Anda di halaman 1dari 10

Nama : Chaerul imam

Npm : 037115228

Kelas :6H

VALIDITAS, RELIABILITAS, TINGKAT KESUKARAN, DAN DAYA PEMBEDA

I. VALIDITAS
A. PENGERTIAN VALIDITAS
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana
ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurannya
(Azwar 1986). Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat ukur
penelitian terhadap isi sebenarnya yang diukur. Uji validiyas ini digunakan untu
mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuisioner. Suatu kuisioner dikatakan valid
jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut.
Menggunakan alat ukur yang dimaksudkan untuk mengukur suatu aspek
tertentu akan tetapi tidak dapat memberikan hasil ukur yang cermat dan teliti akan
menimbulkan kesalahan atau error. Alat ukur yang valid akan memiliki tingkat
kesalahan yang kecil sehingga angka yang dihasilkannya dapat dipercaya sebagai
angka yang sebenarnya atau angka yang mendekati keadaan sebenarnya.
Dalam pengujian validitas terhadap kuesioner, dapat dibedakan menjadi 2
yaitu:
 Validitas faktor : Validitas faktor diukur bila item yang disusun
menggunakan lebih dari 1 faktor (antara faktor 1 dengan yang lain
ada kesamaan). Pengukuran validitas faktor ini dengan cara
mengkorelasikan antara skor faktpr (penjumlahan item dalam 1
faktor) dengan skor total faktor (total keseluruhan faktor).
 Validitas item: Validitas item ditunjukkan dengan adanya korelasi
atau dukungan tehadap item total (skor total), perhitungan dilakukan
dengan cara mengkorelasikan antara skor item dengan skor total
otem. Bila menggunakan lebih dari 1 faktor berarti pengujian
validitas item dengan skor faktor, kemudian dilanjutkan
mengkorelasikan antara skor item dengan skor total faktor
(penjumlahan dari beberapa faktor).

B. JENIS-JENIS VALIDASI
Menurut Sudjiono (2009) terdapat bebagai jenis validitas, antara lain :
 Pengujian Validitas Tes Secara Rasional
Validitas yang diperoleh atas dasar hasil pemikiran, validitas yang diperoleh
dengan berfikir logis, pengujian validitas ini terbagi menjadi 2 yaitu
validitas isi dan validitas konstruk, dimana validitas isi adalah validasi yang
diperoleh setelah dilakukan penganalisisan, penelusuran, atau pengujian
terhadap isi yang terkandung dalam tes hasil belajar tersebut sedangkan
validasi konstruk dapat diartikan sebagai validitas yang dilihat dari segi
susunan, kerangka, atau rekaannya.
 Pengujian Validitas Tes Secara Empi
Ketepatan mengukur yang didasarkan pada hasil analisis yang bersifat
empirik (bersumber atas dasar pengamatan di lapangan), pengujian validitas
ini juga terbagi menjadi 2 yaitu validasi ramalan dan validasi perbandingan.
Validasi ramalan itu sendiri adalah suatu kondisi yang menunjukkan
seberapa jauhkah sebuah tes telah dapat dengan secara tepat menunjukkan
kemampuannya untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa yang
akan datang, sedangkan validasi perbandingan dapat diartikan sebagai alat
ukur yang dapat dikatakan telah memiliki validitas bandingan.

C. RUMUS VALIDITAS
Rumus Korelasi Product Moment dikemukakan oleh Pearson:

Ket :

𝑟𝑖𝑌 : koefisien validitas n : banyaknya subjek

i : skor item y : skor total

x : nilai pembanding

Dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Rumus Korelasi Product Moment Dengan Simpangan

2. Rumus Korelasi Product Moment Dengan Simpangan

II. RELIABILITAS
A. PENGERTIAN REABILITAS
Reliabilitas berasal dari kata reability. (Ghazali 2009) menyatakan bahwa
reabilitas adalah alat untuk mengukur suatu kuesioner yang merupakan indicator
dari peubah atau konstruk. Suatu kuesioner dikatakan reliable atau handal jika
jawaban seseorang tehadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke
waktu. Reabilitas merupakan suatu tes yang merujuk pada derajat stabilitas,
konsistensi, daya prediksi, dan akurasi.
Pengukuran yang memiliki reabilitas yang tinggi adalah pengukuran yang
dapat menghasilkan data yang reliable. Reabilitas sering diartikan dengan
keterandalan dan juga keajegan maupun kestabilan yang merupakan sifat yang ada
pada data atau skor yang dihasikan oleh instrument, namun untuk memudahkan
reabilitas dapat juga dikatakan sebagai sifat dari instrument dimana bisa dinyatakan
dalam bentuk angka 0-1.
B. KARAKTERISTIK REABILITAS
Sebuah tes dianggap memiliki reabilitas yang baik apabila memiliki karakteristik
sebagai berikut :
 Reabilitas merupakan milik dari 1 set nilai bukan milik tes itu sendiri
 Suatu tes dikatakan realiabel jika 2 buah tes dilakukan pada jarak waktu yang
berbeda dan emnunjukkan skor yang tidak jauh berbeda
 Reabilitas dapat dinyatakan untuk 2 atau lebih pengukuran independen yang
diperoleh dari tes yang sama untuk setiap anggota kelompok
C. PENGUJIAN REABILITAS
1. Metode tes ulang (tes re-tes estimate reliability) : Digunakan untuk mengetahui
sejauh mana suatu pengukuran dapat diandalkan.
2. Metode bentuk parallel (equivalent) : Dua buah tes yang mempunyai kesamaan
tujuan, tingkat kesukaran dan susunan tetapi butir-butir soalnya berbeda.
3. Metode gabungan (parallel form and alternative form reability estimate) :
Mencobakan 2 instrument yang ekuivalen itu beberapa kali, ke responden yang
sama.

D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REABILITAS


1. Jumlah butir soal
Banyaknya soal pada instrument ikut mempengaruhi derajat reabilitas,
sebagaimana dinyatakan dalam rumus Spearman, Brown. Hubungan antara
jumlah butir dengan reabilitas dapat dilihat pada keadaan yang menunjukkan
bahwa semakin tinggi tingkat reabilitas instrument, maka semakin sedikit
peningkatan yang terjadi akibat pelipatgandaan butir soal.
2. Homogenitas soal
Soal yang memiliki homogenitas tinggi cenderung mengarah kepada tingginya
tingkat reabilitas. Dua buah tes yang sama jumlah butir soalnya akan berbeda
di dalam isinya.
3. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tes
Semakin tebatasnya waktu dalam pengerjaan tes, maka akan mendorong tes
untuk cenderung memiliki reabilitas yang tinggi.
4. Keseragaman kondisi pada saat tes diberikan
Kondisi pelaksanaan tes semakin seragam akan memunculkan reabilitas yang
makin tinggi.
5. Kecocokan tingkat kesukaran terhadap peserta tes
Bahwa soal-soal dengan tingkat kesukaran sedang, cenderung lebih reliable
dibandingkan dengan soal-soal yang sangat mudah.
6. Heterogenitas kelompok
Bahwa semakin heterogen suatu kelompok dalam pengerjaan tes, maka tes
tersebut semakin cenderung untuk menunjukkan tingkat reabilitas yang tinggi
pula.
7. Variabilitas skor
Instrument yang menghasilkan rentangan skor yang lebih luas atau lebih tinggi
variabilitasnya, akan memiliki tingkat reabilitas yang lebih tinggi pula ataupun
sebaliknya.
8. Motivasi individu
Masing-masing individu dalam mengerjakan suatu instrument akan
mempengaruhi tingkat reabilitas tersebut secara sungguh-sungguh sehingga
jawaban yang diberikan tidak akan mencerminkan kenyataan yang sebenarnya.
E. RUMUS REABILITAS
1. Rumus Spwarman-Brown

Ket :
𝑟𝑖 : reabilitas instrument 𝑟𝑏 : indeks korelasi antara 2 belahan
instrument
N : banyaknya responden
X : belahan pertama

2. Rumus Flanagan

Ket :
𝑟𝑖 : reabilitas instrument
𝑉1 : varian belahan pertama (varian skor butir-butir ganjil)
𝑉2 : varian belahan kedua (varian skor butirbutir genap)
𝑉𝑡 : varian skor total

3. Rumus Rulon
Ket :
𝑟𝑖 : reabilitas instrument
𝑉𝑡 : varian skor total
𝑉𝑑 : varian(varians difference)
d : skor pada belahan awal dikurangi skor pada belahan akhir
4. Rumus KR 20

𝑟𝑖 : reabilitas instrument
k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
𝑝𝑖 : proporsi subjek yang menjawab betul pada suatu butir
(proporsi subjek yang mendapat skor 1)
5. Rumus KR 21

Ket :
𝑟𝑖 : reabilitas instrument
k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
p : skor rata-rata

6. Rumus Cronbanch Alpha

Ket :
𝑟𝑖 : reabilitas instrument
k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

III. TINGKAT KESUKARAN


A. PENGERTIAN TINGKAT KESUKARAN
Tingkat Kesukaran adalah pernyataan tentang seberapa mudah atau seberapa sukar
sebuah butir tes itu bagi siswa yang terkait. Tingkat kesukaran merupakan salah satu
ciri tes yang perlu diperhatikan. Butir tes harus diketahui tingkat kesukarannya, karena
setiap pembuat tesperlu mengetahui apakah soal itu sukar, sedang atau mudah. Dan
tingkat kesukaran itu daoat dilihat dari jawaban siswa.
B. KRITERIA INDEKS KESUKARAN
1. Soal dengan P 0 - 0,30 adalah soal kategori sukar
2. Soal dengan P 0,31 – 0,70 adalah soal kategori sedang
3. Soal dengan P 0,71 – 1,00 adalah soal kategori mudah

Kriteria yang digunakan semakin kecil maka indeks yang diperoleh akan semakin
sulit soal tersebut. Dan sebaliknya jika semakin besar indeks maka yang diperoleh akan
semakin mudah soal tersebut.

C. RUMUS TINGKAT KESUKARAN


𝑩
I=𝑵

Ket :
I : indeks kesulitan untuk setiap butir soal
B : jumlah skor siswa yang menjawab dengan benar
N : jumlah siswa

IV. DAYA PEMBEDA


A. PENGERTIAN DAYA PEMBEDA
Daya pembeda adalah analisis yang mengungkapkan seberapa besar butir tes
dapat membedakan antara siswa yang mampu dengan siswa yang kurang mampu
dalam memahami butir soal. Karena itu butir soal harus diketahui daya bedanya.

B. SKALA INDEKS DAYA PEMBEDA


1. -100 (daya pembeda negative) : Yang berarti butir soal terbalik, dimana siswa yang
kurang mampu dapat menjawab butir soal dengan baik, dan siswa yang mampu
malah tidak ada seorang pun yang mampu untuk menjawab.
2. 0,00 (daa pembeda rendah) : Yang berarti butir soal tidak dapat membedakan siswa
yang mampu menjawab dengan siswa yang kurang mampu menjawab.
3. 1,00 (daya pembeda tinggi) : Yang berarti butir soal secara sempuna dapat
membedakan siswa berdasarkan kemampuannya.
C. RUMUS DAYA PEMBEDA

Ket :
DP : indeks daya pembeda
𝐵𝐴 : banyaknya siswa (yang mampu) dalam menjawab soal dengan benar
𝐵𝐵 : banyaknya siswa (yang kurang mampu) dalam menjawab soal dengan benar
𝐽𝐴 : banyaknya siswa (yang mampu) menjawab soal
𝐽𝐵 : banyaknya siswa (yang kurang mampu) menjawab soal

D. MANFAAT DAYA PEMBEDA


1. Untuk meningkatkan mutu setiap butir soal melalui data empiriknya
2. Untuk mengetahui seberapa jauh setiap butir soal dapat mendeteksi atau
membedakan kemampuan siswa
E. KEBERHASILAN DAYA PEMBEDA
1. Apabila soal tersebut diberikan kepada anak yang mampu dan hasilnya
menunjukkan prestasi yang tinggi, dan bila diberikan kepada siswa yang kurang
mampu hasilnya rendah ataupun sebaliknya, maka tes tersebut tidak memiliki daya
pembeda.
2. Karena tes yang tidak memiliki daya pembeda, tidak akan menghasilkan gambaran
yang sesuai dengan kemampuan siswa sebenarnya.

Anda mungkin juga menyukai