ASMA ANAK
EDISI KE-2
CETAKAN KE-2
Penyunting:
Noenoeng Rahajoe
Cissy B Kartasasmita
Bambang Supriyatno
Darmawan Budi Setyanto
UKK RESPIROLOGI
PP IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
2016
Diterbitkan pertama kalioleh:
UKK Respirologi PP IDAI
Jakarta, 2004
Edisi keH2
Cetakan I, Oktober2015
Cetakan II, Januari 2016
Ilustrasi Sampul :
Dewi Andini Putri
Kontributor Pedoman Nasional Asma Anak
UKK Respirologi PP IDAI
1. Adi Utomo Suardi, Dr, MM, SpA(K) H 32. Khairiyadi Ismail, Dr, MKes, SpA H
Bandung Banjarmasin
2. Amalia Setyati, Dr, SpA(K) H Yogyakarta 33. Kiagus Yangtjik, Dr, SpA(K) H Palembang
3. Amiruddin Laompo, Dr, SpA H Makassar 34. Madeleine Ramdhani Jasin, SpA H Jakarta
4. Arief Wijaya Rosli, Dr, SpA H Surabaya 35. Magdalena Sidhartani Zain, Prof, Dr, MSc,
5. Audrey Wahani, Dr, SpA(K) H Manado SpA(K) H Semarang
6. Ayu Setyorini Mestika Mayangsari, Dr, MSc, 36. Makmuri MS, Dr, SpA(K) H Surabaya
SpA H Denpasar 37. Mardjanis Said, Prof, Dr, SpA(K) H Jakarta
7. Bakhtiar, DR, Dr, SpA H Banda Aceh 38. M Syarofil Anam, Dr, Msi Med, SpA –
8. Bambang Supriyatno, Prof, DR, Dr, SpA(K) Semarang
H Jakarta 39. Moeljono S Trastotenojo, Prof, Dr, SpA(K) H
9. Bob Wahyudin, DR, Dr, SpA(K) H Makassar Semarang
10. Cissy B Kartasasmita, Prof, Dr, MSc, PhD, 40. Muchammad Fahrul Udin, Dr, MKes, SpA H
SpA(K) H Bandung Malang
11. Darfioes Basir, Prof, Dr, SpA(K) H Padang 41. Muhammad Sidqi Anwar, Dr, SpA(K) H
12. Darmawan B Setyanto, Dr, SpA(K) H Jakarta Banda Aceh
13. Deddy Iskandar, Dr, SpA H Surabaya 42. Nastiti Kaswandani, Dr, SpA(K) H Jakarta
14. Diah Asri Wulandari, Dr, SpA(K) H Bandung 43. Nastiti N Rahajoe, Dr, SpA(K) H Jakarta
15. Dwi Wastoro Dadiyanto, Dr, SpA(K) H 44. Noenoeng Rahajoe, Dr, SpA(K) H Jakarta
Semarang 45. Noorleila B Affandi, Dr, SpA(K) H Jakarta
16. Dwikisworo Setyowireni, Dr, SpA(K) H 46. Nurjanah, Dr, SpA(K) H Banda Aceh
Yogyakarta 47. Oma Rosmayudi, Dr, SpA(K) H Bandung
17. Eddy Widodo, DR, Dr, SpA(K) H Jakarta 48. Putu Siadi Purniti, Dr, SpA(K) H Denpasar
18. Ery Olivianto, Dr, SpA H Malang 49. Retno Asih Setyoningrum, Dr, SpA(K) H
19. Fatimah Arifin, Dr, SpA(K) H Palembang Surabaya
20. Fauzi Mahfuzh, Dr, SpA H Jakarta 50. Retno Widyaningsih, Dr, SpA(K) H Jakarta
21. Fifi Sofiah, Dr, SpA H Palembang 51. Ridwan M Daulay, Dr, SpA(K) H Medan
22. Finny Fitry Yani, Dr, SpA(K) H Padang 52. Rifan Fauzie, Dr, SpA H Jakarta
23. Fith Dahlan, Dr, SpA H Makasar 53. Rina Triasih , Dr, SpA(K) H Yogyakarta
24. Gabriel Panggabean, Dr, SpA(K) H Medan 54. Rini Savitri Daulay, Dr, MKed(Ped), SpA H
25. Hadianto Ismangoen, Dr, SpA(K) H Medan
Yogyakarta 55. Riza Sahyuni, Dr, SpA, Mkes H Banjarmasin
26. Heda Melinda D Nataprawira, Prof, DR, Dr, 56. Roni Naning, Dr, MKes, SpA(K) H
MKes, SpA(K) H Bandung Yogyakarta
27. Helmi Lubis, Dr, SpA(K) H Medan 57. Sang Ayu K Indriyani, Dr, SpA, Mkes H
28. HMS Chandra Kusuma, Prof, DR, Dr, Mataram
SpA(K) H Malang 58. Sri Sudarwati, Dr, SpA(K) H Bandung
29. Ida Bagus Subanada, Dr, SpA(K) H Denpasar 59. Tjatur Kuat Sagoro, Dr, SpA H Jakarta
30. Imam Boediman, Dr, SpA(K) H Jakarta 60. Wahyuni Indawati, Dr, SpA(K) H Jakarta
31. Ismiranti Andarini, Dr, SpA H Surabaya 61. Wisman Dalimunthe, Dr, SpA(K) H Medan
Wassalammu'alaikum wr.wb.
Segala puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, oleh karena hanya
berkat karuniaNya maka Buku Pedoman Nasional Asma Anak 2015 (PNAA
2015) berhasil diterbitkan. Buku pedoman ini merupakan edisi kedua,
setelah penerbitan Buku PNAA edisi pertama pada tahun 2004. Kurun
waktu yang panjang tentunya telah membuat tata laksana asma pada anak
secaraglobalmengalamibanyakperubahan.
Selain penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan
pada anak, angka kejadian non3communicable disease termasuk asma
cenderung untuk terus meningkat. Sebagai salah satu penyakit kronik yang
paling banyak dijumpai pada anak, angka kematian akibat asma tidak
setinggi infeksi respiratori akut seperti pneumonia. Namun, asma yang
tidak mendapat tata laksana yang optimal akan menyebabkan
menurunnya kualitashidup anak dengan asma.
Buku PNAA 2015 ini akan membantu dokter dalam melakukan
penatalaksanaan anak asma berdasarkan buktiHbukti terkini yang sahih
dan menggunakan prinsip evidence3based practice. BuktiHbukti terkini
tidak langsung diimplementasikan di dalam pedoman namun dikaji
denganmenggunakananalisiskemampulaksanaannyadilapangan.
Selaku Ketua UKK Respirologi bersama dengan pengurus UKK,
kami mengucapkan terima kasih atas kerja keras seluruh kontributor dan
penyunting Buku PNAA 2015, yang upayanya telah dimulai sejak beberapa
tahun yang lalu pada periode kepengurusan UKK Respirologi sebelumnya.
Ucapan terima kasih juga kami haturkan kepada Ketua Umum PP IDAI atas
dukungannya, seluruh anggota UKK Respirologi PP IDAI, mitra dan semua
pihak yang membantu terbitnya buku ini. Dengan adanya Buku PNAA 2015
ini diharapkan agar pelayanan kesehatan terhadap anak asma di Indonesia
menjadi semakin baik. Amin.
Wassalaammu'alaikum wr.wb.
Halaman
LAMPIRAN 121
Daftar Bacaan
2.1. Prevalensasmaanak
Asma merupakan penyakit yang dapat menyerang semua
orang, baik anak maupun dewasa, dengan gejala utama wheezing.
Sejarah penyakit asma mengindikasikan bahwa asma merupakan
penyakit yang kebanyakan terjadi di negara yang telah berkembang
dengan pendapatan tinggi (high income countries), seperti Amerika.
Diperkirakan secara global, terdapat 334 juta orang penderita asma di
dunia. Global disease burden penyakit asma kebanyakan terdapat di
negara berkembang dengan pendapatan yang rendah. Angka ini
didapatkan dari analisis komprehensif mutakhir Global Burden of
Diseasestudy (GBD) yang dilakukan pada tahun 2008H2010.
Pada paruh kedua abad 20, prevalens asma di negara industri
meningkat bermakna, namun penyebab kenaikan prevalens ini tidak
jelas. Kini diketahui bahwa penyakit asma sering ditemukan baik di
negara dengan pendapatan tinggi maupun rendah, dan prevalens asma
ringan sedang dan asma berat meningkat lebih cepat di negara dengan
pendapatan rendah dan menengah. Diperkirakan prevalens asma di
berbagai negara dengan pendapatan rendah dan menengah terus
meningkat. Dalam tiga dekade terakhir telah banyak dilakukan
penelitian tentang prevalens asma anak di seluruh dunia. Belum
adanya definisi asma anak yang diterima secara universal dan belum
adanya baku emas yang obyektif dan mudah dilakukan pada anak
menyebabkan bervariasinya definisi asma dan metodologi yang
digunakan dalam penelitianHpenelitian untuk menentukan prevalens
asma. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam membandingkan dan
menganalisis perbedaan prevalens asma antar negara, serta dalam
menilai perubahan prevalens asma dari waktu ke waktu. Oleh karena
itu, prevalens asma anak di dunia tidak dapat ditentukan dengan pasti.
Sebagian besar penelitian mengumpulkan data asma anak
berdasarkan hasil wawancara dengan menggunakan kuesioner. Para
ahli epidemiologi biasanya menanyakan tentang ada tidaknya
“diagnosis asma oleh dokter” atau “gejala asma” (seperti wheezing)
Gambar 2.2. Perubahan prevalens gejala asma (antara fase I dan fase III) berdasarkan
prevalens gejala asma, untuk (a) umur 6H7 tahun dan (b) umur 13H14 tahun. (Diambil
dari Lancet.2006;368:733H43)
2.2. Mortalitas
Mortalitas penyakit asma meningkat dari tahun 1980 sampai
1995, dari 14,3 menjadi 20,6 per juta. Sedangkan antara tahun 2000
sampai 2004 menurun dari 16,1 menjadi 12,8 per juta. Angka ini bukan
hanya anak tetapi asma keseluruhan, kematian paling banyak pada
orang tua Š65tahun, dan dua per tiga diantaranya wanita.
Daftar Bacaan
3.1. Patogenesis
3.1.1. Mekanisme imunologis inflamasisaluran respiratori
Pada banyak kasus, terutama pada anak dan dewasa muda,
asma dihubungkan dengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgEH
dependent. Pada populasi diperkirakan faktor atopi memberikan
kontribusi pada 40% penderita asma anak dan dewasa.
Gambar 3.2. Inflamasi dan remodeling pada asma.(Diambil dari GINA 2002)
3.2. Patofisiologi
3.2.1. Obstruksisaluranrespiratori
Inflamasi saluran respiratori yang ditemukan pada pasien
asma diyakini merupakan hal yang mendasari gangguan fungsi.
Obstruksi saluran respiratori menyebabkan keterbatasan aliran udara
yang dapat kembali baik secara spontan maupun setelah pengobatan.
Perubahan fungsional yang terjadi dihubungkan dengan gejala khas
pada asma, yaitu batuk, sesak, wheezing, dan hiperreaktivitas saluran
respiratori terhadap berbagai rangsangan. Batuk sangat mungkin
disebabkan oleh stimulasi saraf sensoris pada saluran respiratori oleh
mediator inflamasi. Terutama pada anak, batuk berulang dapat
menjadi satuHsatunya gejala asma yang ditemukan. (Gambar 3.3)
3.2.2. Hiperreaktivitassaluranrespiratori
Penyempitan saluran respiratorisecaraberlebihan merupakan
patofisiologi yang secara klinis paling relevan pada penyakit asma.
Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap reaktivitas yang
berlebihan atau hiperreaktivitas ini belum diketahui. Akan tetapi,
kemungkinan berhubungan dengan perubahan otot polos saluran
respiratori (hiperplasi dan hipertrofi) yang terjadi secara sekunder, yang
menyebabkan perubahan kontraktilitas. Selain itu, inflamasi dinding
saluran respiratori terutama daerah peribronkial dapat memperberat
penyempitan saluran respiratori selama kontraksi otot polos.
Daftar Bacaan
4.1. Pengertian
Asma merupakan penyakit respiratori kronik yang heterogen
dengan dasar inflamasi kronik yang bervariasi luas dalam manifestasi
klinis, mekanisme inflamasi, patogenesis, dan perjalanan alamiah
dengan banyak sekali faktor yang berperan. Berbagai definisi asma
yang ada saat ini sifatnya deskriptif, menggambarkan gejala kinis dan
polanya, disertai patofisiologi dan patologi dengan derajat rincian yang
bervariasi. Perkembangan pemahaman tentang hal tersebut
menyebabkan definisi asma bersifat dinamis dan berubah dari waktu
ke waktu. Pedoman ini menggunakan definisi asma sebagai berikut:
Asma adalah
penyakit saluran respiratori dengan dasar inflamasi kronik yang
mengakibatkan obstruksi dan hiperreaktivitas saluran respiratori dengan
derajatbervariasi.
Manifestasi klinis asma dapat berupa batuk, wheezing, sesak napas, dada tertekan
yang timbul secara kronik dan atau berulang, reversibel, cenderung memberat pada
malam atau dini hari, dan biasanya timbul jika adapencetus
4.2. Diagnosis
Penegakan diagnosis asma pada anak mengikuti alur klasik
diagnosis medis yaitu melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis memegang peranan sangat
penting mengingat diagnosis asma pada anak sebagian besar
ditegakkansecarakinis.
4.2.1. Anamnesis
Keluhan wheezing dan atau batuk berulang merupakan
manifestasi klinis yang diterima luas sebagai titik awal diagnosis asma.
Gejala respiratori asma berupa kombinasi dari batuk, wheezing, sesak
napas, rasa dada tertekan, dan produksi sputum. Chronic recurrent
cough (batuk kronik berulang, BKB) dapat menjadi petunjuk awal
untuk membantu diagnosis asma. Gejala dengan karakteristik yang
khas diperlukan untuk menegakkan diagnosis asma. Karakteristik
yang mengarah keasma adalah:
4.2.2. Pemeriksaanfisis
Dalam keadaan stabil tanpa gejala, pada pemeriksaan fisis
pasien biasanya tidak ditemukan kelainan. Dalam keadaan sedang
bergejala batuk atau sesak, dapat terdengar wheezing, baik yang
terdengar langsung (audible wheeze) atau yang terdengar dengan
stetoskop. Selain itu, perlu dicari gejala alergi lain pada pasien seperti
dermatitis atopi atau rinitis alergi, dan dapat pula dijumpai tanda alergi
seperti allergic shiners atau geographictongue.
4.2.3. Pemeriksaanpenunjang
Pemeriksaan ini untuk menunjukkan variabilitas gangguan aliran
napas akibat obstruksi, hiperreaktivitas, dan inflamasi saluran
respiratori, atauadanyaatopipadapasien.
• Uji fungsi paru dengan spirometri sekaligus uji reversibilitas
dan untuk menilai variabilitas. Pada fasilitas terbatas dapat
dilakukan pemeriksaan dengan peakflowmeter.
Obstruksimekanis
• Laringomalasia, trakeomalasia
• Hipertrofitimus
• Pembesarankelenjargetahbening
• Aspirasi benda asing
• Vascularring, laryngeal web
• Disfungsi pita suara
• Malformasikongenitalsaluranrespiratori
Patologibronkus
• Displasiabronkopulmonal
• Bronkiektasis
• Diskinesia silia primer
• Fibrosiskistik
Kelainansistemorganlain
• PenyakitrefluksgastroHesofagus(GERD)
• Penyakitjantungbawaan
• Gangguanneuromuskular
• Batukpsikogen
Berdasarkanumur
• Asma bayi – baduta (bawah dua tahun)
• Asma balita (bawah lima tahun)
• Asma usia sekolah (5H11 tahun)
• Asma remaja (12H17 tahun)
Berdasarkanfenotip
Fenotip asma adalah pengelompokan asma berdasarkan
penampakan yang serupa dalam aspek klinis, patofisologis, atau
demografis.
• Asma tercetusinfeksivirus
• Asma tercetus aktivitas (exercise induced asthma)
• Asma tercetusalergen
• Asma terkaitobesitas
• Asma dengan banyak pencetus (multiple triggered asthma)
Berdasarkankeadaansaatini:
• Tanpa gejala
• Ada gejala
• Serangan ringanHsedang
• Seranganberat
• Ancaman gagal napas
Serangan asma adalah episode perburukan yang progresif akut
dari gejalaHgejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa dada tertekan,
atau berbagai kombinasi dari gejalaHgejala tersebut.
Keterangan:
1. Klasifikasi berdasarkan kekerapan gejala dibuat setelah dibuat
diagnosis kerja asma dan dilakukan tata laksana umum
(pengendalian lingkungan, penghindaran pencetus) selama 6
minggu.
2. Jika sudah yakin diagnosis asma dan klasifikasi sejak
kunjungan awal, tata laksana dapatdilakukan sesuaiklasifikasi.
3. Klasifikasi kekerapan ditujukan sebagai acuan awal penetapan
jenjang tata laksana jangka panjang.
4. Jika ada keraguan dalam menentukan klasifikasi kekerapan,
masukkan ke dalam klasifikasi lebih berat.
Daftar Bacaan
Tabel 5.2. Dosis berbagai preparat steroid inhalasi pada anak asma
c. Antileukotrien
Antileukotrien terdiri dari antagonis reseptor cysteinyl3
leukotrien 1 (CysLT1) seperti montelukast, pranlukast, dan zafirlukast,
serta inhibitor 5Hlipoxygenase seperti zileuton. Studi klinik
menunjukkan antileukotrien memiliki efek bronkodilatasi kecil dan
bervariasi, mengurangi gejala termasuk batuk, memperbaiki fungsi
paru, dan mengurangi inflamasi jalan napas dan mengurangi
eksaserbasi.
Antileukotrien dapat menurunkan gejala asma namun secara
umum tidak lebih unggul dibanding steroid inhalasi. Jika digunakan
sebagai obat pengendali tunggal, efeknya lebih rendah dibandingkan
dengan steroid inhalasi. Kombinasi steroid inhalasi dan antileukotrien
dapat menurunkan angka serangan asma dan menurunkan kebutuhan
dosis steroid inhalasi. Antileukotrien dapat mencegah terjadinya
serangan asma akibat berolahraga (exercise induced asthma, EIA) dan
d. Teofilin lepaslambat
Sebagai obat pengendali asma teofilin lepas lambat dapat
diberikan sebagai preparat tunggal atau diberikan sebagai kombinasi
dengan steroid inhalasi pada anak usia di atas 5 tahun. Kombinasi
steroid inhalasi dan teofilin lepas lambat akan memperbaiki kendali
asma dan dapat menurunkan dosis steroid inhalasi pada anak dengan
asma persisten. Preparat teofilin lepas lambat lebih dianjurkan untuk
pengendalian asma karena kemampuan absorbsi dan bioavaibilitas
yang lebih baik. Eliminasi teofilin lepas lambat bervariasi antar
individu sehingga pada penggunaan jangka lama kadar teofilin dalam
plasma perlu dimonitor. Efek samping teofilin lepas lambat bisa berupa
mual, muntah, anoreksia, sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritmia,
nyeri perut, dan diare. Efek samping teofilin lepas lambat terutama
timbul pada pemberian dosis tinggi, di atas 10mg/kgBB/hari.
e. Anti-imunoglobulin E (Anti-IgE)
AntiHIgE (omalizumab) adalah antibodi monoklonal yang
mampu mengurangi kadar IgE bebas dalam serum. Pada orang dewasa
dan anak di atas usia 5 tahun, omalizumab dapat diberikan pada pasien
asma yang telah mendapat steroid inhalasi dosis tinggi dan agonis β2
kerja panjang namun masih sering mengalami eksaserbasi dan
terbukti asma karena alergi. Omalizumab diberikan secara injeksi
subkutan setiap dua sampai empat minggu. Reaksi anafilaksis dapat
terjadi dini ketika pemberian dosis pertama, tapi juga dapat terjadi
setelah pemberian selama satu tahun. Karena adanya risiko anafilaksis,
omalizumabseharusnyadibawahpengawasandokterspesialis.
5.4. Penentuanderajatkendali
Setiap pasien asma harus ditentukan derajat kendali asma
untuk memulai pengobatan jangka panjang. Sebelum memutuskan
untuk turun jenjang atau naik jenjang dalam tata laksana jangka
panjang asma, dokter harus menilai kepatuhan pasien terhadap
pengobatan, teknik inhalasi, dosis obat inhalasi, dan mengendalikan
faktor pencetus asma. Untuk menentukan derajat kendali asma dapat
menggunakan penilaian seperti pada Tabel 4.3.1.
,
B. Penilaian risiko perjalanan asma (risiko eksaserbasi, ketidakstabilan penurunan
fungsi paru, efek samping)
Asma yang tidak terkendali, sering eksaserbasi, pernah masuk ICU karena asma, FEV yang
1
rendah, paparan terhadap asap rokok, mendapat pengobatan dosis tinggi
Gambar 5.1. Jenjang dalam tata laksana asma jangka panjang pada anak usia >5 tahun
Keterangan :
1. Acuan awal penetapan jenjang tata laksana jangka panjang
menggunakanklasifikasikekerapan.
2. Bila suatu jenjang dalam tata laksana sudah berlangsung selama 6H
8 minggu dan asma belum terkendali, maka tata laksana naik
jenjang ke atasnya (step up).
Jenjang 1
Pasien pada kondisi terkendali penuh dengan atau tanpa obat
pengendali, hanya mengalami gejala ringan Š2 kali/minggu dan di
antara serangan pasien tidak mengalami gangguan tidur maupun
aktivitas sehari hari. Pada saat ini pasien hanya mendapatkan obat
pereda berupa inhalasi agonis β2 kerja pendek apabila mengalami
serangan asma. Sebagai alternatif bisa diberikan obat inhalasi agonis
β2 kerja pendek kombinasi dengan ipratropium bromida, agonis β2
kerja pendek oral, atau teofilin kerja pendek oral. Pengendalian asma
dihubungkan dengan tingkat pemakaian obat pereda asma. Bila
pemakaian obat pereda asma melebihi dua kanister setiap bulannya,
menandakan anak memerlukan obat pengendali asma. Pada tata
laksana jangka panjang jenjang 1, 2, 3, dan 4 pemilihan obat dinilai
berdasarkan pengurangan gejala asma, perbaikan fungsi paru, dan
penurunan frekuensi eksaserbasi asma. Pada pasien yang memiliki
faktor risiko dapat dipertimbangkan pemberian steroid inhalasi dosis
rendah.
Jenjang 3
Pilihan utama pada jenjang 3 untuk anak berusia diatas 5 tahun
ialah kombinasi steroid dosis rendahHagonis β2 kerja panjang. Pilihan
lainnya ialah dengan menaikkan dosis steroid inhalasi pada dosis
menengah. Pemberian melalui inhalasi dosis terukur dengan spacer
akan memperbaiki deposisi obat di paru, mengurangi impaksi obat di
orofaring dan mengurangi efek sistemik. Selain itu dapat diberikan
kombinasi steroid inhalasi dosis rendahHantileukotrien atau kombinasi
steroid inhalasi dosis rendahHteofilin lepas lambat.
Jenjang 4
Pasien asma yang tidak berhasil dikendalikan pada jenjang 3
sebaiknya dirujuk kepada dokter spesialis respirologi anak untuk
pemeriksaan lebih lanjut. Pada saat ini pasien asma dikategorikan
sebagai asma sulit (difficult–to3treat asthma). Pilihan pertama pada
jenjang 4 ialah kombinasi steroid inhalasi dosis menengahHagonis β2
kerja panjang. Menaikkan dosis steroid inhalasi dari dosis sedang ke
dosis tinggi hanya memberikan sedikit perbaikan. Keputusan ini dapat
dilaksanakan setelah pemberian steroid inhalasi dosis sedangHagonis
β2 kerja panjang diberikan selama 6H8 minggu. Pilihan lain pada
jenjang 4 ialah kombinasi steroid inhalasi dosis tinggiHantileukotrin
atau kombinasi steroid inhalasi dosis tinggiHteofilin lepas lambat.
Pada jenjang ini dapat dipertimbangkan penambahan antiH
imunoglobulin E (omalizumab) yang dapat memperbaiki
pengendalian asma yang disebabkankarenaalergi.
Daftar Bacaan
1. The Global Initiative for Asthma (GINA). Global strategy for asthma
m an ag em en t and preve n ti on 2014 . Diunduh dari:
www.ginasthma.org.
2. FitzFerald M. Global strategy for asthma management and
preventionupdate; 2012.
3. Barry PW, Fouroux B, Pederson S, O'Callaghan C. Nebulizers in
childhood. Eur Respir Rev. 2000;10:527H 35.
4. Zar HJ, Asmus MJ, Weinberg EG. A 500Hml plastic bottle: An effective
spacer for children with asthma. Pediatr Aleergy Immunol.
2002;13:217H22.
5. Zar HJ, Streun S, Levin M, Weinberg EG, and Swingler GH.
Randomised controlled trial of the efficacy of a metered dose
inhaler with bottle spacer for bronchodilator treatment in acute
lower airway obstruction. Arch Dis Child. 2007;92:142H6.
6.1. Definisi
Serangan asma adalah episode peningkatan yang progresif
(perburukan) dari gejala-gejala batuk, sesak napas, wheezing, rasa
dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejalaHgejala tersebut.
Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tata laksana asma
jangka panjang, atau adanya pajanan dengan pencetus. Derajat
serangan asma bermacamHmacam, mulai dari serangan ringan sedang
hingga serangan yang disertai ancaman henti napas.
6.3. Patofisiologiseranganasma
Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi
saluran respiratori secara luas, yang disebabkan oleh kombinasi dari
spasme otot polos bronkus, edema mukosa karena inflamasi saluran
respiratori, dan sumbatan mukus. Sumbatan tidak terjadi secara
merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental
dapat terjadi. Perubahan tahanan saluran respiratori yang tidak
merata di seluruh jaringan bronkus menyebabkan tidak padu
padannya ventilasi dengan perfusi (ventilation3perfusion mismatch).
6.4. Penilaianderajatseranganasma
Selain berdasarkan kekerapan serangan dan obat yang
digunakan sehariHhari, klasifikasi asma juga dapat dinilai berdasarkan
derajat keparahan serangan, yang terbagi menjadi serangan ringan
sedang, serangan berat, dan serangan asma dengan ancaman henti
napas. Jadi perlu dibedakan antara derajat penyakit asma (aspek
kronik) dengan derajat serangan asma (aspek akut). Seorang pasien
asma persisten dapat hanya mengalami serangan asma ringan sedang.
Sebaliknya, mungkin saja seorang pasien asma intermiten mengalami
serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang
dapat menyebabkan kematian. Kriteria untuk menentukan derajat
keparahan serangan asma pada anak dapat ditentukan bila memenuhi
gejala yang tercantum pada tabel berikut ini.
Kotak 6.2. Kondisi Keadaan pasien yang harus segera dibawa ke fasyankes
Pasienharussegeradibawakefasyankesterdekatjika:
Pasien memunyai satu atau lebih faktor risiko seperti pada poin Kotak
6.1 di atas
Pasien tibaHtiba dalam kondisi keadaan distres respirasi (sesak berat)
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan informasi berikut:
• Waktu mulainya dan pemicu serangan saat ini (jika diketahui)
• GejalaHgejala untuk menilai keparahan serangan, termasuk
ketebatasan aktifitas fisis, adanyagejala anafilaksis
• FaktorHfaktor yang meningkatkan risiko kematian (Kotak 6.1)
• Pengobatan yang telah diberikan untuk serangan saat ini
Pengobatan yang dipakai saat ini (obat pereda dan pengendali),
termasuk dosis dan alat inhalasi yang dipakai, ketaatan,
peningkatan dosis dan respons terhadap pengobatan yang
dipakai saat ini.
Pemeriksaanpenunjang
Jika tersedia, periksa saturasi oksiden dengan pulse oximetry.
Saturasi oksigen <92% merupakan tanda serangan berat yang
memerlukantindakanyangagresif.
Tindak lanjut
• Bila pasien memenuhi kriteria untuk dipulangkan, obat yang
dibawakan pulang adalah agonis β2kerja pendek (bila tersedia
sangat dianjurkan pemberian inhalasi daripada pemberian
preparat oral) dan steroid oral. Pemberian steroid oral bisa
dilanjutkan sampai 3H5 hari lalu dapat dihentikan langsung tanpa
tappering3off.
• Jika pasien dengan asma persisten, berikan obat pengendali.
Apabila pasien sebelumnya sudah diberi obat pengendali, lalu
evaluasi dan sesuaikan ulang dosisnya. Informasi lebih lengkap
lihat di tata laksana jangka panjang (lihat Bab V).
• Jika obat diberikan dalam bentuk inhaler, sebelum pasien
dipulangkan, pastikan teknik pemakaian inhaler sudah tepat.
• Kontrol ulang ke fasyankes 3H5 hari kemudian.
Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan informasi berikut:
• Waktu mulainya dan pemicu serangan saat ini (jika diketahui)
• GejalaHgejala untuk menilai keparahan serangan, termasuk
ketebatasan aktifitas fisis, adanyagejala anafilaksis
• FaktorHfaktor yang meningkatkan risiko kematian (Kotak 6.1)
• Pengobatan yang telah diberikan untuk serangan saat ini
• Pengobatan yang dipakai saat ini (obat pereda dan pengendali),
termasuk dosis dan alat inhalasi yang dipakai, ketaatan,
peningkatan dosis dan respons terhadap pengobatan yang
dipakai saat ini
Pemeriksaanpenunjang
• Saturasioksigen
Pemeriksaan saturasi oksigen dilakukan dengan menggunakan
pulse oximetry sebelum diberikan terapi oksigen atau 5 menit
setelah terapi oksigen dihentikan. Pasien dengan serangan
asma harus dimonitor ketat saturasi oksigennya, terutama
pada anak yang tidak dapat dilakukan pemeriksaan PEF.
Saturasi oksigen normal pada anak adalah >95%. Saturasi
oksigen <92% merupakan prediktor diperlukannya rawat
inap, sedangkan saturasi oksigen <90% merupakan tanda
segeradiperlukannyaterapiyangagresif.
• Spirometri
Pemeriksaan uji fungsi paru merupakan salah satu
pemeriksaan yang direkomendasikan pada serangan asma,
sayangnya belum semua RS di Indonesia memunyai alat
spirometri untuk anak, dan jika tersedia, pemeriksaan ini
belum rutin dikerjakan. Jika alat tersedia dan kondisi pasien
memungkinkan, PEF atau FEV1 dinilai sebelum diberikan
terapi. Selanjutnya spirometri dilakukan satu jam setelah
pemberian terapi awal dan diperiksa berkala sampai respons
terhadapterapikomplit.
• Rontgentoraks
Pemeriksaan rontgen toraks tidak rutin dilakukan pada pasien
dengan serangan asma. Pemeriksaan ini dipertimbangkan
pada serangan berat atau jika dicurigai terjadi komplikasi
(misalnya pneumotoraks) atau ada kondisi lain (misalnya
pneumonia atau inhalasi benda asing) yang menyertai
dan/atau ada ancaman henti napas yang tidak membaik
dengan terapi. Kecurigaan ini perlu diperhatikan pada anak
yang disertai demam, tidak ada riwayat keluarga dengan asma,
dan wheezing unilateral.
6.7.4. Steroidsistemik
Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan
serangan dan mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan untuk
diberikan pada semua jenis serangan. Jika memungkinkan, steroid oral
diberikan dalam 1 jam pertama.
6.7.5. Adrenalin
Apabila tidak tersedia obatHobatan lain, dapat digunakan
adrenalin. Epinefrin (adrenalin) intamuskular diberikan sebagai terapi
tambahan pada asma yang berhubungan dengan anafilaksis dan
angioedema dengan dosis 10 ug/kgBB (0,01 ml/kgBB adrenalin
1:1.000), dengan dosis maksimal 500 ug (0.5 ml). Obat ini tidak
diindikasikan untuk serangan asma lainnya. Namun demikian, di
fasyankes yang tidak tersedia alat inhalasi, dapat diberikan injeksi
adrenalin untuk serangan asma.
6.7.7. Steroidinhalasi
Steroid nebulisasi dengan dosis tinggi (1600H2400 ug
budesonide) dapat digunakan untuk serangan asma, namun perlu
diperhatikan untuk memberi dalam dosis tinggi karena steroid
nebulisasi dosis rendah tidak bermanfaat untuk mengatasi serangan
asma. Harap diperhatikan pula bahwa penggunaan steroid inhalasi
dosis tinggi ini terbatas pada pasienHpasien yang memiliki
kontraindikasiterhadapsteroidsistemik.
6.7.8. Mukolitik
Mukolitik pada serangan asma ringan sedang dapatdiberikan,
tetapi harus berhatiHhati pada anak dengan refleks batuk yang tidak
optimal. HatiHhati pemberian mukolitik pada bayi dan anak di bawah
usia 2 tahun. Pemberian mukolitik secara inhalasi tidak memunyai efek
yang signifikan dan tidak boleh diberikan pada serangan asma berat.
6.7.9. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada asma tidak dianjurkan karena
sebagian besar pencetusnya bukan infeksi bakteri melainkan infeksi
virus. Pada keadaan tertentu antibiotik dapat diberikan, yaitu pada
infeksi respiratori yang dicurigai karena bakteri atau dugaan adanya
sinusitis yang menyertai asma. Pada serangan yang berat perlu
6.7.11. Antihistamin
Antihistamin jangan diberikan pada serangan asma karena
tidak memunyai efek yang bermakna, bahkan dapat memperburuk
keadaan.
Daftar Bacaan
7.4. Penghindaranpencetus
Penghindaran pencetus asma merupakan bagian dari tata
laksana nonHmedikamentosa pada asma anak selain tata laksana KIE,
baik pada pasien maupun keluarganya. Serangan asma bisa terjadi
akibat dua faktor, yaitu kegagalan dalam farmakoterapi jangka panjang
dan kegagalan menghindari faktor pencetus, ketika faktor pencetus ini
bisa menyebabkan keadaan yang tidak ada gejala menjadi bergejala
atau yang gejalanyaringan menjadiberat.
Telah diketahui banyak faktor risiko terhadap kejadian asma
pada anak, tetapi ada dua faktor besar yang dipercaya sangat berperan
pada kejadian asma, yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor