Anda di halaman 1dari 60

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan senyawa kimia yang memiliki peranan penting bagi

kehidupan mahluk hidup. Selain makanan dan udara, kebutuhan yang paling

utama adalah air. Bagi manusia, air diperlukan untuk melangsungkan kehidupan

sebagai air minum. Sekitar 75 % komponen tubuh manusia terdiri dari air, dan

kebutuhan air pada orang dewasa sebanyak 1,5 – 2 liter setiap hari untuk menjaga

keseimbangan tubuh dan membantu proses metabolisme (Slamet, 2007). Manusia

dapat mengalami dehidrasi (kekurangan cairan) atau terserang penyakit jika

kekurangan cairan dalam tubuh (Suriawiria, 1996). Kebutuhan air minum dapat

dipastikan semakin meningkat seiring dengan angka pertumbuhan masyarakat

(Suripin, 2002).

Air juga dapat membawa dampak buruk bagi kehidupan manusia, jika air

tersebut mengandung senyawa yang berbahaya bagi tubuh. Kandungan zat

organik dan anorganik dalam air minum tidak boleh melebihi standar yang sudah

ditentukan. Salah satu zat anorganik yang terdapat dalam air adalah amonia dan

logam terlarut. Akibat yang timbul jika meminum air yang kadar amonianya

tinggi dapat menyebabkan timbulnya penyakit dan penurunan pertumbuhan

(Pescod, 1973).

Kosentrasi besi terlarut dalam air yang melebihi batas dapat menimbulkan

rasa mual apabila dikonsumsi dan merusak dinding usus. Mangan dalam jumlah

yang besar ( >0,4 mg/L), dapat menimbulkan racun yang lebih kuat dibanding

1
besi, yaitu menyebabkan gangguan pada tulang, gangguan hati, gangguan ginjal

dan perubahan warna rambut (Janelle, 2004). Aspek lain yang juga perlu

diperhatikan adalah pH (Power of Hydrogen) pada air minum, Turbidity, TDS dan

kadar logam Fe dan Mn. Jika pH berada di bawah 6,5 maka air akan memiliki

sifat asam. Akibat yang timbul dalam tubuh jika meminum air yang bersifat asam

antara lain: gangguan pencernaan, kekurangan energi, dan sakit pada persendian.

Berdasarkan permasalah diatas, dan melihat potensi pengaplikasian ilmu

kimia pada masyarakat, maka dilakukanlah Praktek Kerja Langsung (PKL)

mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Sains Dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta khususnya dalam hal analisis kadar amonia, pH, turbidity, TDS, logam

mangan (Mn) dan logam Besi (Fe) air sungai cisadane di instalasi pengolahan air

PT. Aetra Air Tangerang. Kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk kerjasama yang

diharapkan dapat membawa manfaat antar perguruan tinggi dan PT. Aetra Air

Tangerang. Sebagai hasil kuliah kerja magang di PT. Aetra Air Tangerang,

disusunlah laporan PKL dengan judul “Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap

Kadar Amonia, Ph, Turbidity, TDS, Dan Logam besi (Fe) dan logam mangan

(Mn) Pada Air Sungai Cisadane Di PT. Aetra Air Tangerang” ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:
a. Bagaimanakah cara menentukan dosis penggunaan klorin?
b. Bagaimana pengaruh penambahan klorin terhadap kadar amonia, pH,

turbidity, TDS dan logam Fe dan logam Mn pada air baku?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan PKL antara lain:

2
a. Mengetahui cara penentuan dosis optimum klorin melalui metode BPC

(Break Point Chlorination)


b. Mengetahui kadar ammonia, nilai pH, turbidity, TDS, kadar logam Fe

dan logam Mn pada air sungai cisadane dengan perlakuan

penyaringan dan tanpa pennyaringan sebelum dan sesudah

penambahan klorin di PT. Aetra Air Tangerang.

1.3.2 Manfaat

Adapun manfaat yang dapat diperoleh berdasarkan Praktek Kerja

Lapangan ini antara lain:

a. Mahasiswa memiliki wawasan dalam dunia kerja, khususnya analisis

kualitas air sungai cisadane dan penentuan dosis klorin di instalasi

pengolahan air PT. Aetra Air Tangerang.


b. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu kimia untuk menguji pengaruh

penambahan klorin terhadap kadar amonia, pH, turbidity, TDS dan

logam Fe dan logam Mn pada air baku .


c. Terciptanya kerjasama yang kondusif antara PT. Aetra Air Tangerang

dengan perguruan tinggi.


d. Terciptanya kerjasama tim (team work) antar anggota PKL, sehingga

tertanam sikap kerjasama sebagai bekal dalam dunia kerja.

3
BAB 2

KEADAAN UMUM PT AETRA AIR TANGERANG

2.1 Sejarah Singkat PT Aetra Air Tangerang

Kabupaten Tangerang diarahkan sebagai kota yang berfungsi sebagai kota

pemukiman dan perdagangan regional (pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya).

Di pandang dari segi faktor fungsional regional, Kabupaten Tangerang berfungsi

sebagai kota penyangga Daerah khusus Ibukota Jakarta, yaitu merupakan salah

satu wilayah pengembangan daerah JABODETABEK yang direncanakan untuk

menampung migrasi dari ibukota Jakarta. Seiring dengan berkembangnya daerah

dan bertambahnya jumlah penduduk maka harus ditunjang pula dengan

peningkatan infrastrukstur salah satunya adalah penyediaan air minum.

Pemerintah Kabupaten Tangerang yang dibantu oleh Badan Pendukung

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (BPP SPAM) Departemen PU pada

tahun 2007 melaksanakan lelang terbuka dan menetapkan PT Aetra Tangerang

untuk melayani Penyediaan Air Minum di Kabupaten Tangerang. Sesuai

perjanjian konsesi dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang Ref. No.

690/PK.2076-BPMD2008, PT Aetra Air Tangerang memiliki masa konsesi selama

25 tahun untuk melayani Penyediaan dan Pelayanan Air Minum di Kabupaten

4
Tangerang di lima Kecamatan antara lain Sepatan, Pasar Kemis, Cikupa, Balaraja

dan Jayanti.

2.2 Tinjauan Khusus PT Aetra Air Tangerang

Water Treatment Plant (WTP) di PT. Aetra Air Tangerang merupakan

instalasi pengolahan air (IPA) yang memanfaatkan air dari aliran sungai Cisadane

memiliki kapasitas hingga 900 liter/detik . Dengan kapasitas sebesar itu, IPA ini

nantinya akan mampu melayani lebih dari 70.000 sambungan rumah maupun

industri di wilayah Pasar Kemis, Sepatan, Cikupa, Balaraja, dan Jayanti.

Gambar 1. PT Aetra Air Tangerang


(Sumber: http://www.aat.co.id/ , 2008)

Gambar 1. Merupakan ilustrasi IPA PT. Aetra Air Tangerang di Sepatan.

IPA di Sepatan merupakan instalasi pengolahan air utama milik AAT. IPA Sepatan

telah mempergunakan teknologi pengolahan air terkini sehingga mampu

menghasilkan air dengan kualitas terbaik. Air yang diproduksi IPA Sepatan ini

telah memenuhi standar PERMENKES No. 907/MENKES/SK/VII/2002 29 Juli

5
2001 dan WHO sehingga layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat. IPA Sepatan

juga menerapkan teknologi Backwash Recycling Process yang akan menghemat

penggunaan air baku hingga 5 %.

Limbah hasil pengolahan air ini nantinya akan dibuang ke sungai Cirarap,

namun limbah ini tidak akan langsung dibuang ke sungai, melainkan akan

diendapkan dulu dalam '’sludge drying bed’' (kolam pengering lumpur) hingga

menghasilkan filtrat yang telah memenuhi persyaratan air limbah dan aman untuk

dialirkan ke sungai. Limbah ini tidak akan memberi beban polutan kepada sungai

karena kualitasnya justru lebih baik dari kualitas air existing sungai Cirarap.

Dengan berbagai teknologi yang tertanam, IPA Sepatan telah berhasil mencapai

kualitas dan efisiensi tinggi tanpa mengorbankan kelestarian lingkungan sekitar

2.3 Visi dan Misi PT Aetra Air Tangerang

2.3.1 Visi

Meningkatkan kehidupan masyarakat, setiap saat. Penjabaran visi Aetra

dalam perspektif bisnis adalah menjadi perusahaan pengelola dan penyedia air

minum yang dikelola secara profesional, menguntungkan, dan mampu

memberikan pelayanan terbaik kepada para pelanggannya.

2.3.2 Misi

Secara konsisten menyediakan pelayanan terbaik dengan melakukan

perbaikan berkesinambungan dalam segala hal yang dilakukan. Misi AETRA

merupakan bentuk komitmen untuk selalu berupaya meningkatkan standar

kualitas AETRA dalam menyediakan dan memberikan pelayanan air minum,

6
respek terhadap komunitas dan lingkungan demi meningkatkan kesejahteraan

hidup para pelanggan dan masyarakat agar menjadi lebih baik.

2.4 Nilai-Nilai PT Aetra Air Tangerang

1. Orientasi terhadap pelanggan

Dalam melaksanakan pekerjaan, diwujudkan melalui perilaku yang

mencerminkan sikap:

a. Andal

b. Responsif

c. Jujur

d. Bisa dipercaya

Semua individu dalam perusahaan harus menjadi lebih andal dan responsif

dalam menanggapi setiap keluhan atau hal lain yang berkaitan dengan

peningkatan pelayanan terhadap pelanggan, serta mengutamakan kejujuran

agar mendapat kepercayaan dari pelanggan kemudian menjaganya.

2. Profesionalisme

Sikap profesionalisme tercermin dalam sub nilai:

a. Memiliki integritas

b. Meningkatkan keahlian

c. Mengutamakan kualitas

d. Kerjasama dalam tim

7
Untuk dapat meningkatkan kehidupan pelanggan dan masyarakat setiap

saat, semua individu dalam perusahaan perlu memiliki integritas terhadap

pekerjaannya, berkesinambungan meningkatkan keahliannya,

mengutamakan kualitas hasil kerja yang maksimal, serta mampu

bekerjasama dalam tim.

3. Respek terhadap komunitas dan lingkungan

Prilaku respek tersebut dijabarkan dalam sikap:

a. Peduli

b. Berkesinambungan

c. Progresif

d. Proaktif

Semua individu dalam perusahaan secara berkesinambungan perlu

mengembangkan sikap peduli terhadap para pelanggan, masyarakat umum,

dan lingkungan, serta bersikap progresif dan proaktif untuk menjaga

keberlangsungan lingkungan sekitar demi meningkatkan kehidupan

masyarakat yang lebih baik

2.5 Sumber Daya PT Aetra Air Tangerang

Instalasi Pengolahan Air PT. Aetra Air Tangerang terdiri dari beberapa

tahapan, antara lain:

2.5.1 Intake Raw Water

Bangunan pengambilan air baku terdiri dari:

1. Kanal untuk air baku

8
2. Kanal untuk aliran air baku

3. Sistem penyaringan

4. Bak penangkap pasir diperlengkapi dengan pompa pasir

5. Sumuran untuk pompa air baku diperlengkapi dengan pompa air baku

6. Generator dengan 2 tangki bahan bakar

7. Transformer

Bangunan pengambilan air direncanakan untuk pegambilan air baku

sebesar 990 liter/detik. Kanal untuk aliran air baku memiliki 4 unit kompartemen,

yang masing-masing didesign 330 liter/detik

A. Sistem penyaringan :

Tujuan untuk : melindungi pompa dan peralatan mekanis lain dan unit-

unit proses dihilir.

Terdapat 3 jenis penyaringan:

a. Saringan kasar : jarak bukaan 50mm

b. Saringan halus : jarak bukaan 20mm

c. “Mesh Screen” : ukuran bukaan 50 x 50 mm

B. Pompa air baku

Fungsi : memompa air baku menuju WTP

Jumlah : 4 unit (3 unit operasi dan 1 cadangan)

Jenis Pemasangan : Pompa celup

Debit Pemompaan dan head : 330 lps x 4 Bar

C. Sistem anti palu air

9
Tujuan : melindungi pompa, pipa dan perlengkapannya dari kejadian

palu air. Tersedia 2 sistem :

a. Non Return Valve (classar Check valve) 4 unit

b. Surge anticipating valve – 1 unit, diameter 300 mm

D. Alat angkat

Untuk perbaikan dan pemeliharaan jumlah 1 unit, jenis monorail

crane, kapasitas 5 ton

E. Instrumentasi :

a. level switch (ditiap kompartemen)

b. level indikator transmitter (ditiap kompartemen)

F. Generator :

Tujuan : suplai energi pada saat gangguan listrik PLN

Jumlah : 1 unit, dengan Kapasitas 1000 kVA. Diperlengkapi dengan 2 unit

tangki bahan bakar

G. Transformer :

Tujuan : untuk menurunkan voltase dari 20 kV ke 400V

Jumlah : 1 unit, dengan Kapasitas 1000 kVA

2.5.2 Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) PT. Aetra Air Tangerang

Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) terdiri dari:

1. Unit bangunan Proses

a. Bak Aerasi (Aerator) : 1 Unit

10
b. Bak Penangkap Pasir (Grit Chamber) : 4 Unit

c. Bak Pengaduk (mixing Chamber) : 1 Unit

d. Bangunan Pulsatube Clarifier : 3 Unit

e. Bangunan Aquazur V Filter : 6 Unit

f. Ruang Peralatan Pencucian : 1 Unit

g. Reservoir : 2 Unit

h. Rumah Pompa Distribusi : 1 Unit

i. Bak Resirkulasi Air Cucian : 1 Unit

j. Bak Penyimpanan Lumpur : 1 Unit

k. Sludge Dring Bed : 20 Unit

2. Unit Bangunan Bukan Proses

a. Gedung Kimia

b. Gedung Klorin

c. Gedung Operasi

d. Gedung Listrik

e. Bangunan untuk Generator

f. Area untuk Transformer

g. Gardu Listrik Milik PLN

h. Rumah Jaga 2 Unit

A. Bak Aerasi

Tujuan dari penggunaan bak aerasi adalah untuk memberikan

suplai oksigen dalam air baku yang bertujuan menambah konsentrasi

11
oksigen terlarut dalam air. Proses aerasi juga bertujuan mengoksidasi

zat besi terlarut untuk menurunkan kadar besi dalam air baku.

Bak Aerasi :

Jumlah : 1 unit

Jenis : Cascade aerator

Aerasi bertingkat : 4 terjunan air @ 50 cm

Tinggi terjunan : 2 meter height

Oksigen terlarut dalam air baku:

sebelum aerasi : 4 mg/liter

sesudah aerasi : 6 mg/liter

B. Bak Penangkap Pasir

Tujuan dari penggunaan bak penangkap pasir adalah untuk

memisahkan pasir, kerikil halus dan material tersuspensi yang besar

yang terbawa bersama air baku, yang mana benda benda ini dapat

mengganggu kinerja unit pengolahan pengendapan

Bak Penangkap Pasir :

Jumlah : 4 unit

Jenis : Static dengan prinsip Gravitasi

Sludge concentrator : 5 buah untuk tiap bak

Pengurasan lumpur : secara otomatis dengan katup Pneumatis

12
C. Bak Pengaduk

Tujuan dari penggunaan bak pengaduk adalah untuk

mencampurkan air yang keluar dari unit bak penangkap pasir dengan

bahan-bahan kimia yang diinjeksikan untuk proses pengolahan air.

Bak Pengaduk :

Jumlah : 1 unit

Jenis pengadukan : Pengadukan hidrolis dengan terjunan air

Tinggi terjunan air minimum : 40 cm

Bahan kimia yang diinjeksikan :

kompartemen 1 : Pembubuhan kapur

kompartemen 2 : Pembubuhan larutan alum

Bak repartisi : Pembubuhan “Flokulan Aid”

D. Bangunan Pulsatube Clarifier

Tujuan dari bangunan pulsatube clarifier adalah sebagai

bangunan penjernihan dengan selimut lumpur, diperlengkapi dengan

unit pompa vakum dan sistem pembuangan lumpur. Dalam unit ini

terjadi dua proses pengolahan, yaitu proses flokulasi dan proses

klarifikasi.

Pulsatube Clarifier

13
Jumlah : 3 unit

Peralatan pompa vakum: 2 unit untuk tiap bangunan

Peralatan katup pembuangan udara : vacuum breaker valve (1 unit tiap

bangunan)

Instrumentasi : level controller (1 unit per bangunan)

E. Bangunan Aquazur V Filter

Tujuan dari bangunan aquazur V Filter adalah sebagai tempat

penyaringan bagian zat tersuspensi dari air keluaran dari bangunan

clarifier agar didapatkan kekeruhan air dibawah 0,1 – 1 NTU. Aquazur

V filter merupakan unit filtrasi pasir cepat

Aquazur V filter :

Jumlah : 6 unit

Jenis : Aquazur V filter

Media penyaringan : pasir silika (tebal 110 cm), kerikil (tebal 5 cm)

Bak air pencucian : 1 unit volume 160 m3

Peralatan Pencucian: air blower(2 unit), pompa (3 unit)

Instrumentasi : level transmitter (6 unit)

Pressure Transmitter (6 unit)

F. Reservoir

Tujuan dari reservoir adalah sebagai tempat penampungan air

hasil olahan sebelum didistribusikan ke pelanggan. Reservoir ini juga

berfungsi sebagai bak kontak klorinasi pada bagian awal bak.

14
Reservoir :

Jumlah : 2 unit

Volume: @2500 m3

Waktu tinggal hidrolis : ± 2 jam pada kapasitas 900 lps

Injeksi bahan kimia : larutan klorin dan larutan kapur

Instrumentasi : pH Analizer, Residual Klor analyzer, Level Indicator

Transmitter

G. Rumah Pompa Distribusi

Pompa distribusi berfungsi untuk memompakan air minum ke

jaringan distribusi

Jumlah : 6 Unit @ 830 m3/jam x 70 meter

Tangki air servis : 1 unit @15m3

Reservoir :

Jumlah : 2 unit

Volume: @2500 m3

Waktu tinggal hidrolis : ± 2 jam pada kapasitas 900 lps

Injeksi bahan kimia : larutan klorine dan larutan kapur

Instrumentasi : pH Analizer, Residual Klor analyzer, Level Indicator

Transmitter

H. Sistem Anti Palu Air

15
Sistem anti palu air berfungsi untuk melindungi pompa-pompa,

pipa-pipa dan perlengkapan lain dalam instalasi pengolahan, ada 2

sistem pencegahan palu air, yaitu surge vessel dan non return valve

pada pompa.

Surge Vessel

Jumlah : 2 unit, volume tiap Vessel 22,5 m3

Material : Steel

Non Return Valve

Jumlah : 6 unit, dipasang pada tiap-tiap pompa distribusi.

Jenis : Clasar check valve

Ukuran : diameter 450 mm

I. Bak Resirkulasi Air Pencucian

Bak resirkulasi Air Pencucian berfungsi Untuk menampung air

pencucian dari unit filter dan meresirkulasikan air pencucian balik ke

unit pengolahan awal.

Bak Resirkulasi Air Pencucian

Jumlah : 1 unit, volume 280 m3

Pompa Resirkulasi Air Pencucian :

Jumlah : 2 unit (1 unit operasi + 1 unit cadangan)

Jenis : Pompa celup

Debit Pemompaan dan head : 280 m3/jam x 20 meter kolom air

Instrumentasi : level switch (LSH, LSL dan LSLL)


16
Alat angkat : Manual Jib crane, kapasitas 500 kg

J. Bak Penampung Lumpur

Bak penampung lumpur berfungsi sebagai tempat

penampungan sementara lumpur yang dibuang dari unit bak

penangkap pasir (Grit Chamber) dan unit Pulsatube Clarifier sebelum

lumpur dipompakan secara periodik ke unit Sludge Driying Bed.

Bak Penampungan Lumpur

Jumlah : 1 unit, volume 130 m3

Pompa Pemindah Lumpur:

Jumlah : 4 unit (2 unit operasi + 2 unit cadangan)

Jenis : Submersible pump

Debit Pemompaan dan head : 68 m3/jam x 3 Bar

Instrumentasi : level switch (LSH, LSL dan LSLL)

Alat angkat : Manual hoist, kapasitas 500 kg

K. Bangunan Kimia

Bangunan kimia terdiri dari:

1. Ruang penyimpanan bahan kimia, diperlengkapi monorail

kapasitas 1 ton

2. Ruang preparasi bahan kimia : larutan kapur dan flokulan

pembantu

3. Ruang penyimpanan alum dan tangki penjenuh kapur

4. Bengkel

17
5. Ruang panel listrik

L. Bangunan Klorin

Bangunan klorin terdiri dari:

1. Area penyimpanan tabung klorine untuk kapasitas 8 tabung,

dilengkapi dengan crane kapasitas 2 ton

2. Area servis tabung klorin : 2 tabung untuk servis dan 2

tabung untuk cadangan

3. Ruang klorinasi

4. Ruang sistem netralisasi terdiri dari:

a. Scubber Tower + Tangki Netralisasi

b. Pompa sirkulasi

c. Sistem kompresi udara

5. Ruang panel listrik

6. Sistem pendeteksi kebocoran klorin

a. Klor gas leak detector termasuk sistem alarm

b. Jumlah : 5 Unit (3 unit diarea tabung klorin) dan (2 unit

di ruang klorinasi)

M. Sludge Dring Bed

Sludge drying bed berfungsi untuk mengeringkan lumpur hasil

buangan proses pengolahan air dengan cara evaporasi dengan bantuan

sinar matahari sehingga didapatkan padatan lumpur kering

Sludge Drying Bed

Jumlah : 20 unit,

18
Luas Permukaan : @23 m x 11 m

Total Luas Permukaan : 5.040 m2

Waktu pengeringan : 14 – 30 hari

Kandungan padatan : minimum 25%

19
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Air

Air adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau yang

terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Air merupakan suatu

larutan yang bersifat universal (Linsley, 1991). Air merupakan sumber daya alam

yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk

hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat

dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain.

Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana,

dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi

mendatang. Aspek penghematan dan pelestarian sumber daya air harus

ditanamkan pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).

Agar air layak untuk dikonsumsi sebagai air minum maka air yang berasal

dari berbagai jenis sumber air harus terlebih dahulu diolah. Secara umum

pengolahan air dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu pengolahan untuk

domestik misalnya air konsumsi rumah tangga, pengolahan untuk keperluan

khusus industri, dan pengolahan air untuk layak dibuang ke lingkungan. Air untuk

keperluan domestik harus didisinfeksi terlebih dahulu untuk menghilangkan

mikroorganisme patogen penyebab penyakit (Situmorang, 2007).

Sumber air untuk keperluan domestik, misalnya air minum dapat berasal

dari beberapa sumber yaitu dari aliran sungai yang masih relatif sedikit

terkontaminasi, berasal dari mata air pegunungan, berasal dari danau dan berasal

20
dari tanah atau sumber lain seperti air laut. Air tersebut harus terlebih dahulu

diolah didalam wadah pengolahan air sebelum didistribusikan kepada penggguna.

Variasi dari sumber air akan mengandung senyawa yang berbeda, maka harus

dikelola terlebih dahulu untuk menjadikan air minum aman untuk dikonsumsi,

yaitu air yang tidak mengandung bahan berbahaya untuk kesehatan berupa

senyawa kimia atau mikroorganisme. Air yang akan digunakan untuk keperluan

industri, misalnya untuk pendingin mesin-mesin industri, kesadahan air harus

dihilangkan serendah mungkin agar tidak terjadi pengendapan di dalam mesin dan

kehadiran bakteri dan mikroorganisme didalam air tidak menjadi masalah.

Air limbah yang akan dikembalikan kedalam air sungai maka

pengolahannya harus lebih ketat agar semua senyawa pencemar yang

membahayakan lingkungan dapat dihilangkan sehingga tidak membahayakan

lingkungan. Air buangan umumnya mengandung komponen pencemar seperti

senyawa kimia pengoksidasi dan pereduksi, sedimen, kotoran, lumpur, minyak,

bakteri patogen, virus, garam, nutrien, pestisida, senyawa organik, logam berat

dan bahan-bahan lain yang mengapung, melayang dan tersuspensi didalam air.

Agar air buangan ini dapat di kembalikan atau digunakan kembali maka perlu

dilakukan usaha untuk memisahkan bahan pencemar ini dari dalam air

(Situmorang, 2007).

3.1.1 Karakteristik Air

Air memiliki karakteristik fisika, kimia dan biologis yang sangat

mempengaruhi kualitas air tersebut. Oleh sebab itu, pengolahan air mengacu

21
kepada beberapa parameter guna memperoleh air yang layak untuk keperluan

domestik terutama pada industri minuman.

3.1.1.1 Karakteristik Fisik Air

Karakteristik fisika air ialah karakter pada air yang dapat terlihat langsung

melalui fisik air tanpa harus melakukan pengamatan yang lebih jauh pada air

tersebut. Karakteristik fisika pada air meliputi:

A. Kekeruhan

Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan

anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan

bahan yang dihasilkanoleh buangan industri.

B. Temperatur

Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen

terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan

bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobic ynag mungkin saja

terjadi.

C. Warna

22
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan

tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik

serta tumbuh-tumbuhan.

D. Solid (Zat padat)

Kandungan zat padat menimbulkan bau, juga dapat meyebabkan

turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi

sinar matahari kedalam air.

E. Bau dan rasa

Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air

seperti alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam

kondisi anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.

3.1.1.2 Karakteristik Kimia Air

Karakteristik kimia air menyatakan banyaknya senyawa kimia yang

terdapat di dalam air, sebagian di antaranya berasal dari alam secara alamiah dan

sebagian lagi sebagai kontribusi aktivitas makhluk hidup. Beberapa senyawa

kimia yang terdapat didalam air dapat dianalisa dengan beberapa parameter

kualitas air. Parameter kualitas air tersebut dapat digolongkan sebagai berikut :

A. pH

23
Pembatasan pH dilakukan karena akan mempengaruhi rasa,

korosifitas air dan efisiensi klorinasi. Beberapa senyawa asam dan basa

lebih toksik dalam bentuk molekuler, dimana disosiasi senyawa-senyawa

tersebut dipengaruhi oleh pH.

B. DO (dissolved oxygent)

DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari

fotosintesa dan absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO

maka kualitas air semakin baik.

C. BOD (biological oxygent demand)

BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorgasnisme untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat

pencerna) yang terdapat di dalam air secara biologi. ( Nugroho, 2006 ).

D. COD (chemical oxygent demand)

COD adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk

mengoksidasi bahan-bahan organik secara kimia. ( Nugroho, 2006 ).

Selisih nilai antara COD dan BOD memberikan gambaran besarnya

bahan organic yang sulit terurai yang ada di perairan. Bisa saja nilai

BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD.

Jadi COD menggambarkan jumlah total bahan organik yang ada.

E. Kesadahan

24
Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas

pemakaian sabun, namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar.

Di dalam pemakaian untuk industri (air ketel, air pendingin, atau

pemanas) adanya kesadahan dalam air tidaklah dikehendaki. Kesadahan

yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar residu terlarut yang tinggi

dalam air .

F. Senyawa-senyawa kimia yang beracun

Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah

merupakan racun terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang

agak ketat (± 0,05 mg/l). Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan

menyebabkan timbulnya rasa dan bau ligan, menimbulkan warna koloid

merah (karat) akibat oksidasi oleh oksigen terlarut yang dapat menjadi

racun bagi manusia (Farida, 2002).

3.1.1.3 Karakteristik Biologis Air

Organisme mikro biasa terdapat dalam air permukaan, tetapi pada

umumnya tidak terdapat pada kebanyakan air tanah karena penyaringan oleh

aquifer. Organisme yang paling dikenal adalah bakteri. Adapun pembagian

mokroorganisme didalam air dapat di bagi sebagai berikut :

A. Bakteri

Dengan ukuran yang berbeda-beda dari 1-4 mikron, bakteri tidak

dapat dilihat dengan mata telanjang. Bakteri yang menimbulkan penyakit

disebut disebut bakteri patogen.

25
B. Organisme Colliform

Organisme colliform merupakan organisme yang tidak berbahaya

dari kelompok colliform yang akan hidup lebih lama didalam air daripada

organisme patogen. Akan tetapi secara umum untuk air yang dianggap

aman untuk dikonsumsi, tidak boleh lebih dari 1 didalam 100 ml air.

C. Organisme Mikro Lainnnya

Disamping bakteri, air dapat mengandung organisme mikroskopis

lain yang tidak diinginkan berupa ganggang dan jamur. Ganggang adalah

tumbuh-tumbuhan satu sel yang memberi rasa dan bau pada air.

Pertumbuhan ganggang yang berlebihan dapat dicegah dengan pemakaian

sulfat tembaga atau klorin.

3.2 BPC (Break Point Klorination)

BPC adalah konsentrasi klor aktif yang dibutuhkan untuk mengoksidasi

molekul organic seperti warna, bahan anorganik (amonia), Fe2+, Mn2+ dan bahan

lain yang dapat dioksidasi serta membunuh mikroorganisme jika masih ada sisa

klor aktif pada konsentrasi tersebut. BPC akan diikuti dengan pembentukan gas N2

akibat paparan klor aktif yang berlebih pada kloramin. Hal ini menyebabkan

penurunan jumlah klor bebas dan masih ada residu klor aktif yang konsentrasinya

dianggap perlu sebagai desinfektan. Dengan kata lain, jumlah klor yang

dibutuhkan untuk membunuh bakteri koliform (desinfektan) adalah jumlah residu

klor aktif setelah tejadi BPC. (Alaert dan Sumestri, 1987 dan Brooks, 1999).

Desinfeksi merupakan salah satu proses dalam pengolahan air minum maupun air

26
limbah yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Metode

desinfeksi yang paling umum digunakan di Indonesia adalah dengan

menggunakan klor. Senyawa klor atau klorin yang berfungsi sebagai pengoksidasi

dapat berasal dari gas Cl2, atau dari garam-garam NaOCl dan Ca(OCl) 2 (kaporit)

(Lestari, dkk., 2008).

Gambar 2 Grafik Klorinasi dengan Breakpoint

(Sumber: Brooks, 1999)

Berdasarkan gambar 2. Proses klorinasi dengan metode breakpoint terdiri dari

empat tahap, pepbentukan residu klorin, pembentukkan klor organik, destruksi

kloramin organic dan kloramin, dan pembentukkan klor bebas. Metode BPC

dalam percobaan ini menggunakan beberapa bahan berupa klorin dan DPD free

klor Reagent.

3.2.1 Klorin

Klorin banyak digunakan dalam pengolahan air bersih dan air limbah

sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator, klorin digunakan untuk

27
menghilangkan bau dan rasa pada pengolahan air bersih. Untuk mengoksidasi

Fe(II) dan Mn(II) yang banyak terkandung dalam air tanah menjadi Fe(III) dan

Mn(III).

Yang dimaksud dengan klorin tidak hanya Cl2 saja akan tetapi termasuk

pula asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl -), juga beberapa jenis

kloramin seperti monokloramin (NH2Cl) dan dikloramin (NHCl2) termasuk di

dalamnya. Klorin dapat diperoleh dari gas Cl2 atau dari garam-garam NaOCl dan

Ca(OCl)2. Kloramin terbentuk karena adanya reaksi antara amonia (NH3) baik

anorganik maupun organik aminoak di dalam air dengan klorin.

Bentuk desinfektan yang ditambahkan akan mempengaruhi kualitas yang

didesinfeksi. Penambahan klorin dalam bentuk gas akan menyebabkan turunnya

pH air, karena terjadi pembentukan asam kuat. Akan tetapi penambahan klorin

dalam bentuk natrium hipoklorit akan menaikkan alkalinitas air tersebut sehingga

pH akan lebih besar. Sedangkan kalsium hipoklorit akan menaikkan pH dan

kesadahan total air yang didesinfeksi (Farida, 2002). Kaporit adalah senyawa

kimia ( CaOCl2 ), yg pada kadar tinggi bersifat korosif. Pada presentase rendah

bisa digunakan sebagai penjernih air, pemutih pakaian, membunuh jentik,

disinfektan.

3.2.2 DPD Klor


DPD Klor Free Reagent dapat mendeteksi adnaya klorin bebas. Untuk

setiap unsur klor aktif seperti klor tersedia bebas dan klor tersedia terikat memiliki

analisa-analisa khusus. Namun, untuk analisa di laboratorium biasanya hanya klor

aktif (residu) yang ditentukan melalui suatu analisa. Klor aktif dapat dianalisa

28
melalui metode spektrofotometri dengan menggunakan DPD (Dietil-p-

fenilendiamin). Adapun prinsip kerja dari analisa dengan menggunakan DPD

adalah; Bila N,N-dietil-p-fenilendiamin (DPD) sebagai indikator dibubuhkan pada

suatu larutan yang mengandung sisa klor aktif, reaksi terjadi seketika dan warna

larutan menjadi merah.


Pemeriksaan klorin dalam air dengan metode DPD dianalisa dengan

menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis. Yaitu berdasarkan pembandingan

warna yang dihasilkan oleh zat dalam kuantitas yang tidak diketahui dengan

warna yang sama yang dihasilkan oleh kuantitas yang diketahui dari zat yang akan

ditetapkan, dimana kadar klorin akan dibaca berdasarkan warna yang dibentuk

oleh pereaksi DPD (Vogel, 1994).

3.3 Disinfeksi Dengan Senyawa Klor


Gas Klor (Cl2) bila dimasukkan ke dalam air akan terhidrolisa, seperti

persamaan berikut:

Cl2 + H2O  HOCl + H+ + Cl-


asam hipoklorit klorida

Asam hipoklorit berdisosiasi dalam air, seperti persaamaan berikut:

HOCl + H2O  H3O+ + OCl-


ion hipoklorit

OCl-  Cl- + O

Ion klorida (Cl-) merupakan ion yang tidak aktif, sedangkan Cl2, HOCl, dan OCl

dianggap sebagai bahan yang aktif. Asam hipoklorit (HOCl) yang tidak terurai

adalah zat pembasmi yang paling efisien bagi bakteri (Lestari, dkk., 2008).

29
Asam hipoklorit (HOCl) memiliki sifat lebih reaktif dan merupakan

desinfektan yang kuat dari pada OCl-. Klor mampu membunuh mikroorganisme

patogen seperti virus dan bakteri dengan cara memecah ikatan kimia pada

molekulnya seperti merubah struktur ikatan enzim, bahkan merusak struktur kimia

enzim. Ketika enzim pada mikroorganisme kontak dengan klorin, satu atau lebih

dari atom hidrogen akan diganti oleh ion klor. Hal ini dapat menyebabkan

berubahnya ikatan kimia pada enzim tersebut atau bahkan memutus ikatan kimia

enzim, sehingga enzim pada mikroorganisme tidak dapat berfungsi dengan baik

dan sel atau bakteri akan mengalami kematian

3.4 Spektrofotometri UV-Vis


Prinsip kerja spektrofotometer UV-Vis adalah dimana sinar atau cahaya

dilewatkan melewati sebuah wadah (kuvet) yang berisi larutan, dimana akan

menghasilkan spektrum. Alat ini menggunakan hukum Lambert Beer sebagai

acuan (Ewing, 1975).


Panjang gelombang untuk sinar ultraviolet antara 200-400 nm sedangkan

panjang gelombang untuk sinar tampak/visible antara 400-750 nm (Rohman,

2007).
Spektrofotometri serapan adalah pengukuran serapan radiasi

elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit, mendekati

monokromatik, yang diserap zat. Spektrofotometer pada dasarnya terdiri atas

sumber sinar monokromator, tempat sel untuk zat yang diperiksa, detektor,

penguat arus dan alat ukur atau pencatat. (Depkes RI, 1979).

30
Gambar 3. Spektrofotometer
Gambar 3 merupakan instrument spektrofotometer HACH DR 2800.

Spektrofotometer UV-VIS memiliki 4 bagian penting antara lain sebagai berikut:


1. Sumber Cahaya
Sumber cahaya pada spektrofotometer harus memiliki panacaran

radiasi yang stabil dan intensitasnya tinggi. Sumber cahaya pada

spektrofotometer UV-Vis ada dua macam :


a). Lampu Tungsten (Wolfram) digunakan untuk mengukur sampel

pada daerah tampak (visible). Bentuk lampu ini mirip dengan

bola lampu pijar biasa. Memiliki panjang gelombang antara 350-

2200 nm. Spektrum radiasianya berupa garis lengkung.

Umumnya memiliki waktu 1000 jam pemakaian.


b). Lampu Deuterium dipakai pada panjang gelombang 190-380 nm.

Spektrum energi radiasinya lurus dan digunakan untuk mengukur

sampel yang terletak pada daerah UV. Memiliki waktu 500 jam

pemakaian.
2. Monokromator
Monokromator adalah alat yang akan memecah cahaya

polikromatis menjadi cahaya tunggal (monokromatis) dengan komponen

panjang gelombang tertentu.


3. Wadah Sampel

31
Wadah yang digunakan untuk sampel dalam pengukuran

menggunakan alat spektrofotometer disebut dengan kuvet. Kuvet kaca

digunakan untuk analisis senyawa menggunakan sinar tampak (Visible).

Sedangkan kuvet kuarsa dan kuvet kaca silika digunakan untuk analisis

menggunakan sinar ultraviolet.


4. Detektor
Detektor akan menangkap sinar yang diteruskan oleh larutan.

Sinar kemudian diubah menjadi sinyal listrik oleh amplifier dan dalam

rekorder akan ditampilkan dalam bentuk spectrum pada Visual

display/recorder. Detektor dapat memberikan respon terhadap radiasi pada

berbagai panjang gelombang.


5. Recorder
Merupakan sistem baca yang memperagakan besarnya isyarat

listrik, menyatakan dalam bentuk % Transmitan maupun Absorbansi.

3.5 pH Meter
pH meter adalah sebuah instrument elektronik yang berfungsi untuk

mengukur pH (derajat keasaman atau kebasaan) suatu cairan (ada elektroda

khusus yang berfungsi untuk mengukur pH bahan-bahan semi-padat). Sebuah pH

meter terdiri dari sebuah elektroda (Probe pengukur) yang terhubung ke sebuah

alat elektronik yang mengukur dan menampilkan nilai pH

3.6 TDS (Total Dissolve Solid) Meter

TDS adalah alat untuk mengukur partikel padatan terlarut di air, yang tidak

tampak oleh mata. TDS meter tidak dapat digunakan untuk air panas, air es, air

payau, air accu dan jenis air atau cairan yang tidak termasuk dalam range

32
pengukuran dari spesifikasi alat ini. Gambar 4 menggambarkan jenis TDS meter

digital yang digunakan untuk mengukur total padatan terlarut di air

Gambar 4. TDS meter

TDS (Total Dissolve Solid) yaitu ukuran zat terlarut (baik itu organik

maupun anorganik), misalnya garam, yang terdapat dalam larutan. TDS meter

menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm). Cara kerja TDS

meter adalah dengan cara mencelupkan ke dalam air yang akan diukur (kira-kira 5

cm) dann secara otomatis alat akan bekerja mengukur

3.7 Turbidimeter
Turbidimeter (Gambar 5) adalah suatu instrument umum yang biasa

digunakan untuk keperluan analisa kekeruhan air atau larutan. Turbidimeter

merupakan alat pengujian kekeruhan dengan sifat optik akibat dispersi sinar dan

dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya

yang datang. Intensitas cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspense padatan

adalah fungsi konsentrasi jika kondisi-kondisi lainnya konstan. Gambar 5.

merupakan alat turbdimeter, alat ini biasa digunakan dalam pengolahan air bersih

untuk memastikan bahwa air yang akan digunakan memiliki kualitas yang baik

dilihat dari kekeruhannya.

33
Gambar 5. Turbidimeter
Kekeruhan atau turbidity perairan dapat disebabkan oleh partiker-partikel

yang berasal dari bahan organik maupun anorganik seperti lumpur, sampah,

polutan, hasil dekomposisi bahan organic dan plankton. (Kholish, Tahun).

Kekeruhan dapat dilihat pada konsentrasi keridaklarutan, keberadan partikel pada

suatu cairan yang diukur dalam satuan Nephelometric Turbidity Units (NTU).

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Waktu dan Tempat PKL

34
Praktek Kerja Langsung (PKL) dilakukan di PT. Aetra Air TAngerang.

Pengujian jar test, uji fisik air, uji mikrobiologi, zat organik, kadar logam Fe &

Mn, dan kadar amonia yang terkandung di dalam air baku dilakukan di

laboratorium. Kegiatan kuliah kerja ini dilaksanakan pada tanggal 19 Januari- 19

Februari 2015. Jam kerja selama hari senin sampai dengan sabtu, dari pukul 08:00

hingga pukul 17:00 WIB.

4.2 Jenis dan Teknik Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan merupakan Praktek kerja Lapangan (PKL)

dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Bidang yang dilakukan mahasiswa selama praktek

kerja langsung adalah laboratorium.

4.2.1 Kegiatan Praktek Kerja Lapangan Secara Umum

Kegiatan kuliah kerja magang yang telah dilakukan oleh mahasiswa

Jurusan Kimia pada PT. Aetra Air Tangerang terbagi dalam 4 kategori:

a. Monitoring dan Survei Lokasi

Monitoring dilakukan awal sebelum pembuatan proposal kuliah kerja

magang. Monitoring bertujuan untuk memilih lokasi yang sesuai dalam

penerapan ilmu kimia didalam dunia kerja yang sebenarnya. Setelah

kegiatan monitoring, maka perlu dilakukan survei untuk pengenalan

lingkungan sekitar industri tempat kuliah kerja.

b. Pengenalan Industri

35
Pengenalan industri dilakukan saat pertama kali memasuki PT. Aetra

Air Tangerang. Pengenalan mencakup proses pengolahan air. Selain

pengenalan proses produksi, juga pengenalan laboratorium di PT. Aetra

Air Tangerang.

c. Pelaksanaan Kuliah Kerja

Pelaksanaan kuliah kerja dilaksanakan tanggal 19 Januari sampai 19

Februari 2015 di PT Aetra Air Tangerang Jl. Karet 3 Desa Karet.Kawasan

Industri Sepatan Tangerang

d. Penyusunan Laporan

Laporan praktek kerja langsung disusun saat kuliah kerja berlangsung.

Laporan dibuat berdasarkan format yang sudah ditentukan. Hasil laporan

yang sudah disetujui pembimbing eksternal dan internal selanjutnya

diberikan kepada pihak PT. Aetra Air Tangerang dan Intitusi Pendidikan

sebagai bahan koreksi dan dokumentasi.

4.3 Analisa Fisik Air Baku Sebelum Penambahan klorin

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui nilai pH, TDS, turbidity

sebelum dan sesudah penambahan klorin pada air baku yang disaring dan tidak

disaring

4.3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam analisis ini yaitu, pH meter, TDS meter,

Spektrofotometer, gelas beker 50 ml 6 buah, tissue, vakum, separator funnel.

36
Bahan yang digunakan dalama analisis ini yaitu, sampel air baku (raw

water) yang disaring, air baku tanpa penyaringan dan aquades.

4.3.2 Proses Kerja

a. Penyaringan Air

Alat separator funnel dipasang yang terdiri dari vakum, labu leher

panjang, gelas ukur dan kertas saring whatmann. Sebanyak 300 ml sampel

air baku dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian vacuum dinyalakan.

Penyaringan dilakukan hingga air yang diperoleh sebanyak kurang lebih 5

liter.

b. Pengukuran pH

Masing-masing beaker diisi dengan sampel setengah penuh. Sensor pH

meter dibilas dengan aquades, kemudian diseka dengan tissue. Nilai pH

dibaca setelah pH yang tertera di pH meter stabil.

c. Pengukuran TDS

Sensor TDS meter dibilas dengan aquades, kemudian diseka dengan

tissue. nilai TDS sampel dibaca setelah TDS meter dicelupkan kedalam

sampel dan pembacaannya stabil.

d. Pengukuran Turbidity

Sebanyak 10 ml sampel dimasukkan ke dalam kuvet tabung. Kuvet

diseka dengan tissue kemudian dimasukkan ke turbidimeter dan dibaca

37
kekeruhannya. Percobaan diuangi setelah air baku dengan penyaringan

diinjeksi klor.

Percobaan diulangi untuk sampel air baku tanpa penyaringan

sebeum dan sesudah diinjeksi klor.

4.4 Analisa Kadar Mn Air Baku Sebelum Penambahan Klorin

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui kadar Mn sebelum dan

sesudah penambahan klorin pada air baku tanpa penyaringan.

4.4.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam analisis ini yaitu, 6 buah kuvet, pipet

volumetrik 10 ml, Spektrofotometer UV-Vis, Tissue.

Bahan yang digunakan dalam analisis ini yaitu sampel air baku (raw

water) yang tidak disaring dan reagent pillow Ferrover RPP

4.4.2 Prosedur Kerja

Dimasukkan 10 ml sampel air ke dalam kuvet. Ditambahkan satu Reagent

pillow Ferrover RPP ke dalam kuvet. Spektrofotometer UV-Vis dihidupkan,

ditunggu sampai inisiasi selesai dilakukan dan layar menunjukkan tampilan

“Main Menu”. Program no.265 dipilih untuk analisis Iron, kemudian tekan start.

Timer pada alat ditekan, maka periode reaksi 3 menit akan berlangsung

Warna orange akan terbentuk jika terdapat besi dalam sampel. Sebanyak

10 ml sampel diletakan dalam kuvet yang lain sebagai blangko. Setelah 3 menit

periode reaksi berakhir, kuvet yang berisi blanko diseka dengan tissue, tempatkan

dalam cell holder. “Zero” pada layar ditekan, akan menampilkan 0.00 mg/l Fe.

38
Dimasukkan kuvet yang berisi sampel yang telah disiapkan , ditekan“Read”.

Hasil dalam mg/L Fe akan ditampilkan. Percobaan diuangi setelah sampel air

baku yang telah diinjeksi klor.

4.4 Analisa Kadar Fe Air Baku Sebelum Penambahan Klorin

Tujuan dari analisis ini adalah untuk kadar Fe sebelum dan sesudah

penambahan klorin pada air baku yang disaring dan tidak disaring

4.4.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam analisis ini yaitu, spektrofotometer HACH DR

2800, kuvet 7 buah dan pipet volumetrik 10 ml.

Bahan yang digunakan dalam analisis ini yaitu, sampel air baku (raw

water) yang sudah disaring, ascorbic acid RPP, Alkaline Cyanide Reagent dan

PAN Indicator Solution

4.4.2 Prosedur Kerja

Spektrofotometer UV-Vis dihidupkan, ditunggu sampai inisiasi sellesai

dilakukan dan layar menunjukkan tampilan “Main Menu”, kemudian dipilih

program no.290 untuk analisa mangan dan tekan “Start”. Dimasukkan 10 ml

sampel ke dalam masing-masing kuvet. Dimasukkan 10ml aquadest ke dalam

kuvet lain sebagai blanko. Ditambahkan satu pillow Ascorbic Acid RPP ke dalam

maing-masing kuvet yang telah berisi sampel dan aquadest tadi. Ditambahkan 12

tetes alkaline cyanide reagent ke dalam masing-masing kuvet. Putar perlahan

untuk mencampurkan reagent. Akan terbentuk larutan keruh seulas. Kekeruhan ini

akan hilang setelah periode reaksi. Ditambahkan 12 tetes PAN Indicator Solution

39
ke dalam masing-masing kuvet. Putar perlahan untuk pencampuran yang

sempurna. Timer pada alat ditekan, maka periode reaksi 2 menit akan

berlangsung. Setelah 2 menit periode reaksi berakhir, kuvet yang berisi blanko

diseka dan ditempatkan dalam cell holder. Ditekan “Zero”, layar akan

menampilkan 0.00 mg/L Mn. Kuvet berisi sampel yang sudah disiapkan,

dimasukkan ke dalam cell holder, tekan “Read”, hasil dalam mg/L akan

ditampilkan. Percobaan diuangi setelah air baku dengan penyaringan diinjeksi

klor, dan untuk sampel air baku tanpa penyaringan sebelum dan sesudah diinjeksi

klor.

4.5 Analisis Kadar Amonia Air Baku Dengan Penyaringan

Tujuan dari analisis ini yaitu untuk mengetahui kadar amonia sebelum dan

sesudah penambahan klorin pada air baku yang disaring.

4.5.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam analisis ini yaitu, spektrofotometer, tabung

pencampur 7 buah, tissue dan pipet volumetrik.

Bahan yang digunakan dalam analisis ini yaitu, sampel air baku (raw

water) yang disaring, aquades, reagen nessler, mineral stabilizer dan polyvinyl

alcohol.

4.5.2 Prosedur Kerja


Alat spektrofotometer UV-Vis dihidupkan, Ditunggu sampai inisiasi

selesai dilakukan dan layar menunjukkan tampilan “Main Menu”. Program n0.380

40
dipilih untuk menganalisis amonia, kemudian tekan “Start”. Sebanyak 25 ml

sampel dituangkan ke dalam gelas ukur pencampur. Sebanyak 25 ml aquadest

dituangkan ke dalam gelas ukur pencampur yang lain sebagai blanko.

Ditambahkan 3 tetes mineral stabilizer ke dalam masing-masing gelas ukur

pencampur, ditutup lalu dikocok dengan membolak-balikan gelas ukur pencampur

selama beberapa saat. Ditambahkan 3 tetes polyvinyl alcohol ke dalam masing-

maisng gelas ukur pencampur, ditutup lalu dikocok dengan membolak-balikan

gelas ukur pencampur selama beberapa saat. Ditambahkan 1 ml reagent nessler ke

dalam masing-maisng gelas ukur pencampur, ditutup lalu dikocok dengan

membolak-balikan gelas uku rpencampur selama beberapa saat. Timer pada alat

ditekan. Periode reaksi akan berlangsung selama 1 menit. Masing-masing sampel

dari gelas ukur pencampur tadi dituangkan 10 ml ke dalam masing-masing kuvet.

Setelah periode reaksi berlangsung, kuvet yang berisi blanko disekat dan

ditempatkan di cell holder. Ditekan “Zero”, layar akan menampilkan 0.00 mg/L

NH3-N. Kuvet yang berisi sampel yang sudah disiapkan, dimasukkan, tekan

“Read” maka hasil dalam mg/L NH3-N akan ditampilkan. Percobaan diuangi

setelah air baku dengan penyaringan diinjeksi klor.

4.6 Penentuan Dosis Klorin Dengan Metode BPC

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui dosis optimum dalam

penggunaan klorin pada air baku dan mengetahui pengaruh penambahan klorin

terhadap pH, TDS, turbidity, kadar logam Fe dan Mn, dan amonia pada air baku.

41
4.6.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam analisis ini yaitu, botol sampling 6 buah, gelas

ukur 1000 ml, kuvet (sample cell) 7 buah, pipet volumetrik dan spektrofotometer

UV-Vis HACH DR 2800..


Bahan yang digunakan dalam analisis ini yaitu, sampel air baku (raw

water) yang sudah disaring, DPD Free Klor Reagent Powder Pillow dan aquades.

4.6.2 Prosedur Kerja


Disiapkan 6 botol sampling 1 liter. Kemudian botol sampling diisi

dengan sampel sampai tanda batas. Kedalam masing-masing botol

ditambahkan senyawa klorin sehingga konsentrasinya 3 ppm, 4 ppm, 5 ppm,

6 ppm, 7 ppm, dan 8 ppm. Dikocok agar homogen dan didiamkam selama 30

menit. Alat spektrofotometer dihidupkan, diunggu sampai inisiasi selesai

dilakukan dan layar menunjukkan tampilan “Main Menu”. Dipilih program

no. 80 untuk analisis Klor Bebas, kemudian ditekan “Start”. Sebanyak 10

mL sampel dituangkan ke dalam kuvet. Ditambahkan 1 pillow DPD Free

Klor RPP. Ditekan timer pada alat, maka periode reaksi 3 menit akan

berlangsung. Sebanyak 10 mL sampel dituangkan ke dalam kuvet yang lain

sebagai blanko. Setelah 3 menit periode reaksi berakhir, kuvet yang berisi

blanko diseka dan tempatkan kedalam cell holder. Ditekan “Zero”. Layar

akan menampilkan 0.00 mg/L Cl2. Kuvet yang berisi sampel yang telah

disiapkan, dimasukkan ke dalam cell holder, ditekan ”Read” hasil dalam

mg/L Cl2 akan ditampilkan. Percobaan diulangi untuk sampel air baku tanpa

penyaringan sebeum diinjeksi klor.

42
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Fisik Air


Pengaruh penambahan klorin diketahui dengan cara melakukan

pengukuran awal dari pH, TDS, Turbidity, kadar besi (Fe), kadar mangan (Mn),

dan kadar amonia dari sampel air baku. Sampel yang digunakan dalam penelitian

adalah air baku (raw water) tanpa penyaringan, dan air baku yang sudah melalui

tahap penyaringan dengan kertas saring dan vakum.


Tabel 1. Data Analisis Fisik Air Baku (Raw Water) Pada
Percobaan Pertama
Konsentrasi pH TDS Turbidity (NTU)

2 ppm 7 55 351
3 ppm 7.04 54 335
4 ppm 6.97 61 365
5 ppm 7 56 345
6 ppm 7.05 54 356
7 ppm 6.97 55 345

Berdasarkan Tabel 1 Analisis Fisik Air Baku, diketahui bahwa pH

terendah dari sampel air baku sebesar 6.97 sedangkan pH tertinggi sebesar 7.05.

Nilai TDS terendah sebesar 54 dan nilai TDS terbesar sebesar 61. Nilai turbidity

terendah sebesar 335 NTU, dan nilai turbidity terbesar sebesar 365 NTU.
Tabel 2. Data Analisis Fisik Air Baku (Raw Water) Pada Percobaan

43
Kedua
Konsentrasi pH TDS Turbidity (NTU)
4 ppm 7.02 81 85.3
5 ppm 7.02 81 85.3
6 ppm 7.02 81 85.3
7 ppm 7.02 81 85.3

Berdasarkan Tabel 2 Analisis Fisik Air Baku, diketahui bahwa pH sampel

air baku sebesar 7.02, nilai TDS sebesar 81 dan nilai turbidity sebesar 85.3 NTU.

Pada percobaan kedua, pengukuran pH, TDS dan turbidity dilakukan setelah

sampel air baku ditempatkan dalam satu wadah besar agar nilainya sama, karena

pada proses selanjutnya akan dilakukan penyaringan.

5.2 Penentuan Dosis Klorin dengan Metode BPC


Berdasarkan percobaan, pada Tabel 3 diketahui bahwa dosis optimum

untuk penambahan klorin pada sampel air baku tanpa penyaringan adalah sebesar

5 ppm. Penambahan klorin dapat dilebihkan menjadi 6 ppm sebagai fungsi dari

disinfektan. Karena penambahan klorin diluar breakpoint menjamin adanya sisa

klor aktif.

Tabel 3. Penentuan Dosis Klorin Untuk Sampel Air Baku Tanpa Penyaringan
dengan BPC
Konsentrasi (ppm)
Waktu 3 ppm 4 ppm 5 ppm 6 ppm 7 ppm 8 ppm
30 menit 0.05 1.53 0.7 1.22 1.39 1.32
45 menit 0.21 1.8 0.85 1.29 1.55 1.53
60 menit 0.35 1.72 0.85 1.08 1.38 1.37
75 menit 0.34 1.7 0.66 1.07 1.33 1.35

44
4 6 8

Gambar 6. Grafik Hubungan antara konsentrasi sisa klorin dengan


absorbansi sampel

Gambar 6. Merupakan grafik hubungan antara konsentrasi klor (ppm)

dengan konsentrasi sisa klor (ppm) pada sampel air baku tanpa penyaringan.

Dengan melihat gambar 7. dapat ditentukan dosis klor untuk sampel air baku

tanpa penyaringan dengan berpacu pada titik break point chlorination.


Pada konsentrasi 3 ppm sampai 4 ppm, terjadi pemecahan klor oleh

senyawa pereduksi yaitu besi (Fe) dan mangan (Mn) kemudian terbentuk

kloramin dan kompleks klor-organik sehingga klor kadarnya meningkat. Pada

konsentrasi diatas 4 ppm sampai5 ppm terjadi reaksi antara klor dan ammonia,

kemudian terjadi reaksi oksidasi kloramin, sehingga kadar Cl 2 menurun, disinilah

terdapat titik break point chlorination. Pada konsentrasi 5 ppm sampai 8 ppm,

terbentuk klor aktif bebas yang berfungsi sebagai disinfektan.

Tabel 4. Data Pengamatan Penentuan Dosis Klorin Untuk Sampel


Air Baku Dengan Penyaringan BPC
Konsentrasi (ppm)

45
Waktu 4 ppm 5 ppm 6 ppm 7 ppm
30 menit 0.54 0.24 0.38 0.30
45 menit 0.41 0.21 0.29 0.25
60 menit 0.25 0.17 0.27 0.28
75 menit 0.25 0.15 0.17 0.20

Pada Tabel 4. Diketahui dosis optimum penambahan klorin untuk sampel

air baku dengan proses penyaringan adalah sebesar 5 ppm. Hal ini dapat diketahui

dengan melihat Gambar 7, dimana titik Break Point Chlorination terjadi.

4 5 6 7

Gambar 7. Grafik Hubungan antara konsentrasi sisa klorin dengan

Gambar 7. Merupakan grafik hubungan antara konsentrasi klor (ppm)

dengan sisa klor aktif (ppm). Dengan melihat gambar 7. dapat ditentukan dosis

klor untuk sampel air baku tanpa penyaringan dengan berpacu pada titik break

point chlorination.
Pada konsentrasi 4 ppm sampai 5 ppm terjadi reaksi antara klor dan

ammonia, kemudian terjadi reaksi oksidasi kloramin, sehingga kadar Cl2 menurun,

disinilah terdapat titik break point chlorination. Pada konsentrasi 5 ppm sampai 7

ppm, terbentuk klor aktif bebas yang berfungsi sebagai disinfektan.

46
5.3 Analisis Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap pH, TDS, Turbidity,

Kadar Amonia, Logam Fe dan Mn pada Air Baku


Berdasarkan Tabel 5 dan Tabel 6, diketahui penambahan klorin menaikan

pH menjadi basa, menaikan nilai TDS, menurunkan nilai turbidity, kadar amonia,

kadar logam besi (Fe) dan kadar logam mangan (Mn) dalam sampel air baku (raw

water) yang disaring maupun tidak disaring.


Tabel 5. Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap pH, TDS, Turbidity dan Logam
Fe dan Mn pada Air Baku Tanpa Disaring
Konsentrasi pH Fe (ppm) Mn (ppm) TDS Turbidity
(NTU)
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
2 ppm 7 7.3 4.15 3.13 3.16 0.86 55 63 351 272
3 ppm 7.04 7.22 4.15 4.06 3.16 0.86 54 69 335 288
4 ppm 6.97 7.23 4.15 4.07 3.16 0.89 61 74 365 271
5 ppm 7 7.18 4.15 3.5 3.16 0.94 56 76 345 283
6 ppm 7.05 7.15 4.15 3.89 3.16 0.85 54 77 356 287
7 ppm 6.97 7.2 4.15 3.5 3.16 0.84 55 77 345 269

Tabel 6. Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap pH, TDS, Turbidity dan


LogamFe dan logam Mn pada Air Baku setelah Disaring
Konsentrasi pH Fe (ppm) Amonia TDS Turbidity
(NTU)
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
4 ppm 7.02 7.38 0.53 0.17 1.06 0.37 81 69 85.3 17.59
5 ppm 7.02 7.37 0.53 0.17 1.06 0.36 81 74 85.3 17.28
6 ppm 7.02 7.36 0.53 0.16 1.06 0.33 81 76 85.3 17.02
7 ppm 7.02 7.3 0.53 0.1 1.06 0.33 81 77 85.3 16.85

5.3.1 Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap Kadar Amonia Pada

Air Baku
Logam-logam dalam sampel air baku dikomplekskan oleh mineral

stabilizer. Polivinyl alcohol membantu pembentukkan warna dalam reaksi

antara reagen Nessler dengan ion ammonium dalam sampel, sehingga

warna yang terbentuk dapat diukur absorbansinya.

47
Diketahui kadar amonia awal pada sampel air baku dengan

penyaringan adalah sebesar 1.06 ppm. Setelah penambahan Natrium

hipoklorit, diketahui kadar amonia berkurang. Natrium hipoklorit dalam

air terurai menjadi ion OCl- yang kemudian bereaksi dengan amonia

dalam sampel air baku membentuk monokloramin yang kemudian

bereaksi dengan zat organic. Adanya klor berlebih (sisa klor aktif) akan

dipecah membentuk gas N2 sehingga kadar amonia menurun. Penurunan

kadar ammonia setelah ditambahkan klorin dapat dilihat pada Tabel 7.


Tabel 7. Pengaruh Penambahan Klorn Terhadap Kadar
Amonia Pada Sampel Air Baku Dengan
Penyaringan
Amonia
Konsentrasi Awal Akhir
4 ppm 1.06 0.37
5 ppm 1.06 0.36
6 ppm 1.06 0.33
7 ppm 1.06 0.33

5.3.2 Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap Kadar Logam Besi

(Fe) dan Logam Mangan (Mn) Pada Air Baku


Semua bentuk logam mangan teroksidasi dalam sampel air baku

direduksi menjadi Mn2+ oleh ascorbic acid. Dengan penambahan Alkaline

cyanide dan PAN Indicator, Mn2+ akan membentuk kompleks berwarna

yang dapat diukur absorbansinya. Ferrover reagent mengkonversi semua

ion Fe terlarut dalam sampel air baku menjadi Fe2+ yang kemudian

bereaksi dengan 1-10 phenanthroline yang terdapat dalam reagen

48
membentuk senyawa kompleks berwarna orange yang dapat diukur

absorbansinya.
Tabel 8. Pengaruh penambahan klor terhadap kadar besi (Fe)
dan (Mn) Pada Sampel Air Baku Tanpa Penyaringan
Fe (ppm) Mn (ppm)
Konsentrasi Awal Akhir Awal Akhir
2 ppm 4.15 3.13 3.16 0.86
3 ppm 4.15 4.06 3.16 0.86
4 ppm 4.15 4.07 3.16 0.89
5 ppm 4.15 3.5 3.16 0.94
6 ppm 4.15 3.89 3.16 0.85
7 ppm 4.15 3.5 3.16 0.84

Berdasarkan Tabel 8 diketahui penambahan klor menurunkan kadar

logam besi (Fe) dan mangan (Mn) pada sampel air baku tanpa

penyaringan. Begitu pula pada sampel air baku dengan penyaringan.

Tabel 9. Pengaruh penambahan klor terhadap kadar besi


(Fe) dan (Mn) Pada Sampel Air Baku Dengan
Penyaringan
Konsentrasi Fe (ppm)
Awal Akhir
4 ppm 0.53 0.17
5 ppm 0.53 0.17
6 ppm 0.53 0.16
7 ppm 0.53 0.1

Berdasarkan Tabel 9 diketahui penambahan klor menurunkan kadar

logam besi (Fe). Hal ini dikarenakan ion Cl- dari natrium hipoklorit

mengoksidasi logam Fe2+ dan Mn2+ terlarut menjadi Fe3+ dan Mn3+ .

49
Setelah masing-masing sampel air baku diukur kadar Fe dan Mn

nya, diketahui kadar awal Fe dan 4.15 ppm dan Dan kadar awal Fe pada

sampel air baku dengan penyaringan adalah sebesar 0.53 ppm. Kadar

logam Fe dan Mn dalam sampel air baku mengalami penurunan setelah

penambahan NaOCl.

5.3.3 Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap TDS, Turbidity dan

pH Pada Air Baku


Dengan semakin banyaknya natrium hipoklorit yang ditambahkan,

maka semakin banyak zat kimia (ion Cl -) yang terlarut, sehingga nilai TDS

nya meningkat. Kekeruhannya menurun dikarenakan ion OCl- dari NaOCl

mengoksidasi Fe dan Mn terlarut yang bisa membuat warna air lebih

keruh. pH menjadi semakin basa dikarenakan ion –Na + dari Natrium

Hipoklorit lepas. Ion –Na+ bereaksi dengan air sedangkan Ion –OCl -

kemudian bertindak sebagai sisa klor aktif. Berdasarkan tabel 10 diketahui

penambahan klorin menaikan nilai pH dan TDS, dan menurunkan nilai

turbidity sampel air baku tanpa penyaringan.


Tabel.10 Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap pH, TDS dan Turbidity
Air Baku Tanpa Penyaringan
Konsentrasi pH TDS Turbidity (NTU)
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
2 ppm 7 7.3 55 63 351 272
3 ppm 7.04 7.22 54 69 335 288
4 ppm 6.97 7.23 61 74 365 271
5 ppm 7 7.18 56 76 345 283
6 ppm 7.05 7.15 54 77 356 287
7 ppm 6.97 7.2 55 77 345 269

Berdasarkan Tabel 10 diketahui penambahan klorin menaikan nilai

pH dan TDS, dan menurunkan nilai turbidity sampel air baku dengan

50
penyaringan. Begitu pula pada sampel air baku tanpa penyaringan, dapat

dilihat pada Tabel 11.


Tabel.11 Pengaruh Penambahan Klorin Terhadap pH, TDS dan Turbidity Air
Baku Tanpa Penyaringan
Konsentrasi pH TDS Turbidity (NTU)
Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir
4 ppm 7.02 7.38 81 89 85.3 17.59
5 ppm 7.02 7.37 81 84 85.3 17.28
6 ppm 7.02 7.36 81 86 85.3 17.02
7 ppm 7.02 7.3 81 87 85.3 16.85

BAB 6
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
1. Dosis optimum untuk sampel air baku yang telah disaring dengan nilai

pH sebesar 7.02, turbidity sebesar 85.3 NTU, TDS sebesar 81, kadar

amonia sebesar 1.06 dan kadar logam besi sebesar 0.53 ppm adalah

sebesar 5 ppm.
2. Dosis optimum untuk sampel air baku yang telah disaring dengan nilai

pH rata-rata sebesar 7, turbidity rata-rata sebesar 349.5 NTU, TDS

sebesar 55.83, kadar logam besi rata-rata sebesar 4.15 ppm, dan kadar

logam mangan rata-rata sebesar 33.16 ppm adalah sebesar 5 ppm.

Dosis dapat ditambahkan 1 mg/L untuk memastiakan adanya klor aktif.


3. Penambahan klor menurunkan kadar logam besi (Fe), kadar logam

mangan (Mn), turbidity dan amonia sampel air baku.


4. Penambahan klor meningkatkan nilai TDS dan pH sampel air baku.

6.2 Saran

51
Pemakaian klorin memiliki nilai positif sebagai disinfektan dan

pengoksidasi pada WTP. Namun sebagaimana kita ketahui, zat kimia selalu

memiliki efek samping bagi manusia. Sedikit demi sedikit lama-lama klorin akan

mempengaruhi tubuh. Klorin akan membentuk zat sampingan berupa TMH yang

dapat menyebabkan kanker dan beberapa penyakit lain. Pemakaian ozon akan

lebih efektif sebagai disinfektan dan zat pengoksidasi. Meskipun harga yang

dikeluarkan akan lebih mahal, namun ozon tidak menghasilkan zat TMH dan

tidak memiliki dampak negatif sebesar klorin bagi kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G., Sri Sumestri dan Santika, 1987. Metoda Penelitian Air., Penerbit
Usaha Nasional: Surabaya.

Anonim. 2008. Latar Belakang, Visi Misi Aetra dan Nilai-nilai Aetra [Internet].
[diunduh Senin 12 Januari 2015 Tersedia pada: http://aat.co.id

52
Brooks,A Matthew. 1999. Breakpoint Chlorination as an Alternate Means of
Ammonia-Nitrogen Removal at a Water Reclamation Plant. Environmental
Sciences and Engineering. Northern Virginia Center: Virgina.

Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia. Edisi ke-3: Jakarta.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan,Penerbit Kanisius: Yogyakarta.

Ewing, G.W. 1975. Instrumental Methodes of Chemical Analysis. 4th ed. pp.148-
162, McGraw-Hill Kogakhusya, Ltd.

Farida Hanum. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai Untuk Keperluan Air Minum.
Universitas Sumatra Utara; Sumatera Utara.

Janelle Crossgrove dan Wei Zheng. 2004. Review Article : Manganese Toxicity
Upon Overexposure. Indiana – USA : John Wiley & Sons, Ltd.

Kepmenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air


Minum.

Lestari, D.E., Utomo, S.B., Sunarko, Virkyanov, 2008. Pengaruh Penambahan


Biosida Pengoksidasi Terhadap Kandungan Klorin untuk Pengendalian
Pertumbuhan Mikroorganisme pada Air Pendingin Sekunder RSG-GAS.
Pusat Reaktor Serba Guna - BATAN. Kawasan Puspitek Serpong.
Tangerang. Banten

Linsley,Ray K. dan Franzini, Joseph B. (1991). Teknik Sumber Daya Air. Jilid II:
Diterjemahkanoleh Djoko Sasongko: Penerbit Erlangga
Mahyuddin, Kholish. 2010. Panduan Lengkap Agrobisnis Patin. Penebar
swadaya: Jakarta.

Margaretha, Rizka Mayasari, Syaiful. Subroto. 2012. Pengaruh Kualitas Air Baku
Terhadap Dosis Dan Biaya Koagulan Aluminium Sulfat Dan Poly
Aluminium Chloride. Jurnal Teknik Kimia Vol. 18, No. 4 hal. 22

Nugroho, A. 2006. “Bioindikator Kualitas Air”. Jakarta : Universitas Trisakti.

53
Pescod, M.B. 1973. Investigation of Rational Effluen and Stream Standard for
Tropical Countries. London:AIT

Raharjo, A. 1993. Teknik Penjernihan Air, Perkembangan Teknik Koagulasi.


Makalah Seminar Teknologi Pengolahan Air Minum dan Industri, 16 Juni
1993. Dilaksanakan oleh Jurusan Teknik Kimia UNDIP dan PT Perintis
Anugerah Ciptatama Jakarta.

Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Situmorang, Manihar. 2007.Kimia Lingkungan. Universitas Negeri Medan:


Medan

Slamet, Juli Soemirat. 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University


Press , Yogyakarta

Suriawiria, U. 1996. Mikrobiologi Air dan Dasar-Dasar Pengolahan Air.


Buangan Secara Biologis. Penerbit Alumni: Bandung.

Suripin. (2002). Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi
Yogyakarta.

Vogel. (1994). Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Alih Bahasa P. Hadyana. A


dan Setiono. L. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Hal: 259 -439

LAMPIRAN

Lampiran 1. Instalasi Pengolahan Air Sepatan PT Aetra Air Tangerang

54
Gambar 8. Peserta PKL Gambar 9. Lobby PT. Aetra Air Tangerang

Gambar 10. Gedung Klorin Gambar 11. Bangunan Aquazur V Filter

Gambar 12. Aerator Gambar 13. Bangunan Pengaduk


(Mixing Chamber)

Gambar 14. Rumah Pompa Distribusi Gambar 15. Pompa Injeksi Klorin

55
Lampiran 2. Raw Water Intake Pintu 10 Sungai Cisadane PT Aetra Air

Tangerang

56
Gambar 16. Raw Water Intake di Sungai Cisadane

Gambar 17. Pipa Saluran ke Gambar 18. Ruang Pengatur


PT Aetra Air Tangerang Tegangan

Lampiran 3. Laboratorium Instalasi Pengolahan Air PT Aetra Air Tangerang

57
Gambar 19. Laboratorium Instalasi Pengolahan Air PT Aetra Air Tangerang

Lampiran 4. Alat dan Bahan Pengujian

58
Gambar 20. pH Meter Gambar 21. Reagent Uji Kadar Amonia

Gambar 22. Turbidimeter Gambar 23. Spektrofotometer

Gambar 24. TDS Meter Gambar 25. Reagent Uji Kadar Fe dan Mn

59
Gambar 26. Kuvet Gambar 27. Botol Sampling

60

Anda mungkin juga menyukai