Anda di halaman 1dari 19

Korelasi antara Inflasi dengan Pengangguran

Disusun untuk memenuhi tugas


Paper Pengantar Ilmu Ekonomi
Yang diampu oleh :
Fatmi Hadiani, SE., ME

Oleh :

Adnan Tajuddin Basya’ir 175244003

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ASET


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
TAHUN 2018
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup saling bergantung antara satu dengan yang
lainnya, apalagi menyangkut suatu negara yang mewadahi kehidupan hingga ratusan juta
orang. Suatu negara boleh mempunyai produk unggulan mereka tetapi tentu mereka
membutuhkan barang lain yang mereka sulit mendapatkannya. Disinilah ekonomi bekerja.
Ekonomi makro berbicara tentang satu negara dengan yang lainnya, satu sektor dengan
sektor yang lainnya, terus begitu sehingga saling berhubungan. Ekonomi makro merupakan
ranah yang sangat kompleks. Ibarat domino, kita terapkan satu kebijakan kebijakan lain pun
ikut berubah tentu pendapatannya pun ikut berubah.
Dalam indikator ekonomi makro terdapat tiga hal utama yang menjadi pokok permasalaha n
ekonomi dalam suatu negara, antara lain yakni Pertumbuhan ekonomi, Inflasi dan
Pengangguran. Dalam pertumbuhan ekonomi dapat dilihat, jika angka pertumbuhan positif
dapat dikatakan bahwa perekonomian negara yang berkaitan ckup baik, namun sebaliknya jika
angka pertumbuhan ekonomi negatif maka perekonomian negara yang bersangkutan dalam
keadaan yang tidak cukup baik.
Inflasi merupakan keadaan dimana kenaikan harga barang dan atau jasa yang berlaku
secara umum dan terus – menerus sehingga mengakibatkan daya beli masyarakat menurun.
Inflasi merupakan permasalahan ekonomi yang sangat melekat pada setiap negara yang ada
didunia ini. Pada dasarnya inflasi bukanlah hal yang selalu tidak diharapkan, jika suatu negara
dapat ‘mengolah’ inflasi dengan baik maka keuntungan pun juga bisa didapat, sebab infla s i
suatu negara dengan tingkat kurang dari 4% mampu memicu pertumbuhan penawaran agregat,
karena kenaikan harga akan mendorong produsen untuk meningkatkan outputnya. Namun jika
inflasi dibiarkan begitu saja maka beberapa masalah akan muncul antara lain melambatnya
pertumbuhan ekonomi, berkurangnya gairah investor dalam menanam modal pada negara
tersebut, pendapatan riil yang merosot, kesenjangan distribusi pendapatan dan lain-la in.
Pengangguran adalah suatu kondisi di mana orang tidak dapat bekerja, karena tidak tersedianya
lapangan pekerjaan. Masalah ekonomi makro satu inilah yang paling sering dijumpai terutama
pada negara berkembang, di Indonesia misalnya. Sehingga tidak diherankan apabila setiap
tahunnya negara ini selalu mengalami peningkatan “sumbangan pengangguran”.
Pengangguran sering kali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya
pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya. Adapun secara
umum penyebab pengangguran itu terjadi, antara lain karena jumlah angkatan kerja atau para
pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu
menyerapnya.
Namun, bagaimanakah korelasi antara dua hal ini? Korelasi antar kedua komponen ini sangat
perlu untuk diketahui, hal ini penting untuk langkah yang perlu diambil dalam mengkaji
permasalahan ekonomi yang berkaitan juga dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya
karya tulis “Korelasi antara Inflasi dengan Pengangguran ini akan membahas mengena i
korelasi antara inflasi dan pengangguran

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang penyusun anggap penting untuk dibahas
yaitu, antara lain:
1. Apa itu inflasi dalam sudut pandang ekonomi makro?
2. Apa itu pengangguran dalam sudut pandang ekonomi makro?
3. Bagaimana Korelasi antara pengangguran dengan inflasi yang terjadi dalam suatu
negara pada sudut pandang ekonomi makro?

C. Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai penyusun adalah untuk mengetahui:
1. Inflasi dalam sudut pandang ekonomi makro
2. Pengangguran dalam sudut pandang ekonomi makro
3. Korelasi antara pengangguran dengan inflasi yang terjadi dalam suatu negara pada
sudut pandang ekonomi makro

D. Manfaat
Adapun manfaat bagi penyusun dan pembaca antara lain:
1. Menambah wawasan mengenai ilmu ekonomi makro
2. Mengetahui dan menyadari pentingnya ilmu ekonomi terutama mengenai infla s i,
pengangguran serta korelasi diantara keduanya. Pengaruh (intervensi) pemerinta h
terhadap siklus kegiatan ekonomi suatu negara.agar tindakan kita sebagai pelaku
ekonomi dapat ikut andil secara baik dan benar untuk kemajuan bangsa.
BAB II
Landasan Teori
A. Pengangguran

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali,
sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang
sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan
karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan
kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam
perekonomian, karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat
akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masa la h
sosial lainnya. Pencarian kerja (job search) adalah proses mencocokkan pekerja dengan
pekerjaan yang sesuai.

1. Statistik pengangguran
Tingkat pengangguran adalah persentase mereka yang ingin bekerja, namun tidak memilik i
pekerjaan. Tingkat pengangguran diperoleh melalui survei terhadap ribuan rumah tangga.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah penganggura n
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan
menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan
menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga
dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan
sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang
adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan
yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak
orang.
Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk serta tidak
didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan lapangan
kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk mendapatkan
lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja. Sebenarnya,
kalau seseorang menciptakan lapangan kerja, menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk diri
sendiri akan berdampak positif untuk orang lain juga, misalnya dari sebagian hasil yang
diperoleh dapat digunakan untuk membantu orang lain walau sedikit saja. Pada perekonomia n
yang maju, sebagian besar orang yang menjadi pengangguran memperoleh pekerjaan dalam
waktu singkat. Meskipun demikian, sebagian besar pengangguran yang diamati dalam periode
tertentu dapat disebabkan oleh sekelompok orang yang tidak bekerja untuk waktu yang lama.
[1]

2. Jenis pengangguran
a. Berdasarkan jam kerja
Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
- Pengangguran terselubung (disguised unemployment) adalah tenaga kerja yang
tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
- Pengangguran setengah menganggur (under unemployment) adalah tenaga kerja
yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya
tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja
kurang dari 35 jam selama seminggu.
- Pengangguran terbuka (open unemployment) adalah tenaga kerja yang sungguh-
sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak
karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara
maksimal.
b.Berdasarkan penyebab terjadinya
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 9
macam:
- Pengangguran friksional (frictional unemployment) adalah pengangguran yang
disebabkan adanya kesulitan mempertemukan antara pihak yang membutuhka n
tenaga kerja dengan pihak yang memiliki tenaga kerja (angkatan kerja).
- Pengangguran struktural (Structural unemployment) adalah pengangguran yang
disebabkan oleh penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu
memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja.
- Pengangguran teknologi (Technology unemployment) adalah pengangguran yang
disebabkan perkembangan/pergantian teknologi. Perubahan ini dapat
menyebabkan pekerja harus diganti untuk bisa menggunakan teknologi yang
diterapkan.
- Pengangguran kiknikal adalah pengangguran yang disebabkan kemundura n
ekonomi yang menyebabkan perusahaan tidak mampu menampung semua
pekerja yang ada. Contoh penyebabnya, karena adanya perusahaan lain sejenis
yang beroperasi atau daya beli produk oleh masyarakat menurun.
- Pengangguran musiman adalah pengangguran akibat siklus ekonomi yang
berfluktuasi karena pergantian musim. Umumnya pada bidang pertanian dan
perikanan. Contohnya adalah para petani dan nelayan.
- Pengangguran setengah menganggur adalah pengangguran di saat pekerja yang
hanya bekerja di bawah jam normal (sekitar 7-8 jam per hari).
- Pengangguran keahlian adalah pengangguran yang disebabkan karena tidak
adanya lapangan kerja yang sesuai dengan bidang keahlian. Pengangguran jenis
ini disebut juga pengangguran tidak kentara dikarenakan mempunyai aktivitas
berdasarkan keahliannya tetapi tidak menerima uang. Contohnya adalah anak
sekolah (siswa) atau mahasiswa. Mereka adalah ahli pencari ilmu, tetapi mereka
tidak menghasilkan uang dan justru harus mengeluarkan uang atau biaya,
misalnya harus membeli paket buku LKS atau membayar biaya kursus yang
diselenggarakan oleh sekolahnya sendiri. Contoh lainnya adalah (misalnya)
seorang pelatih pencak silat yang tidak meminta gaji dari organisasinya.
Pengangguran tidak kentara ini, juga bisa disebut sebagai penganggura n
terselubung.
- Pengangguran total adalah pengangguran yang benar-benar tidak mendapat
pekerjaan, karena tidak adanya lapangan kerja atau tidak adanya peluang untuk
menciptakan lapangan kerja.

3. Penyebab pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan
jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi
masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan
pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskina n
dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan membandingkan jumlah penganggura n
dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluara n
konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk
terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu proses
pembangunan.

4. Akibat pengangguran
a. Bagi perekonomian negara
- Penurunan pendapatan perkapita.
- Penurunan pendapatan pemerintah yang berasal dari sektor pajak.
- Meningkatnya biaya sosial yang harus dikeluarkan oleh pemerintah.
- Dapat menambah hutang negara.
b.Bagi masyarakat
- Pengangguran merupakan beban psikologis dan psikis.
- Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan, karena tidak digunakan apabila
tidak bekerja.
- Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan sosial dan politik

5. Kebijakan-kebijakan pengangguran
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuh-kan cara-cara mengatasinya yang
disesuaikan dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut:

a. Cara mengatasi pengangguran struktural


Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah:
- Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja.
- Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sector yang
kelebihan ke tempat dan sektor ekonomi yang kekurangan.
- Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan
(lowongan) kerja yang kosong, dan
- Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengala mi
pengangguran.

b.Cara mengatasi pengangguran friksional


Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara
sebagai berikut:
- Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri- industri baru,
terutama yang bersifat padat karya.
- Deregulasi dan debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang
timbulnya investasi baru.
- Menggalakkan pengembangan sektor informal, seperti home industry.
- Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sektor
agraris dan sektor formal lainnya.
- Pembukaan proyek-proyek umum oleh pemerintah, seperti pembanguna n
jembatan, jalan raya, PLTU, PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga
kerja secara langsung maupun untuk merangsang investasi baru dari kalangan
swasta.

c. Cara mengatasi pengangguran musiman


Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara sebagai berikut:
- Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja di sektor lain.
- Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu
ketika menunggu musim tertentu.

d.Cara mengatasi pengangguran siklis


Untuk mengatasi pengangguran jenis ini antara lain dapat digunakan cara-cara
sebagai berikut:
- Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa.
- Meningkatkan daya beli masyarakat.
B. Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara
umum dan terus-menerus (continue) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuid itas
di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses
menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan
tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukkan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap
terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-
memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang
yang kadang kala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Ada banyak cara untuk
mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah CPI dan GDP Deflator.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan
hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun;
inflasi sedang antara 10%—30% setahun; berat antara 30%—100% setahun; dan hiperinf la s i
atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.

1. Penyebab
Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebiha n
likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi atau distribus i
(kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi). Untuk
sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral),
sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor
yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (government) seperti fiskal
(perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi permintaan (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang
berlebihan di mana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi
permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat
tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakiba tka n
bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaa n
terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi,
inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang
bersangkutan dalam situasi full employment di mana biasanya lebih disebabkan oleh
rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga
disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam
mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi
spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi
dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak
ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini
atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memic u
kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena
terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau
skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal
seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam,
cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi
(penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran.
Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, di mana dalam hal ini faktor
infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan 2 hal, yaitu : kenaikan harga, misalnya
bahan baku dan kenaikan upah/gaji, misalnya kenaikan gaji PNS akan mengakibatkan usaha-
usaha swasta menaikkan harga barang-barang.

2. Penggolongan
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu inflasi yang berasal dari
dalam negeri dan inflasi yang berasal dari luar negeri. Inflasi berasal dari dalam negeri
misalnya akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang
baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal. Sementara itu,
inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor.
Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif
impor barang.
Inflasi juga dapat dibagi berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga. Jika
kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu, inflasi itu
disebut inflasi tertutup (Closed Inflation). Namun, apabila kenaikan harga terjadi pada semua
barang secara umum, maka inflasi itu disebut sebagai inflasi terbuka (Open Inflation).
Sedangkan apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus
berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai
uang terus merosot disebut inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi).

Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :

a. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)


b. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
c. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
d. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

3. Mengukur inflasi
e. Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase perubahan sebuah
indeks harga. Indeks harga tersebut di antaranya:
f. Indeks harga konsumen (IHK) atau consumer price index (CPI), adalah indeks yang
mengukur harga rata-rata dari barang tertentu yang dibeli oleh konsumen.
g.Indeks biaya hidup atau cost-of-living index (COLI).
h.Indeks harga produsen adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang-
barang yang dibutuhkan produsen untuk melakukan proses produksi. IHP sering
digunakan untuk meramalkan tingkat IHK pada masa depan karena perubahan
harga bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan
meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
i. Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari komoditas -
komoditas tertentu.
j. Indeks harga barang-barang modal
k.Deflator PDB menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua barang baru,
barang produksi lokal, barang jadi, dan jasa.
Data IHK & Inflasi Tahun 2015-2018
4. Dampak
Pekerja dengan gaji tetap sangat dirugikan dengan adanya Inflasi. Inflasi memiliki dampak
positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan,
justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik,
yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja,
menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada
saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan
perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau
mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima
pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan
kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin
merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil
contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun pada tahun 2003 -atau tiga belas tahun
kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak
lagi cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebaliknya, orang yang menganda lka n
pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan
adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji
mengikuti tingkat inflasi.
Inflasi juga menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin
menurun. Memang, tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga,
nilai uang tetap saja menurun. Bila orang enggan menabung, dunia usaha dan investasi akan
sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang
diperoleh dari tabungan masyarakat.
Bagi orang yang meminjam uang dari bank (debitur), inflasi menguntungkan, karena pada
saat pembayaran utang kepada kreditur, nilai uang lebih rendah dibandingkan pada saat
meminjam. Sebaliknya, kreditur atau pihak yang meminjamkan uang akan mengalami kerugian
karena nilai uang pengembalian lebih rendah jika dibandingkan pada saat peminjaman.
Bagi produsen, inflasi dapat menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi
daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan menyebabkan naiknya
biaya produksi hingga pada akhirnya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk
meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu.
Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, usaha produsen tersebut mungkin akan
bangkrut (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan berkurangnya investasi di suatu negara,
mendorong kenaikan suku bunga, mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif,
kegagalan pelaksanaan pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran,
dan merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.

5. Peran bank sentral


Bank sentral memainkan peranan penting dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu
negara pada umumnya berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar.
Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen dalam artian bahwa
kebijakannya tidak boleh diintervensi oleh pihak di luar bank sentral -termasuk pemerinta h.
Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank sentral yang kurang
independen—salah satunya disebabkan intervensi pemerintah yang bertujuan mengguna ka n
kebijakan moneter untuk mendorong perekonomian—akan mendorong tingkat inflasi yang
lebih tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau tingkat suku bunga
sebagai instrumen dalam mengendalikan harga. Selain itu, bank sentral juga berkewajiban
mengendalikan tingkat nilai tukar mata uang domestik. Hal ini disebabkan karena nilai sebuah
mata uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun eksternal (kurs).
Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk
oleh Bank Indonesia.
Bank sentral melalui kebijakan moneter dapat mengontrol jumlah uang beredar untuk
mengendalikan inflasi dengan menggunakan tiga kebijakan moneter utama sebagai berikut.
a. Operasi Pasar Terbuka atau open market operation. Bank sentral membeli dan menjua l
obligasi negara dengan cara bank sentral mengisntruksikan para pialang obligasi untuk
membeli dari publik di pasar obligasi nasional. Uang yang dibayarkan bank sentral
untuk obligasi tersebut meningkatkan jumlah uang beredar di suatu negara. Untuk
mengurangi jumlah uang beredar, pemerintah melakukan hal yang sebaliknya.
b. Syarat Cadangan Kas Minimum atau reserve requirements. Bank sentral dapat
meningkatkan atau mengurangi syarat cadangan kas minimum yang harus dimiliki oleh
bank umum di negaranya. Kenaikan syarat cadangan kas minimum berarti bahwa bank-
bank harus memegang lebih banyak cadangan sehingga mengurangi pinjaman dari
setiap unit yang disimpan, akibatnya hal tersebut meningkatkan rasio cadangan
menurunkan penggandaan uang, dan menurunkan jumlah uang yang beredar.
Sebaliknya penurunan syarat cadangan minimum menurunkan rasio cadangan,
meningkatkan penggandaan uang, dan meningkatkan jumlah uang yang beredar.
c. Tingkat diskonto atau disount rate. Bank sentral melalui regulasinya dapat menaikkan
atau menurunkan tingkat bunga pinjaman untuk bank-bank umum di bawahnya. Bank
umum meminjam dari bank sentral jika memiliki sedikit cadangan untuk memenuhi
persyaratan cadangan, ketika bank sentral memberikan pinjaman kepada bank umum
tersebut, sistem perbankan memiliki lebih banyak cadangan dibandingkan dengan yang
seharusnya sehingga cadangan tambahan ini memungkinkan sistem perbankan
menciptakan lebih banyak uang. Semakin tinggi tingkat diskonto yang ditetapkan bank
sentral terhadap bank umum, maka semakin enggan bank meminjam cadangan dari bank
sentral. Oleh karena itu, kenaikan tingkat diskonto mengurangi cadangan dalam sistem
perbankan yang kemudian mengurangi jumlah uang beredar.
BAB III
Pembahasan
A. Hubungan Pengangguran dengan Inflasi

Menurut J.M Keyness, hubungan antara variavel moneter dengan variabel ekonomi riil
sangat kuat. Model klasik menyatakan bahwa harga termasuk upah ditentukan oleh mekanis me
pasar dan penyesuaian upah nomial tidak ada pada periode tertentu. Model Keynessian
menyatakan bahwa ada kemungkinan kuantitas penawaran dan permintaan tenaga kerja tidak
sama dan kemungkinan yang sering terjadi adalah kelebihan penawaran tenaga kerja.
Hubungan antara tingkat harga dengan tingkat pengangguran tenaga kerja dijelaskan oleh
Kurva Phillips yang menyatakan bahwa tingkat upah nominal pada periode tertentu dapat
dijelaskan oleh tingkat pengangguran sekarang (Manurung,2009:223).
Dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat dikatakan telah terjadi
inflasi (Rahardja dan Manurung,2008:249):
a. Kenaikan harga
b. Bersifat umum
c. Berlangsung terus menerus

Sedangkan pengertian dari pengangguran yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik, antara
lain pengangguran terbuka (open unemployment) didasarkan pada konsep seluruh angkatan
yang mencari pekerjaan, baik yang mencari pekerjaan pertama kali atau yang pernah bekerja
sebelumnya. Sedangkan setengah penganggur adalah pekerja yang masih mencari pekerjaan
penuh atau sambilan dan mereka yang bekerja dengan jam kerja rendah atau kurang dari 35
jam kerja dalam seminggu, setengah penganggur sukarela adalah setengah penganggur tapi
tidak mencari pekerjaan atau tidak bersedia menerima pekerjaan lain (pekerja paruh waktu).
Setengah penganggur terpaksa adalah setengah penganggur yang mencari dan bersedia
menerima pekerjaan. Pekerja digolongkan setengah penganggur parah bila ia termasuk
setengah menganggur dengan jam kerja kurang dari 25 jam seminggu (Kuncoro,2006:228).

Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah penganggura n


dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan
menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan
menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga
dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan
sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang
adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara
berkembang seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan
yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh banyak orang.

Pada tahun 1958, pada dasawarsa dimana para pemikir ekonomi sedang ramai-rama inya
bertukar pikiran mengenai teori inflasi, A.W. Phillips berhasil menemukan hubungan yang erat
antara tingkat pengangguran dengan tingkat perubahan upah nominal. Penemunannya ini
diperolehnya dari hasil pengolahan data empirik perekonomian inggris untuk periode 1861-
1957. Kurva Phillips yang menghubungkan persentase perubahan tingkat upah nominal dengan
tingkat pengangguran seperti diuraikan di atas biasa disebut dengan kurva Phillips dalam
bentuk asli. Di samping itu, ada juga kurva Phillips dalam bentuk versi baru yang biasa disebut
dengan kurva Phillips yang sudah direvisi yang digunakan untuk mengukur tingkat inflasi).
Dalam jangka pendek, kenaikan tingkat inflasi menunjukkan pertumbuhan perekonomia n,
namun dalam jangka panjang, tingkat inflasi yang tinggi dapat memberikan dampak yang
buruk. Tingginya tingkat inflasi menyebabkan harga barang domestik relatif lebih mahal
dibanding dengan harga barang impor. Masyarakat terdorong untuk membeli barang impor
yang relatif lebih murah. Harga yang lebih mahal menyebabkan turunnya daya saing barang
domestik di pasar internasional. Hal ini berdampak pada nilai ekspor cenderung turun,
sebaliknya nilai impor cenderung naik. Kurang bersaingnya harga barang jasa domestik
menyebabkan rendahnya permintaan terhadap produk dalam negeri. Produksi menjadi
dikurangi. Sejumlah pengusaha akan mengurangi produksi. Produksi berkurang akan
menyebabkan sejumlah pekerja kehilangan pekerjaan.

Para ekonom berpendapat bahwa tingkat inflasi yang terlalu tinggi merupakan indikas i
awal memburuknya perekonomian suatu negara. Tingkat inflasi yang tinggi dapat mendorong
Bank Sentral menaikkan tingkat bunga. Hal ini menyebabkan terjadinya kontraksi atau
pertumbuhan negatif di sektor riil.
Dampak yang lebih jauh adalah pengangguran menjadi semakin tinggi. Dengan demikia n,
tingkat inflasi dan tingkat pengangguran merupakan dua parameter yang dapat digunaka n
untuk mengukur baik buruknya kesehatan ekonomi yang dihadapi suatu negara.
BAB IV
Kesimpulan & Saran

A. Kesimpulan
1.Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding
dengan jumlah lapangan pekerjaan yang mampu menyerapnya. Penganggura n
seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya
pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga
dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah- masalah sosial lainnya.
2.Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluara n
konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan
kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek
psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
3.Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik,
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembanguna n
ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per
kapita suatu negara.
4.Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaik secara umum dan terus
menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali
bila kenaikan tersebut meluas kepada (atau mengakibatkan kenaikan) sebagian
besar dari harga barang-barang lain.
5.Inflasi digolongkan menurut beberapa cara, dapat menurut laju inflasi (ringan,
sedang, berat, hiper inflasi), sebab awalnya (demand atau cost inflation), asalnya
(domestic atau imported inflation).
6.Ada 3 teori utama mengenai inflasi. Teori Kuantitas menekankan bahwa penyebab
utama inflasi adalah pertambanahn jumlah uang beredar dan psikologi masyarakat
mengenai kenaikan harga di masa mendatang. Teori Keynes: inflasi terjadi karena
masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonomisnya. Teori strukturalis: sebab
inflasi adalah dari kekakuan struktur ekonomi.
7.Biaya Inflasi. Biaya Inflasi yang diharapkan muncul adalah: Shoe leather cost, Menu
cost, Complaint and opportunity loss cost, Biaya perubahan peraturan/unda ng-
undang pajak, dan Biaya ketidaknyamanan hidup. Biaya inflasi yang tidak
diharapkan: Redistribusi pendapatan antara debitor dengan kreditor dan Penurunan
nilai uang pensiunan.
8.Dampak inflasi antara lain rentan timbul kekacauan, masyarakat menarik tabungan,
bank kekurangan dana dam bangkrut, harga semakin naik, distribusi barang tidak
adil, produsen bangkrut, dampak positifnya adalah masyarakats semakin selektif
memilih barang, menumbuhkan industri kecil, dan pengangguran berkurang karena
banyak wirausahawan.
9.Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan mengatasi inflasi adalah yang
berkaitan dengan Kebijaksanaan Moneter, Kebijakan Fiskal, Kebijakan yang
Berkaitan dengan Output, Kebijaksanaan Penetuan Harga dan Indexing, Sanering,
dan Devaluasi.

B. Saran
1.Memulihkan kondisi pengangguran di Indonesia tentulah tidak semudah
membalikkan telapak tangan. Karena itu diperlukan kerja sama dari seluruh elemen
masyarakat dan pemerintah. Solusi paling mudah untuk mengatasi hal ini adalah
dengan menciptakan lapangan usaha sendiri dan tidak mengharap yang muluk -
muluk menjadi seorang karyawan suatu perusahaan dengan gaji yang besar.
2.Cara lain adalah dengan menetapkan kebijakan baru yang mempersempit kesempatan
para pemilik perusahaan untuk mem-PHK karyawannya.
3.Dengan dua pendekatan (moneterist dan strukturalist) pada komposisi yang tepat,
maka diharapkan bukan saja dalam jangka pendek inflasi dapat dikendalikan, tetapi
juga dalam jangka panjang. Dan, bila ada upaya yang serius untuk memperkec il
atau bahkan menghilangkan hambatan-hambatan struktural yang ada, maka akan
berakibat pada membaiknya fundamental ekonomi Indonesia.
Daftar Pustaka

TN, 2018. “Pengangguran”. [22 Juni 2018]. Tersedia:


https://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguran

TN, 2018. “Inflasi”. [22 Juni 2018]. Tersedia: https://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi

Oki, Dwi, 2015. “Hubungan antara Pengangguran dengan Inflasi”. [22 Juni 2018]. Tersedia:
http://dwi-oki.blogspot.com/2012/04/hubungan-antara-pengangguran-dengan.html

Badan Pusat Statistik, 2018. “Indeks Harga Konsumen dan Inflasi Bulanan Indonesia 2003-
2018 ”. [22 Juni 2018]. Tersedia:
https://www.bps.go.id/statictable/2009/06/15%2000:00:00/907/indeks-harga-konsumen-dan-
inflasi-bulanan-indonesia-2005-2018.html

Badan Pusat Statistik, 2018. “Galeri Infografis”. [22 Juni 2018]. Tersedia:
https://bps.go.id/galeri

Anda mungkin juga menyukai