Anda di halaman 1dari 28

PERBANDINGAN PENGGUNAAN PERSEKUTUAN (MAATSCHAP)

DENGAN LIMITED LIABILITY PARTNERSHIP DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Korporasi atau Perusahaan merupakan salah satu dari beberapa macam struktur dalam
menyusun bisnis. Meskipun tidak ada definisi standar untuk istilah "perusahaan," Mahkamah
Agung Amerika Serikat dalam kasus Dartmouth College menggambarkannya sebagai berikut:1

“A corporation is an artificial being, invisible, intangible, and existing only in contemplation


of law. Being a mere creature of law, it possesses only those properties which the charter of
its creation confers upon it, either expressly, or as incidental to its very existence”.

Yang artinya kurang lebih adalah sebagai berikut : “Korporasi / Perusahaan adalah makhluk
buatan, tak terlihat, tak berwujud, dan yang ada hanya dalam kontemplasi hukum. Sekadar
menjadi makhluk hukum saja, ia hanya memilki hak – haknya atas suatu properti/benda
sebagaimana diatur dalam anggaran dasarnya , baik secara tegas, atau sebagai terkait dengan
keberadaannya.

Hukum Perusahaan di Indonesia sendiri ,Menurut Soekardono adalah “salah satu pengertian
ekonomi yang juga masuk ke dalam lapangan Hukum Perdata, khususnya Hukum Dagang.
Melalui Staatblad 1938/276, istilah Perusahaan masuk ke dalam Hukum Dagang dengan
menggantikan istilah pedagang dan perbuatan perdagangan”.2

Istilah Perusahaan di dalam bahasa Indonesia mempunyai 3 (tiga) pengertian yang diadopsi dari
istilah Belanda, yaitu:3

1. Onderneming.
Dalam istilah onderneming tercermin seakan-akan adanya suatu kesatuan kerja
(wekeenheid), namun ini terjadi dalam suatu perusahaan.

1
Arthur R. Pinto & Douglas M. Branson, Understanding Cooperate Law, Fourth edition, lexis nexis (2013)
pg. 1 .
2
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 (Bagian Pertama), (Jakarta: Dian Rakyat, 1981), hal.17
3
R. Rochmat Soemitro, Himpunan Kuliah-kuliah Pengantar Ilmu Ekonomi, (Bandung: PT. Eresco,1966),
hal. 37-38.
2. Bedrijf
Bedrijf diterjemahkan dengan “perusahaan”, yang mana dalam hal ini tercermin adanya
penonjolan pengertian yang bersifat ekonomis yang bertujuan mendapatkan laba, dalam
bentuk suatu usaha yang menyelenggarakan suatu perusahaan. Dengan kata lain, bedrijf
ini merupakan kesatuan teknik untuk produksi, seperti misalnya Huisvlijt (home
industri/industri rumah tangga), Nijverheid (kerajinan/keterampilan khusus), Fabriek
(pabrik).
3. Vennootschap
Vennootschap mengandung pengertian juridis karena adanya suatu bentuk usaha yang
ditimbulkan dengan suatu perjanjian untuk kerja sama dari beberapa pesero.4
Dengan demikian dapat disimpulkan perbedaan pengertian bedrijf (perusahaan) dan
onderneming yaitu jika bedrijf mengandung pengertian kesatuan finansial-ekonomis,
maka onderneming merupakan suatu kesatuan kerja (werkeenheid) yang semata-mata
mengandung pengertian ekonomis saja, dan kedua-duanya mengandung pengertian yang
bersifat non juridis. Sedangkan vennootschap mengandung pengertian yang bersifat
juridis.5

Beberapa ahli atau ilmuan memberikan pendapat tentang istilah Perusahaan, sebagai berikut:

1. Pemerintah Belanda (Mentri Kehakiman Belanda) ketika membacakan Memorie van


Toelichting (rencana undang-undang) Wetboek van Koophandel (WvK) di depan parlemen,
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Perusahaan adalah keseluruhan perbuatan yang
dilakukan secara tidak terputus-putus, dengan terang-terangan, dalam kedudukan tertentu dan
untuk mencari laba.6

2. Molengraaff (dalam bukunya Leindraad I halaman 38) berpendapat bahwa perusahaan adalah
keseluruhan perbuatan yang dilakukan secara terus menerus, bertindak keluar, untuk
mendapatkan penghasilan, dengan cara memperniagakan barang-barang, menyerahkan barang-

4
M.Natzir Said, Hukum Perusahaan di Indonesia I (Perorangan), (Bandung: Alumni, 1987), hal. 29
5
Ibid., hal. 36-37.
6
R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid 1 (Bagian Pertama), (Jakarta: Dian Rakyat, 1981), hal.20.
barang, atau mengadakan perjanjian-perjanjian perdagangan. Di sini Molengraaff memandang
perusahaan dari sudut ekonomi.7

3. Polak (dalam bukunya Handboek I halaman 88) memberikan pendapat bahwa sebuah
perusahaan dianggap ada bila diperlukan adanya perhitungan-perhitungan tentang laba rugi yang
dapat diperkirakan, dan segala sesuatu itu dicatat dalam pembukuan. Di sini Polak memandang
perusahaan dari sudut komersil.8

Bila ingin mengetahui definisi hukum dagang, maka hal tersebut tidak akan ditemukan di
dalam KUHD, karena hal itu sama sekali tidak diatur secara khusus seperti layaknya pengertian
pedagang dan perbuatan perniagaan. Selama ini definisi hukum dagang hanya mengacu pada
beberapa pendapat sarjana hukum, seperti berikut ini:

(1). Soekardono, mengatakan hukum dagang adalah bagian dari hukum perdata pada umumnya,
yakni yang mengatur masalah perjanjian dan perikatan-perikatan yang diatur dalam Buku III
BW. Dengan kata lain, hukum dagang adalah himpunan peraturan-peraturan yang mengatur
hubungan seseorang dengan orang lain dalam kegiatan perusahaan yang terutama terdapat dalam
kodifikasi KUHD dan KUHPerdata.

(2). HMN. Purwosutjipto, mengatakan hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul
khusus dari lapangan perusahaan.

(3). Achmad Ichsan, mengatakan hukum dagang adalah hukum yang mengatur soal-soal
perdagangan yaitu soal-soal yang timbul karena tingkah laku manusia dalam perdagangan atau
perniagaan.

(4). Fockema Andreae (Kamus Istilah Hukum Belanda-Indonesia), mengatakan hukum dagang
atau Handelsrecht adalah keseluruhan dari aturan hukum mengenai perusahaan dalam lalu lintas
perdagangan, sejauhmana diatur dalam KUHD dan beberapa undang-undang tambahan.

7
H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 1: Pengetahuan Dasar Hukum
Dagang, Cet 11,(Jakarta: Penerbit Djambatan, 1995), hal.15.
8
Ibid., Hal. 16.
B. Perumusan Masalah

peneliti mencoba meneliti Penggunaan Persekutuan dengan Limited Liabilty Partnership (LLP)
di Indonesia, dengan perumusan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan Persekutuan perdata yang berlaku di Indonesia dengan Limited
Liabilty Partnership (LLP)?

2. Bagaimanakah perbandingan antara Persekutuan yang berlaku di Indonesia dengan Limited


liability partnership (LLP)?

C. Tujuan Penelitian

Peneltian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui Perbedaan Perseketuan (maatschap) yang berlaku di Indonesia dengan Limited


liability Partnership (LLP).

2. Mengetahui Perbandingan antara Perseketuan (maatschap) yang berlaku di Indonesia dengan


Limited liability Partnership (LLP).

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi bahan masukan bagi perkembangan dan upaya
penyempurnaan terhadap Peraturan yang berlaku khususnya peraturan tentang persekutuan
(maatschap) yang berlaku di Indonesia.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penyusun kebijaksanaan dalam
menetapkan aturan-aturan, terutama peraturan yang berkaitan dengan persekutuan (maatschap)
di Indonesia.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Persekutuan Perdata ,Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer (CV)

Bentuk-bentuk badan usaha/perusahaan (business organization)/ yang dapat dijumpai di


Indonesia sekarang ini demikian beragam jumlahnya. Sebagian besar dari bentuk-bentuk badan
usaha tersebut merupakan peninggalan masa lalu (pemerintah Belanda), diantaranya ada yang
telah diganti dengan sebutan dalam bahasa Indonesia, tetapi masih ada juga sebagian yang tetap
mempergunakan nama aslinya. Nama-nama yang masih terus digunakan dan belum diubah
pemakainnya misalnya, Burgelijk Maatschap/Maatschap, Vennootschap onder Firma atau Firma
(Fa), dan Commanditaire Vennootschap (CV). Selain itu, ada pula yang sudah di Indonesiakan
seperti Perseroan Terbatas atau PT, yang sebenarnya berasal dari Naamloze Vennootschap (NV).
Disini kata Universitas Sumatera Utara “Vennootschap” diartikan menjadi kata “perseroan”,
sehingga dengan demikian dapat dijumpai sebutan Perseroan Firma, Perseroan Komanditer dan
Perseroan Terbatas. Bersamaan dengan itu, ada juga yang menggunakan kata perseroan dalam
arti luas, yaitu sebagai sebutan perusahaan pada umumnya.9 Apabila diperhatikan kata
“perseroan”, berasal dari kata “sero” yang artinya saham atau andil, sehingga perusahaan yang
mengeluarkan saham atau sero disebut perseroan, sedangkan yang memiliki sero dinamakan
“pesero” atau lebih dikenal dengan sebutan pemegang saham. Kemudian tentu dipertanyakan,
bagaimana halnya dengan perusahaan yang tidak mengeluarkan sero (saham)? Ternyata
perusahaan tersebut juga disebut perseroan.10

Barangkali, yang paling sesuai untuk pemakaian kata “perseroan” adalah dalam hal
penyebutan Perseroan Terbatas (PT), karena dalam kenyataannya PT itu memang mengeluarkan
saham atau sero. Seluruh modal PT terbagi dalam saham, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007, tentang Perseroan Terbatas.11 Namun untuk bentuk
usaha seperti Maatschap (demikian juga Firma dan CV) sebaiknya tetap diterjemahkan dengan

9
I.G.Rai Widjaya, Hukum Perusahaan, (Jakarta: Kesaint Blanc,2005), hal.1
10
Ibid., Hlm. 2.
11
Pasal 1 yata (1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa
Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal,
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam
saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
menggunakan kata “persekutuan” daripada memakai kata perseroan. Hal ini sesuai dengan arti
kata perseroan itu sendiri dan pula Maatschap, Firma dan CV tidak menerbitkan saham. Jadi,
kata “persekutuan” tetap dipakai untuk padanan Maatschap, Firma dan CV dan ini sesuai pula
dengan terjemahan yang dipakai dalam KUHPerdata.12 Tetapi perlu diingat bahwa CV juga
mengenal sekutu pelepas uang, sehingga ada salah satu jenis CV yang disebut “CV atas saham”
yang modalnya dibentuk dari kumpulan saham-saham. Barangkali untuk jenis “CV atas saham”
tidak ada salahnya untuk menyebutnya sebagai “perseroan”. Bila kembali pada beberapa definisi
perusahaan yang dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bentuk-bentuk usaha itu
bermacam-macam, diantaranya:

1. Ditinjau dari jumlah pemilik modalnya:

a. Usaha perseorangan

b. Usaha dalam bentuk institusi atau badan (persekutuan)

2. Ditinjau dari segi himpunan, badan usaha dibagi dua:

a. Himpunan orang (persoonen associatie/nirlaba). Himpunan orang ini memiliki


ciriciri/kharakter, antara lain: pengaruh asosiasi terhadap anggotanya sangat besar; anggotanya
sedikit/terbatas; dan anggotanya tidak mudah keluar/masuk (tertutup). Contohnya IKADIN
(Ikatan Advokat Indonesia); IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia); HIPMI (Himpunan
Pengusaha Muda Indonesia).

b. Himpunan modal (capital associatie/laba). Contohnya Firma; CV; NV/PT

3. Baik secara teoritis maupun ditinjau dari status hukumnya, bentuk usaha/perusahaan memiliki
dua bentuk:

a. Bentuk usaha/perusahaan bukan badan hukum

b. Bentuk usaha/perusahaan badan hukum Sepintas lalu kedua badan usaha yang disebut terakhir
tidak ada perbedaan. Namun jika dilihat dari perspektif hukum perusahaan, ada perbedaan yang
cukup mendasar, yakni masalah tanggung jawab. Undang-undang tidak menjabarkan definisi

12
Ibid., hal.2
badan hukum. Selama ini istilah badan hukum diadopsi dari istilah belanda (rechtpersoon), atau
istilah inggris (legal persons).

Pada dasarnya, sebagian besar bentuk-bentuk perusahaan yang ada bentuk asalnya adalah
Perkumpulan. Perkumpulan yang dimaksudkan adalah perkumpulan dalam arti luas, dimana
tidak mempunyai kepribadian sendiri dan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:13

a. Kepentingan bersama;

b. Kehendak bersama;

c. Tujuan bersama; dan

d. Kerja sama

Keempat unsur ini ada pada tiap-tiap perkumpulan seperti Persekutuan Perdata, Firma, Koperasi
atau Perseroan Terbatas.Namun sudah tentu bahwa masing-masing mempunyai unsur tambahan
sebagai unsur pembeda (ciri khas) antara satu perkumpulan dengan perkumpulan lain.

KUHPerdata, Pasal 1653 hanya menyebutkan jenis-jenis perkumpulan atau badan hukum:

a. Perkumpulan yang diadakan oleh kekuasaan umum;

b. Perkumpulan yang diakui oleh kekuasaan umum;

c. Perkumpulan yang diperkenankan atau untuk suatu maksud tertentu yang tidak berlawanan
dengan undang-undang atau kesusilaan.

Perusahaan yang bukan badan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan sebagai berikut:

1. Perusahaan Perseorangan, yang wujudnya berbentuk Perusahaan Dagang (PD) atau Usaha
Dagang (UD)

2. Persekutuan, yang wujudnya terdiri dari bentuk-bentuk:

a. Perdata (Maatschap)

13
R.T. Sutantya R. Hadhikusuma dan Sumatoro, Pengertian Pokok Hukum Perusahaan : Bentuk bentuk
perusahaan yang berlaku di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 1991), Cetakan 1, hal. 7
b. Persekutuan Firma (Fa)

c. Persekutuan Komanditer (CV)

Sedangkan perusahaan berbadan hukum meliputi bentuk-bentuk perusahaan sebagai berikut:


1. Maskapai Andil Indonesia (IMA)

2. Perseroan Terbatas (PT)

3. Koperasi

4. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

a. Perusahaan Perseroan (Persero)

b. Perusahaan Umum (Perum)

5. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)

Mengingat rumusan badan hukum tidak ditemui dalam undang-undang, maka para ahli
hukum mencoba membuat kriteria badan usaha/perusahaan yang dapat dikelompokkan sebagai
badan hukum jika memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

a. Adanya pemisahan harta kekayaan antara perusahaan dan harta pribadi (pemilik);

b. Mempunyai tujuan tertentu;

c. Mempunyai kepentingan sendiri;

d. Adanya oraganisasi yang teratur.

Jika tidak memenuhi unsur-unsur tersebut di atas, suatu badan usaha tidak dapat
dikelompokkan sebagai badan hukum. Berikut akan dijabarkan badan usaha/perusahaan yang
tidak termasuk dalam kelompok badan hukum sebagai berikut :

2.1 Persekutuan Perdata (Maatschap)

Maatschap atau Persekutuan Perdata, adalah kumpulan dari orang-orang yang biasanya
memiliki profesi yang sama dan berkeinginan untuk berhimpun dengan menggunakan nama
bersama. Maatschap sebenarnya adalah bentuk umum dari Firma dan Perseroan Komanditer
(Comanditaire Venootschap). Dimana sebenarnya aturan dari Maatschap, Firma dan CV pada
dasarnya sama, namun ada hal-hal yang membedakan di antara ketiganya.
Pada dasarnya pendirian suatu Maatschap dapat dilakukan untuk 2 tujuan, yaitu:
1. Untuk kegiatan yang bersifat komersial
2. Untuk persekutuan-persekutuan yang menjalankan suatu profesi.
Contohnya adalah persekutuan di antara para pengacara atau para akuntan, yang biasanya
dikenal dengan istilah associate, partner, rekan atau Co (compagnon). Mengenai Maatschap ini
diatur dalam bab ke VIII bagian pertama dari buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia (selanjutnya akan kita sebut BW).
Pengaturan Persekutuan Perdata Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer)
mengenal dua istilah yaitu persekutuan dan perserikatan perdata. Sebelum membicarakan tentang
perserikatan perdata dan persekutuan perdata terlebih dahulu harus dipahami mengenai
perkumpulan karena perkumpulan merupakan latar belakang terbentuknya persekutuan perdata,
persekutuan firma dan persekutuan comanditer (C.V). Perkumpulan dapat dibedakan menjadi 2
(dua) yaitu:
1. Perkumpulan dalam arti luas.
Perkumpulan dalam arti luas adalah perkumpulan yang tidak memiliki kepribadian
tertentu dan tidak dapat dibedakan dengan perkumpulan jenis lain. Prosedur terbentuknya
perkumpulan ini terjadi dari beberapa peristiwa dan perbuatan antara lain yaitu:14
a. Adanya beberpaa orang yang sama-sama memiliki kepentingan terhadap sesuatu
b. Beberapa orang tersebut berkehendak mendirikan perkumpulan
c. Memiliki tujuan tertentu dalam mendirikan perkumpulan
d. Untuk melaksanakan tujuan bersama dengan cara mengadakan kerjasama pada koridor
perkumpulan yang dibentuk.
Perkumpulan dalam arti luas ini dibentuk untuk menjalankan perusahaan. Perusahaan ini
merupakan bentuk usaha untuk mewujudkan tujuan bersama dari perkumpulan yaitu
memperoleh keuntungan bersama. Bentuk perkumpulan ini dapat berupa bahan hukum

14
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Bentuk-bentuk Perusahaan,
Cetakan Kesebelas, Djambatan, Jakarta, 2007, hlm. 8-10.
maupun bukan badan hukum yang sama-sama menjalankan perusahaan Adapun bentuk
perkumpulan tersebut antara lain yaitu:
a. Perkumpulan yang tidak berbadan hukum yaitu: persekutuan perdata, persekutan firma
dan persekutuan komanditer
b. Perkumpulan yang berbadan hukum yaitu: perseroan terbatas, koperasi, yayasan,
perkumpulan saling menanggung.
Jadi perkumpulan dalam arti luas ini merupakan bentuk dasar dari semua persekutuan
perdata (maatschap vennootscap)
2. Perkumpulan dalam arti sempit
Perkumpulan dalam arti sempit adalah perkumpulan yang bukan merupakan bentuk dasar
dari persekutuan dan sebagainya, yang berdiri sendiri dan terpisah dari bentuk lainnya serta
diatur dalam perundang-undangan sendiri. Perkumpulan dalam arti sempit ini tidak
berorientasi pada tujuan utama berupa keuntungan atau laba serta tidak menjalankan
perusahaan. Perkumpulan ini disebut dengan istilah vereniging yang merupakan awal
terbentuknya perserikatan perdata (burgelijk vennootscap).
Persamaan dari kedua perkumpulan tersebut diatas adalah memiliki unsur-unsur yang
sama dalam pembentukannya yaitu kepentingan bersama, kehendak bersama, tujuan bersama
dan kerja sama. Menurut H.M.N Purwosutjipto Persekutuan perdata adalah perserikatan
perdata yang menjalankan perusahaan.15 Ini adalah perserikatan perdata dalam artian khusus
sesuai dengan pasal 1623 KUHPer.16 Selain persekutuan perdata khusus sebagaimana disebut
pasal 1623 KUHPer, terdapat juga perserikatan perdata yang menjalankan perusahaan
sebagaimana diatur didalam pasal 16 KUHD.17 Perserikatan perdata yang dijalankan tidak
mempunyai nama bersama maka perserikatan ini bukan merupakan perserikatan firma
melainkan persekutuan perdata.18

15
Ibid., Hlm. 19.
16
Perserikatan perdata khusus adalah perserikatan perdata yang hanya mengenai barang-barang tertentu
atau pemakaiannya, atau mengenai hasil-hasil yang akan diperolehnya, atau tertuju pada suatu usaha tertentu atau
mengenai hal menjalankan perusahaan atau pekerjaan tetap.
17
Persekutuan firma adalah tiap-tiap perserikatan perdata yang didirikan untuk melakukan perusahaan
dengan nama bersama.
18
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia 2, Bentuk-bentuk Perusahaan,
Cetakan 11,( Jakarta:Djambatan,2007), hlm. 21.
Persekutuan berarti persatuan orang-orang yang sama kepentingannya terhadap suatu
perusahaan tertentu dan sekutu berarti peserta pada suatu perusahaan. Pada ketentuan pasal
1618 KUHPer terdapat 2 (dua) unsur yang harus dilakukan yaitu:19
1. Unsur pemasukan (inbreng) Setiap sekutu mempunyai kewajiban untuk memasukan
sesuatu kedalam persekutuan baik itu berupa barang, modal (uang) maupun keahlian.
2. Unsur tujuan untuk memperoleh keuntungan bersama. Unsur tujuan untuk
memperoleh keuntungan bersama ini dalam persekutuan perdata dilakukan didalam
suatu perusahaan.
Menjalankan perusahaan menurut pembuat undang-undang diartikan sebagai perbuatan
yang bertujuan untuk mencari laba dan dilakukan secara terus-menerus, terang-terangan,
dalam kedudukan tertentu. Dengan menjalankan perusahaan maka bentuk-bentuk persekutuan
ini lebih khusus diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut
KUHD) karena merupakan kajian dalam hukum bisnis seperti persekutuan firma dan persekutuan
komanditer.
Dalam kepustakaan dan ilmu hukum, persekutuan bukanlah istilah tunggal karena ada
istilah pendampingnya yaitu perseroan dan perserikatan. Ketiga istilah ini sering digunakan
untuk menerjemahkan istilah bahasa Belanda yaitu maatschap dan vennootschap. Maat dan
vennoot dalam bahasa Belanda berarti kawan atau sekutu. Dengan demikian terdapat 2 istilah
yang hampir sama yaitu perserikatan perdata dan persekutuan perdata. Perbedaannya
perserikatan perdata tidak menjalankan perusahaan sedangkan persekutuan perdata
menjalankan perusahaan.
Namun demikian kedua badan usaha tersebut diatur didalam peraturan yang sama yaitu
pasal 1618-1652 KUHPer. Badan usaha perserikatan perdata dapat berubah menjadi
persekutuan perdata apabila perserikatan tersebut menjalankan perusahaan sesuai dengan
pasal 1623 KUHPer.20 Perserikatan perdata masuk dalam ranah hukum perdata umum bukan
hukum dagang. Dalam pasal 1618 KUHPer perserikatan merupakan perjanjian perorangan
dan ruang lingkup perjanjian ini merupakan perjanjian sesaat. Hal itu tentu berbeda dengan
makna persekutuan yang merupakan perusahaan menurut hukum dagang.

19
Chidri Ali, Badan Hukum,(Bandung : Alumni, 1987), hlm. 137.
20
Perseroan perdata yang terbatas hanya menyangkut barang-barang tertentu, pemakaiannya atau hasil-
hasil yang akan diperoleh dari barang-barang itu, mengenai usaha tertentu atau penyelenggaraan suatu perusahaan
atau pekerjaan tetap.
Berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam KUHPer, dapat disimpulkan bahwa maatschap
setidaknya mengandung unsur-unsur dibawah ini:
a. bertindak secara terang-terangan
b. harus bersifat kebendaan
c. untuk memperoleh keuntungan
d. keuntungan dibagi-bagikan antara anggota
e. kerjasama ini tidak nyata tampak keluar atau tidak diberitahukan kepada umum
f. harus ditujukan pada sesuatu yang mempunyai sifat yang dibenarkan dan diizinkan
g. diadakan untuk kepentingan bersama anggotanya
Mengenai pendiriannya sendiri, maatschap dapat didirikan melalui perjanjian sederhana, dan
tanpa pengajuan formal, atau tidak diperlukan adanya persetujuan pemerintah. Hal ini dapat
dilakukan secara lisan, namun tidak menutup kemungkinan juga bila ingin dilakukan dengan
akta pendirian yang dibuat secara otentik. Maatschap biasanya bertindak di bawah nama para
anggota atau mitranya, meskipun ini bukan merupakan persyaratan hukum. Mengenai tanggung
jawab, dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu tanggung jawab intern para sekutu, dan tanggung
jawab ekstern terhadap pihak ketiga. Untuk yang pertama (intern), maka para sekutu dapat
menunjuk salah seorang diantara mereka atau pihak ketiga untuk menjadi Pengurus Maatschap
guna melakukan semua tindakan kepengurusan atas nama maatschap (pasal 1637 KUHPer). Bila
tidak dijanjikan demikian, maka setiap sekutu dianggap secara timbal balik telah memberikan
kuasa, supaya yang satu melakukan pengurusan terhadap yang lain, bertindak atas nama
maatschap dan atas nama mereka (pasal 1639 KUHPer). Untuk yang kedua (ekstern), dalam
pasal 1642 KUHPer dinyatakan bahwa “para sekutu tidaklah terikat masing-masing untuk
seluruh utang maatschap dan masing-masing mitra tidak bisa mengikat mitra lainnya apabila
mereka tidak telah memberikan kuasa kepadanya untuk itu.” Dengan demikian, dapat
disimpulkan, kecuali dibatasi secara tegas dalam perjanjian, maka setiap sekutu berhak untuk
bertindak atas nama persekutuan dan mengikat para sekutu terhadap pihak ketiga dan pihak
ketiga terhadap sekutu, dengan catatan diberikan hak khusus bagi sekutu yang tidak setuju untuk
dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut untuk mengajukan keberatan pada waktu yang telah
ditentukan sehingga terbebas dari tanggung jawab atas tindakan tersebut.
Mengenai pembagian keuntungan dan kerugian, para sekutu bebas untuk menentukan
bagaimana keuntungan maatschap akan dibagikan diantara mereka. Apabila hal ini tidak diatur,
maka keuntungan atau kerugian akan dibagikan seimbang menurut kontribusi setiap sekutu dan
sekutu yang hanya mengkontribusikan ketrampilan, jerih payah, akan memperoleh keuntungan
atau kerugian yang sama dengan sekutu yang kontribusinya paling kecil baik dalam hal uang
maupun barang (pasal 1635 KUHPer). Namun perlu dicatat disini bahwa suatu janji untuk
memberikan seluruh keuntungan pada salah seorang sekutu adalah batal, namun sebaliknya, janji
yang mengatakan bahwa seluruh kerugian akan ditanggung oleh salah seorang sekutu adalah
diperbolehkan
Dalam pasal 1646 KUHPer, suatu maatschap dengan sendirinya bubar bila terjadi salah satu dari
peristiwa dibawah ini:
a. lewatnya waktu yang ditentukan dalam perjanjian maatschap;
b. musnahnya barang atau diselesaikannya perbuatan yang menjadi pokok permitraan;
c. atas kehendak beberapa atau sesorang sekutu;
d. jika seorang sekutu ditempatkan dibawah pengampuan atau dinyatakan pailit
Bila maatschap bubar, maka harta kekayaan maatschap akan dibagi kepada anggota maatschap
berdasarkan perjanjian terdahulu, setelah dikurangi utang-utang terhadap pihak ketiga. Dan
apabila kekayaan maatschap justru tidak cukup untuk membayar utang maka kembali kepada
karakteristik maatschap itu sendiri, maka utang tersebut akan ditanggung bersama (tanggung
renteng) oleh para sekutu berdasarkan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya. Cara yang
tersebut pertama kiranya tidak memerlukan penjelasan. Sebagaimana halnya dengan semua
perjanjian yang dibuat untuk suatu waktu tertentu, maka suatu perjanjian persekutuan yang
dibuat untuk suatu waktu yang ditetapkan dalam perjanjian berakhir apabila waktu itu habis. Para
pembentuk perseroan (maatschap) dapat menyimpang dari penentuan ini yaitu menentukan cara-
cara lain untuk terhentinya perseroan.
2.2 Firma
Firma (fa) sebagai salah satu bentuk badan usaha secara Yuridis diatur dalam Pasal 16
sampai dengan Pasal 35 KUHD. Pengertian Firma secara sederhana dijelaskan dalam Pasal 16
KUHD, yaitu:
“Firma adalah tiap-tiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan
dengan nama bersama”
Keberadaan Firma berdasarkan Pasal 16 KUHD sebagai badan usaha yang pada dasarnya adalah
persekutuan perdata. Hanya dalam Firma secara eksplisit firma menjalankan perusahaan.
Perusahaan dijalankan tersebut atas nama bersama. Akibat nama bersama dalam suatu
Perusahaan maka harus terlebih dahulu dipahami pengertian firma secara lengkap. Artinya,
untuk mengerti secara utuh apa yang dimaksud dengan firma, maka ketentuan Pasal 16 harus
dikaitkan dengan Pasl 17 dan 18 KUHD.21 Pasal 17 menyebutkan:
“Tiap-tiap persero yang tidak dikecualikan dari satu sama lain, berhak untuk bertindak, untuk
mengeluarkan dan menerima uang atas nama perseroan, pula untuk mengikat perseroan itu
dengan pihak ketiga dan pihak ketiga dengannya. Segala tindakan yang tidak bersangkut-paut
dengan perseroan itu atau yang para pesero tidak berhak melakukannya, tidak termasuk
dalam ketentuan di atas.”
Selanjutnya, Pasal 18 KUHD disebutkan:
“Dalam perseroan, firma adalah tiap-tiap pesero secara tanggung menanggung
bertanggungjawab untuk seluruhnya atas segala perserikatan dari perseroan.”
Berdasarkan Pasal 16, Pasal 17 dan Pasal 18 KUHD, pengertian firma dapat dirumuskan sebagai
berikut:
Firma adalah suatu persekutuan perdata yang menyelenggarakan atas nama bersama, di mana
tiap-tiap anggiota firma yang tidak dikecualikan satu dengan yang lain dapat mengikatkan
firma dengan pihak ketiga dan mereka masing-masing bertanggung jawab atas seluruh utang
firma secara renteng.22
Dari pengertian tersebut, karakteristik firma adalah:
a. Menyelenggarakan perusahaan;
b. Mempunyai nama bersama;
c. Adanya tanggung jawab renteng (tanggung-menanggung); dan
d. Pada asasnya tiap-tiap anggota firma dapat mengikatkan firma dengan pihak ketiga.
Bahwa karakteristik firma salah satunya ialah menjalankan perusahaan, hal ini berarti
menjalankan perusahaan merupakan unsur mutlak, sehingga berdasarkan hal tersebut
persekutuan firma harus melaksankan ketentuan-ketentuan yang diharuskan bagi tiap-tiap
perusahaan, Misalnya ketentuan dalam Pasal 6 KUHD, yang mengharuskan tiap orang yang
menjalankan perusahaan melakukan pembukuan Firma yang berarti nama bersama, yaitu nama
orang yang dipergunakan menjadi nama perusahaan. Mengenai hal tersebut telah ada putusan

21
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2008), hlm 40.
22
Ibid., hlm 41.
R.v.J Jakarta tanggal 02 September 1921, yang menentukan nama bersama atau firma itu dapat
diambil dari:23
a. Nama dari salah seorang sekutu
b. Nama dari salah seorang sekutu dengan tambahan, misalnya Wijaya Bersaudara,
Percy Jackson & Patners dan lain-lain.
c. Kumpulan nama dari semua atau sebagian dari nama para sekutu, Misalnya : Sugusla,
yang terjadi dari : Sumintro, Agus dan Laek.
d. Nama lain yang bukan nama keluarga (familienaam), misalnya mengenai Tujuan
Perusahaan : Firma Perniagaan
Pendirian Firma diatur di dalam Pasal 22 KUHD yang berbunyi:
“tiap-tiap perseroan firma harus didirikan dengan akta otentik; akan tetapi ketiadaan akta
yang demikian tidak dapat dikemukakkan untuk merugikan pihak ketiga”
Pendirian Firma apabila melihat dari kalimat pertama ketentuan Pasal tersebut adalah harus
adanya Akta Otentik, akan tetapi apabila melihat kalimat selanjutnya bahwa akta otentik secara
yuridis formal tidak harus dengan akta Otentik. Dengan kata lain pendirian firma bentuknya
bebas, dalam arti dapat didirikan dengan akta baik akta otentik ataupun dibawah tangan ataupun
cukup secara lisan. Namun, dalam praktek pada umumnya akta didirikan dengan Akta Notaris.
Menurut M. Manullang, dalam persekutuan firma, beberapa sekutu mendirikan firma. Mereka
secara bersama-sama membuat suatu akta resmi atau akta dibawah tangan. Akta tersebut di
Amerika Serikat disebut dengan artichles of co partnership atau artichles of partnership. Fungsi
akta ini adalah sebagai alat bukti jika ada perselisihan antara para pihak, baik intern maupun
ekstern firma.24
Bahwa dengan didirikannya firma mempunyai konsekuensi hukum yaitu modal atau asset yang
telah dimasukkan para pendiri kedalam firma jika firma bubar, tidak secara otomatis modal yang
telah dimasukan kembali menjadi milik pribadi para pendiri firma. Sebagaimana Putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 718K/Sip/1974 tanggal 21 Desember 1976, harta
kekayaan firma yang telah bubar tidak dapat berubah menjadi harta pribadi selama belum
diadakan verefening.

Adapun kelebihan dari Badan usaha berbentuk Firma ini adalah:

23
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia ,( Jakarta:Djambatan,1999), hlm. 17.
24
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2008), hlm 42.
muncul resiko dalam dunia usaha dapat dibagi-bagi;
1. pertimbangan akumulasi modal;
2. perusahaan yang didirikan itu bergantung kepada kebijakan, perundingan dan tenaga
pemiliknya.
Pendaftaran Firma diatur dalam Pasal 23 KUHD yaitu:
“Para Pesero Firma diharuskan untuk mendaftarkan akta pendirian di kepanitraan pengadilan
negeri yang dalam daerah hukumnya firma bertempat kedudukan.”
Dalam Pasal 29 Ayat (2) KUHD ditetapkan bila terjadi perbedaan antara yang didaftarkan dan
yang diumumkan, maka pihak ketiga cukup memegang apa yang diumumkan saja, sebab apa
yang diumumkan inilah yang mengikat pihak ketiga. Dalam ketentuan Pasal 23 KUHD
mewajibkan para sekutu untuk mendaftarkan akta pendirian persekutuan firma itu kepada
Kepanitraan Pengadilan Negeri yang mewilayahi persekutuan firma itu. Adapun yang
didaftarkan ialah Akta Pendirian Persekutuan atau Iktisan Resminya yaitu sebagai berikut:25
a. Nama lengkap, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu;
b. Penetepan Nama bersama atau Firma;
c. Keterangan apakah Persekutuan Firma itu bersifat umum atau terbatas pada menjalankan
sebuah cabang perusahaan khusus;
d. Nama-nama sekutu yang tidak diberi kuasa untuk menandatangani perjanjian bagi
persekutuan firma;
e. Saat mulai dan berakhirnya persekutuan;
f. Hal-hal lain klausula-klausula mengenai hak pihak ketiga terhadap para sekutu;
Pendaftaran itu harus diberi tanggal pada hari ikhtisar resmi akta pendirian persekutuan itu
dibawa ke Kepanitraan Pengadilan Negeri. Dalam pasal 29 KUHD ditegaskan, selama
pendaftaran dan pengumuman belum dilaksanakan, perseroan firma dianggap sebagai:
a. Perseroan umum;
b. Didirikan untuk waktu tidak terbatas;
c. Seolah-olah tidak ada seorang pesero pun yang dikecualikan dari hak bertindak perbuatan
hukum dan hak untuk menandatangani firma.
Dari adanya sanksi dalam Pasal 29 KUHD tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa akta
pendirian persekutuan firma tersebut harus tertulis, sebab jika tidak tertulis tentunya tidak dapat

25
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia ,( Jakarta:Djambatan,1999), hlm. 51.
didaftarkan dan diumumkan sebagaimana ketentuan Pasal 29 KUHD.
Dalam Pasal 29 Ayat (2) KUHD ditetapkan bila terjadi perbedaan antara yang didaftarkan dan
yang diumumkan, maka pihak ketiga cukup memegang apa yang diumumkan saja, sebab apa
yang diumumkan inilah yang mengikat pihak ketiga. Ketentuan ini adalah tepat karena pihak
ketiga tidak boleh dirugikan karena adanya perbedaan-perbedaan itu menurut Prof. Soekardono
bahwa pihak ketiga itu harus jujur. Bila pihak ketiga tahu tentang isi sebenarnya dari akta yang
didaftarkan itu maka dia tidak layak mendapat keuntungan dari adanya perbedaan itu.26
3. Berakhirnya Persekutuan Firma
Persekutuan Firma sama halnya dengan Persekutuan Perdata, maka mengenai bubarnya
Persekutuan Perdata sama halnya dengan Persekutuan Firma yakni Bagian Kedelapan, Bab VIII,
Buku III KUH Perdata, mulai Pasal 1646 s/d 1652 ditambah dengan Pasal 31 s/d 35 KUHD.27
Pada Pasal 31 KUHD menjelaskan secara khusus untuk kepentingan pihak ketiga, yang
berbunyi:
“membubarkan persekutuan firma sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian
pendirian atau sebagai akibat atau pemberhentian, begitu juga memperpanjang waktu sehabis
waktu yang telahditentukan, dan mengadakan perubahan-perubahan dalam perjanjian semula
yang penting bagi pihak ketiga, semua itu harus dilakukan dengan akta otentik didaftarkan
seperti tersebut di atas dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I.”
Setelah persekutuan firma dinyatakan bubar perlu diadakan yang namanya pemberesan walaupun
dalam Pasal 31 KUHD tidak menyebutkan adanya persekutuan firma yang bubar karena
lampaunya waktu sebagai yang ditetapkan dalam perjanjian pendirian persekutuan. Pasal 32
KUHD menjelaskan tentang siapa yang menjalankan pemberesan pada persekutuan firma yang
telah bubar, yakni dimana harus melihat pada ketentuan-ketentuan dalam perjanjian pendirian
persekutuan, jika dalam perjanjian pendirian persekutuan tidak ada ketentuan apa-apa, maka:
a. Sekutu-sekutu penguruslah yang berkewajiban melakukan pemberesan
b. Dalam perjanjian pendirian persekutuan dapat ditentukan satu atau beberapa orang yang
bukansekutu untuk bertindak sebagai pemberes
c. Para sekutu bersama, dengan suara terbanyak, dapat menunjuk sekutu yang bukan sekutu
pengurus untuk mengadakan pemberesan

26
Ibid., hlm. 53.
27
Ibid., hlm. 66.
d. Kalau suara terbanyak tidak berhasil, maka sekutu-sekutu dapat minta bantuan kepada
Hakim untuk menetapkan siapa-siapa pemberes itu.
Tugas pemberes ialah menyelesaikan semua hutang persekutuan firma dengan menggunakan
kas, jika masih ada saldo maka saldo dibagi diantara para sekutu, jika ada kekurangan maka
kekurangan itu harus ditanggung dari kekayaan pribadi para sekutu.28 Mengenai tugas dari para
pemberes itu sendiri tidak diatur dalam KUHD, sehingga diserahkan sepenuhnya kepada para
sekutu. Dalam pertanggungjawabannya menurut Pasal 1802 KUH Perdata menyatakan bahwa
pemberes sebagai pemegang kuasa, bertanggung jawab atas segala perbuatannya kepada para
sekutu dan berkewajiban untuk membayar ganti kerugian bila persekutuan menderita rugi karena
kelalaian atau kesalahannya.
2.3 Persekutuan Komanditer
Persekutuan komanditer merupakan salah satu bentuk perusahaan bukan badan hukum.
Persekutuan komanditer disebut dengan Commanditaire Vennootschap yang sering disingkat
dengan CV. Dalam Pasal 19 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) disebutkan bahwa
persekutuan komanditer adalah suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang
dibentuk antara satu orang atau beberapa orang persero yang secara tanggung menanggung dan
bertanggungjawab untuk seluruhnya pada satu pihak, dan satu orang atau lebih sebagai pelepas
uang pada pihak lain. Terlihat bahwa bentuk usaha komanditer tersebut merupakan bentuk
kombinasi antara perseroan terbatas dengan perusahaan firma karena suatu CV memiliki
karakteristik perseroan terbatas dan firma sekaligus.29
Menurut R. Ali Rido, unsur-unsur perseroan komanditer yang terpenting adalah: Pertama,
unsur-unsur yang lazim dalam persekutuan perdata, disebut demikian karena dasar hukum CV
adalah persekutuan perdata. Untuk itu, dalam CV harus ada kerja sama, adanya pemasukan
(inbreng) dan adanya tujuan membagi keuntungan. Kedua, menyelenggarakan perusahaan.
Ketiga, Terdapat dua macam sekutu, yaitu sekutu komplementer dan sekutu komanditer 30
Sekutu komplementer adalah sekutu aktif yang juga disebut sekutu pengurus atau sekutu
pemelihara yang menjalankan perusahaan serta mengadakan hubungan hukum dengan pihak

28
Abdulkadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
1991),hlm. 62.
29
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis : Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung : Citra Aditya
Bakti,2008), hlm. 44.
30
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2008), hlm 44.
ketiga. Sekutu komanditer adalah sekutu pasif yang tidak berwenang menjalankan perusahaan,
tetapi hanya mempunyai kewajiban memberi pemasukan modal kepada perusahaan.31
Dasar hubungan hukum di antara sekutu CV pada dasarnya adalah hubungan kerja sama
untuk mencari dan membagi keuntungan. Hal ini ditetapkan dalam ketentuan pasal 1618 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang menetapkan bahwa persekutuan adalah
suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu
dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang diperoleh karenanya.32
KUHD tidak mengatur secara khusus mengenai cara mendirikan Persekutuan Komanditer
karena Persekutuan Komanditer adalah Firma. Persekutuan komanditer didirikan dengan
pembuatan anggaran dasar yang dituangkan dalam akta pendirian yang dibuat dihadapan notaris,
kemudian akta tersebut didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat setelah itu
diumumkan dalam Tambahan Berita Negara. Oleh Karena persekutuan komanditer bukan
merupakan badan hukum, maka syarat pengesahan dari Menteri Kehakiman tidak diperlukan.
Pada persekutuan komanditer tidak ada pemisahan antara harta kekayaan persekutuan dan harta
kekayaan pribadi para sekutu komplementer karena persekutuan komanditer adalah firma maka
tanggung jawab sekutu komplementer secara pribadi untuk keseluruhan.33
3. Jenis Persekutuan Komanditer (CV)
Berdasarkan dari segi hubungan hukum dengan pihak ketiga, persekutuan komanditer di
Indonesia dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis, yakni:
a. Persekutuan Komanditer (CV) secara diam-diam.
Pihak ketiga mengetahui persekutuan ini sebagai firma tetapi mempunyai sekutu
komanditer. Hubungan ke luar menggunakan nama firma, sedangkan hubungan ke dalam
antar sekutu berlaku hubungan sekutu komplementer dan sekutu komanditer. Persekutuan
komanditer berdasarkan Pasal 19-21 KUHD yang menyatakan bahwa nama sekutu
pelepas uang tidak boleh digunakan dalam CV.34 Dengan demikian KUHD tidak
melarang adanya persekutuan Komanditer diam-diam.
b. Persekutuan Komanditer (CV) secara terang-terangan

31
Sentosa Sembiring, Hukum Dagang, cet 2,(Bandung:Citra Aditya Bakti,2004), hlm. 23.
32
Mulhadi, Hukum Perusahaan : Bentuk-Bentuk Badan Usaha di Indonesia,(Ghalia Indonesia :
Bogor,2010),hlm. 62.
33
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia,(Bandung:Citra Aditya Bakti,1999), Hlm. 56.
34
Yetty Komalasari dewi,Yeni Salma Barlinti, Fatmawati, Laporan Hibah Riset Djokosoetono Research
center FH UI , 2012, hlm.19.
Berdasarkan Pasal 20 dan 21 ayat 2 yang sebenarnya menentukan bahwa sekutu pelepas
uang tidak dapat bertindak mengurus persekutuan,tetapi pada kenyataanya banyak yang
melakukan hal ini, dan menurut Soekardono sepanjang sekutu komandit membatasi
tindakan – tindakan yang dilakukan dalam lingkup internal pengurusan, CV tetap sah.
Namun sesungguhnya bentuk CV seperti ini tidak dikenal secara tegas oleh Undang –
Undang, bahkan Eggens berpendapat bahwa pembentuk Undang - Undang tidak
membedakan dengan tegas antara persekutuan diam - diam (tertutup) dengan persekutuan
terang – terangan (terbuka) ini.35
c. Persekutuan komanditer (CV) dengan saham
Bentuk peralihan menjadi PT dimana dalam CV komanditer mengambil selembar atau
lebih saham dan menerima surat bukti untuk penyertaannya tersebut (sertifkat saham).
Kekhususan CV dengan saham adalah bahwa kedudukan sekutu komanditer dapat
dialihkan dan diwariskan. Pada CV dengan saham, kedudukan sekutu komanditer sejak
awal memang dimungkinkan untuk dialihkan kepada orang lain sehingga apabila sekutu
komanditer wafat, pailit atau diletakkan dalam pengampuan maka CV tetap akan
berlangsung dan tidak menjadi bubar.36 Namun bentuk CV dengan saham ini
sesungguhnya tidak diatur dalam Undang – Undang, namun ia tetap masuk dalam criteria
CV yang berbeda hanya dalam cara pembentukan modalnya saja, dan berdasarkan Pasal
1 KUHD jo Pasal 1337 jo pasal 1338 ayat 1, pembentukan modal seperti ini
diperbolehkan.37
Modal persekutuan komanditer dibagi atas saham-saham. Persekutuan semacam ini tidak
diatur dalam KUHD, tetapi tidak dilarang oleh Undang-undang. Pembentukan modal
dengan menerbitkan saham dibolehkan (Pasal 1337 KUH Perdata). Sifat kepribadian
kekeluargaan pada persekutuan komanditer atas saham mulai mengendor jika
dibandingkan dengan persekutuan komanditer terang-terangan yang pada hakikatnya
adalah firma. Hal ini terbukti dari saham yang dapat dialihkan kepada pihak lain yang
bukan keluarga, bukan kerabat dekat, bukan teman karib. Persekutuan komanditer atas
saham merupakan bentuk peralihan dari persekutuan komanditer ke Perseroan Terbatas
(PT).

35
R.Soekardono,Hukum dagang Indonesia,Jilid I (bagian kedua),(Jakarta:Rajawali,1981),hlm.112.
36
Ibid., hlm. 122.
37
Ibid., hlm. 123.
4. Berakhirnya Persekutuan Komanditer Seperti telah dikatakan sebelumnya bahwa persekutuan
komanditer adalah firma, maka cara berakhirnya firma pun berlaku pada persekutuan komanditer
dimana sesuai dengan Pasal 31 KUHD:
a. Berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar (akta pendirian)
b. Sebelum berakhir jangka waktu yang ditetapkan akibat pengunduran diri atau
pemberhentian sekutu
c. Akibat perubahan anggaran dasar
Pembubaran persekutuan komanditer ini dilakukan dengan akta otentik yang dibuat di
hadapan notaris, didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang kemudian diumumkan
dalam Tambahan Berita Negara. Jika pendaftaran dan pengumuman tidak dilakukan maka
mengakibatkan tidak berlakunya pembubaran, pengunduran diri, pemberhentian, perubahan
anggaran dasar pihak ketiga. Begitu pula setiap pembubaran persekutuan komanditer
memerlukan yang namanya pemberesan mengenai keuntungan dan kerugian dalam persekutuan
komanditer dimana perhitungan dan pembagian berupa keuntungan dan kerugian ditentukan
melalui anggaran dasar, apabila dalam anggaran dasar maka berlakulah ketentuan Pasal 1633-
1635 KUH Perdata.
Pasca bergulirnya era reformasi pada tahun 1998, salah satu bisnis yang menjamur adalah bisnis
jasa hukum, khususnya dalam bentuk kantor advokat. Bersamaan dengan itu, pilihan profesi
hukum tiba-tiba menjadi populer, pendidikan tinggi hukum pun menjadi idaman para lulusan
sekolah menengah. Fenomena ini konon muncul karena kesadaran warga negara atas hak-hak
hukum pasca reformasi cenderung meningkat. Perselisihan antar individu atau antara individu
dengan subyek hukum lainnya, termasuk dengan institusi negara sekalipun, dengan mudahnya
bermuara ke pengadilan. Kondisi ini semakin didukung dengan maraknya restrukturisasi
perusahaan khususnya perbankan akibat krisis moneter. Akan tetapi pengaturan terhadap sebuah
kantor hukum misalnya juga masih banyak terdapat variasi. Karena itu, ada baiknya pengaturan
tentang hak, kewajiban dan tanggung jawab hukum dari masing-masing sekutu dalam suatu
persekutuan perdata diatur sedemikian rupa sehingga dapat menampung semua versi persekutuan
perdata yang terdapat dalam praktek. Dalam hal ini adalah harus jelas mana pengaturan yang
merupakan hukum memaksa, sehingga tidak dapat dikesampingkan oleh para sekutu, dan mana
yang merupakan hukum mengatur sehingga para sekutu dapat mengatur sendiri bagaimana
maunya dengan menyimpang dari pengaturan yang ada. Dalam praktek sebuah kantor hukum
misalnya, terdapat praktek persekutuan perdata antara lain sebagai berikut :38

1. Dalam bentuk “Law Firm.” Bentuk ini sebenarnya tidak lagi tergolong ke dalam sebuah
persekutuan perdata tetapi, sesuai namanya, sudah termasuk ke dalam persekutuan firma,
sehingga sering disebut juga sebagai “firma hukum.” Akan tetapi, karena para sekutu dalam
sebuah firma hukum adalah para lawyer, yang merupakan para professional, yang selaku
professional dituntut untuk bertanggung jawab sendiri-sendiri secara professional, yang disebut
dengan tanggung jawab professional, maka bawaan dari sifat-sifat persekutuan perdata masih
jelas kelihatan dalam hal ini.

2. Dalam bentuk “Law Office.” Dalam hal ini, persekutuan di antara para sekutu bernaung di
dalam sebuah nama dalam suatu kantor, in casu kantor hukum. Berbeda dengan bentuk law firm
(firma hukum) yang lebih mendekati bentuk persekutuan firma, maka bentuk law office (kantor
hukum) mendekati persekutuan perdata, atau yang dikenal dengan bentuk “partnership.”
Meskipun begitu, istilah “partnership” ini sebenarnya merupakan suatu istilah “umum” yang
dalam sistem hukum di beberapa Negara istilah “partnership” ini bahkan ditujukan juga terhadap
persekutuan dalam bentuk firma, sementara dalam sistem hukum Indonesia dahulu kala ikatan
usaha dalam bentuk kemitraan ini sering juga disebut dengan istilah “kongsi” atau “maskapai”
yang merupakan ejaan bahasa Indonesia terhadap istilah “maatschap” yang memang merupakan
suatu persekutuan perdata. Karena itu, saat itu di Indonesia dikenallah apa yang disebut dengan
“Maskapai Andil Indonesia.”

3. Dalam bentuk “Law Offices.” Dalam “kantor-kantor hukum” (law offices) ini,terdapat banyak
kantor hukum, yang dimiliki oleh masing-masing partner. Seolah-olah masing-masing sekutu
memiliki kantor hukum sendiri-sendiri sehingga bertanggung jawab sendiri-sendiri meskipun
mereka bernaung dalam sebuah nama kantor hukum. Jadi ikatan, demikian juga tanggung jawab,
di antara masing-masing sekutu sangat longgar. Sebagai sebuah kantor tempat bernaungnya para
professional, maka bentuk ini dipandang lebih ideal untuk sebuah persekutuan untuk
memberikan jasa-jasa hukum. Di samping itu, kedudukan, hak, kewajiban, tanggung jawab dan

38
Djaja S. Meliala & Nasar Ambarita, Kedudukan Kantor hukum dalam persekutuan perdata dewasa ini, lembaga
penelitian dan pengabdian masyarakat universitas katolik parahyangan, Bandung,2012, hlm 3-6.
pembagian keuntungan di antara para sekutu di masing-masing kantor hukum juga berbeda-
beda. Terhadap para sekutu misalnya terdapat banyak jenisnya dan banyak tingkatannya, antara
lain sebagai berikut :

1. Ada partner pendiri.


2. Ada partner biasa.
3. Ada partner diangkat (yang biasanya hanya di gaji, yang kalaupun ada pembagian
keutungan untuknya, persentasenya sangat kecil).
4. Ada partner pengurus (managing partner), baik yang berasal dari partner diangkat
maupun yang berasal dari partner biasa, bahkan mungkin juga berasal dari partner
pendiri. Yang namanya dapat diangkat menjadi nama suatu kantor hukum biasanya para
partner pendiri yang kadang-kadang ditambah dengan nama partner biasa.

Apa yang diharapkan dari pengaturan tentang persekutuan perdata adalah hendaknya pengaturan
tersebut dapat mencakup berbagai bentuk alternatif Persekutuan (partnership) tersebut di atas. Di
samping itu, perlu juga dicari istilah dan singkatan yang tepat untuk persekutuan perdata ini.
Apakah dipakai singkatan PP (persekutuan perdata), ataupun dipakai istilah yang tempo hari
dipakai di Indonesia yaitu istilah “maskapai.” Jadi ada misalnya suatu persekutuan perdata yang
disebut dengan nama “PP Tommy & Rekan” yang berarti persekutuan perdata yang bernama
Tommy & Rekan.

II. Limited Liabilty Partnership (LLP)

Di Amerika Serikat, setiap Negara bagian memiliki hukum sendiri yang mengatur pembentukan
peraturan masing – masing. Persekutuan terbatas, sejak munculnya di awal tahun 1990-an,
hanya dua Negara bagian saja yang diperbolehkan menggunakan LLPs pada tahun 1992, dan
lebih dari empat puluh Negara menggunakan LLPs sejak ditambahkan dalam Uniform
Partnership Act pada tahun 1996.39

Sejarah dari Persekutuan terbatas di amerika dibentuk pasca jatuhnya sektor real estate dan
energi di Texas pada 1980-an. Runtuhnya sektor ini menyebabkan kegagalan pada bank dan
kegagalan kredit. Karena jumlah pengembalian ganti rugi kepada masyarakat yang diperoleh dari
bank-bank sangat kecil, muncul berbagai upaya dilakukan untuk mengembalikan asset atau
39
Biddle Law Library: Library: Penn Law". Law.upenn.edu. Archived from the original on 18 July 2008.
kerugian yang diderita dan salah satunya yakni menuntut ganti kerugian kepada pengacara dan
akuntan yang bertindak sebagai penasihat dari bank-bank pada awal 1980-an. Maka hukum LLP
pertama disahkan untuk melindungi kewajiban dari anggota yang tidak bersalah dalam
persekutuan ini.40

Meskipun ditemukan di berbagai bidang bisnis, LLP adalah bentuk yang sangat populer dari
organisasi di kalangan profesional, terutama pengacara, akuntan, dan arsitek. Di beberapa negara
bagian AS, yaitu California, New York, Oregon, dan Nevada, LLPs hanya dapat dibentuk untuk
penggunaan profesional seperti.41 Pembentukan LLP biasanya memerlukan sertifikat pengajuan
dari daerah atau wilayah dan Negara bagian. Meskipun aturan khusus bervariasi antara Negara
bagian yang satu dengan Negara bagian yang lain, tetapi perbedaan variatif dari setiap Negara
bagian telah sesuai dengan (Undang- Undang Persekutuan di amerika)Revised Uniform
Partnership Act.

Kewajiban dari Persekutuan bervariasi dari Negara bagian yang satu dengan Negara bagian yang
lain. Pada bagian 306 (c) Undang – Undangn Revisi Persekutuan tahun 1997 (Revised Uniform
Partnership Act)(RUPA)(suatu ketetapan standar yang diadopsi oleh mayoritas negara-negara
bagian), karakteristik LLPs sebagai persekutuan terbatas memiliki kesamaan dengan sebuah
perusahaan perseroan terbatas, yang berbunyi sebagai berikut :42

“An obligation of a partnership incurred while the partnership is a limited liability partnership,
whether arising in contract, tort, or otherwise, is solely the obligation of the partnership. A
partner is not personally liable, directly or indirectly, by way of contribution or otherwise, for
such an obligation solely by reason of being or so acting as a partner.”

Yang artinya adalah Kewajiban Persekutuan yang dikeluarkan sementara dalam persekutuan
adalah kewajiban kemitraan terbatas, baik yang timbul dalam kontrak, kesalahan, atau
sebaliknya, adalah semata-mata kewajiban persekutuan. Seorang sekutu secara pribadi tidak
bertanggung jawab secara langsung ataupun tidak langsung, dengan cara kontribusi atau
sebaliknya, dalam suatu kewajiban semata-mata untuk menjadi atau lebih bertindak sebagai

40
Robert W. Hamilton (1995). "Registered Limited Liability Partnerships: Present at Birth (Nearly)".
Colorado Law Review. 66: 1065, 1069.
41
Thomas E. Rutledge and Elizabeth G. Hester, Practical Guide to Limited Liability Partnerships, section
8, 5 State Limited Liability Company & Partnership Laws (Aspen 2008).
42
Revised Uniform Partnership act (RUPA) ,section 306 (C)
sekutu. Sebuah Persekutuan terbatas (LLP)43 yang terdaftar adalah persekutuan umum (general
partnership), bahwa dengan mendaftarkan pada sekretaris negara bagian atau pejabat pengajuan
lainnya, serta membatasi kewajiban perwakilan masing-masing sekutu untuk beberapa atau
semua kewajiban sekutu. Pada waktu itu, perusahaan/ kantor akuntan, sebagaimana kantor
hukum, diwajibkan oleh undang-undang negara bagian membentuk General Partnership.
Ketentuan tanggung jawab dalam General Partnership adalah bahwa setiap sekutu yang
merupakan General Partnership, secara teori, bertanggung jawab secara pribadi atas semua
kewajiban dan tanggung jawab perusahaan tanpa melihat kesalahan atau keterlibatan masing-
masing sekutu. Oleh karenanya, sangat mungkin setiap sekutu bertanggung jawab terhadap
kelalaian yang dilakukan oleh sekutu lain yang berada di kota atau negara lain yang tidak
dikenalnya bahkan nama sekutu tersebut tidak disebutkan dalam gugatan yang dilakukan oleh
pihak ketiga.44

Bentuk Esensi dari LLP adalah perlindungan yang diberikan kepada sekutu yang "innoncent"
atau "tidak bersalah" terhadap tanggung jawab pribadi berdasarkan undang-undang dan biasanya
mengacu kepada apa yang dipahami sebagai "the shield of Iimited liability”45 Dengan kata lain,
sebagaimana telah dijelaskan di atas, latar belakang pembentukan LLP adalah untuk membatasi
tanggung jawab pribadi sekutu terhadap kewajiban¬kewajiban tertentu dalam persekutuan.
Berdasarkan tanggung jawab ini, LLP Statute di Amerika Serikat memiliki dua variasi/jenis,
yaitu: Narrow Non¬Iiabrlrty Statutes dan Broad Statutes. Narrow Statutes. Konsep tidak-
bertanggung jawab-secara pribadi dalam arti sempit ini merupakan versi asli dari perkembangan
LLP, dan konsep ini dianut dalam UU Negara Bagian Texas, Delaware, dan beberapa negara
bagian Iainnya. Konsep tidak-bertanggung jawab-secara pribadi dalam arti sempit melindungi
sekutu yang " innocent" atau tidak bersalah" dari tanggung jawab yang muncul karena errors,
omissions, negligence, incompetence, atau malpractice yang dilakukan oleh sekutu lainnya atau
oleh pegawai/karyawan yang berada dibawah pengawasan sekutu lainnya tersebut. Dalam hal
demikian, sekutu yang tidak bersalah tidak ikut bertanggung jawab tetapi sekutu yang bersalah
dan persekutuan itu sendiri yang mengemban tanggung jawab penuh. Dengan kata lain, semua

43
Statutes variously refer to such partnerships as limited liability partnerships, registered limited liability
partnerships, or partnerships having limited liability. See infra notes 1 35-36 and accompanying text
44
UPA 1914 dan UPA 1994, subchapter 4,14 , jo. Yetty Komalasari Dewi, Limited liability partnership
(LLP) dan Civil Company Partnership (maatshcap) sebagai organisasi perusahaan : suatu perbandingan,FH UI
,2014, hlm. 64
45
Pada dasarnya LLP memiliki persamaan dengan General Partnership, jo. Ibid., hlm. 64.
sekutu dalam LLP memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab hukum yang sama seperti
sekutu dalam suatu General Partnership. Pengertian "innocent" atau "tidak bersalah"
berbeda-beda di setiap negara bagian, tetapi pada prinsipnya mengacu kepada semua sekutu
yang: 46

1. tidak melakukan perbuatan malpraktek (bukan pelaku malpraktek);


2. tidak memiliki tanggung jawab mengawasi terhadap orang yang melakukan perbuatan
alpraktek (atasan pelaku malpraktek); atau
3. menyadari terjadinya perbuatan malpraktek dan tidak mengambil tindakan apa pun
untuk memperbaikinya.
Perlindungan yang diberikan oleh jenis LLP ini kerap digambarkan sebagai asuransi "peace
of mind" untuk sekutu yang tidak bersalah karena perlindungan ini dibentuk untuk
menghindari kekhawatiran seorang sekutu bahwa kekayaan (aset) pribadinya akan berkurang
akibat kelalaian atau malpraktek seorang sekutu yang bukan berada dibawah kontrol atau
pengawasannya bahkan seseorang yang mungkin belum 'pernah dia kenal. Disisi lain, sekutu
pelaku malpraktek atau yang gagal mengawasi sekutu pelaku malpraktek bertanggung jawab
secara pribadi atas segala kewajiban persekutuan.
Dengan demikian, LLP Statute sebenarnya merupakan pengaturan yang bersifat
modifikasi terhadap General Partnership Statute yang menentukan bahwa setiap sekutu
bertanggung jawab secara pribadi atas segala kewajiban persekutuan apabila kewajiban
tersebut lebih besar dari aset persekutuan.

Broad Non-liability Statutes. Variasi kedua dari bentuk LLP adalah "konsep tidak -
bertanggung jawab-secara pribadi dalam arti luas" yang pertama kali dianut oleh Negara
Bagian Minnesota pada tahun 1994 .47 dan diikuti oleh beberapa negara bagian lainnya. Pada
dasarnya, konsep ini tetap mengacu kepada konsep yang dianut di Negara Bagian Texas dan
Delaware yaitu terkait dengan tanggung jawab karena malpraktek, namun demikian "versi
ini memberikan tambahan perlindungan kepada semua sekutu terhadap sebagian besar
tanggung jawab pribadi lainnya. Yang bertanggung jawab adalah persekutuan itu sendiri
sehingga kreditur persekutuan hanya dapat menuntut kekayaan/aset yang dimiliki
persekutuan. Sedangkan klien yang dirugikan karena tindakan malpraktek dapat menuntut
kekayaan persekutuan dan kekayaan sekutu pelaku malpraktek. Versi atau jenis LLP ini
sebenarnya memberikan perlindungan terhadap bentuk tanggung jawab yang sama
sebagaimana bentuk tanggung jawab dalam suatu Limited Liability Company (LLC)48 namun
bedanya tidak memiliki sifat kontinuitas sebagaimana dikenal dalam LLC.

46
Robert W. Hamilton (1995). "Registered Limited Liability Partnerships: Present at Birth (Nearly)".
Colorado Law Review. Pg. 147. jo. Ibid., hlm. 65.
47
1994 Minn. Laws, ch. 539, subchap. 12. jo. Ibid., hlm. 65.
48
Dalam suatu LLC, anggota yang melakukan atau berpartisipasi dalam tindakan tort bertanggung jawab
secara pribadi. jo. Ibid., hlm. 65.
Apabila perubahan dalam narrow statutes dianggap sebagai suatu hal yang "important"
terhadap prinsip atau konsep urnum hukum persekutuan (general conception of partnership law),
maka perubahan dalam broad statutes dapat dianggap sebagai sesuatu yang arevolutionary". Baik
LLP Statute versi American Bar Association (ABA) maupun beberapa ketentuan amandemen
terhadap UPA 1994 yang disetujui oleh National Conference of Commissioners on Uniform
State Laws (NCCUSL) pada tahun 1996, keduanya mengikuti atau menganut konsep broad
non¬Ilability statutes. Diundangkannya Revised Uniform Partnership Act (RUPA) pada tahun
1994, yang merupakan revisi pertama yang komprehensif oleh NCCUSL, memperkuat berbagai
perubahan yang terdapat dalam hukum partnership secara umum; dan keberhasilan LLP telah
menyebabkan diaturnya ketentuan¬ketentuan LLP di dalam RUPA tahun 1997.49
Karakterisitk LLP. Secara umum, untuk mendirikan atau membentuk LLP, suatu General
Partnership harus mengajukan pernyataan pendaftaran (file registration statement) di kantor
negara bagian dan mengajukan nama untuk dipergunakan sebagai suatu LLP. Selain itu,
disebagian besar negara bagian, partnership juga harus memiliki kekayaan atau aset tunai dalam
jumlah tertentu atau rnemiliki/menutup asuransi malpraktek dalam jumlah tertentu.50 atau
keduanya untuk memberikan jaminan kepada pihak ketiga bahwa perusahaan akan mampu
melakukan kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam LLP Statute. Dalam proses
pendaftaran, pendiri dikenakan biaya yang jumlahnya biasanya tergantung dari jumlah sekutu.
Pendaftaran dan biaya ini wajib dilakukan setiap tahun dan merupakan sumber pendapatan untuk
beberapa negara bagian.51 Disebagian besar negara bagian, LLP dapat dipilih untuk berbagai
tujuan,52namun kantor hukum dan akuntan merupakan dua profesi yang banyak mempergunakan
LLP karena keuntungan yang diberikan oleh bentuk LLP ini dan tampaknya bentuk. LLP akan
terus menarik bagi "professional partnerships". Hal ini berbeda dengan New York yang
membatasi penggunaan LLP hanya untuk "professional" partnerships; dan mendefinisikan LLP
sebagai: "a partnership without limited partners each of whose partners is a professional

49
Joseph A. McCahery, Comparative Perspectives on The Evolution of the Unincorporated Firm: An
Introduction, 261. Corp. L. 803, journal of Corporation Law, Summer (2001). jo. Ibid., hlm. 66.
50
Texas LLP Statute m ewajibkan setiap LLP memiliki asuransi kerugian malpraktek sekurang¬kurangnya
sejumlah US$100.000. Venonis Ann. Civ. St. Art. 6132b-3.08 (1995 Supp). Sedangkan Delaware LLP Statute
mewajibkan asuransi kerugian malpraktek sekurang-kurangnya sejumlah US$1.000.000. Del.Code.Ann. subchapter
1546. jo. Ibid., hlm. 66.
51
Di Texas, pada tahun 1991 saja biaya per sekutu adalah US$200, sedangkan di Delaware US$100. Lihat:
Hamilton, ibid, pg. 155. jo. Ibid., hlm. 66.
52
Hukum perusahaan di Amerika Serikat memberikan pengertian "business" untuk perdagangan, pekerjaan
dan profesi. 13"Business" includes every trade, occupation, and professionO. Lihat: UPA (1997) Art. 1, Sec.101(a).
jo. Ibid., hlm. 66.
authorized by law to render a professional service within this state".53 [tulisan miring dan garis
bawah-penulis]. Adapun definisi "profesi" mencakup tidak saja "an attorney and counselor-at-
law atau a licensed physician" tetapi juga semua profesi yang diakui dalam Title VIII of
Education Law Amerika serikat.54

“partnerships, corporations, limited liability companies, limited liability partnerships, and limited
liability limited partnerships. The attorney starting a new firm, or changing the type of entity of
an existing firm, is confronted with a bewildering array of choices, some of which have legal and
income-tax implications”55

One of the principal issues for any LLP model concerns theextent of liability protection accorded
to the members of the businessentity for liabilities incurred in the course of business. The
followingpartner-liability provision28 in the Singapore LLPA has been adaptedfrom, inter alia,

53
New York Partnership Law, subchapter 121-1500. jo. Ibid., hlm. 66.
54
Title VIII of Education Law (Bab 8 UU Pendidikan Amerika Serikat) mengatur sekitar 27 profesi
termasuk berbagai pekerjaan seperti chiropractic, massage, acupuncture dan sejenisnya. Saat ini telah menjadi
sekitar 48 profesi,http://usnynysed.gov, diakses 13 maret 2017. jo. Ibid., hlm. 67.
55
David Wolf, Your Choice of Legal Entity: Making sense of PCs, LLPs, LLCs, LLLPs, Family Advocate,
Vol. 30, No. 2 (Fall 2007), pp. 21.

Anda mungkin juga menyukai