (cm)
Kendaraan 130 210 580 90 150 420 730 780
Kecil
Kendaraan 410 260 1210 210 240 740 1280 1410
Sedang

Kendaraan 410 260 2100 120 90 290 1400 1370


Besar

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997

2.4.5.2 Satuan Mobil Penumpang (SMP)

SMP adalah angka satuan kendaraan dalam hal kapasitas jalan, dimana

mobil penumpang ditetapkan memiliki 1 (satu) SMP. Terdapat suatu nilai

konversi untuk berbagai tipe kendaraan dibandingkan kendaraan ringan

sehubungan dengan pengaruhnya terhadap kecepatan kendaraan ringan dalam arus

lalu lintas, yang disebut dengan Ekivalen Mobil Penumpang (emp). Menurut

Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) Nomor: 036/TBM/1997, terdapat

sedikit perbedaan nilai emp untuk tiap tipe/jenis perencanaan. Berikut akan

ditampilkan tabel nilai emp untuk perencanaan jenis Perencanaan Jalan Perkotaan,

baik yang terbagi (pada Tabel 2.3) maupun yang tak terbagi (pada Tabel 2.4).

39 
 
40 

Tabel 2.3 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Terbagi dan Satu Arah
Tipe Jalan: Arus lalu Emp
Jalan satu arah dan jalan lintas per lajur
terbagi (kend/jam)

HV MC
Dua-lajur satu-arah (2/1) 0 1,3 0,40
dan
Empat-lajur terbagi ≥1050 1,2 0,25
(4/2D)
Tiga-lajur satu-arah (3/1) 0 1,3 0,40
dan
Enam-lajur terbagi (6/2D) ≥1100 1,2 0,25

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. MKJI 1997

Tabel 2.4 Nilai Emp Untuk Jalan Perkotaan Tak Terbagi


Tipe Jalan: Arus lalu emp
Jalan tak terbagi lintas total dua HV MC
arah Lebar jalur lalu lintas Wc
(kend/jam) (m)
≤6 >6

Dua-lajur tak- 0 1,3 0,50 0,40


terbagi (2/2 UD) ≥1800 1,2 0,35 0,25

Empat-lajur tak- 0 1,3 0,40


terbagi (4/2 UD) ≥3700 1,2 0,25
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. MKJI 1997

2.4.5.3 Kecepatan rencana

Kecepatan rencana (VR) pada suatu ruas jalan adalah kecepatan yang

dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan

kendaraan-kendaraan bergerak dengan aman dan nyaman dalam kondisi cuaca

yang cerah, lalu lintas yang lengang, dan pengaruh samping jalan yang tidak

40 
 
41 

berarti. Kecepatan rencana untuk masing-masing fungsi jalan dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 2.5 Kecepatan Rencana Sesuai Klasifikasi Fungsi dan Medan Jalan

Fungsi Kecepatan Rencana, VR (km/jam)


Datar Bukit Pegunungan
Arteri 70-120 60-80 40-70
Kolektor 60-90 50-60 30-50
Lokal 40-70 30-50 20-30
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997

Untuk kondisi medan yang sulit (VR) suatu segmen jalan dapat diturunkan

dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam.

2.4.5.4 Jalur lalu lintas

Jalur lalu lintas adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas

kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan, dimana jalur dapat terdiri

atas beberapa lajur. Batas jalur lalu lintas dapat berupa median, bahu, trotoar,

pulau jalan, dan separator. Lebar jalur sangat ditentukan oleh jumlah dan lebar

jalur peruntukkannya. Lebar jalur minimum untuk jalan umum adalah 4,5 meter,

sehingga memungkinkan 2 kendaraan besar yang terjadi sewaktu-waktu dapat

menggunakan bahu jalan. Jalur lalu lintas terdiri atas beberapa tipe, yaitu:

a. 1 jalur-2 lajur-2 arah (2/2 UD);

b. 1 jalur-2 lajur-1 arah (2/1 UD);

c. 2 jalur-4 lajur-2 arah (4/2 D);

d. 2 jalur-n lajur-2 arah (n12 D), dimana n = jumlah lajur.

41 
 
  42 

Berikut ini terdapat informasi lebar jalur dan bahu minimum, seperti pada Tabel 2.6 di bawah ini.

Tabel 2.6 Penentuan Lebar Jalur dan Bahu Jalan

VLHR ARTERI KOLEKTOR LOKAL


(smp/hari) Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum
Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar Lebar
jalur bahu jalur bahu jalur bahu jalur bahu jalur bahu jalur bahu
(m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m)
< 3.000 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,5 4,5 1,0 6,0 1,0 4,5 1,0

3.000- 7,0 2,0 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,5 7,0 1,5 6,0 1,0
10.000
10.001- 7,0 2,0 7,0 2,0 7,0 2,0 **) **) - - - -
25.000
> 25.000 2nx3,5*) 2,5 2x7,0*) 2,0 2nx3,5*) 2,0 **) **) - - - -

Keterangan:
**) = Mengacu pada persyaratan ideal
*) = 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3,5m, dimana n=jumlah lajur per jalur
- = tidak ditentukan

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No. 038/TBM/1997

42
42 
 
43 

2.4.5.5 Lajur lalu lintas

Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dibatasi oleh

marka lajur jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu kendaraan

bermotor sesuai kendaraan rencana. Jumlah lajur ditetapkan dengan mengacu

kepada MKJI berdasarkan tingkat kinerja yang direncanakan, di mana untuk suatu

ruas jalan dinyatakan oleh nilai rasio antara volume terhadap kapasitas yang

nilainya tidak lebih dari 0.80. Untuk kelancaran drainase permukaan, lajur lalu

lintas pada alinyemen horizontal memerlukan kemiringan melintang normal.

Besaran kemiringan untuk perkerasan aspal dan beton sebaiknya 2-3%, sedangkan

untuk perkerasan kerikil sebesar 4-5%. Pada tabel berikut dapat dilihat lebar lajur

yang tergantung pada kecepatan dan kendaraan rencana, dimana dalam hal ini

dinyatakan dengan fungsi jalan.

2.4.5.6 Alinyemen horisontal

Merupakan proyeksi sumbu jalan pada bidang horizontal, dimana dikenal

juga dengan nama “situasi jalan” atau “trase jalan”. Alinyemen horizontal terdiri

dari garis-garis lurus (biasa disebut tangen), yang dihubungkan dengan garis-garis

lengkung (tikungan). Garis lengkung tersebut dapat terdiri dari busur lingkaran

ditambah dengan lengkung peralihan atau busur-busur peralihan ataupun busur

lingkaran saja.

1) Bagian garis lurus (tangen)

Dengan mempertimbangkan faktor keselamatan pemakai jalan, ditinjau

dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum bagian jalan yang lurus

 
 
44 

harus ditempuh dalam waktu tidak lebih dari 2,5 menit (sesuai VR). Panjang

bagian lurus untuk setiap fungsi jalan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.7 Panjang Bagian Lurus Maksimum

Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)


Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 3.000 2.500 2.000


Kolektor 2.000 1.750 1.500
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997

2) Bagian garis lengkung (tikungan)

Bentuk bagian garis lengkung dapat berupa Spiral-Circle-Spiral (SCS);

Full Circle (FC); dan Spiral-Spiral (SS). Diantara bagian lurus jalan dan bagian

lengkungjalan berjari-jari tetap R terdapat lengkung yang disebut dengan

Lengkung Peralihan. Lengkung ini berfungsi berfungsi mengantisipasi perubahan

alinemen jalan dari bentuk lurus (R tak terhingga) sampai bagian lengkung jalan

berjari jari tetap R sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kendaraan saat

berjalan di tikungan berubah secara berangsur-angsur, baik ketika kendaraan

mendekati tikungan maupun meninggalkan tikungan.

 
 
45 

Pada Tabel 2.8 terdapat pangjang jari-jari minimum (dibulatkan) yang

harus dipenuhi oleh suatu tikungan sesuai dengan kecepatan rencananya dan pada

Tabel 2.9 akan ditampilkan mengenai tikungan dengan jari-jari tertentu yang tidak

memerlukan lengkung peralihan.

Tabel 2.8 Panjang Jari-jari Minimum Suatu Tikungan (Dibulatkan)

VR 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Jari-jari 600 370 210 110 80 50 30 15
minimum,
Rmin (m)
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997

Tabel 2.9 Jari-jari Tikungan yang Tidak Memerlukan Lengkungan Peralihan

VR 120 100 80 60 50 40 30 20
(km/jam)
Jari-jari 600 370 210 110 80 50 30 15
minimum,
Rmin (m)
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997

Untuk dapat memahami komponen tikungan, maka berikut ini terdapat

contoh gambar komponen tikungan Spiral-Circle-Spiral.

 
 
46 

Circle
Spiral
Tangen 

Gam
mbar 2.20 Kom
mponen Tikun
ngan Spiral-C
Circle-Spiral
S
Sumber: Saodaang, 2004

2.4.5.7 Alinyemen
A V
Vertikal

A
Alinyemen vertikal teerdiri atas bagian laandai vertikkal dan bagian
b

lengkung vertikal. Ditinjau


D darri titik awaal perencanaaan, bagiann landai veertikal

dapat beruupa landai positif (tanj


njakan), atau
u landai neegatif (turunnan), atau landai
l

nol (datarr). Bagian lengkung vertikal dapat


d beruppa lengkunng cekung atau

lengkung cembung.

 
 
47 

1) Landai maksimum

Kelandaian maksimum dimaksudkan untuk memungkinkan kendaraan

bergerak terus tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Kelandaian maksimum

didasarkan pada kecepatan truk yang bermuatan penuh yang mampu bergerak

dengan penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh kecepatan semula tanpa

harus menggunakan gigi rendah. Kelandaian maksimum untuk berbagai VR

ditetapkan dapat dilihat dalam Tabel 2.11.

Tabel 2.10 Kelandaian Maksimum yang Diijinkan

VR 120 110 100 80 60 50 40 <40


(km/jam)
Kelandaian 3 3 4 5 8 9 10 10
maksimum
(%)
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997

Panjang kritis yaitu panjang landai maksimum yang harus disediakan

agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya sedemikian sehingga

penurunan kecepatan tidak lebih dari separuh VR. Lama perjalanan tersebut

ditetapkan tidak lebih dari satu menit. Panjang kritis dapat ditetapkan dari Tabel

2.11.

 
 
48 

Tabel 2.11 Panjang Kritis Kelandaian Maksimum

Kecepatan Panjang Kritis Untuk Kelandaian (m)


pada awal
tanjakan
4% 5% 6% 7% 8% 9% 10%
(km/jam)
80 630 460 360 270 230 230 200

60 320 210 160 120 110 90 80

Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997

2) Lengkung vertikal

Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami

perubahan kelandaian dengan tujuan mengurangi goncangan akibat perubahan

kelandaian dan menyediakan jarak pandang henti. Panjang lengkung vertikal bisa

ditentukan langsung sesuai Tabel 2.12 yang didasarkan pada penampilan,

kenyamanan, dan jarak pandang.

Tabel 2.12 Panjang Minimum Lengkung Vertikal

Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian Panjang Lengkung (m)


(km/jam) Memanjang (%)
<40 1 20-30
40-60 0,6 40-80
>60 0,4 80-150
Sumber: Dirjen Bina Marga. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997

 
 
49 

3) L
Lajur pendakkian (climbiing lane)

L
Lajur penddakian dim
maksudkan untuk meenampung truk-truk yang

bermuatann berat atauu kendaraaan lain yang


g berjalan leebih lambaat dari kend
daraan

kendaraann lain pada umumnya, agar kendaaraan kendaaraan lain dapat mendaahului

kendaraann lambat terrsebut tanppa harus berrpindah lajuur atau meenggunakan lajur

arah berlawanan. Lajur


L pendaakian haru
us disediakan pada rruas jalan yang

mempunyyai kelandaiian yang beesar, menerrus, dan voolume lalu lintasnya relatif
r

padat. Pennempatan lajur


l pendaakian harus dilakukan dengan keetentuan seebagai

berikut: disediakan
d pada jalann arteri ataau kolektorr; apabilaa panjang kritis

terlampauui, jalan mem


miliki LHR
R > 15.000 SMP/hari,
S d persentaase truk > 15
dan 1 %.

Lajur penndakian dim


mulai 30 meter
m dari awal peruubahan kellandaian deengan

serongan sepanjang 45
4 meter daan berakhirr 50 meter sesudah puuncak kelan
ndaian

dengan seerongan seppanjang 45 meter. Un


ntuk lebih jelasnya
j daapat dilihat pada

Gambar 2.21.

Gam
mbar 2.21 Laju
ur Pendakian
Sumber: Dirjen Bina Marga.
M 1997. Tata
T Cara Perrencanaan Geeometrik Jalann Antar Kota No.
N
038/TBM//1997

 
 
50 

Jarak minimum
m antara 2 lajur pendak
kian adalah 1,5 km, deengan lebarr lajur

pendakiann sama denggan lebar lajjur rencana,, dimana iluustrasinya ddapat dilihatt pada

gambar beerikut.

Gambar 2.22 Jarak antara Dua


D Lajur Penndakian
Sumber: Dirjen Bina Marga.
M 1997. Tata
T Cara Perrencanaan Geeometrik Jalann Antar Kota No.
N
038/TB
BM/1997

2.4.5.8 Koordinasi
K a
alinyemen

A
Alinyemen v
vertikal, alinnyemen horrizontal, daan potongann melintang jalan

adalah eleemen-elemeen jalan sebbagai keluarran perencanaan harus dikoordinaasikan

sedemikiaan rupa sehiingga mengghasilkan su


uatu bentuk jalan yang baik, dalam
m arti

memudahkkan pengeemudi menngemudikan


n kendaraaannya denggan aman dan

nyaman. Bentuk keesatuan keetiga elemeen jalan tersebut


t diiharapkan dapat

memberikkan kesan attau petunjukk kepada peengemudi akan


a bentukk jalan yang
g akan

 
 
51 

dilalui di depannya sehingga pengemudi dapat melakukan antisipasi lebih awal.

Koordinasi alinyemen vertikal dan alinyemen horizontal harus memenuhi

ketentuan sebagai berikut:

a. Alinyemen horisontal sebaiknya berimpit dengan alinyemen vertikal, dan

secara ideal alinyemen horizontal lebih panjang sedikit melingkupi

alinyemen vertikal;

b. Tikungan yang tajam pada bagian bawah lengkung vertikal cekung atau

pada bagian atas lengkung vertikal cembung harus dihindarkan;

c. Lengkung vertikal cekung pada kelandaian jalan yang lurus dan panjang

harus dihindarkan;

d. Dua atau lebih lengkung vertikal dalam satu lengkung horisontal harus

dihindarkan; dan

e. Tikungan yang tajam di antara 2 bagian jalan yang lurus dan panjang

harus dihindarkan.

Sebagai ilustrasi, Gambar 2.23 merupakan koordinasi yang ideal antara

alinyemen horisontal dan alinyemen vertikal yang berhimpit.

 
 
52 

Gam
mbar 2.23 Conntoh Koordinaasi Alinyemenn yang Ideal
Sumber: Dirjen Bina Marga.
M 1997. Tata
T Cara Perrencanaan Geeometrik Jalann Antar Kota No.
N
038/TB
BM/1997

Sedaangkan paada Gambbar 2.24 merupakan koordinaasi yang harus

dihindarkaan, dimana pada bagiann yang lurus pandangann pengemuddi terhalang


g oleh

puncak alinyemen
a vertikal, seehingga peengemudi sulit mempperkirakan arah

alinyemenn di balik puuncak tersebbut.

Gambar 2.24
2 Contoh Koordinasi
K Aliinyemen yangg Harus Dihindari
Sumber: Dirjen Bina Marga.
M 1997. Tata
T Cara Perrencanaan Geeometrik Jalann Antar Kota No.
N
038/TBM//1997

 
 
53 

2.5 Basis Data (Data Base)

2.5.1 Umum

Data merupakan sekumpulan dari lambang-lambang yang teratur dan

mewakili/merepresentasikan sebuah obyek atau benda. Sedangkan yang dimaksud

dengan data base atau basis data adalah gabungan dari beberapa data yang diolah

dan diorganisasikan sedemikian rupa, sehingga didapatkan suatu hubungan atau

relasi antara kedua data tersebut serta dapat dipakai secara bersama oleh beberapa

pengguna aplikasi. Terdapat dua cara yang dilakukan dalam menggunakan basis

data, yaitu :

a. Modus langsung, dilakukan dengan mengetikkan perintah langsung setelah

munculnya dot prompt;

b. Modus Program : dilakukan dengan menuliskan rangkaian perintah dalam

program.

Basis data diperlukan karena data dapat diterjemahkan kedalam sebuah

aplikasi program, dibandingkan terpisah atau diolah masing-masing. Kontrol

akses luas dan manipulasi pada data dapat dilakukan oleh sebuah aplikasi

program. Sebuah basis data dapat di-generate atau di-maintain secara manual

atau terkomputerisasi. Contoh kartu katalog perpustakaan. Basis data yang

terkomputerisasi data dibuat dan dimaintain oleh program aplikasi yang secara

khusus ditulis untuk itu atau oleh sistem manajemen basis data.

2.5.2 Sistem Manajemen Basis Data (SMBD)

Sistem manajemen basis data (basis data management system, DBMS), atau

kadang disingkat SMBD, adalah suatu sistem atau perangkat lunak yang

 
 
54 

dirancang untuk mengelola suatu basis data dan menjalankan operasi terhadap

data yang diminta banyak pengguna. SMBD merupakan sistem software general-

purpose yang memiliki fasilitas proses define, construct dan manipulate basis data

untuk aplikasi yang bervariasi, dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Define adalah spesifikasi tipe data, struktur dan constraint data yang akan

disimpan dalam basis data.

b. Construct adalah proses menyimpan data itu sendiri ke dalam beberapa

media penyimpanan yang dikontrol SMBD.

c. Manipulate adalah fungsi seperti query basis data untuk memanggil data

khusus, update basis data dan generate laporan dari data.

Software SMBD general-purpose tidak selalu dibutuhkan untuk

mengimplementasikan basis data yang terkomputerisasi, namun dapat juga

sekumpulan program yang dibuat sendiri (dinamakan software SMBD special-

purpose). Contoh tipikal SMBD adalah akuntansi, sumber daya manusia, dan

sistem pendukung pelanggan, SMBD telah berkembang menjadi bagian standar di

bagian pendukung (back office) suatu perusahaan. Contoh SMBD adalah Oracle,

SQL server 2000/2003, MS Access, MySQL dan sebagainya. SMBD merupakan

perangkat lunak yang dirancang untuk dapat melakukan utilisasi dan mengelola

koleksi data dalam jumah yang besar. SMBD juga dirancang untuk dapat

melakukan masnipulasi data secara lebih mudah. Sebelum adanya BMS maka data

pada umumnya disimpan dalam bentuk flatfile, yaitu file teks yang ada pada

sistem operasi. Sampai sekarangpun masih ada aplikasi yang menyimpan data

dalam bentuk flat secara langsung. Menyimpan data dalam bentuk flat file

 
 
55 

mempunyai kelebihan dan kekurangan. Penyimpanan dalam bentuk ini akan

mempunyai manfaat yang optimal jika ukuran file-nya relatif kecil, seperti file

passwd. File passwd pada umumnya hanya digunakan untuk menyimpan nama

yang jumlahnya tidak lebih dari 1000 orang. Selain dalam bentuk flat file,

penyimpanan data juga dapat dilakukan dengan menggunakan program bantu

seperti spreadsheet. Penggunaan perangkat lunak ini memperbaiki beberapa

kelemahan dari flat file, seperti bertambahnya kecepatan dalam pengolahan data.

Namun demikian metode ini masih memiliki banyak kelemahan, diantaranya

adalah masalah manajemen dan keamanan data yang masih kurang. Penyimpanan

data dalam bentuk SMBD mempunyai banyak manfaat dan kelebihan

dibandingkan dengan penyimpanan dalam bentuk flat file atau spreadsheet,

diantaranya :

a. Performance yang didapat dengan penyimpanan dalam bentuk SMBD

cukup besar, sangat jauh berbeda dengan performance data yang disimpan dalam

bentuk flat file. Selain itu disamping memiliki unjuk kerja yang lebih baik, akan

didapatkan juga efisiensi penggunaan media penyimpanan dan memori;

b.   Integritas data lebih terjamin dengan penggunaan SMBD. Masalah

redudansi sering terjadi dalam SMBD. Redudansi adalah kejadian berulangnya

data atau kumpulan data yang sama dalam sebuah basis data yang mengakibatkan

pemborosan media penyimpanan. Beberapa masalah yang timbul yaitu pertama

kebutuhan untuk update secara logika menjadi berulang-ulang, kedua adalah

ruang penyimpanan yang besar ketika data yang sama disimpan berulang-ulang.

File yang berisi data yang sama, menjadi tidak konsisten. Meskipun update

 
 
56 

diaplikasikan ke seluruh file yang sesuai, data tetap tidak konsisten karena update

dilakukan bebas oleh setiap kelompok user. Dalam pendekatan basis data, view

dari kelompok user yang berbeda diintegrasikan selama desain basis data. Untuk

konsistensi, perlu desain basis data yang menyimpan setiap item data logika

dalam hanya satu lokasi pada basis data. Dengan redudansi yang terkontrol

memungkinkan kinerja dari query meningkat;

c. Independensi. Perubahan struktur basis data dimungkinkan terjadi tanpa

harus mengubah aplikasi yang mengaksesnya sehingga pembuatan antarmuka ke

dalam data akan lebih mudah dengan penggunaan SMBD;

d. Sentralisasi. Data yang terpusat akan mempermudah pengelolaan basis data.

kemudahan di dalam melakukan bagi pakai dengan SMBD dan juga

kekonsistenan data yang diakses secara bersama-sama akan lebih terjamin dari

pada data disimpan dalam bentuk file atau worksheet yang tersebar;

e. Sekuritas. SMBD memiliki sistem keamanan yang lebih fleksibel daripada

pengamanan pada file sistem operasi. Keamanan dalam SMBD akan memberikan

keluwesan dalam pemberian hak akses kepada pengguna.

2.5.3 Pelaku basis data

Terdapat beberapa pelaku yang terlibat dalam suatu lingkungan basis data,

seperti yang tersebut di bawah ini:

1. Basis data administrator

Dalam lingkungan basis data, sumber utama adalah basis data itu sendiri

dan sumber kedua adalah SMBD dengan software-nya. Pengaturan sumber ini

dilakukan oleh seorang Administrator Basis Data (ABD/DBA). ABD

 
 
57 

bertanggungjawab atas otorisasi akses ke basis data, mnegkoordinir dan

memonitor penggunaannya dan mendapatkan sumber hardware dan software

yang dibutuhkannya. ABD bertanggungjawab atas masalah-masalah seperti

pelanggaran keamanan atau waktu respon sistem yang buruk. Dalam organisasi

yang lebih besar, ABD dibantu oleh seorang staf yang menyelesaikan fungsi-

fungsi ini.

2. Basis data designer

Basis data designer bertanggungjawab atas identifikasi data yang disimpan

dalam basis data dan pemilihan struktur yang sesuai untuk mewakili dan

menyimpan data ini. Tugas-tugas ini perlu dilakukan sebelum basis data yang

sebenarnya diimplementasikan dan berisi data. Selain itu juga bertanggungjawab

untuk mengkomunikasikan semua user basis data untuk memahami

kebutuhannya, dan mencapai desain yang sesuai dengan kebutuhan user. Dalam

banyak kasus, desainer adalah seorang staf dari ABD dan kemungkinan

ditugaskan untuk hal lain jika desain basis data selesai dibuat. Desainer basis data

secara khusus berinteraksi dengan setiap kelompok user dan membangun view

dari basis data yang sesuai dengan data dan memproses kebutuhan kelompok

tersebut. View ini kemudian dianalisis dan diintegrasikan dengan view dari

kelompok user yang lain. Desain basis data akhir mampu mendukung kebutuhan

dari semua kelompok user.

 
 
58 

3. End users

End user merupakan orang-orang yang pekerjaannya membutuhkan akses

ke basis data untuk query, update dan generate laporan. Beberapa kategori dari

user :

a. Casual end user : yang mengakses basis data, tetapi mereka membutuhkan

informasi yang berbeda setiap saat. Mereka menggunakan bahasa query basis data

yang canggih untuk menspesifikasikan permintaan dan mereka adalah manajer

tingkat tinggi atau menengah.

b. Naïve atau parametric end user : fungsi pekerjaaan utama mereka adalah

berkisar pada query dan update basis data, menggunakan tipe standar dari query

dan update (disebut canned transaction) yang perlu diprogram dan diuji secara

hati-hati.

c. Sophisticated end users : mencakup ahli teknik, ilmuwan, analis bisnis,

dan lainnya yang terbiasa dengan fasilitas dari SMBD untuk

mengimplementasikan aplikasi sesuai kebutuhannya.

d. Stand-alone end users : memaintain basis data personal dengan

menggunakan paket program yang sudah jadi yang menyediakan menu yang easy

user dan interface tab berbasis grafik.

4. System analysts and application programmers (software engineers)

Analis sistem menentukan kebutuhan user, khususnya end user yang naive

dan parametric, dan membuat spesifikasi untuk canned transaction yang sesuai

dengan kebutuhan. Pemrogram aplikasi mengimplementasikan spesifikasi ini

sebagai program; kemudian diuji, di-debug, dan didokumentasikan. Software

 
 
59 

engineers ini perlu terbiasa dengan kemampuan DBMS dalam menyelesaikan

tugas-tugasnya.

5. Pelaku lainnya:

a. DBMS system designers and implementers;

b. Tools developers : orang-orang yang mendesain dan mengimplementasikan

tool sebagai paket software, dimana disesuaikan dengan yang menyediakan

dan menggunakan desain sistem basis data dalam meningkatkan kinerja;

c. Operators and maintenance personnel : bertanggung jawab atas hardware

dan software dari sistem basis data yang dioperasikan dan dimaintain.

2.6 Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) atau

sering juga disebut dengan Sistem Informasi Geospasial merupakan suatu sistem

informasi yang digunakan untuk menyusun, menyimpan, merevisi dan

menganalisis data dan atribut yang bereferensi kepada lokasi atau posisi obyek-

obyek di bumi. Data atau informasi yang bereferensi kepada lokasi atau posisi

obyek-obyek di bumi diistilahkan sebagai data atau informasi spasial, sementara

atribut menggambarkan karakteristik dari data spasial tersebut. Lebih detail,

komponen-komponen data spasial meliputi posisi/lokasi geografis, data atribut,

hubungan spasial (spatial relatioship) dan waktu (time period).

SIG memungkinkan pemakainya untuk menyusun data, melakukan revisi

atau editing data, memetakan data spasial ke dalam bentuk peta dijital,

memperoleh dan menganalisis informasi spasial secara interaktif dengan cara

 
 
60 

‘interactive queries’, dan menampilkan semua data atau informasi spasial

tersebut. SIG ini antara lain dapat digunakan untuk keperluan riset di bidang

keilmuan (scientific investigations), manajemen sumber daya, manajemen aset,

analisis dampak lingkungan, perencanaan kota, kartografi, kriminologi, sejarah,

pemasaran dan logistik. Sebagai ilustrasi, SIG banyak digunakan dalam

perencanaan situasi darurat yaitu di dalam perhitungan waktu respon oleh instansi

yang berwenang pada saat terjadi bencana alam, analisis cakupan daerah yang

terkena polusi udara akibat pergerakan lalu lintas, serta analisis penempatan lokasi

bisnis yang baru berdasarkan aksesibilitas pasar atau konsumen.

Pada saat dimunculkan tahun 1960-an, penggunaan SIG masih terbatas pada

sejumlah kecil penelitian dan aplikasi. Saat ini, SIG merupakan salah satu

teknologi yang berkembang secara cepat. Motivasi dari pesatnya peningkatan

penggunaan SIG ini adalah akibat meningkatnya permintaan akan informasi di

segala bidang dan peningkatan kemampuan teknologi komputer yang mampu

menyediakan kemampuan manajemen pemrosesan data secara efektif dan efisien.

Secara konseptual, SIG dapat dilihat sebagai suatu kumpulan beberapa peta

yang direpresentasikan ke dalam layer-layer, dimana setiap layer terkait dengan

layer lainnya. Setiap layer memuat tema atau data geografis yang bersifat unik

(tunggal). Sebagai ilustrasi, dalam Sistem Informasi Geografis untuk suatu

wilayah, layer yang pertama akan memuat khusus mengenai letak pelanggan

(customer) suatu perusahaan, layer kedua mengenai jalan, layer ketiga mengenai

kaplingan, layer keempat mengenai elevasi, dan layer kelima mengenai tata guna

lahan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.25.

 
 
61 

pelangga
an

jalan

kaplinga
an

elevasii

TGL

dunia
nyata

G
Gambar 2.26 Contoh
C Beberapa Peta yang
g Direpresentaasikan ke Dalaam Layer
Sumber: Sm ww.smilejogjaa. com/wp-conntent/uploads/22009/ 05/palaatihan-
mile Group. 20009. http://ww
gis.jpg, Maret
M 2010

Sem
mua layer daalam SIG teersebut dapaat dikombinnasikan atauu tumpang tindih
t

(overlay) satu dengaan yang laainnya sesu


uai dengan keinginan pengguna atau

pemakai (user)
( sistem
m tersebut. Dalam beeberapa kasuus, SIG dappat didefiniisikan

berdasarkaan tipe datta dari sisteem informaasi. Sebagaii contoh, S


Sistem Inforrmasi

Pertanahann merupakaan suatu applikasi SIG yang digunnakan oleh pemerintah


h kota

atau pem
merintah daaerah kabuppaten untu
uk manajem
men inform
masi persil atau

kepemilikkan tanah.

Di dalam
d prosees yang lebbih sederhan
na, SIG meemungkinkaan versi oto
omatis

dari suatuu analisis peeta. Sebagaai contoh, analisis


a tum
mpang tindihh (map oveerlay)
 
 
62 

merupakan fungsi dari SIG yang paling umum dan banyak digunakan. Di dalam

analisis peta secara manual atau secara optis, analisis ini dilakukan dengan cara

meletakkan dua buah peta yang berisi dua tema yang berbeda diatas meja yang

dilengkapi dengan lampu, kemudian dilihat daerah mana saja yang bertampalan

satu dengan yang lainnya. Dengan cara manual analisis tersebut hanya dapat

dilakukan dengan jumlah peta yang terbatas karena kemampuan mata seorang

analis sangat terbatas. Akan tetapi dengan bantuan SIG jumlah peta yang

dianalisis jumlahnya tidak terbatas dan hasil analisis yang dihasilkan jauh lebih

presisi dan cepat karena dilakukan dengan bantuan teknologi informasi. SIG

terdiri dari beberapa subsistem atau fungsi-fungsi yang meliputi data masukan,

kompilasi, penyimpanan, manipulasi dan keluaran.

2.6.1 Fase perancangan SIG

Mengingat keuntungan yang ditawarkan oleh SIG maka penggunaannya

semakin meningkat. Beberapa organisasi dan individu tertarik untuk

menggunakan teknologi informasi ini. Adapun konsep strategis dari perancangan

SIG ini digambarkan pada Gambar 2.26. Setiap fase dalam gambar tersebut

relevan dengan pendekatan yang berorientasi pada data, seperti yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya.

 
 
63 

G
Gambar 2.26 Konsep Strateegis Perancangan SIG
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

1) Fasee 1 – Perenccanaan/plannning

Prosses perencaanaan meruupakan tahaapan pertam


ma dalam siklus fasee ini.

Tahapan ini meliputi tinjauan sisstematis meengenai siappa calon penngguna SIG
G, data

masi yang diperlukan. Tahapan ini juga merupakan


dan inform m ssuatu fase untuk
u

menginforrmasikan mengenai
m biaaya dan maanfaat dari SIG
S yang akkan dibuat. Pada

saat kebuttuhan dari pengguna


p suudah secara jelas dapat didefinisikaan maka tah
hapan

selanjutnyya adalah deesain sistem


m.

2) Fasee 2 - Desainn sistem/dessign

Tahaapan desainn menyesuaaikan kebutu


uhan penggguna terhaddap fungsi-ffungsi

dari SIG yang


y akan dikembangk
d kan. Desain system tidaak hanya meeliputi pemiilihan

perangkat lunak dann perangkat keras tetap


pi juga dessain basis ddata spasiaal dan

atribut. Baagian dari desain


d basis data termassuk spefisikkasi skala, pproyeksi petta dan

sistem koordinat. Sej


ejarah data juga harus diketahui secara pastti yang meeliputi

sumber data,
d akurassi, waktu pengumpula
p an data daan hal-hal atau keteraangan

lainnya mengenai
m setiap detail data yang dikumpulkaan. Juga daalam tahapaan ini

harus diaantisipasi mengenai


m im
mplementassi dari tekknologi SIG
G ini. Biassanya

 
 
64 

sebelum dibuat sistem dalam skala besar dibuat terlebih dahulu prototipe atau

pilot project sehingga metode pembelajaran dapat diterapkan sebelum

mengimplementasikan sistem yang sesungguhnya.

3) Fase 3 - Implementasi/implementation

Pada tahapan implementasi, perhatian kepada semua kebutuhan pengguna

harus diberikan melalui pendidikan dan latihan. Pengguna harus diberikan

pendidikan dan latihan agar mampu mengutilisasi, memelihara dan mengelola

sistem secara penuh. Semua pengguna harus memahami bagaimana SIG akan

mempengaruhi mereka di dalam mengerjakan pengelolaan data. Pengguna juga

harus memahami bagaimana SIG dapat membawa perubahan pada pengelolaan

informasi dan cara pengambilan keputusan.

4) Fase 4 – Pemeliharaan/maintenance

Terakhir, aplikasi SIG harus dipelihara dan dikelola secara baik. Dalam

beberap kasus, SIG didesain untuk keperluan yang sangat spesifik. Dalam kasus

yang demikian SIG akan selesai dipergunakan jika keperluan yang bersifat

spesifik tersebut sudah selesai dilakukan dan pemeliharaan tidak diperlukan lagi.

Akan tetapi meskipun sistemnya sudah tidak dapat dipergunakan lagi, data pada

sistem tersebut kemungkinan dapat digunakan untuk proyek atau keperluan yang

lain. Kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam pemeliharaan adalah

pemutakhiran perangkat keras dan lunak, penambahan data baru untuk

pemutakhiran data.

 
 
65 

2.6.2 Pembentukan data spasial dengan SIG

Dalam sub bab ini diperlihatkan cara pembentukan data spasial SIG dengan

menggunakan perangkat lunak Arc/Info. Tahapan pembentukan data spasial

diperlihatkan pada Gambar 2.30. Suatu layer atau peta yang memuat obyek

dengan tema khusus di dalam Arc/Info disebut dengan istilah ‘Coverage’.

Misalkan terdapat file gambar peta dijital dengan nama Evakuasi.dxf pada

direktori d:\gambar. File inilah yang digunakan sebagai data masukan ke dalam

Sistem Informasi Geografis.

File data yang digunakan adalah berasal dari data sekunder eksisting dari

perangkat lunak AutoCad. Konversi dari file gambar (drawing/ *.dwg) ke file

drawing interchange (*.dxf) adalah dengan menggunakan perintah ‘dxfout’ di

AutoCad. Di dalam pemberian data atribut di ArcInfo adalah hampir menyerupai

pada perangkat lunak basisdata DBASE. Sehingga mengenal kedua jenis

perangkat lunak tersebut (AutoCad) dan DBASE (seperti DBASE III+, atau

DBASE IV) dan prinsip-prinsip penggunaannya merupakan suatu keuntungan

tersendiri sebelum memulai menggunakan perangkat lunak GIS khususnya

ArcInfo dan Arcview.

Perangkat lunak ArcInfo digunakan utamanya untuk pembentukan data

spasial, pendefinisian topologi, editing data spasial dan melakukan fungsi analisis

spasial. Sementara itu perangkat lunak ArcView lebih ditujukan untuk tampilan

data, peremajaan (updating) data atribut dan proses ‘query’.

 
 
66 

Input Data

Data Grafis Data Atribut


- file gambar CAD
- file koordinat (X, Y)
Konversi
data atribut
Konversi
data grafis

Pendefinisian
Topologi

Pemberian ID unik untuk relasi


data grafis - atribut

Penggabungan data grafis dan


atribut

Editing data
- grafis
- atribut

Pendefinisian
Topologi

- Analisis
- Display
- Cetak

Gambar 2.27 Tahapan Pekerjaan Pembentukan Coverage SIG berbasis Data Vektor
Sumber: Hasil Analisa, 2011

 
 
67 

Gambar 2.28 Konverssi dan Pemben


ntukan Topoloogi pada Arc/Innfo
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

a. Perintaah ’workspaace’ untuk setting


s temp
pat direktorri kita bekerrja (sama seeperti

perintahh dir pada DOS).


D

b. Kemuddian perintaah ’dxfinfoo’ adalah untuk


u menngetahui naama layer yang

terdapaat pada file dxf.


d

c. Perintaah ’dxfarc’ adalah unttuk mengko


onversi darri file dxf kke pembenttukan

coveragge di Arc/Info. Dalam


m kasus in
ni nama cooverage yaang ingin dibuat
d
 
 
68 

mempuunyai namaa evakuasi. Perhatikan


n bahwa di dalam keegiatan kon
nversi

diatas, extension *.dxf haruss diikutserttakan (evakkuasi.dxf). P


Pilih layer yang

ingin dimasukkan
d ke dalam konversi (ingat bahwaa layer 0 m
mutlak selalu
u ada

dalam pilihan laayer, Layerr 0 biasan


nya oleh AutoCad
A ddigunakan untuk
u

menyim
mpan inforrmasi koorrdinat gamb
bar, jika tidak
t diikuutsertakan maka

kemunggkinan koorrdinat coverrage tidak sesuai dengaan yang kitaa inginkan).

d. Coveraage sebelum
m diedit (diigunakan) harus
h dibenntuk topologinya (entaah itu

polygonn, line atau point). Dalam


D kasu
us ini coveerage evakkuasi merup
pakan

poligonn, sehinggaa pada saaat ’build’ pilihannyaa adalah ’poly’. Perrintah

selanjuutnya adalahh ’clean’ (ingat


( perin
ntah clean digunakann setelah ’b
build’

hanya untuk
u topoloogy ’line’ dan
d ’poly’ saaja (tidak untuk
u pointt).

Gambar 2.29 Tampilaan Menu Arceedit


mber: Hasil An
Sum nalisa, 2011

 
 
69 

e. Kegiataan selanjutnnya adalahh pemberian


n nomor ID
D pada covverage evak
kuasi.

Masukllah ke ’arceedit’, maka diperoleh taampilan sepperti pada G


Gambar 2.30
0.

Gambar 2.30
2 Pemberian
n ID pada Arccedit

Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

f. Ingat untuk
u jika kita
k bekerjaa untuk pen
ngeditan naama ID maaka feature yang

akan diedit
d ditfea’) haruuslah label. Contoh lainnya
(‘Edittfeature’ dissingkat ‘Ed

jika kitta ingin menngedit garis pada gamb


bar maka ‘edditfea’ menjjadi ‘editfea
a arc’

(yang ini tidak terddapat pada contoh


c kasu
us diatas).

 
 
70 

g. Masukkkan perintaah ‘add’ unttuk memberri nomor ID


D, letakkan kursor di dalam
d

lingkarran, perhatikkan bahwa Arc/Info


A meemberi secaara otomatiss nomor ID yaitu

1,2,3 dsst (pada gam


mbar diatas{Label} Useer-ID: 1 Cooordinate, ddst).

h. Jika sem
mua lingkarran telah dikklik, maka tekan
t angkaa 9 pada keyyboard kom
mputer

untuk keluar
k (QUIIT).

i. Kemuddian keluarlah dari arc//info dan jaangan lupa untuk


u mem
m ‘build’ kem
mbali

coveragge yang barru diedit, sepperti ditunju


ukkan pada Gambar 2.331.

G
Gambar 2.31 Keluar
K dari Menu
M Arcedit dan
d Pembentukkan Kembali T
Topologi
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

 
 
71 

Gambar 2.32
2 Penambaahan Item ‘NA
AMA’ pada Cooverage Evakuuasi
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

j. Misalkan coverage evakuasi akan ditam


mbah databaasenya denggan membeerikan

item baaru yaitu naama titik evaakuasi (misalkan titik evakuasi


e A,, B, C dst), maka

terlebihh dahulu item databbase harus ditambahhkan dahulu seperti yang

ditunjuukkan oleh Gambar


G 2.33.

k. Perhatiikan bahwa arcinfo otomatis memberikaan item aarea, perim


meter,

evakuaasi# dan evaakuasi-id. Sementara


S kita
k mendeffinisikan item databasee baru

yaitu NAMA.
N

l. Pada coontoh diataas lebar item


m nama adaalah sebanyyak 30 karaakter dengan
n tipe

string (c=character
( r)

 
 
72 

Gambbar 2.33 Pembberian Data Atribut


A pada Fiield ‘NAMA’
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

m. Pemberrian item database


d pada arceditt prinsipnyya sama seeperti pemb
berian

nomor ID pada coontoh sebelumnya. Haanya pada perintah


p ‘Drrawenvironm
ment’

(disingkkat ‘drawennv’ ditambaahkan ‘Labeel On’ agar arcedit mem


munculkan tanda

tambahh tempat ID masing-maasing lingkaaran diatas).

n. Tanda tambah pada


p lingkaaran tsb mempunyai
m fungsi aggar kita mudah
m

menem
mpatkan kurrsor pada saaat menam
mbahkan item
m database tersebut seeperti

yang diitunjukkan pada


p Gambbar 2.35.

 
 
73 

Gambaar 2.34 ID Cooverage (lingkkaran titik evak


kuasi) yang Akan
A Diberikann Data Atribu
ut
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

o. Pilihlahh satu persaatu ID yangg akan dimaasukkan nam


ma titik evaakuasinya seeperti

yang diitunjukkan pada Gambbar 2.35. (K


Klik pada taanda tambahh setelah mu
uncul

Enter Point)
P

 
 
74 

Gambar 2.35
2 ID yang Telah Dipilih
h untuk Diberikan Data Atriibut
mber: Hasil An
Sum nalisa, 2011

Gambar 2.37 Pemberiann Data Atribu


ut dan Keluar dari
d Menu Arccedit

Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

 
 
75 

p. Arcedit memberikan pesan bahwa satu ID telah anda klik, dan sekarang siap

untuk diberi nama.

q. Kegiatan selanjutnya adalah memberikan nama titik evakuasi tersebut seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.37. Perintah yang digunakan adalah

‘Moveitem’. ‘Titik A’ adalah definisi dari kita sendiri dengan asumsi adalah

pada titik tersebut merupakan titik A evakuasi, bisa saja kita berikan nama lain

seperti ‘Titik Berkumpul’ dan lain-lain. Demikian seterusnya sampai semua

titik atau ID diberikan nama.

r. Setelah itu kita keluar dari arc-info (dengan perintah ‘quit’) dan coverage

tersebut diberikan topologi lagi.

Data atribut/non spasial data berupa teks/string dan bilangan (nominal,

ordinal, interval, rasio). Agar data atribut dapat diolah secara analitis (diolah

dengan rumusan atau formula tertentu) maka data atribut harus dibuat dalam

bentuk bilangan. Data spasial dan atribut secara bersama-sama dapat digunakan

dengan bantuan bahasa ‘query’ yang terstruktur (SQL/ Structure Query

Languange). Hal ini dimungkinkan karena data spasial dan non spasial

dihubungkan dengan metode basisdata relasional (relational database).

2.6.3 Model relasional

Model basisdata relasional dikelola dalam bentuk tabel. Setiap tabel

diidentifikasi menggunakan nama tabel yang unik (tunggal) dalam format baris

dan kolom. Setiap kolom dalam tabel juga mempunyai nama yang unik (tunggal).

 
 
76 

Kolom menyimpan nilai atribut yang spesifik, sementara baris menyimpan satu

‘record’ dalam tabel. Di dalam SIG setiap baris dalam tabel terhubung dengan

bentuk spasial yang terpisah menggunakan suatu identifier kunci (key) yang

bersifat unik. Setiap baris terdiri dari beberapa kolom dimana setiap kolomnya

memiliki nilai yang spesifik dari bentuk geografis (spasial) tersebut. Jika ditinjau

kembali contoh model relasional yang telah digambarkan seperti yang terlihat

pada Gambar 2.37, maka model relasional dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Poligon nomer 14 merupakan bentuk spasial (geografis), dapat diandaikan

seperti suatu area yang mempunyai ID dengan nomor 14.

b. Area (ID = 14) tersebut dihubungkan (direlasikan) dengan tabel yang

mempunyai nama yang spesifik yaitu atribut 1, pada baris dengan ID = 14. ID

= 14 dalam hal ini merupakan identifier kunci yang bersifat unik.

c. Baris tersebut mempunyai beberapa kolom yang mempunyai nilai atribut yang

spesifik pula (kolom Luas Area (ha) dan No). Dalam hal ini kolom Luas Area

mempunyai nilai 75 dan No = 3.

d. Tabel Atribut 1 juga direlasikan dengan tabel lain yang juga mempunyai nama

yang spesifik yaitu Atribut 2. No = 3 dalam hal ini merupakan identifier kunci

yang bersifat unik.

 
 
77 

PETA
Tabel Atribut 1

12 Id Luas Area (Ha) No


13
11 100 1
14
12 200 2
14 75 3

Tabel Atribut 2
Umur Nama
No
(Tahun) Pemilik
66 ADI 3

Gambar 2.37 Model Relasional


Sumber: Hasil Analisa, 2011

2.6.4 Sistem koordinat

Bentuk bumi yang tidak bulat sempurna disebut dengan ellipsoid atau

spheroid, sedangkan data hasil pengukuran tentang perbedaan diameter atau

radius Bumi di Kutub dan di Khatulistiwa ini disebut dengan datum. Pada tahun

1927, pemetaan di Amerika menggunakan nilai datum Clarke dan diadopsi

sebagai NAD27 (North American Datum of 1927). Sejak tahun 1983, dimana

pengukuran radius bumi dapat dilakukan lebih akurat dari hasil riset yang

menggunakan GPS (Global Positioning System), maka nilai datum di Amerika

diperbaiki dan dikenal dengan nama NAD83. Namun dunia luar selain Amerika

menggunakan datum dari hasil pengukuran pada tahun 1980 yang dikenal dengan

nama GRS80 (Geodetic Reference System of 1980). Datum ini kemudian

 
 
78 

disempurnakan pada tahun 1984 dan diadopsi secara international, dikenal dengan

nama WGS84 (World Geodetic System 1984).

Lembaga yang berwenang dalam membuat peta dasar di Indonesia adalah

BAKOSURTANAL (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) dengan

menggunakan datum yang diberi nama Datum Geodetik Nasional Indonesia

dalam membuat peta rupa Indonesia. Nilai pada datum ini mengadopsi nilai datum

NAD27. Posisi suatu tempat dialamatkan dengan nilai koordinat garis bujur

(longitude) dan lintang (latitude) yang melalui tempat itu. Garis bujur (longitude),

sering juga disebut garis meridian, yaitu merupakan garis lurus yang

menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan bumi. Keterangan lebih lanjut

dapat dilihat pada Gambar 2.38.

Gambar 2.38 Posisi Garis Lintang, Bujur, dan Lainnya pada Bumi
Sumber: Zuhdi, t.t. http://www.angelfire.com/mo/zuhdi/Kuliah2.pdf., Maret 2010

Nilai koordinat garis bujur dimulai dari bujur 00 yaitu di Greenwhich,

kemudian membesar kearah Timur dan Barat sampai bertemu kembali di Garis

 
 
79 

batas tanggal Internasional yaitu terletak di selat Bering dengan nilai 1800. Garis

bujur 00 sering juga disebut prime meridian atau meridian Greenwhich. Garis

bujur kearah barat diberi nilai negative dan disebut Bujur Barat (West

Longitude) serta disingkat BB. Sedangkan garis bujur yang kearah Timur diberi

nilai positif dan disebut Bujur Timur (East Longitude) serta disingkat BT.

Adapun nilai koordinat Lintang dimulai dari garis lingkaran Khatulistiwa yang

diberi nilai 00. Selanjutnya garis-garis lintang yang lain berupa lingkaran-

lingkaran pararel (sejajar) khatulistiwa berada di sebelah Utara dan Selatan

Khatulistiwa. Lingkaran pararel di Selatan disebut garis Lintang Selatan (LS) dan

diberi nilai negatif, sedangkan lingkaran pararel di Utara diberi nilai positif dan

disebut garis Lintang Utara (LU). Nilai maksimum koordinat garis Lintang adalah

900 yaitu terletak di Kutub-kutub Bumi.

Besarnya sudut dalam sistem koordinat geografik dapat dinyatakan dalam

dua cara, yaitu dengan satuan DMS (Degree Minute Second) dan satuan DD

(Decimal Degree).

a. Degree Minute Second (DMS)

Dalam sistem satuan DMS, setiap derajat sudut dibagi menjadi 60 menit dan

setiap menitnya dibagi lagi menjadi 60 detik. Penulisannya dinyatakan sebagai

ddomm’ss”. Konversi dari DMS ke DD atau sebaliknya diperlukan karena tidak

semua sistem ini dapat diakomodir pada kebanyakan software SIG, walaupun

pada penyajian data, baik DMS maupun DD dapat ditampilkan. Kebanyakan pada

proses input data, software SIG hanya bisa menerima data koordinat dalam satuan

DD. Berikut adalah contoh konversi koordinat dari satuan DMS ke satuan DD:

 
 
80 

Terdapat suatu koordinat dengan satuan DMS yang berlokasi di

103025’38”BT; 2036’53”LS, maka koordinat DD-nya adalah

103025’38”BT 2036’53”LS

= (103 + 25/60 + 38/3600)0 = (-2 - 36/60 – 53/3600)0

= (103 + 0,416667 + 0,010556)0 = (-2 – 0,6 – 0,014722)0

= 103,4272220 = -2,6147220

Jadi koordinat DD-nya adalah 103,4272220; -2,6147220

Dalam konversi DMS ke DD, perlu diperhatikan bahwa untuk koordinat

yang bernilai negatif (Lintang Selatan atau Bujur Barat), penjumlahan komponen

menit dan detiknya juga harus merupakan penjumlahan bilangan negatif.

b. Decimal Degree (DD)

Dalam sistem satuan DD, setiap derajatnya dinyatakan dalam pecahan

desimal. Berikut ini terdapat contoh konversi dari satuan DD ke DMS:

Koordinat suatu lokasi dinyatakan dengan 107,426540 ; -6,853200, maka

koordinat dalam DMS adalah

Nilai derajat : 1070 ;


60

Nilai menit : (107,42654 - 107) x 60’ ; (6,85320 - 6) x 60’

0,42654 x 60’ ; 0,85320 x 60’

25,5924’ → 25’ ; 51,1920’→51’

Nilai detik : (25,5924 – 25) x 60” ; (51,1920 – 51) x 60”

0,5924 x 60” ; 0,1920x60”

35,5440” ; 11,52”

Jadi koordinat DMS-nya adalah 107025’35,544”BT ; 6051’11,52”LS

 
 
81
   

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Penelitian

Terdapat langkah-langkah yang dirancang sebelum penelitian dilakukan

agar penelitian dapat berlangsung secara terstruktur dan terintegrasi. Dengan

adanya rancangan penelitian diharapkan kesalahan dalam penelitian dapat

diminimalkan. Rancangan penelitian pada kasus ini dapat dilihat pada gambar

diagram alir berikut.

Mulai

Studi Pendahuluan:
- Identifikasi pustaka
- Survei pendahuluan
- Identifikasi lokasi penelitian

Perumusan Pendahuluan:
- Latar belakang
- Rumusan masalah
- Tujuan penelitian

Kajian Pustaka

81

 
 
82 

Persiapan Survei:
- Perumusan form survei beserta alat
- Pembuatan panduan survei bagi surveyor

Pengumpulan Data

Data Primer Data Sekunder:


Melalui survei lapangan: - Titik pengenal awal dan
- STA akhir ruas
- Lebar jalur dan bahu - Panjang ruas
- RCI - IRI
- Jenis kerusakan perkerasan - LHRT
- Kondisi geometrik
- Kondisi sosial
- Foto kondisi jalan

Analisis data survei

Penyusunan basis data


berbasis SIG

Data spasial: Data atribut:


Peta, foto-foto Data primer, data sekunder

Simpulan dan Saran

Selesai

Gambar 3.1 Bagan Alir Rancangan Penelitian


Sumber: Hasil Analisa, 2011

 
 
83 

Langkah awal dari penelitian ini melakukan studi pendahuluan terhadap

kebutuhan informasi dan beberapa program basis data yang digunakan oleh

instansi terkait, langkah ini meliputi identifikasi pustaka, survei pendahuluan, dan

identifikasi lokasi penelitian. Setelah itu perumusan pendahuluan dapat dibuat.

Perumusan form survei beserta panduannya dengan memperhatikan kajian

pustaka dan metode penelitian diharapkan mampu meminimalisir kesalahan dalam

pengumpulan data, baik data primer maupun sekunder. Analisis data hasil survei

dilakukan untuk membuat data kondisi Jalan Nasional menjadi lebih informatif.

Setelah informasi jalan tersebut dianalisis, maka basis data jalan berbasis SIG

dapat disusun. Simpulan dan saran dapat dibuat setelah itu.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di seluruh ruas jalan nasional provinsi Bali yang

menjadi tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar. Terdapat 33 dari 58

ruas jalan nasional yang menjadi tanggung jawab P2JJ Metropolitan Denpasar

dengan panjang 103,30 km menurut Kepmen Nomor: 376/KPTS/M/2004. Namun

berdasarkan data sekunder yang didapat dari P2JJ Metropolitan Denpasar,

terdapat perbedaan panjang ruas antara data yang diperoleh dari Kepmen Nomor:

376/KPTS/M/2004 dengan data yang diperoleh dari SNVT P2JJ Metropolitan

Denpasar pada beberapa ruasnya. Berdasarkan informasi yang diperoleh, saat ini

SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar sudah melakukan usulan perubahan mengenai

panjang ruas jalan tersebut ke pemerintah pusat. Selain data mengenai panjang

ruas, terdapat juga data mengenai titik pengenal awal dan titik pengenal akhir dari

ruas jalan tersebut. Salah persepsi dalam pengenalan awal dan akhir suatu ruas

 
 
84 

dapat menyebabkan domino effect of error, karena hampir semua titik akhir ruas

suatu jalan menjadi titik awal ruas jalan lainnya. Keterangan lebih lanjut

mengenai ruas jalan yang disurvei dapat dilihat pada Lampiran B.

3.3 Data Primer

Data ini diperoleh melalui survei lapangan. Formulir survei untuk data

primer dapat dilihat pada Lampiran D usulan penelitian ini. Adapun data primer

yang dibutuhkan, yaitu:

3.3.1 Stasiun Titik Awal (STA)

Titik nol kilometer provinsi Bali terletak di daerah Taman Monumen

Perjuangan (Puputan), di kota Denpasar. Posisi patok DPS-0 tepatnya berada pada

koordinat 08039’22,1’’ LS dan 115013’04,1’’ BT. Informasi STA tiap awal dan

akhir segmen pada ruas jalan berguna untuk memberikan gambaran lokasi dari

segmen ruas, karena patok STA terdapat di tiap kelipatan 100 meter ruas jalan

Nasional. Gambar 3.2 berikut merupakan ilustrasi STA, ruas, dan segmen.

Titik Nol Ruas X


(STA) Titik Awal Titik Akhir
Ruas X Ruas X

0m 500 m 900 m

Jarak dari STA ke Segmen 0-500 Segmen


segmen 0 ruas X ruas X 500-900 ruas X

Jarak dari STA ke


segmen 500 ruas X

Gambar 3.2 Ilustrasi STA, Ruas, dan Segmen


Sumber: Hasil Analisa, 2011

 
 
85 

Gam
mbar 3.3 beerikut meruupakan foto
o udara, yanng diambil dari ketinggian

kurang lebbih 400 meeter dari peermukaan air


a laut, lokkasi dari titiik nol kilom
meter

provinsi Bali.
B

Titik Nol

Gaambar 3.3 Lokkasi Titik Nol Kilometer Proovinsi Bali


Sum
mber: Google Earth, 2010

3.3.2 Lebaar jalur daan bahu jalaan

Penggukuran leebar saluraan, jalur dan bahu jalan dillakukan deengan

menggunaakan meteraan kain setiiap awal daan akhir seggmen (tiap segmen berrjarak

500 meter) yang d


dilakukan p
pada saat lalu
l lintas relatif seppi. Informassi ini

 
 
86 

berfungsi untuk mengetahui lebar badan jalan dan mengetahui ruas jalan yang

tidak memenuhi syarat lebar minimal sesuai UU No.38 tahun 2004 dan PP No.34

tahun 2006. Cara penulisan pada form adalah lebar saluran kiri, lebar bahu kiri,

lalu lebar jalur, lebar bahu kanan, dan lebar saluran kanan. Untuk jalan dengan

median, maka lebar median ditulis diantara lebar jalur.

3.3.3 Indeks kondisi jalan (RCI)

Secara garis besar, teknis pelaksanaan survei kondisi jalan dapat dilihat pada

berikut ini:

a. Survei dilaksanakan oleh 3 orang surveyor dengan menggunakan satu

kendaraan pada ruas-ruas jalan yang harus disurvei, dimana masing-masing

melakukan pengamatan dan menentukan nilai RCI-nya. Keterangan mengenai

penentuan nilai RCI dapat dilihat pada tabel 2.1.

b. Untuk survei yang dilakukan pada suatu ruas jalan yang mempunyai jalur

pemisah (median, saluran atau lainnya) maka survei dilakukan pada jalur yang

diperkirakan mempunyai nilai kekasaran lebih besar.

3.3.4 Jenis kerusakan perkerasan

Informasi jenis kerusakan akan ditampilkan tiap segmen dengan jarak

persegmen adalah 500 meter, dimana dalam penelitian ini jenis kerusakannya

akan digolongkan menjadi 5 jenis berdasarkan penanganannya. Golongan jenis

kerusakan tersebut yaitu bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan

atau deliminasi, retak, dan deformasi. Langkah yang dilakukan dalam survei jenis

kerusakan adalah dengan menghitung perkiraan luas dari tiap kerusakan yang

 
 
87 

ditemui, kemudian luasan kerusakan tersebut dijumlahkan setiap segmennya.

Maka akan didapat luasan tiap jenis kerusakan pada tiap segmen.

3.3.5 Kondisi perkerasan

Jenis kerusakan perkerasan dalam survei ini digolongkan menjadi 5

kelompok, yaitu bleeding, terkelupas, lubang, retak, dan deformasi. Kondisi

perkerasan dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam 4 (empat) jenis, yaitu

baik,sedang, rusak ringan, rusak berat. Definisi dari masing-masing kategori

tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.1 Definisi Tiap Kategori Kondisi Perkerasan

Kondisi Definisi

Baik Kerusakan kurang dari 1% luas permukaan

Sedang Kerusakan antara 1% sampai kurang dari 20% luas permukaan

Rusak Ringan Kerusakan antara 20% sampai kurang dari 60% luas permukaan

Rusak Berat Kerusakan lebih dari 60% luas permukaan

Sumber: BPJN VIII, 2011

3.3.6 Kondisi geometrik

Survei ini dilakukan secara pengamatan dengan kendaraan. Kondisi

geometrik pada penelitian ini akan digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu baik,

cukup, dan kurang. Definisi dari masing-masing kategori tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut.

 
 
88 

Tabel 3.2 Definisi Tiap Kategori Kondisi Geometrik

Kondisi Definisi

Baik Kelandaian datar dan tikungan yang lebar

Cukup Kelandaian tidak terlalu besar dan tikungan tidak terlalu tajam

Kurang Kelandaian besar, panjang, serta tidak ada climbing lane, dan

tikungan yang tajam

Sumber: BPJN VIII, 2011

Dengan dibekali pengetahuan dasar mengenai geometrik jalan, maka

surveyor diharapkan mampu menilai kondisi geometrik secara visual.

3.3.7 Kondisi sosial

Survei ini dilakukan secara pengamatan dengan kendaraan untuk

mengetahui kondisi kegiatan sosial di sekitar jalan, yang tentunya kondisi ini

berpengaruh terhadap analisis para pemegang kebijakan. Kondisi sosial pada

penelitian ini akan digolongkan menjadi 3 jenis, yaitu baik, cukup, dan kurang.

Pada kondisi sosial yang menjadi ukuran adalah bangunan yang terdapat dalam

RUMIJA (25 meter) dan kegiatan ekonomi yang dapat memberikan gangguan

pada lalu lintas. Definisi dari masing-masing kategori tersebut dapat dilihat pada

tabel berikut.

 
 
89 

Tabel 3.3 Definisi Tiap Kategori Kondisi Sosial

Kondisi Definisi

Baik Tidak ada bangunan yang terletak dalam RUMIJA (25 meter)

dan tidak ada kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu lintas

Cukup Terdapat bangunan yang sebagian terletak dalam RUMIJA (25

meter) dan terdapat kegiatan ekonomi yang memberikan

gangguan terbatas terhadap lalu lintas (misalnya terdapat

warung, dan sebagainya)

Kurang Terdapat bangunan yang terletak dalam RUMIJA (25 meter)

dan terdapat kegiatan yang mengganggu lalu lintas (misalnya

terdapat pasar, pusat pertokoan, mal, dan sebagainya)

Sumber: BPJN VIII, 2011

3.3.8 Foto kondisi jalan

Foto kondisi jalan diambil minimal 3 buah per segmen. Prioritas

pengambilan foto adalah untuk nilai kondisi yang kurang, baik kondisi

perkerasan, geometrik, maupun sosial. Hal ini bertujuan untuk menggambarkan

kondisi real di lapangan, dimana juga dapat sebagai kontrol terhadap penilaian

yang dilakukan oleh surveyor.

 
 
90 

3.4 Data Sekunder

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini sudah tersedia pada

SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar, yaitu :

3.4.1 Titik pengenal awal dan akhir ruas

Informasi mengenai titik pengenal awal dan akhir suatu ruas jalan sangatlah

penting untuk menghindari terjadinya domino effect of error, mengingat hampir

semua titik akhir suatu ruas menjadi titik awal ruas berikutnya. Jadi, jika terjadi

kesalahan persepsi terhadap titik akhir suatu ruas, maka sudah tentu terjadi

kesalahan penentuan titik awal pada ruas berikutnya, dan demikian juga untuk

ruas berikutnya. Data mengenai titik awal dan akhir ini dapat diperoleh di SNVT

P2JJ Metropolitan Denpasar.

3.4.2 Panjang ruas

Panjang masing-masing ruas Jalan Nasional sudah didata oleh P2JJ,

sehingga panjang ruas yang digunakan pada penelitian ini merupakan kutipan dari

survei yang dilakukan P2JJ. Hal ini dilakukan untuk mengontrol panjang ruas

yang didapat dari hasil pengukuran surveyor penelitian ini, sehingga dapat

diketahui secepat mungkin apabila terjadi kesalahan dalam persepsi titik awal dan

akhir ruas jalan.

3.4.3 Indeks Internasional kekasaran permukaan (IRI)

Sebelum melakukan survei ketidakrataan permukaan jalan, maka harus

ditentukan persamaan korelasi antara Dipstick Floor Profiler dengan alat ukur

NAASRA terhadap nilai IRI. Persamaan korelasi ini didapatkan dengan membuat

Seksi Percobaan (SP), paling sedikit dilakukan 8 SP yang dipilih dari jalan yang

 
 
91 

permukaannya sangat rata sampai yang sangat tidak rata, panjang SP adalah 300

meter ditambah masing-masing 50 meter pada kedua ujungnya, kemudian

dilakukan pengukuran profil memanjang dengan alat Dipstick Floor Profiler,

selanjutnya menjalankan kendaraan survei dengan kecepatan 30 km/jam untuk

mencatat ketidakrataan permukaan jalan. Pada penelitian ini akan digunakan data

IRI dari P2JJ Metropolitan Denpasar mengingat keterbatasan alat yang dimiliki

dalam penelitian ini.

3.4.4 Lalu lintas Harian Rata-rata Tahunan (LHRT)

Berikut akan dijelaskan mengenai langkah-langkah pelaksanaan survei

pencacahan lalu lintas terklasifikasi untuk mendapatkan nilai Lalu lintas Harian

Rata-rata Tahunan (LHRT). Petugas mencatat setiap kendaraan yang melintasi

titik yang telah ditentukan pada formulir lapangan atau dengan “handy tally”

(yaitu suatu alat kecil yang dapat menjumlahkan secara kumulatif) dan

menjumlahkan nilai totalnya pada formulir lapangan.

Cara melakukan pencacahan volume lalu lintas terklasifikasi secara manual

serupa dengan pencacahan volume lalu lintas, namun diperlukan formulir

lapangan yang berbeda atau beberapa buah handy tally. Pada dasarnya, tidak ada

kerugian untuk membedakan banyak kelas kendaraan, karena pada tahapan

analisis, data tersebut dapat digabungkan kembali jika dikehendaki. Data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari P2JJ Metropolitan

Denpasar, mengingat keterbatasan waktu dan biaya survei.

 
 
92 

3.5 Penyusunan Basis Data Berbasis SIG

Tahapan penyusunan basis data dibagi menjadi dua, yaitu penyusunan data

spasial dan data atribut. Data spasial terdiri dari peta provinsi Bali dan juga foto-

foto, sedangkan data atribut terdiri dari data primer dan sekunder. Basis data

disusun sedemikian rupa sehingga dapat dilakukan analisis data spasial. Secara

umum, langkah-langkah penyusunan yang dilakukan dengan bantuan program

Arcinfo ini, dapat dilihat pada Bab II.

 
 
 
93 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Primer

4.1.1 Sistem stasioning

Tampilan data mengenai sistem stasioning, yang merupakan jarak setiap

awal maupun akhir segmen terhadap Stasiun Titik Awal pada ruas Jalan Nasional

di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan, dapat dilihat pada lampiran E dan

juga program basis data. Data ini akan sangat membantu dalam mengenali dan

persamaan persepsi terhadap segmen setiap ruas yang dimaksud dalam laporan

ini.

4.1.2 Lebar jalur dan bahu jalan

Data mengenai lebar saluran, bahu, dan jalur hanya akan ditampilkan pada

lampiran laporan saja dan tidak pada program. Hal ini dikondisikan agar tampilan

data dalam program basis data tidak terlalu banyak.

4.1.3 Indeks kondisi jalan/Road Condition Index (RCI)

Informasi mengenai data RCI (Road Condition Indext) setiap segmen jalan

dapat dilihat pada Lampiran F, namun tidak ditampilkan dalam program ini

mengingat sudah terdapat data kondisi perkerasan dan IRI (International

Roughness Index).

93  
 
94 

4.1.4 Jenis kerusakan perkerasan

Informasi jenis kerusakan setiap segmen ruas Jalan Nasional di bawah

tanggung jawab P2JJ Metropolitan dapat dilihat pada lampiran F laporan ini. Data

ini bermanfaat selain dalam mengetahui jenis kerusakan perkerasan juga

bermanfaat dalam penentuan kondisi perkerasan. Data ini juga tidak ditampikan

dalam program basis data ini.

4.1.5 Kondisi perkerasan

Kondisi perkerasan pada Jalan Nasional di bawah tanggung jawab

Metropolitan pada tahun 2009 dapat dikatakan dalam kondisi baik. Hal tersebut

dapat kita lihat dari tabel dan grafik berikut ini.

Tabel 4.1 Kondisi Perkerasan Segmen Jalan

KONDISI PERKERASAN JUMLAH SEGMEN

Baik 172

Sedang 25

Rusak Ringan 7

Rusak Berat 3

JUMLAH 207

Sumber: Hasil Analisa, 2011

 
 
95 

90,00
0% 83,09%
80,00
0%
70,00
0%
60,00
0%
50,00
0%
40,00
0%
30,00
0%
20,00
0%
12,08%
10,00
0% 3,38% 1,45%
0,00
0%
B
Baik Sedang Rusak R
Ringan Rusak Berat

Gambar 4.1 Grafik Peersentase Kon


ndisi Perkerasaan Segmen Jallan
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

Dataa lebih lannjut mengeenai kondissi perkerasaan tiap seegmennya selain


s
terdapat pada
p program
m juga terddapat pada laampiran E laporan
l ini. Jenis kerussakan
perkerasann pada Jaalan Nasioonal di baawah tangggung jawaab SNVT P2JJ
Metropolitan sebagiaan besar adaalah kerusak
kan jenis rettak.

4.1.6 Kon
ndisi geomeetrik

Dataa mengenai kondisi geoometrik jalaan yang diperoleh melaalui survei visual
v

secara dettail tiap seggmenya dappat dilihat dalam


d progrram basis ddata ini. Ko
ondisi

dalah baik, dimana kondisi ini dapat


geometrikk segmen jalan secaraa umum ad

dilihat padda tabel dann grafik beriikut.

 
 
96 

Tabel 4.2 Kondisi


K Geom
metrik Segmen Jalan

KOND
DISI GEOM
METRIK JUMLAH
H SEGMEN
N

Baik 1
188

Cukup
p 18

Kuran
ng 5

H
JUMLAH 2
207

Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

100,00%
%
8
89,37%
90,00%
%
80,00%
%
70,00%
%
60,00%
%
50,00%
%
40,00%
%
30,00%
%
20,00%
%
8,21%
10,00%
% 2
2,42%
0,00%
%
Baik S
Sedang K
Kurang

Gambarr 4.2 Grafik Peersentase Kon


ndisi Geometriik Segmen Jallan
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

Untuuk lebih lenngkapnya mengenai


m ko
ondisi geom
metrik tiap seegmennya selain
s
terdapat pada program
m juga dapaat dilihat pad
da lampirann E laporan ini.

 
 
97 

4.1.7 Kon
ndisi sosial

Konndisi sosial pada penelitian ini ak


kan digolonggkan menjaadi 3 jenis, yaitu

baik, cukuup, dan kuraang. Kondissi sosial jalaan ini secarra umum addalah cukup yang

lebih jelassnya seperti terlihat padda tabel dan


n grafik di bawah
b ini.

Tabel 4.33 Kondisi Sosial Segmen Jaalan

KO
ONDISI SO
OSIAL JUMLAH
H SEGMEN
N

Baik 52

Cukup
p 1
141

Kuran
ng 14

JUMLAH
H 2
207

Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

8
80,00%
68,12%
7
70,00%

6
60,00%

5
50,00%

4
40,00%

3
30,00% 25,12%

2
20,00%

1
10,00% 6,76%

0,00%
Baik Sedang Kurang

Gambbar 4.3 Grafik Persentase Kondisi Sosial Segmen Jalann


mber: Hasil An
Sum nalisa, 2011

 
 
98 

Data lebih lengkap mengenai kondisi sosial tiap segmennya dapat dilihat
lebih lanjut pada program dan pada Lampiran E laporan ini.

4.1.8 Foto kondisi jalan

Foto kondisi jalan yang minimal 3 buah per segmen ini dapat dilihat lebih

lengkapnya pada program basis data ini. Foto ini bermaksud untuk dapat

memberikan gambaran secara langsung terhadap kondisi di lapangan.

4.2 Data Sekunder

Data mengenai informasi titik pengenal awal dan akhir suatu ruas jalan

merupakan informasi penting yang digunakan sebagai acuan dalam survei. Data

ini tidak dimunculkan dalam program, namun dapat dilihat lebih lanjut pada

lampiran B laporan ini.

Berdasarkan hasil survey lapangan dan koordinasi yang dilakukan dengan

instansi terkait mengenai pangjang ruas Jalan Nasional, terdapat beberapa

perbedaan pangjang ruas jalan dengan panjang yang tertulis dalam Kepmen.

Panjang total ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab P2JJ Metropolitan

berdasarkan Kepmen 376/KPTS/M/2004 adalah 103,30 km, sedangkan

berdasarkan hasil pengukuran di lapangan adalah 104,20 km. Jadi terdapat selisih

sebesar 0,90 km lebih panjang dari Kepmen, yang mana detailnya tersaji dalam

lampiran B laporan ini.

Data mengenai IRI (International Roughness Index) dan Lalu Lintas Harian

Rata-rata Tahunan (LHRT) pada ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab

P2JJ Metropolitan selain dapat dilihat pada program basis data ini.

 
 
99 

4.3 Analisa

4.3.1 Lebar Bahu dan Badan Jalan

Berdasarkan PP No. 34 tahun 2006, yang dimaksud dengan Jalan Nasional

adalah jalan arteri primer; jalan kolektor primer yang menghubungkan antar

ibukota provinsi; jalan tol; serta jalan strategis Nasional. Dalam PP No. 34 tahun

2006 juga menyebutkan mengenai lebar minimum badan jalan kolektor primer,

yaitu paling sedikit 9 meter. Jadi berdasarkan PP tersebut seluruh ruas jalan

Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan adalah memenuhi

persyaratan lebar minimum badan jalan tersebut.

4.3.2 Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan

Dalam penelitian ini jenis kerusakan perkerasan jalan akan digolongkan

menjadi 5 jenis berdasarkan penanganannya. Golongan jenis kerusakan tersebut

yaitu bleeding, pengausan dan atau pelepasan butir, lubang dan atau deliminasi,

retak, dan deformasi. Kerusakan jenis bleeding, sering juga disebut kegemukan

merupakan suatu jenis kerusakan yang diprediksi disebabkan sebagian atau

seluruh agregat dalam campuran terselimuti aspal terlalu banyak. Pada temperatur

tinggi, aspal dapat menjadi lunak dan akan terjadi jejak roda jika dilalui oleh

kendaraan, hal ini juga tentunya akan membuat perkerasan menjadi licin.

Kerusakan ini dapat ditangani dengan cara menaburkan agregat panas dan

kemudian dipadatkan, atau dengan mengangkat lapisan aspal dan kemudian diberi

lapisan penutup. Pada ruas Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ,

kerusakan jenis bleeding ditemui sebesar 0.08% dari semua jenis kerusakan.

 
 
100 

Kerusakan jenis pengausan dan atau pelepasan butir pada perkerasan dapat

disebabkan oleh penggunaan agregat yang tidak tahan aus, penggunaan agregat

yang kotor, penggunaan agregat yang pipih, penggunaan aspal yang kurang,

pelapukan aspal (aging), pemadatan lintasan yang kurang, maupun akibat

temperatur pemadatan yang rendah. Kerusakan jenis ini dapat diatasi dengan

memberikan lapisan tambahan, baik berupa lapisan latasir, buras, atau latasbun, di

atas lapisan lama yang telah dibersihkan dan dikeringkan terlebih dahulu.

Pengausan dan atau pelepasan butir terjadi pada 17.08% ruas Jalan Nasional di

bawah tanggung jawab SNVT P2JJ Metropolitan.

Kerusakan lubang dan atau deliminasi merupakan kerusakan perkerasan

yang disebabkan oleh permukaan perkerasan lama yang kotor, pemasangan lapis

perekat yang tidak merata, pemadatan saat hujan, rembesan air pada retakan,

penggunaan aspal yang kurang, penggunaan agregat yang kotor, maupun akibat

penggunaan agregat yang pipih yang mudah pecah. Cara memperbaiki kerusakan

jenis ini adalah dengan langkah sebagai berikut:

1) Membersihkan lubang dari air dan material yang lepas;

2) Membongkar bagian lapisan permukaan dan pondasi sedalam-dalamnya

sehingga mencapai lapisan yang keras;

3) Memberi lapisan tack coat sebagai lapisan pengikat;

4) Mengisi campuran aspal dan agregat dengan hati-hati agar tidak terjadi

sekresi;

5) Memadatkan lapis campuran tadi dan membentuk permukaan sesuai

dengan lingkungannya.

 
 
101 

Berdasarkan hasil survei, pada ruas jalan kerusakan jenis lubang dan atau

deliminasi terjadi sebesar 0.61%.

Kerusakan jenis retak merupakan kerusakan yang terjadi sebagai akibat dari

pelapukan aspal, penggunaan aspal yang kurang, ketebalan dari perkerasan yang

kurang, refleksi dari retak di lapisan bawahnya, sambungan pelaksanaan yang

kurang baik, drainase sekitar yang kurang baik, serta dapat juga karena tanah

dasar yang ekspansif. Cara untuk mengatasi kerusakan jenis ini adalah dengan

memperbaiki drainase agar tidak ada air yang menggenangi perkerasan,

menambah tebal perkerasan jika memang karena beban lalu lintas yang berlebih,

mengisi celah retakan dengan campuran aspal cair dan pasir jika kondisi belum

parah, dapat memberi lapisan burtu; burda; ataupun lataston utnuk pemeliharaan

sementara, membongkar dan memberi lapisan baru lagi apabila retakan telah

meluas. Hasil survei menyatakan bahwa sebesar 80.88% atau sebagian besar

kerusakan yang terjadi pada perkerasan ini adalah jenis retak.

Kerusakan jenis deformasi pada perkerasan dapat disebabkan oleh daya

dukung tanah dasar yang rendah, pemadatan yang rendah, daya dukung lapisan

pondasi dan tanah dasar yang tidak seragam, stabilitas lapisan aspal berkualitas

rendah (penetrasi tinggi), penggunaan aspal berlebih. Cara memperbaiki

kerusakan jenis ini dapat dilakukan dengan :

1) Jika deformasi yang terjadi ≤5cm, bagian yang berdeformasi dapat diisi

dengan lapisan yang sesuai seperi lapen, lataston, laston;

 
 
102 

2) Jika
J deform
masi yang teerjadi ≥5cm
m, bagian yaang berdefoormasi sebaiknya

diibongkar daan diberi laapisan kem


mbali yang sesuai dengan beban yang

teerjadi.

Keruusakan jenis deformasi yang terjaadi pada ruuas jalan inni adalah seebesar

1.35%, yaang artinyaa kerusakann ini termaasuk jarangg ditemui ppada ruas Jalan

Nasional di
d bawah tannggung jaw
wab SNVT P2JJ
P Metroppolitan.

Graffik mengenai jenis kerrusakan yan


ng terjadi pada
p jalan ini dapat dilihat
d

pada gambbar berikut ini.

90,00%
80,88%
80,00%
70,00%
60,00%
50,00%
40,00%
30,00%
20,00% 17,0
08%

10,00%
0,08% 0,61% 1,35%
0,00%
Bleedingg Terkeelupas L
Lubang  Retak Deform
m.

G
Gambar 4.4 Grrafik Persentaase Jenis Keru
usakan Perkeraasan Jalan Tahhun 2009
Sum
mber: Hasil An
nalisa, 2011

 
 
103 

4.3.3 Tampilan Antar Muka Program Pada “Web Map Aset”

Tampilan antar muka pada program ini disusun sedemikan rupa sehingga

program berbasis Sistem Informasi Grafis dapat terlihat lebih atraktif dengan

menggabungkan data grafis dan data atribut. Hal ini akan membuat program lebih

mudah dipahami dan digunakan bagi end user, baik para pejabat pemegang

kebijakan maupun masyarakat umum. Secara umum tampilan program ini terdiri

dari kepala (header), badan/isi (content), dan kaki (footer). Pada gambar berikut

dapat dilihat mengenai tampilan dan fasilitas dari program basis data berbasis

Sistem Informasi Grafis ini.

C
B  D 

Gambar 4.5 Tampilan Antar Muka Program dalam Web Map Aset
Sumber: Hasil Analisa, 2011

Bagian A merupakan bagian kepala yang terdiri dari 2 kelompok menu bar,

yaitu menu bar atas dan menu bar bawah. Pada menu bar atas, terdapat tiga
 
 
104 

pilihan menu yang umum terdapat dalam website, yaitu home,contact, dan help.

Pilihan home digunakan untuk memudahkan para user dalam kembali ke tampilan

awal apabila tersesat dalam mencari jalan kembali ke tampilan awal. Pilihan

contact disediakan untuk para pembaca yang ingin melakukan surat menyurat

elektronik dengan pengelola asset, termasuk pula bagi yang ingin menyampaikan

kritik dan sarannya. Pilihan help dapat digunakan dalam menggali informasi

mengenai tata cara penggunaan program ini.

Bagian B termasuk dalam bagian isi (content) dalam tampilan program ini.

Dalam bagian B terdapat skala dalam angka, skala dalam garis, tampilan Peta

(Map Window), serta tombol untuk mengeprint peta. Bagian C yang merupakan

bagian isi (content) dari program ini adalah toolbar navigation, dimana nama dari

masing-masing toolbar ini dapat dilihat pada gambar 4.6. Toolbar Navigation ini

disusun sedemikian rupa sehingga mudah untuk dipahami dan digunakan.

---Zoom Extend
---Back
---Forward
---Zoom in
---Zoom out
---Pan
---Indentify
---Multiple Select
---Tool tip/Auto Identify
---Measure
---Refresh

Gambar 4.6 Ikon dan Nama Toolbar Navigation


Sumber: Hasil Analisa, 2011

 
 
105 

Berikut ini akan diuraikan mengenai fungsi dari masing-masing toolbar yang

diurut dari atas. Tombol zoom extend berfungsi untuk menampilkan semua

cakupan peta, setelah itu ada tombol back yang berfungsi untuk kembali ke

tampilan peta sebelumnya, kemudian di bawah itu ada tombol forward yang

fungsinya untuk kembali ke tampilan peta ke depan. Tombol zoom in berfungsi

untuk memperbesar tampilan peta, di bawah itu ada zoom out yang berfungsi

untuk memperkecil tampilan peta, kemudian ada tombol pan yang berguna dalam

menggeser tampilan peta kea rah yang diinginkan. Berikutnya ada tombol identify

yang bermanfaat untuk mendapatkan informasi detail dari obyek yang dipilih, di

bawah itu ada multiple select yang berfungsi untuk memilih obyek di peta dengan

cara membingkai atau membatasi obyek tersebut. Tombol tool tip digunakan

untuk menampilkan data foto dari obyek yang dipilih secara cepat, berikutnya ada

tombol measure berfungsi untuk mengukur jarak garis lurus yang dibuat maupun

polyline. Terakhir adalah tombol refresh yang berguna untuk meregenerasi

tampilan peta.

Bagian D merupakan layer properties yangmana adalah bagian isi dari

tampilan program ini. Seperti pada kebanyakan program yang berbasis Sistem

Informasi Geografis, layer properties berfungsi untuk menampilkan layer/lapisan

apa saja yang tersedia dalam program ini sehingga memudahkan para pengguna

untuk memanfaatkan sesuai kebutuhan. Pada gambar berikut dapat dilihat lebih

jelas mengenai layer yang tersedia dalam program ini.

 
 
106 

Gambar 4.7 Fasilitas layyer yang Terssedia


mber: Hasil An
Sum nalisa, 2011

Padaa bagian seegmen jalann terdapat tanda


t positiif (+) yangg apabila diitekan

akan mem
munculkan informasi
i m
mengenai arrti warna dalam peta, dimana maasing-

masing warna
w mem
miliki arti berbeda. Misalkan
M saja untuk informasi pada

perkerasann jalan, waarna hijau berarti ko


ondisi perkeerasan adallah baik, warna
w

oranye beerarti kondiisi perkerasan adalah sedang, warna


w meraah memilik
ki arti

kondisi perkerasan
p rusak ringgan, dan warna hitaam memiliiki arti ko
ondisi

perkerasann adalah russak berat. Perbedaan


P warna
w ini meemudahkan pengguna untuk
u

melihat koondisi yangg terjadi seccara umum terhadap


t ruuas Jalan Naasional di bawah
b

tanggung jawab SN
NVT P2JJ Metropolita
M an. Penjelassan lebih llanjut men
ngenai

fungsi layer tersebut dapat dilihaat pada gam


mbar berikut ini.

 
 
107 

Gambar 4.8 Kondisi Tampilan Peta dengan Layer Perkerasan Aktif


Sumber : Hasil Analisa, 2011

Bagian E disediakan di sini adalah sebagai Map Reference, yang maksudnya

untuk mengetahui posisi tampilan peta yang dipilih terhadap tampilan peta

globalnya. Misalnya saja seorang pengguna yang dalam kondisi melihat ruas jalan

daerah Nusa Dua, maka dalam Map Reference akan telihat posisi kotak merah

yang menunjukkan daerah Selatan pulau Bali.

Bagian F yang merupakan bagian kaki (footer) dari program ini hanya

berisikan mengenai informasi dari koordinat X dan Y pada sebelah kiri layarnya.

Sumbu X merupakan sumbu garis lintang, dan sumbu Y merupakan sumbu garis

bujur. Pada sebelah kanan layarnya terdapat informasi mengenai program ini yang

merupakan milik Balai Pelaksanaan Jalan Nasional VIII.

 
 
108 

4.3.4 Tampilan Antar Muka Program Pada “Pengelolaan Aset”

Tampilan dalam menu bar “Pengelolaan Aset” haruslah mudah dipahami

dan digunakan oleh pengguna, karena dalam menu ini terdapat data atribut yang

memiliki kecenderungan paling sering dilihat oleh para pengguna. Tampilan menu

ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.

Gambar 4.9 Tampilan Antar Muka Program dalam Pengelolaan Aset


Sumber : Hasil Analisa, 2011

Pada menu daftar ruas jalan, masing-masing ruas dapat dipilih untuk

kemudian dilihat informasi data setiap segmennya. Foto-foto lapangan juga

terdapat dalam setiap segmen ruas jalan. Informasi yang disajikan dalam program

ini didesain sedemikian rupa sehingga informatif sesuai kebutuhan dan mudah

dipahami secara globalnya.

 
 
 
109 

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan dari hasil analisa dan pembahasan yang dilakukan sebelumnya,

maka dapat diambil beberapa simpulan seperti sebagai berikut:

1) Terdapat dua buah sistem stasioning yang dirumuskan dalam penelitian ini,

yang pertama adalah jarak segmen jalan terhadap awal ruas dan jarak segmen

jalan terhadap titik nol provinsi Bali. Hal ini tentunya akan mempermudah

pihak lain dalam mendeskripsikan lokasi segmen yang dimaksud oleh penulis.

Kondisi perkerasan Jalan Nasional di bawah tanggung jawab SNVT P2JJ

pada tahun 2009 dalam laporan ini dibedakan menjadi 4 jenis. Kondisi

perkerasan dikatakan “sedang” apabila kerusakan yang terjadi diantara 1%

hingga di bawah 20% dari luas permukaan segmen jalan. Kondisi perkerasan

dikatakan “rusak ringan” apabila kerusakan yang terjadi diantara 20% hingga

di bawah 60% dari luas permukaan segmen jalan. Kondisi perkerasan

dikatakan “rusak berat” apabila kerusakan yang terjadi diantara 60% hingga

100% dari luas permukaan segmen jalan. Persentase kondisi perkerasan jalan

adalah 83.09% baik, 12.08% sedang, 3.38% rusak ringan, dan 1.45% rusak

berat. Berdasarkan hasil survei dapat diketahui juga jenis kerusakan yang

terjadi pada perkerasan, yaitu 0.08% karena bleeding, 17.08% karena

109  
 
110 

terkelupas dan atau pengausan, 0.61% karena lubang dan atau deliminasi,

80.88% karena retak, dan 1.35% karena deformasi.

Kondisi geometrik jalan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu kategori baik

merupakan suatu kondisi geometrik dengan kelandaian yang datar; dan

tikungan yang lebar. Kategori cukup merupakan suatu kondisi dengan

kelandaian yang tidak terlalu besar; dan tikungan tidak terlalu tajam. Kategori

kurang merupakan suatu kondisi dimana kelandaian besar, panjang serta tidak

terdapat climbing lane; dan tikungan yang tajam. Berdasarkan hasil survei,

maka dapat diketahui persentase kondisi geometrik jalan, yaitu sebesar 89.37%

dalam kondisi baik, 8.21% dalam kondisi sedang, dan 2.42% dalam kondisi

kurang.

Kondisi sosial jalan dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu kategori baik

merupakan suatu kondisi dimana tidak ada bangunan yang terletak dalam

RUMIJA (25 meter); dan tidak ada kegiatan ekonomi yang mengganggu lalu

lintas. Kategori cukup merupakan suatu kondisi dimana terdapat bangunan

sebagian berada di dalam RUMIJA (25 meter); dan terdapat kegiatan ekonomi

yang memberikan gangguan terbatas terhadap lalu lintas (misalnya terdapat

warung, dsb). Kategori kurang merupakan suatu kondisi dimana terdapat

bangunan yang terletak pada RUMIJA (25 meter); dan terdapat kegiatan

ekonomi yang mengganggu lalu lintas. Persentase kondisi sosial pada ruas

jalan adalah sebesar 25.12% dalam kondisi baik, 68.12% dalam kondisi cukup,

dan 6.76% dalam kondisi kurang.

 
 
111 

2) Telah disusun program basis data berbasis Sistem Informasi Geografis

yang berisikan informasi yang dibutuhkan namun tidak terdapat dalam

program IRMS dan URMS seperti sistem stasioning, kondisi perkerasan,

kondisi geometrik, dan kondisi sosial dari Jalan Nasional di bawah tanggung

jawab SNVT P2JJ Metropolitan. Namun dalam program ini tetap terdapat

informasi yang terdapat dalam program IRMS dan URMS.

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari Penyusunan Basis Data Jalan Nasional

Berbasis Sistem Informasi Geografis ini adalah sebagai berikut:

1) Pematangan organisasi survei yang lebih baik dibutuhkan untuk

menghindari pengambilan data berulang untuk dapat menghemat biaya

dan waktu.

2) Perlunya penggodokan koordinasi antara instansi terkait sehingga

program ini dapat segera dibuat online.

 
 
112 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1992. Tata Cara Pelaksanaan Survai Kondisi Jalan Beraspal, SNI
03-2844-1992. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Anonim. 1994. Consulting Services for Urban Transportation Studies for


Cities of Semarang and Denpasar, Technical Report No. 1 Field Survey Plan.
Semarang: China Engineering Consultants, Inc.

Anonim. 1994. Tata Cara Pelaksanaan Survai Kerataan Permukaan


Perkerasan Jalan dengan Alat Ukur Kerataan NAASRA, SNI 03-3426-1994.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Marga.

Anonim. 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Jakarta:


Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.

Anonim. 1997. Modul Pelatihan, Metode Survei Lalu Lintas dan


Transportasi. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Anonim. 1997. Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota No.
038/TBM/1997. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina
Marga.

Anonim. 1999. Pedoman Pengumpulan Data Lalu Lintas Jalan. Jakarta:


Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota.

Anonim. 2003. Modul B.1.1 Prasarana Transportasi Campuran Beraspal


Panas. Jakarta Selatan: Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah.

Anonim. 2004. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah


Nomor: 376/KPTS/M/2004 Tentang Penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut
Statusnya Sebagai Jalan Nasional. Jakarta: Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah.

Anonim. 2004. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004


Tentang Jalan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Anonim. 2006. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun


2006 Tentang Jalan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Anonim. 2007. Panduan Survai Kekasaran Permukaan Jalan Secara


Visual. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

 
 
113 

Anonim. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor:


42/PRT/M/2007 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
Bidang Infrastruktur. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.

Anonim. 2009. Palatihan-gis.jpg. Available from URL:


http://www.smilejogja. com/wp-content/uploads/2009/05/palatihan-gis.jpg.
Anonim. t.t. Bleed.gif. Available from: URL: http://www.pvpc.org/web-
content/graphics/ images/trans/pave_gif/bleed.gif.

Anonim. t.t. Data Base Management System. Available from URL:


www.dewiar.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/424/M1%2B-%2BDBMS.pdf
Anonim. t.t. Kerusakan-kerusakan Permukaan Jalan dan Pemeliharaannya.
Available from URL: www.elearning.gunadarma.ac.id/.../bab8_
kerusakankerusakan_permukaan_jalan_dan_pemeliharaannya.pdf.

Anonim. t.t. Pengenalan Basis Data. Available from URL:


http://ilmukomputer.org/wp-content/uploads/2009/03/subhan - pengenalanbasis
data.pdf.

Anonim. t.t. Pengenalan Basis Data. Available from URL: http://orita.staff.


gunadarma.ac.id/Downloads/files/13839/Pengenalan+Basis data(1).ppt.

Anonim. t.t. Sistem Koordinat Geografik. Available from URL:


http://www.angelfire.com/mo/zuhdi/Kuliah2.pdf.

Anonim. t.t. Sistem Manajemen Basis Data. Available from URL:


http://id.wikipedia.org/wiki/ Sistem_manajemen_basis_data.

Anonim. t.t. Studi IRI. Available from:


http://jurnal.uajy.ac.id/jts/download/58/ > IRI. Jurusan Teknik Sipil Politeknik
Negeri Bandung.

Hendi Indelarko, Prilnali, Riyanto. 2009. Pengembangan Aplikasi Sistem


Informasi Geografis. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.

Prahasta, Ir. Eddy, MT. 2004. Sistem Informasi Geografis: ArcView Lanjut.
Bandung: Penerbit Informatika Bandung.

Saodang, Ir. Hamirhan, MSCE. 2004. Konstruksi Jalan Raya, Buku I


Geometrik Jalan. Bandung: Penerbit Nova.

 
 
114 

LAMPIRAN A
Tabel Jalan Nasional Provinsi Bali Beserta Penanggung Jawabnya
NOMOR PENANG-
PANJANG
NO. RUAS NAMA RUAS GUNG
RUAS (KM)
JAWAB
1 001 CEKIK - GILIMANUK 3,50 Wilayah

2 002 NEGARA - CEKIK 27,44 Wilayah


JLN. A.YANI - JLN. UDAYANA - BTS. KOTA
3 002 11 K 2,83 Wilayah
(NEGARA)
4 003 PEKUTATAN - NEGARA 20,79 Wilayah
JLN. SUDIRMAN, GAJAHMADA - BTS. KOTA
5 003 11 K 4,21 Wilayah
(NEGARA)
6 004 ANTOSARI - PEKUTATAN 30,13 Wilayah

7 005 TABANAN - ANTOSARI 16,89 Wilayah

8 005 13 K SIMP. KEDIRI - PESIAPAN 4,10 Metro

9 006 MENGWITANI - TABANAN 1,83 Metro

10 006 15 K JLN. A. YANI - BTS. KOTA (TABANAN) 1,68 Metro

11 007 BTS. DENPASAR - MENGWITANI 7,45 Metro

12 007 11 K JLN. COKROAMINOTO (DPS) 2,52 Metro

13 007 12 K JLN. COKROAMINOTO (DPS) 2,00 Metro

14 007 13 K JLN. SUTOMO (DPS) 0,93 Metro

15 007 14 K JLN. GAJAH MADA (DPS) 0,73 Metro

16 007 15 K JLN. SURAPATI (DPS) 0,09 Metro

17 007 16 K JLN. SETIABUDI (DPS) 0,80 Metro

18 007 17 K JLN. WAHIDIN (DPS) 0,22 Metro

19 008 11 K JLN. THAMRIN (DPS) 0,38 Metro

20 008 12 K JLN. HASANUDIN - UDAYANA (DPS) 1,03 Metro

21 008 13 K DENPASAR - TUBAN 10,15 Metro


JLN. KAP. AGUNG - KAP. REGUG - SUGIANYAR -
22 009 11 K 0,85 Metro
BELITON (DPS)
23 009 12 K DENPASAR - SIMP. PESANGGARAN 6,82 Metro

24 009 13 K SIMP. PESANGGARAN - GERBANG BENOA 0,53 Metro

25 011 SP. TOHPATI - SAKAH 13,68 Metro

 
 
115 

26 012 SAKAH - BLAHBATUH 3,02 Metro

27 013 BLAHBATUH - SEMEBAUNG 3,56 Metro

28 018 SEMEBAUNG - GIANYAR 1,99 Metro

29 018 11 K JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR) 0,44 Metro

30 018 12 K JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR) 0,32 Metro

31 019 GIANYAR - SIDAN 1,72 Metro

32 019 11 K JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) 0,76 Metro

33 019 12 K JLN. ASTINA TIMUR (GIANYAR) 0,54 Metro

34 026 1 MENGWITANI - SINGARAJA 61,07 Wilayah

35 026 11 K JLN. JELANTIK GINGSIR - VETERAN (SINGARAJA) 3,23 Wilayah

36 026 2 BERINGKIT - MENGWITANI 0,42 Wilayah

37 027 SERIRIT - CEKIK 62,98 Wilayah

38 027 11 K JLN. A. YANI - JLN. S. PARMAN (SERIRIT) 0,98 Wilayah

39 031 SINGARAJA - SERIRIT 18,90 Wilayah


JLN. GAJAHMADA - DR. SUTOMO - A. YANI
40 031 11 K 3,90 Wilayah
(SINGARAJA)
41 032 KUBUTAMBAHAN - SINGARAJA 6,28 Wilayah
JLN. NG. RAI SELATAN PRAMUKA - DIPONOGORO
-
42 032 11 K AIRLANGGA-SURAPATI - WR. SUPRATMAN 5,72 Wilayah
(SINGARAJA)

43 033 AMLAPURA - KUBUTAMBAHAN 77,22 Wilayah

44 033 11 K JLN. UNTUNG SURAPATI (AMLAPURA) 2,61 Wilayah

45 034 11 K JLN. SUDIRMAN - A. YANI (AMLAPURA) 4,20 Wilayah

46 034 ANGENTELU - AMLAPURA 19,25 Wilayah

47 036 ANGENTELU - PADANGBAI 2,30 Wilayah

48 037 KLUNGKUNG - ANGENTELU 13,70 Wilayah

49 037 11 K JLN. DIPONEGORO (SEMARAPURA) 0,79 Wilayah

50 039 SIDAN - KLUNGKUNG 7,36 Wilayah


JLN. UNTUNG SUROPATI, FLAMBOYAN
51 039 11 K 1,64 Wilayah
(SEMARAPURA)
52 040 11 K SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR 4,05 Metro

53 041 11 K SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN 8,47 Metro

 
 
116 

54 042 11 K SIMP. PESANGGARAN - SIMP. KUTA 3,75 Metro

55 042 12 K SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI 2,74 Metro

56 042 13 K TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA 9,82 Metro

57 047 11 K SIMP. LAP. TERBANG - TUGU NGURAH RAI (DPS) 0,38 Metro
SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI (JL. G.
58 056 11 K 5,95 Metro
SUBROTO TIMUR)

JUMLAH 501,64
Sumber: Kepmen 376/KPTS/M/2004

 
 
 

LAMPIRAN B

Tabel Titik Pengenal Awal dan Akhir Ruas Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar Beserta Panjang Ruasnya

PANJANG RUAS
TITIK PENGENAL
(KM)
NOMOR
NO. RUAS NAMA RUAS USULAN
KEPMEN PERU-
AWAL AKHIR
(KM) BAHAN
(P2JJ)
Patung Sapi/ Sp. Tabanan-
1 005 13 K SIMP. KEDIRI - PESIAPAN Sp. A. Yani Kediri/ Patung 4,10 4,10
Antosari

2 006 MENGWITANI - TABANAN Sp. Mengwitani-Singaraja Batas Kota Tabanan 1,83 1,50

Sp. Kediri, Sp. Tanah


3 006 15 K JLN. A. YANI - BTS. KOTA (TABANAN) Batas Kota Tabanan 1,68 2,35
Lot/Patung

Batas Kota Denpasar/ Pom


4 007 BTS. DENPASAR - MENGWITANI Sp. Mengwitani-Singaraja 7,45 7,60
Bensin

Sp. Cokroaminoto/ Patung


5 007 11 K JLN. COKROAMINOTO (DPS) Batas Kota Denpasar 2,52 3,90
Bung Tomo

Sp. Cokroaminoto/ Patung


6 007 12 K JLN. COKROAMINOTO (DPS) Sp. Sutomo, Setiabudi 2,00 1,00
Bung Tomo

117 
 
 

Sp. Wahidin, Gajah Mada,


7 007 13 K JLN. SUTOMO (DPS) Sp. Cokroaminoto, Setiabudi 0,93 0,93
Thamrin

Sp. Veteran, Udayana, Sp. Wahidin, Sutomo,


8 007 14 K JLN. GAJAH MADA (DPS) 0,73 0,73
Surapati Thamrin

Sp. Veteran, G. Mada, Sp. Kapten Agung Hayam


9 007 15 K JLN. SURAPATI (DPS) 0,09 0,30
Udayana Wuruk

Sp. G. Agung, Wahidin, Bk.


10 007 16 K JLN. SETIABUDI (DPS) Sp. Sutomo, Cokroaminoto 0,80 0,80
Tunggal

Sp. Sutomo, G. Mada, Sp. Setiabudi, B. Tunggal,


11 007 17 K JLN. WAHIDIN (DPS) 0,22 0,22
Thamrin G. Agung

Sp. Sutomo, G. Mada, Sp. Hasanuddin, Imam


12 008 11 K JLN. THAMRIN (DPS) 0,38 0,40
Sutomo Bonjol, Bk. Tunggal

Sp. Thamrin, Bk. Tunggal, Sp. G. Mada, Surapati,


13 008 12 K JLN. HASANUDIN - UDAYANA (DPS) 1,03 1,20
Imam Bonjol Veteran

Sp. Thamrin, Bk. Tunggal, Sp. Lap. Terbang/ Patung


14 008 13 K DENPASAR - TUBAN 10,15 10,15
Imam Bonjol Arjuna

JLN. KAP. AGUNG - KAP. REGUG - SUGIANYAR -


15 009 11 K Sp. Surapati Sp. Sumatra, Kalimantan 0,85 0,78
BELITON (DPS)

Sp. Pesanggaran, Kuta,


16 009 12 K DENPASAR - SIMP. PESANGGARAN Sp. Hasannudin 6,82 7,25
Sanur, Gerbang Benoa

Sp. Pesanggaran, Kuta,


17 009 13 K SIMP. PESANGGARAN - GERBANG BENOA Gerbang Benoa 0,53 0,62
Sanur, Gerbang Benoa

118 
 
 

Sp. Sanur, Gatsu Timur, Jl.


18 011 SP. TOHPATI - SAKAH Patung Bayi 13,68 13,00
WR. Supratman

19 012 SAKAH - BLAHBATUH Patung Bayi Sp. Bone, Jl. Belahpane 3,02 3,02

20 013 BLAHBATUH - SEMEBAUNG Sp. Bone, Jl. Belahpane Patung Dewi Sri 3,56 3,70

KM. 27 Astina Utara/KM.


21 018 SEMEBAUNG - GIANYAR Patung Dewi Sri 1,99 2,10
27 Semebaung

22 018 11 K JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR) Sp. Jl. Patih Jelantik Jl. Ngurah Rai/ Patung 0,44 0,54

KM. 27 Astina Utara/KM.


23 018 12 K JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR) Jl. Ciung Wanara 0,32 0,33
27 Semebaung

Jl. Astina Timur, Sp. Bukit


24 019 GIANYAR - SIDAN Sp. Sidan Bangli/ Tugu 1,72 1,25
Jati

Jl. Astina Timur, SP. Dalem


25 019 11 K JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) Jl. Ciung Wanara 0,76 0,84
Puri

Jl. Ngurah Rai, SP. Dalem


26 019 12 K JLN. ASTINA TIMUR (GIANYAR) SP. Bukit Jati/ Traficlight 0,54 0,79
Puri

Sp. Gatsu Timur, WR.


27 040 11 K SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR Sp. Hangtuah, Pantai Sanur 4,05 4,10
Supratman

Sp. Gerbang Benoa,


28 041 11 K SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN Sp. Hangtuah, Pantai Sanur 8,47 8,54
Pesanggaran

119 
 
 

Sp. Gerbang Benoa,


29 042 11 K SIMP. PESANGGARAN - SIMP. KUTA Patung Dewa Ruci 3,75 3,70
Pesanggaran

Patung Ngurah Rai, Sp. Lap.


30 042 12 K SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI Patung Dewa Ruci 2,74 2,76
Terbang

Patung Ngurah Rai, Sp. Lap.


31 042 13 K TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA Gerbang Nusa Dua 9,82 9,82
Terbang

32 047 11 K SIMP. LAP. TERBANG - TUGU NGURAH RAI (DPS) Sp. Denpasar Tuban/ Patung Patung Ngurah Rai 0,38 0,38

SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI (JL. G. SUBROTO Patung Bung Tomo, Sp. Sp. Tohpati Sanur, Jl. WR.
33 056 11 K 5,95 5,50
TIMUR) Cokroaminoto, Gatsu Barat Supratman

JUMLAH 103,30 104,20

Sumber: SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar

   

120 
 
 

LAMPIRAN C
Peta Jaringan Jalan P2JJ Metropolitan Denpasar

Sumber: SNVT P2JJ Metropolitan Denpasar 121 


 
122 

LAMPIRAN D
Formulir Survei Ruas Jalan Nasional

IDENTIFIKASI RUAS

SURVEYOR
RUTE SURVEI
No:
Nama:
RUAS JALAN
Panjang:
Lebar:
Titik Awal:

IDENTIFIKASI RUAS
Titik Akhir:

KETERANGAN

 
 
123 

• NAMA RUAS/ Lebar : / SURVEYOR :


• STA : ……………… + ……………… L=
POSISI GPS
• TGL/JAM (WITA) : / B=
• KONDISI PERKERASAN

Bleeding (m²)

Terkelupas (m²)

Lubang (m²)

Retak (m²)

Deformasi (m²)

• KONDISI GEOMETRIK
Baik Cukup Kurang
Kelandaian besar, dan
[ ] Kelandaian datar [ ] Kelandaian tidak terlalu besar [ ] panjang serta tidak ada
climbing lane

[ ] Tikungan lebar [ ] Tikungan tidak terlalu tajam [ ] Tikungan tajam

• KONDISI LINGKUNGAN SOSIAL


Baik Cukup Kurang

[ ] Letak bangunan tidak berada di Letak bangunan sebagian berada di Letak bangunan berada di
[ ] [ ]
dalam RUMIJA (25m) dalam RUMIJA (25m) dalam RUMIJA (25m)

[ ] Tidak ada kegiatan ekonomi yang Kegiatan ekonomi memberikan Kegiatan ekonomi
[ ] [ ]
mengganggu lalu lintas gangguan terbatas mengganggu lalu lintas

CATATAN:

 
 
   

LAMPIRAN E
Tabel Hasil Survei Kondisi Jalan Nasional di bawah Tanggung Jawab SNVT P2JJ Metropolitan

kondisi
No. nm_segmen nm_ruas km
perkerasan geometrik fisik sosial

1 500 MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 2 015+080


2 1000 MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 3 015+580
3 1500 MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 2 016+080
4 2000 MENGWITANI - TABANAN ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 2 016+580
5 500 JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) 1 3 1 2 014+390
6 1000 JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 014+890
7 1500 JLN. A. YANI – BTS. KOTA (TABANAN) ( -/-/-/-/- ) 2 2 1 2 015+390
8 500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( - /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 024+950
9 1000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 2 1 2 025+450
10 1500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 025+950
11 2000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 026+450
12 2500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 026+950
13 3000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 027+450
14 3500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 027+950
15 4000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 028+450
16 4500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 028+950
17 5000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 029+450
18 5500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 029+950

 
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya:  
1= Baik 1= Baik 124 
  2= Sedang 2= Cukup
3= Rusak Ringan 3= Kurang
4 = Rusak Berat
 

19 6000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 030+450
20 6500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 030+950
21 7000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 031+450
22 7500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 031+950
23 8000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 032+450
24 8500 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 032+950
25 9000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 /1,3 / 7,4+ - +7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 033+450
26 10000 TUGU NGURAH RAI - NUSA DUA ( 2,8 / / / / ) 1 1 1 1 033+950
27 500 1 1 1 1 029+450
28 500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( 1,3 / / / / ) 1 1 1 3 003+200
29 1000 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 3 003+700
30 1500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 3 004+200
31 2000 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 3 004+700
32 2500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 3 005+200
33 3000 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 3 005+700
34 3500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 006+200
35 500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,7/-/- ) 4 1 1 2 008+150
36 1000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,9/-/- ) 3 1 1 2 008+650
37 1500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/6,5/-/- ) 3 1 1 2 009+150
38 2000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,8/-/- ) 3 1 1 2 009+650
39 2500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,9/-/- ) 4 2 1 2 010+150
40 3000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,3/-/- ) 3 1 1 2 010+650
41 3500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/11,4/-/- ) 3 1 1 2 011+150
42 4000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 4 1 1 2 011+650
43 4500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 3 1 1 2 012+150
44 5000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 3 1 1 2 012+650
45 5500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 013+150
46 6000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 013+650
47 6500 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 014+150

  *) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya:


 
1= Baik 1= Baik
2= Sedang 2= Cukup 125 
  3= Rusak Ringan 3= Kurang
4 = Rusak Berat
 

48 7000 BTS. DENPASAR - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 014+650


49 1000 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 001+700
50 500 JLN. COKROAMINOTO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 1 002+200
51 500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,8/1,5/1 ) 1 1 1 2 001+650
52 1000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/8,3/1,5/1 ) 1 1 1 2 002+150
53 1500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,8/1,5/1 ) 1 1 1 2 002+650
54 2000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,6/1,5/1 ) 1 1 1 2 003+150
55 2500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/9,2/1,5/1 ) 1 1 1 2 003+650
56 3000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/11,1/1,5/1 ) 1 1 1 2 004+150
57 3500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/8,9/1,5/1 ) 1 1 1 2 004+650
58 4000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 005+150
59 4500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 005+650
60 5000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 006+150
61 5500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 006+650
62 6000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 1 007+150
63 6500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 1 007+650
64 7000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 008+150
65 7500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 008+650
66 8000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 2 1 1 2 009+150
67 8500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 2 1 1 3 009+650
68 9000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 2 1 1 2 010+150
69 9500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 010+650
70 10000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 011+150
71 10500 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 011+650
72 11000 DENPASAR - TUBAN (1/1,2/7/1,5/1 ) 1 1 1 2 011+850
73 500 JLN. HASANUDIN – UDAYANA (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 000+800
74 500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 000+903
75 1000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 001+403
76 1500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 001+903

 
 
126 
 
 

77 2000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 002+403


78 2500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 002+903
79 3000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 003+403
80 3500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 003+903
81 4000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 004+403
82 4500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 004+903
83 5000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 005+403
84 5500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 005+903
85 6500 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 006+903
86 6000 DENPASAR - SIMP.PESANGGARAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 006+403
87 500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( - /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 2 1 1 003+600
88 1000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 004+100
89 1500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 004+600
90 2000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 2 005+100
91 2500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 2 005+600
92 3000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 006+100
93 3500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 006+600
94 4000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 2 007+100
95 4500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 007+600
96 5000 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 008+100
97 5500 SP. COKROAMINOTO - SP. TOHPATI ( 1,2 /1,5 /12,5 /1,5 /1,2 ) 1 1 1 1 008+600
98 500 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 1,2 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 005+580
99 1000 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 006+800
100 1500 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 006+580
101 2000 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 007+800
102 2500 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 007+580
103 3000 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 008+800
104 4000 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 009+800
105 3500 SIMPANG TOHPATI - SIMPANG SANUR ( 0 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 008+580

  *) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya:


 
1= Baik 1= Baik
2= Sedang 2= Cukup
127 
  3= Rusak Ringan 3= Kurang
4 = Rusak Berat
 

SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 0 /1,3 / 7,4+1,9+11,4


106 500 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 009+910
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
107 1000 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 2 1 1 010+410
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
108 1500 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 2 1 1 010+910
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
109 2000 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 011+410
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
110 2500 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 011+910
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
111 3000 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 012+410
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
112 3500 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 012+910
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
113 4000 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 013+410
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
114 4500 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 013+910
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
115 5000 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 014+410
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
116 5500 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 014+910
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
117 6000 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 015+410
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
118 6500 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 015+910
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
119 7000 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 016+410
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
120 8000 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 017+410
SIMPANG SANUR - SIMPANG PESANGGARAN ( 2,8 /1,3 /
121 7500 7,4+1,9+11,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 016+910
122 500 SP PESANGGARAN - GERBANG BENOA ( 2,8 /0 / 8,1+4,9+7 /0 /3 ) 2 1 1 1 017+410
 
 
128 
 
 

123 500 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 3 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 1 022+400
124 1000 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 2 022+900
125 1500 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 1 023+400
126 2000 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 2 023+900
127 2500 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 2 024+400
128 3500 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 1 025+400
129 3000 SIMP. PESANGGARAN - SIMPANG KUTA ( 2 /1,3 / 7,4+1,9+7,4 /1,6 /2 ) 1 1 1 1 024+900
130 500 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 022+900
131 1000 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 023+400
132 1500 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 023+900
133 2000 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 024+400
134 3000 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 1 025+350
135 2500 SIMP. KUTA - TUGU NGURAH RAI ( 2,8 /1,3 / 7,4+2+7,4 /1,6 /2,8 ) 1 1 1 2 024+900
136 500 SP TOHPATI - SAKAH ( 2,8 /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 005+500
137 1000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 006+000
138 1500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 006+500
139 2000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 007+000
140 2500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 007+500
141 3000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 2 1 2 008+000
142 3500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 008+500
143 4000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 2 1 2 009+000
144 4500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 009+500
145 5000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 010+000
146 5500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 010+500
147 6000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 011+000
148 6500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 011+500
149 7000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 012+000
150 7500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 012+500
151 8000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 013+000

  *) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya:


 
1= Baik 1= Baik
2= Sedang 2= Cukup
129 
  3= Rusak Ringan 3= Kurang
4 = Rusak Berat
 

152 8500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 013+500


153 9000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 3 014+000
154 9500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 3 014+500
155 10000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 2 2 015+000
156 10500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 015+500
157 11000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 2 1 2 016+000
158 11500 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 016+500
159 12000 SP TOHPATI - SAKAH ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 017+000
160 500 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 018+625
161 1000 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 019+125
162 1500 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 019+625
163 2000 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 1 020+125
164 2500 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 020+625
165 3000 SAKAH - BLAHBATU ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 021+125
166 500 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 021+225
167 1000 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 021+725
168 1500 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 022+225
169 2000 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 022+725
170 2500 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 023+225
171 3000 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 023+725
172 3500 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 024+225
173 4000 BLAHBATU - SEMEBAUNG ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 024+725
174 500 JL. ASTINA TIMUR (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) 1 2 1 2 029+375
175 1000 GIANYAR - SIDAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 029+660
176 1500 GIANYAR - SIDAN ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 030+160
177 500 JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) ( - / / / / ) 1 1 1 2 030+910
178 500 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( - /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 3 017+400
179 1000 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 3 017+900
180 1500 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 018+400

 
*) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya:  
1= Baik 1= Baik
130 
  2= Sedang 2= Cukup
3= Rusak Ringan 3= Kurang
4 = Rusak Berat
 

181 2000 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 018+900


182 2500 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 019+400
183 3000 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 019+900
184 3500 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 020+400
185 4000 SIMP.KEDIRI - PESIAPAN ( 1,5 /1,5 /7 /1,5 /1,5 ) 2 1 1 2 020+900
186 500 JLN. SUTOMO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 002+200
187 1000 JLN. SUTOMO (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 002+700
188 1000 JLN. HASANUDIN – UDAYANA (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 001+300
189 500 JLN. GAJAH MADA (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 000+724
190 1000 JLN. GAJAH MADA (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 000+924
191 500 JLN. SURAPATI (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 006+650
192 500 JLN. KAP. AGUNG – KAP. REGUG – SUGI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 007+150
193 1000 JLN. KAP. AGUNG – KAP. REGUG – SUGI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 3 007+650
194 500 JLN. THAMRIN (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 008+150
195 500 JLN. WAHIDIN (DPS) ( -/-/-/-/- ) 2 1 1 2 008+650
196 500 JLN. SETIABUDI (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 009+150
197 1000 JLN. SETIABUDI (DPS) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 009+650
198 500 BERINGKIT - MENGWITANI ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 014+650
199 500 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 025+440
200 1000 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 025+940
201 1500 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 2 1 1 2 026+440
202 2000 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 026+940
203 2500 SEMEBAUNG - GIANYAR ( - /5 / 9,5+2+9,5 /5 /0 ) 1 1 1 2 027+400
204 500 JLN. ASTINA UTARA (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 030+330
205 500 JLN. CIUNG WANARA (GIANYAR) ( -/-/-/-/- ) 1 1 1 2 030+730
206 1000 JLN. NGURAH RAI (GIANYAR) ( - /1,2 /11 /1,2 /1 ) 1 1 1 3 031+330
207 500 GIANYAR - SIDAN ( - / /1 / / ) 1 2 1 2 030+160
Sumber: Hasil Analisa, 2011

  *) Keterangan Kondisi Perkerasan : *) Keterangan Kondisi Lainnya:


1= Baik 1= Baik  
2= Sedang 2= Cukup 131 
  3= Rusak Ringan 3= Kurang
4 = Rusak Berat
 
LAMPIRAN F
Tabel Hasil Survei Jenis Kerusakan Perkerasan Jalan dan RCI (Road Condition Index)

NAMA Kerusakan Perkerasan (%)


NO NO. RUAS NAMA RUAS *)RCI
SEGMEN Bleeding Terkelupas Lubang Retak Deform. Total
1 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 00000
2 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 00500 0.00% 6.45% 0.00% 0.63% 0.19% 7.27% 6
3 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 01000 0.00% 1.83% 0.01% 0.00% 0.00% 1.84% 7
4 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 01500 0.00% 9.14% 0.00% 8.54% 0.00% 17.68% 6
5 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 02000 0.00% 1.57% 0.00% 6.44% 0.00% 8.02% 7
6 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 02500 0.00% 0.13% 0.00% 5.86% 0.00% 5.99% 7
7 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 03000 0.00% 0.06% 0.00% 4.92% 0.00% 4.98% 7
8 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 03500 0.00% 2.20% 0.00% 1.32% 0.00% 3.53% 7
9 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 04000 0.00% 1.44% 0.02% 5.88% 0.00% 7.34% 7
10 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 04500 0.00% 10.13% 0.03% 0.49% 0.00% 10.65% 6
11 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 05000 0.00% 1.24% 0.00% 0.58% 0.02% 1.84% 7
12 005 13 K Sp Kediri-Pesiapan 05300 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

1 006 Mengwitani-Tabanan 00000


2 006 Mengwitani-Tabanan 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 006 Mengwitani-Tabanan 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
 
132 
 
 

4 006 Mengwitani-Tabanan 01500 0.00% 0.00% 0.00% 1.26% 0.00% 1.26% 8

1 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 00000


2 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 00500 0.00% 0.30% 0.00% 3.10% 0.00% 6.70% 8
3 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 01000 0.00% 0.00% 0.00% 1.86% 0.09% 5.29% 8
4 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 01500 0.00% 0.05% 0.00% 4.38% 0.00% 1.64% 8
5 006 15 K Jl. A. Yani-Bts Kota Tabanan 02000 0.00% 0.73% 0.00% 6.25% 0.00% 5.16% 7

1 007 Bts Denpasar-Mengwitani 00000


2 007 Bts Denpasar-Mengwitani 00500 0.00% 0.00% 0.00% 79.94% 0.00% 79.94% 6
3 007 Bts Denpasar-Mengwitani 01000 0.00% 0.00% 0.00% 52.35% 0.12% 52.48% 7
4 007 Bts Denpasar-Mengwitani 01500 0.00% 0.01% 0.00% 52.66% 0.00% 52.66% 7
5 007 Bts Denpasar-Mengwitani 02000 0.00% 0.00% 0.00% 48.40% 0.00% 48.40% 7
6 007 Bts Denpasar-Mengwitani 02500 0.00% 0.02% 0.00% 89.29% 0.00% 89.31% 6
7 007 Bts Denpasar-Mengwitani 03000 0.00% 0.08% 0.00% 28.79% 0.32% 29.19% 7
8 007 Bts Denpasar-Mengwitani 03500 0.00% 7.69% 0.00% 41.31% 0.00% 49.00% 7
9 007 Bts Denpasar-Mengwitani 04000 0.00% 1.62% 0.00% 66.18% 0.38% 68.18% 6
10 007 Bts Denpasar-Mengwitani 04500 0.00% 0.00% 0.00% 21.99% 0.00% 21.99% 7
11 007 Bts Denpasar-Mengwitani 05000 0.00% 0.11% 0.00% 21.44% 0.10% 21.65% 7
12 007 Bts Denpasar-Mengwitani 05500 0.00% 1.32% 0.00% 17.11% 0.00% 18.43% 7
13 007 Bts Denpasar-Mengwitani 06000 0.00% 0.79% 0.00% 9.03% 0.00% 9.81% 7
14 007 Bts Denpasar-Mengwitani 06500 0.00% 0.23% 0.00% 0.36% 0.00% 0.59% 9
15 007 Bts Denpasar-Mengwitani 07000 0.00% 0.00% 0.00% 1.24% 0.00% 1.24% 8
16 007 Bts Denpasar-Mengwitani 07430 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 10

 
 
133 
 
 

1 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 00000


2 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 01000 0.00% 0.03% 0.00% 0.45% 0.00% 0.48% 9
4 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 01500 0.00% 0.56% 0.00% 2.27% 0.00% 2.83% 8
5 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 02000 0.00% 3.41% 0.00% 8.24% 0.00% 11.65% 7
6 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 02500 0.00% 3.11% 0.00% 0.72% 0.00% 3.83% 7
7 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
8 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 03500 0.00% 0.00% 0.00% 5.45% 0.00% 5.45% 8
9 007 11 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 03750 0.00% 0.11% 0.00% 5.26% 0.00% 5.37% 8

1 007 12 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 00000


2 007 12 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 007 12 k Jln. Cokroaminoto (Dps) 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

1 007 13 k Jln Sutomo (Dps) 00000


2 007 13 k Jln Sutomo (Dps) 00500 0.00% 10.06% 0.09% 0.14% 0.04% 10.33% 6
3 007 13 k Jln Sutomo (Dps) 00900 0.00% 3.36% 0.00% 0.00% 0.00% 3.36% 7

1 007 14 k Jln. Gajah Mada (Dps) 00000


2 007 14 k Jln. Gajah Mada (Dps) 00500 0.00% 1.32% 0.01% 1.95% 0.00% 3.28% 7
3 007 14 k Jln. Gajah Mada (Dps) 00700 0.00% 10.00% 0.38% 1.03% 0.00% 11.41% 6

1 007 15 k Jl. Surapati (Dps) 00000


2 007 15 k Jl. Surapati (Dps) 00500 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.40% 0.40% 9
3 007 15 k Jl. Surapati (Dps) 00600 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

  *) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
134 
 
 

1 007 16 k Jln. Setiabudi (Dps) 00000


2 007 16 k Jln. Setiabudi (Dps) 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 0.00% 0.04% 9
3 007 16 k Jln. Setiabudi (Dps) 00800 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.01% 9

1 007 17 k Jln. Wahidin (Dps) 00000


2 007 17 k Jln. Wahidin (Dps) 00220 0.00% 5.59% 0.06% 0.90% 0.00% 6.55% 7

1 008 11 k Jln. Thamrin (Dps) 00000


2 008 11 k Jln. Thamrin (Dps) 00400 0.00% 1.20% 0.01% 0.17% 0.00% 1.38% 8

1 008 12 k Jln Hasanudin-Udayana (Dps) 00000


2 008 12 k Jln Hasanudin-Udayana (Dps) 00500 0.00% 4.74% 1.09% 0.24% 0.00% 6.07% 6
3 008 12 k Jln Hasanudin-Udayana (Dps) 01000 0.00% 0.94% 0.11% 0.21% 0.00% 1.26% 6

1 008 13 k Denpasar Tuban 00000


2 008 13 k Denpasar Tuban 00500 0.00% 0.00% 0.02% 0.74% 0.00% 0.76% 9
3 008 13 k Denpasar Tuban 01000 0.00% 0.00% 0.08% 0.35% 0.00% 0.43% 9
4 008 13 k Denpasar Tuban 01500 0.00% 0.00% 0.03% 0.01% 0.01% 0.05% 9
5 008 13 k Denpasar Tuban 02000 0.00% 0.00% 0.03% 0.01% 0.01% 0.05% 9
6 008 13 k Denpasar Tuban 02500 0.00% 0.00% 0.04% 0.03% 0.49% 0.56% 9
7 008 13 k Denpasar Tuban 03000 0.00% 0.61% 0.02% 0.17% 0.00% 0.80% 9
8 008 13 k Denpasar Tuban 03500 0.00% 0.14% 0.00% 0.73% 0.00% 0.87% 9
9 008 13 k Denpasar Tuban 04000 0.00% 0.03% 0.00% 0.05% 0.00% 0.08% 9
10 008 13 k Denpasar Tuban 04500 0.00% 0.00% 0.01% 0.28% 0.00% 0.29% 9

  *) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
135 
 
 

11 008 13 k Denpasar Tuban 05000 0.00% 0.00% 0.00% 0.24% 0.02% 0.26% 9
12 008 13 k Denpasar Tuban 05500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
13 008 13 k Denpasar Tuban 06000 0.00% 1.18% 0.00% 0.06% 0.00% 1.24% 8
14 008 13 k Denpasar Tuban 06500 0.00% 0.00% 0.00% 0.12% 0.00% 0.12% 9
15 008 13 k Denpasar Tuban 07000 0.00% 0.33% 0.00% 0.00% 0.00% 0.33% 9
16 008 13 k Denpasar Tuban 07500 0.00% 0.89% 0.00% 0.04% 0.00% 0.93% 9
17 008 13 k Denpasar Tuban 08000 0.00% 0.31% 0.67% 0.03% 0.00% 1.02% 7
18 008 13 k Denpasar Tuban 08500 0.00% 2.73% 0.28% 0.12% 0.00% 3.12% 7
19 008 13 k Denpasar Tuban 09000 0.00% 4.65% 0.09% 4.13% 4.42% 13.29% 7
20 008 13 k Denpasar Tuban 09500 0.00% 1.66% 0.01% 0.00% 2.77% 4.44% 8
21 008 13 k Denpasar Tuban 10000 0.00% 0.67% 0.13% 0.00% 0.17% 0.97% 9
22 008 13 k Denpasar Tuban 10500 0.00% 0.00% 0.13% 0.00% 0.00% 0.13% 9
23 008 13 k Denpasar Tuban 10700 0.00% 0.00% 0.04% 0.15% 0.00% 0.19% 9

Jln. Kap. Agung-Kap. Regug-


1 009 11 k Sugianyar-Beliton (Dps) 00000
Jln. Kap. Agung-Kap. Regug-
2 009 11 k Sugianyar-Beliton (Dps) 00500 0.00% 1.64% 0.05% 0.18% 0.34% 2.21% 8
Jln. Kap. Agung-Kap. Regug-
3 009 11 k Sugianyar-Beliton (Dps) 00900 0.04% 2.02% 0.12% 0.00% 0.00% 2.18% 8

1 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 00000


2 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 00500 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.01% 10
3 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
4 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 01500 0.00% 1.64% 0.04% 0.02% 0.00% 1.69% 8
5 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

  *) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
136 
 
 

6 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 02500 0.00% 0.00% 0.02% 0.00% 0.01% 0.03% 9
7 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 03000 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.03% 0.04% 9
8 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 03500 0.00% 0.00% 0.08% 0.01% 0.00% 0.10% 9
9 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 04000 0.00% 0.00% 0.07% 0.11% 0.05% 0.24% 9
10 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 04500 0.00% 0.00% 0.00% 0.30% 0.01% 0.31% 9
11 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 05000 0.00% 0.00% 0.02% 0.73% 0.14% 0.89% 9
12 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 05500 0.00% 0.00% 0.23% 0.33% 0.02% 0.58% 9
13 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 06000 0.00% 0.00% 0.03% 1.24% 0.04% 1.31% 8
14 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 06500 0.00% 0.00% 0.07% 0.51% 0.00% 0.58% 9
15 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 07000 0.00% 0.00% 0.09% 2.74% 0.35% 3.18% 8
16 009 12 k Denpasar - Simp. Pesanggaran 07250 0.00% 0.18% 0.00% 0.00% 0.00% 0.18% 9

1 009 13 k Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa 00000


2 009 13 k Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa 00500 0.00% 4.64% 0.06% 0.07% 0.06% 4.83% 8
3 009 13 k Simp. Pesanggaran-Gerbang Benoa 00620 0.00% 0.00% 0.00% 0.07% 0.00% 0.07% 9

1 011 Sp. Tohpati - Sakah 00000


2 011 Sp. Tohpati - Sakah 00500 0.00% 0.04% 0.06% 0.01% 0.00% 0.11% 9
3 011 Sp. Tohpati - Sakah 01000 0.00% 0.03% 0.00% 0.35% 0.00% 0.38% 9
4 011 Sp. Tohpati - Sakah 01500 0.00% 0.05% 0.00% 0.32% 0.00% 0.37% 9
5 011 Sp. Tohpati - Sakah 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 9
6 011 Sp. Tohpati - Sakah 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.59% 0.00% 0.59% 9
7 011 Sp. Tohpati - Sakah 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.00% 0.05% 9
8 011 Sp. Tohpati - Sakah 03500 0.00% 0.17% 0.00% 0.02% 0.00% 0.19% 9
9 011 Sp. Tohpati - Sakah 04000 0.00% 0.02% 0.00% 0.01% 0.00% 0.03% 9

*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
 
137 
 
 

10 011 Sp. Tohpati - Sakah 04500 0.00% 0.00% 0.00% 0.10% 0.00% 0.10% 9
11 011 Sp. Tohpati - Sakah 05000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
12 011 Sp. Tohpati - Sakah 05500 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 9
13 011 Sp. Tohpati - Sakah 06000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
14 011 Sp. Tohpati - Sakah 06500 0.00% 0.16% 0.00% 0.01% 0.00% 0.17% 9
15 011 Sp. Tohpati - Sakah 07000 0.00% 0.03% 0.00% 0.00% 0.00% 0.03% 9
16 011 Sp. Tohpati - Sakah 07500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
17 011 Sp. Tohpati - Sakah 08000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
18 011 Sp. Tohpati - Sakah 08500 0.00% 0.00% 0.00% 0.56% 0.00% 0.56% 9
19 011 Sp. Tohpati - Sakah 09000 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.01% 0.02% 9
20 011 Sp. Tohpati - Sakah 09500 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 9
21 011 Sp. Tohpati - Sakah 10000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
22 011 Sp. Tohpati - Sakah 10500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
23 011 Sp. Tohpati - Sakah 11000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
24 011 Sp. Tohpati - Sakah 11500 0.00% 0.00% 0.00% 0.25% 0.00% 0.25% 9
25 011 Sp. Tohpati - Sakah 12000 0.00% 0.00% 0.00% 0.03% 0.00% 0.03% 9
26 011 Sp. Tohpati - Sakah 12500 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.00% 0.05% 9
27 011 Sp. Tohpati - Sakah 13000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
28 011 Sp. Tohpati - Sakah 13500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

1 012 Sakah-Blahbatuh 00000


2 012 Sakah-Blahbatuh 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.15% 0.00% 0.15% 9
3 012 Sakah-Blahbatuh 01000 0.00% 0.06% 0.00% 0.01% 0.00% 0.07% 9
4 012 Sakah-Blahbatuh 01500 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 9
5 012 Sakah-Blahbatuh 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.09% 0.00% 0.09% 9

 
 
138 
 
 

6 012 Sakah-Blahbatuh 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.43% 0.07% 0.50% 9


7 012 Sakah-Blahbatuh 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.06% 0.06% 9
8 012 Sakah-Blahbatuh 03100 0.00% 0.00% 0.00% 0.03% 0.00% 0.03% 9

1 013 Blahbatuh-Semebaung 00000


2 013 Blahbatuh-Semebaung 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 013 Blahbatuh-Semebaung 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
4 013 Blahbatuh-Semebaung 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
5 013 Blahbatuh-Semebaung 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.05% 9
6 013 Blahbatuh-Semebaung 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
7 013 Blahbatuh-Semebaung 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
8 013 Blahbatuh-Semebaung 03500 0.00% 0.01% 0.00% 0.02% 0.00% 0.03% 9
9 013 Blahbatuh-Semebaung 03700 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

1 018 Semebaung-Gianyar 00000


2 018 Semebaung-Gianyar 00500 0.00% 0.01% 0.00% 0.05% 0.16% 0.22% 9
3 018 Semebaung-Gianyar 01000 0.00% 0.02% 0.00% 0.96% 0.00% 0.98% 9
4 018 Semebaung-Gianyar 01500 0.00% 0.06% 0.00% 3.12% 0.00% 3.18% 8
5 018 Semebaung-Gianyar 02000 0.00% 0.02% 0.00% 0.41% 0.00% 0.43% 9
6 018 Semebaung-Gianyar 02100 0.00% 0.00% 0.00% 0.18% 0.00% 0.18% 9

1 018 11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar) 00000


2 018 11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar) 00500 0.00% 0.05% 0.00% 0.01% 0.02% 0.08% 9
3 018 11 K Jln. Ciung Wanara (Gianyar) 00550 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

 
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24
 
139 
 
 

1 018 12 K Jln. Astina Utara (Gianyar) 00000


2 018 12 K Jln. Astina Utara (Gianyar) 00330 0.00% 0.00% 0.00% 0.18% 0.05% 0.23% 9

1 019 Gianyar-Sidan 00000


2 019 Gianyar-Sidan 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 019 Gianyar-Sidan 01000 0.59% 0.07% 0.00% 0.20% 0.10% 0.96% 9
4 019 Gianyar-Sidan 01250 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

1 019 11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar) 00000


2 019 11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar) 00500 0.00% 0.05% 0.00% 0.04% 0.02% 0.11% 9
3 019 11 K Jln. Ngurah Rai (Gianyar) 00840 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

1 019 12 K Jln. Astina Timur (Gianyar) 00000


2 019 12 K Jln. Astina Timur (Gianyar) 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.11% 0.11% 9
3 019 12 K Jln. Astina Timur (Gianyar) 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

1 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 00000


2 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 00500 0.00% 0.02% 0.00% 0.18% 0.00% 0.21% 9
3 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 01000 0.00% 0.22% 0.00% 0.19% 0.00% 0.41% 9
4 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 01500 0.00% 0.04% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 9
5 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 02000 0.00% 0.03% 0.00% 1.51% 0.00% 1.54% 8
6 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 02500 0.00% 0.01% 0.00% 2.20% 0.00% 2.22% 8
7 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 03000 0.00% 0.00% 0.00% 1.16% 0.00% 1.16% 8
8 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 03500 0.00% 0.80% 0.04% 2.99% 0.00% 3.84% 8
9 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 04000 0.00% 0.03% 0.00% 3.17% 0.00% 3.20% 8

 
*) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24  
140 
 
 

10 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 04500 0.00% 0.00% 0.00% 4.42% 0.00% 4.42% 8
11 040 11 K Sp Tohpati-Sp Sanur 04700 0.00% 0.01% 0.00% 4.31% 0.00% 4.32% 8

1 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 00000

2 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

3 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

4 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
5 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 9
6 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
7 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 03000 0.00% 0.00% 0.00% 0.02% 0.00% 0.02% 9
8 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 03500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
9 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 04000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
10 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 04500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
11 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 05000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
12 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 05500 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 0.02% 9
13 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 06000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
14 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 06500 0.00% 0.47% 0.00% 0.00% 0.00% 0.47% 9
15 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 07000 0.00% 1.11% 0.00% 0.00% 0.00% 1.11% 8
16 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 07500 0.00% 0.02% 0.00% 0.44% 0.00% 0.46% 9
17 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 08000 0.00% 2.19% 0.00% 0.12% 0.00% 2.32% 8
18 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 08500 0.00% 0.01% 0.00% 0.41% 0.00% 0.41% 9
19 041 11 K Sp Sanur-Sp Pesanggaran 08950 0.00% 0.14% 0.00% 0.30% 0.00% 0.44% 9

  *) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
141 
 
 

1 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 00000


2 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
4 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
5 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
6 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 02500 0.00% 0.01% 0.00% 0.21% 0.00% 0.22% 9
7 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 03000 0.00% 0.11% 0.00% 0.78% 0.00% 0.89% 9
8 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 03500 0.00% 0.00% 0.00% 0.75% 0.00% 0.75% 9
9 042 11 K Sp Pesanggaran-Sp Kuta 03900 0.00% 0.00% 0.00% 0.19% 0.00% 0.19% 9

1 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 00000


2 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 01000 0.00% 0.02% 0.00% 0.04% 0.00% 0.06% 9
4 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
5 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 02000 0.00% 0.06% 0.00% 0.00% 0.00% 0.06% 9
6 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
7 042 12 K Sp Kuta-Tugu Ngurah Rai 02950 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 0.00% 0.01% 10

1 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 00000


2 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.78% 0.00% 0.78% 9
3 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.13% 0.00% 0.13% 9
4 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
5 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 02000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
6 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 02500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

  *) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
142 
 
 

7 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 03000 0.00% 0.21% 0.00% 0.46% 0.00% 0.67% 9
8 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 03500 0.00% 0.10% 0.00% 1.34% 0.00% 1.44% 8

9 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 04000 0.00% 0.01% 0.00% 0.00% 0.00% 0.01% 10

10 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 04500 0.00% 0.04% 0.00% 0.05% 0.00% 0.09% 9

11 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 05000 0.00% 0.37% 0.00% 0.10% 0.00% 0.47% 9

12 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 05500 0.00% 0.11% 0.00% 0.03% 0.00% 0.13% 9

13 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 06000 0.00% 0.00% 0.00% 0.02% 0.00% 0.02% 9

14 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 06500 0.00% 0.48% 0.00% 0.08% 0.00% 0.57% 9

15 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 07000 0.00% 0.00% 0.06% 0.00% 0.00% 0.06% 9

16 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 07500 0.00% 0.49% 0.00% 0.00% 0.00% 0.49% 9
17 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 08000 0.00% 0.72% 0.00% 0.17% 0.00% 0.88% 9
18 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 08500 0.00% 0.04% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 9
19 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 09000 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.00% 0.05% 9
20 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 09500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
21 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 10000 0.00% 0.04% 0.00% 0.08% 0.00% 0.12% 9
22 042 13 K Tugu Ngr Rai-Nusa Dua 10300 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

  *) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
143 
 
 

1 047 11 k Sp Lap.Terbang-Tugu Ngr Rai 00000


2 047 11 k Sp Lap.Terbang-Tugu Ngr Rai 00380 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

1 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 00000


2 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 00500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
3 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 01000 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
4 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 01500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
5 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 02000 0.00% 0.00% 0.00% 6.99% 0.00% 6.99% 8
6 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 02500 0.00% 0.00% 0.00% 4.74% 0.00% 4.74% 8
7 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 03000 0.00% 0.03% 0.00% 1.71% 0.00% 1.74% 8
8 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 03500 0.00% 0.00% 0.00% 1.03% 0.00% 1.03% 8
9 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 04000 0.00% 0.00% 0.00% 0.83% 0.04% 0.87% 9
10 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 04500 0.00% 0.00% 0.00% 0.19% 0.10% 0.29% 9
11 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 05000 0.00% 0.00% 0.00% 0.07% 0.00% 0.07% 9
12 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 05500 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10
13 056 11 k Sp Cokroaminoto-Sp Tohpati 05600 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 10

  *) Informasi lebih lanjut mengenai RCI dapat dilihat pada halaman 24


 
144 
 

Anda mungkin juga menyukai