Anda di halaman 1dari 43

Proposal Penelitian

UJI KESESUAIAN ANTARA ELECSYS IMMUNOASSAY


ALAT COBAS e 411
DENGAN METODE LC/MS/MS & ALAT ARCHITECT ci 8200
UNTUK PEMERIKSAAN EVEROLIMUS DAN SIKLOSPORIN
DI LABORATORIUM PUSAT
PATOLOGI KLINIK
RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO

dr. Dayu Satriani


1806263243

Pembimbing
dr. Nuri Dyah Indrasari, SpPK(K)

Departemen Patologi Klinik


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingkat keberhasilan transplantasi organ antara lain ditentukan dengan reaksi


penolakan tubuh terhadap organ transplan yang seminimal mungkin. Pasien transplan
memerlukan terapi imunosupresan yang kompleks untuk mencegah reaksi penolakan akut
dan mempertahankan graft berfungsi optimal. Beberapa obat imunosupresan yang
beredar di Indonesia memiliki mekanisme kerja obat yang secara umum adalah
mendepresi sistem imun pasien melalui berbagai cara, antara lain dengan mengganggu
berbagai tahapan aktivasi sistem imun, menginhibisi sintesis RNA dan DNA,
menghambat fungsi dan proliferasi sel imun, menghambat aktivasi sel T, dan penurunan
jumlah produksi beberapa sitokin. Obat-obat tersebut antara lain yaitu golongan
kortikosteroid, azatioprin, mikofenolate mofetil, siklosporin, takrolimus, sirolimus,
monoklonal antibodi anti-CD3, antagonis reseptor IL-2, dan sebagainya.
Everolimus merupakan obat imunosupresan yang penggunaannya relatif baru untuk
mencegah penolakan setelah transplantasi organ juga digunakan sebagai terapi anti
kanker. Everolimus merupakan turunan dari sirolimus dengan mekanisme kerja
menghambat jalur transduksi sinyal intrasel pada mammalian target of rapamycin
(mTOR) dengan cara menghambat proliferasi dan pertumbuhan sel, menghambat
kelangsungan hidup dan metabolisme limfosit serta sel non-imunogenik lainnya.2
Siklosporin merupakan obat imunosupresan dari generasi yang lebih awal, dikenal
sering digunakan pada pasien psoriasis, dermatitis atopik lanjut, rheumatoid arthritis dan
pasien sindroma nefrotik. Siklosporin merupakan inhibitor dari calcineurin dengan cara
berikatan dengan calcineurin, mencegah defosforilasi protein regulator dan menurunkan

transkripsi IL-2, IL-4, INF-γ dan TNF-α.


Pemberian obat imunosupresan memiliki berbagai efek samping, rentang terapeutik
yang sempit, dan variabilitas antar pasien serta interaksi obat yang signifikan, sehingga
pemeriksaan kadar obat imunosupresan dalam darah pasien yang menjalani tindakan
transplantasi organ sangatlah penting untuk mencegah efek samping obat dan memodulasi

2
respon imun dari pasien untuk meningkatkan keberhasilan jangka panjang tindakan
transplantasi tersebut.2-3,7
Elecsys everolimus assay dapat digunakan untuk menentukan kadar everolimus dalam
darah pasien secara immunoassay kuantitatif in vitro dengan prinsip
electrochemiluminescence immunoassay menggunakan reagen Elecsys dan Alat Cobas e
immunoassay analyzer (Cobas e 411). 11,18-19
Alat ARCHITECT ci 8200 merupakan alat pemeriksaan kadar obat siklosporin dalam
darah yang digunakan pada laboratorium pusat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM). Saat ini belum didapat informasi mengenai kesesuaian hasil pemeriksaan kadar
obat siklosporin dengan Elecsys cyclosporine assay menggunakan alat Cobas e 411
dengan alat ARCHITECT yang dipakai di RSCM. Terkait hal tersebut, penelitian ini
bertujuan menguji kesesuaian hasil pengukuran kadar obat everolimus dalam darah
menggunakan Elecsys everolimus assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap metode
LC-MS/MS sebagai baku emas serta kesesuaian hasil pengukuran kadar obat siklosporin
dalam darah dengan Elecsys cyclosporine assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap
alat ARCHITECT ci 8200 .11,18-19

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah kesesuaian hasil pengukuran kadar obat everolimus dalam darah


dengan Elecsys everolimus assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap metode LC-
MS/MS sebagai baku emas dan kesesuaian hasil pengukuran kadar obat siklosporin dalam
darah dengan Elecsys cyclosporine assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap alat
ARCHITECT ci 8200 di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

 Mendapatkan gambaran kinerja dari kit Elecsys everolimus assay menggunakan


alat Cobas e 411 untuk pemeriksaan kadar obat everolimus dalam darah pasien di
Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.

3
 Mendapatkan gambaran kinerja dari kit Elecsys cyclosporine assay menggunakan
alat Cobas e 411 untuk pemeriksaan kadar obat siklosporin dalam darah pasien di
Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.

1.3.2 Tujuan Khusus

 Mendapatkan data hasil pemeriksaan kadar obat everolimus dalam darah pasien di
Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.
 Mendapatkan data hasil pemeriksaan kadar obat siklosporin dalam darah pasien di
Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.
 Mengetahui kesesuaian hasil pengukuran kadar obat everolimus dalam darah
menggunakan Elecsys everolimus assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap
metode LC-MS/MS sebagai baku emas di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.
 Mengetahui kesesuaian hasil pengukuran kadar obat siklosporin dalam darah
dengan Elecsys cyclosporine assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap alat
ARCHITECT ci 8200
 Mengetahui perbedaan hasil pengukuran kadar obat everolimus dalam darah
menggunakan Elecsys everolimus assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap
metode LC-MS/MS sebagai baku emas di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.
 Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan hasil pengukuran kadar obat siklosporin
dalam darah dengan Elecsys cyclosporine assay menggunakan alat Cobas e 411
terhadap alat ARCHITECT ci 8200

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Klinik

Apabila diketahui kesesuaian hasil pengukuran kadar obat everolimus dalam darah
menggunakan Elecsys everolimus assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap metode
LC-MS/MS sebagai baku emasnya, maka Elecsys everolimus assay dengan alat Cobas e
411 dapat direkomendasikan untuk pemeriksaan kadar obat everolimus dalam darah
pasien di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.

4
Apabila diketahui kesesuaian hasil pengukuran kadar obat siklosporin dalam darah
dengan Elecsys cyclosporine assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap alat
ARCHITECT ci 8200, alat Cobas e 411 dapat direkomendasikan sebagai dasar
pertimbangan pilihan alternatif alat untuk pemeriksaan kadar obat siklosporin dalam
darah pasien di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo.

1.4.2 Manfaat Akademik

 Menambah pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik pemeriksaan kadar obat


everolimus dalam darah.
 Menambah pengetahuan dan keterampilan mengenai teknik pemeriksaan kadar obat
siklosporin dalam darah.
 Mengetahui kesesuaian hasil pemeriksaan kadar obat everolimus dalam darah dari
berbagai metode pemeriksaan
 Mengetahui kesesuaian hasil pemeriksaan kadar obat siklosporin dalam darah dari
berbagai metode pemeriksaan
 Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan kadar obat everolimus dalam darah dari
berbagai metode pemeriksaan
 Mengetahui perbedaan hasil pemeriksaan kadar obat siklosporin dalam darah dari
berbagai metode pemeriksaan

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Everolimus

Everolimus merupakan obat yang digunakan sebagai terapi imunosupresan untuk


mencegah reaksi penolakan setelah tindakan transplantasi organ dan juga merupakan
salah satu obat antineoplasma. Penggunaan imunosupresan pada tindakan transplantasi
organ diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan masa hidup jangka panjang graft
organ yang ditransplantasikan. Namun penggunaan obat imunosupresan jangka panjang
memiliki efek samping antara lain menyebabkan hipertensi, dislipidemia, diabetes,
meningkatkan kejadian infeksi oportunistik, cushing syndrome, osteoporosis, katarak,
bahkan kematian. Everolimus dapat diberikan secara oral dan merupakan derivat dari
sirolimus yaitu dari grup 2-hidroksietil pada atom karbon ke-40 dari sirolimus.
Mekanisme kerja dari everolimus adalah menghambat jalur transduksi sinyal intrasel pada
mammalian target of rapamycin (mTOR) dengan cara menghambat proliferasi dan
pertumbuhan sel, dan menghambat kelangsungan hidup dan metabolisme limfosit dan sel
non-imunogenik lainnya. Setelah masuk ke dalam sel, everolimus akan mengikat
kelebihan immunofilin FKBP-12, dan kompleks everolimus-FKBP-12 akan mengikat
mTOR yang memiliki dua fungsi utama, yaitu :
1. Aktivasi dari P70 S6 kinase, yang merupakan enzim utama pada transduksi sinyal
yang berperan dalam sintesis DNA
2. Pengikatan eukaryotic initiation factor 4E (elf-4E) terhadap phosphorylated heat and
acid stable protein I (PHAS-I), yang merupakan jalur yang paling berperan dalam
sintesis protein.2,3
Everolimus akan menghambat fungsi mTOR dalam aktivasi p70 S6 kinase yang
mengakibatkan terhentinya siklus sel pada fase G1 ke fase S. mTOR juga akan
menghambat receptor-dependent IL-2 dan jalur sinyal CD-28 dependent
Konsentrasi maksimum everolimus dalam darah akan mencapai puncak dalam waktu 1-2
jam setelah pemberian obat. Bioavailabilitas everolimus bervariasi karena metabolisme
obat didalam saluran cerna. Everolimus terutama dimetabolisme dalam sel hepar dan usus
melalui proses demetilasi, hidroksilasi dan degradasi, 75 % everolimus dalam sirkulasi

6
terikat pada eritrosit dan sisa fraksi everolimus sebagian besar berikatan dengan protein
plasma. Waktu paruh eliminasi everolimus pada pasien transplantasi ginjal berkisar
antara 18-35 jam dan 35-40 jam pada pasien dengan transplantasi hepar.5
Efek samping yang paling umum everolimus untuk terapi imunosupresif adalah :
edema perifer, sembelit, hipertensi, mual, anemia, infeksi saluran kemih, dan
hyperlipidemia. Efek samping yang lebih serius meliputi : peningkatan risiko infeksi
oportunistik, perkembangan limfoma, thrombosis graft, pemanjangan waktu
penyembuhan luka operasi, nefrotoksisitas, dan kejadian diabetes mellitus baru pasca
transplantasi.2,7
Karena terdapat efek samping, rentang terapeutik yang sempit, dan variabilitas antar
pasien serta interaksi obat yang signifikan pada pemberian everolimus pasca transplantasi
menyebabkan pemeriksaan kadar obat everolimus dalam darah pasien yang menjalani
tindakan transplantasi organ sangat penting.4

7
Jenis Deskripsi Mekanisme kerja Toksisitas
Imunosupresan

Amino acid cyclic, Menghambat Nefrotoksik,


Siklosporin Peptida dari T calcineurin fosfatase hemolytic-uremic
inflatum dan menghambat symdrome,
aktivasi sel T hyperplasia gusi
hirsutism,
Diabetes
pasca transplantasi
hyperlipidemia
Antibiotik Berikatan
Tacrolimus (FK506) makrolid dari dengan
Sama dengan
Streptomyces siklosporin namun
FKBP12,
tsukubaensis kejadian lebih jarang
kompleks akan
mengikat
calcineurin
fosfatase dan
menghambat
(aktivasi) sel T

Antibiotik makrolid
Sirolimus dari S. Berikatan dengan Sama dengan
(Rapamycin) hygroscopicus dari FKBP12, kompleks siklosporin namun
akan mengikat
eastern island kejadian lebih jarang
calcineurin fosfatase
(Rapa Nilu)
dan menghambat
(aktivasi) sel T

Everolimus Derivat dari sirolimus Berikatan dengan Sama dengan


FKBP12, kompleks siklosporin namun
akan mengikat
kejadian lebih jarang
calcineurin fosfatase
dan menghambat
(aktivasi) sel T

Mycophenolate
Menghambat Sindroma
mofetil

8
sintesis guanosin gastrointestinal,
monofosfat dan anemia dan
menghambat neutropenia
sintesis purin,
mencegah
proliferasi sel T dan
sel B

FK 778 & Derivat aktif Menghambat Anemia


malononitrilamide leflunomide sintesis pirimidin
dan menghambat
proliferasi sel B dan
sel T

Tabel 2.1. Beberapa jenis imunosupresan

9
2.2 Siklosporin

Siklosporin merupakan obat imunosupresan dari generasi yang lebih awal dikenal, yang
juga sering digunakan pada pasien psoriasis, dermatitis atopik lanjut, rheumatoid arthritis dan
pasien sindroma nefrotik. Siklosporin merupakan inhibitor dari calcineurin dengan cara
berikatan dengan calcineurin, mencegah defosforilasi protein regulator dan menurunkan

transkripsi IL-2, IL-4, INF-γ dan TNF-α Mekanisme kerja dari siklosporin adalah
menghambat produksi IL-2 oleh penghambat calcineurin. Inhibisi calcineurin, menyebabkan

berkurangnya aktivitas faktor transkripsi NFAT, serta menghambat produksi IFN-γ oleh
limfosit T. Efek klinis yang dihasilkan antara lain adalah penurunan proliferasi sel T,
penururnan HLA-DR, serta menghambat transkripsi sel proinflamasi seperti GM-CSF, IL-1,
IL-3, IL-4, IL-5. IL 6, IL-8, dan juga TNF α.7
Siklosporin sebagaimana obat imunosupresan lain memiliki rentang terapeutik yang
sempit, serta beberapa efek samping yang bervariasi antar pasien. Nefrotoksisitas dan
hipertensi merupakan efek samping yang paling penting pada penggunaan siklosporin yang.
risiko kejadiannya meningkat sesuai dengan peningkatan dosis serta durasi terapi.
Peningkatan kejadian hipertensi selama penggunaan siklosporin terjadi akibat efek
vasokonstriksi pada otot vaskuler halus di ginjal serta disfungsi ginjal. Risiko peningkatan
kejadian karsinoma ditemukan pada beberapa pasien dengan terapi siklosporin jangka
panjang. Hiperlipidemia merupakan efek samping yang umum akibat penggunaan
siklosporin, sehingga intervensi awal harus dimulai dengan perubahan diet dan peningkatan
aktivitas fisik. Penyesuaian dosis siklosporin dan pengurangan sumber lipid dipertimbangkan
sebagai penatalaksanaan efek samping tersebut. Penting untuk mewaspadai interaksi obat
antara statin (termasuk simvastatin dan atorvastatin) dengan siklosporin. Penggunaan regimen
statin bersamaan dengan siklosporin dikatakan meningkatkan risiko kejadian rhabdomiolisis.
Parestesis, tremor, sakit kepala, mual, dan malaise biasanya hilang dengan sendirinya setelah
beberapa minggu pengobatan. Ditemukan beberapa kejadian hipertrikosis, hiperplasia
gingiva, hiperurisemia, dan artritis gout serta hipomagnesemia pada penggunaan terapi
siklosporin.7-8,27
Penggunaan siklosporin bersama dengan obat lain berpotensi meningkatkan kejadian
interaksi obat, antara lain :

10
Kelompok interaksi obat Jenis Obat
Obat yang meningkatkan kadar siklosporin (potensi toksik); inhibisiCYP 34A*

Anti ritmik agent Amiodaron


Antibakteri-macrolides/related Eritromisin>>claritomisin,
telitromisin>azitromisin
Antibakteri-fluorokuinolon Siprofloksasin,norfloksasin mekanisme selain
34A
Antibakteri-lain Sefalosporin, doksisiklin
Anti jamur-azol/triazol Ketokonazol>itrakonazol>flukonazol
Obat HIV-penghambat protease Ritonavir,indinavir>saquinavir,nelfinavir,dll
Calcium chanel blocker Diltiazem,nicardipin,verapamil
Makanan/nutrisi Buah anggur, jus anggur
Antihistamin H2 Simetidin
SSRI antidepressant Fluoksetin, sertraline
Obat yang meningkatkan kadar siklosporin (potensi toksik); mekanisme lain

Kortikosteroid Deksametason,metilprednisolon
Diuresis Tiazid, furosemide
Lainnya Alopurinol
Obat yang menurunkan kadar siklosporin (penurunan efektivitas); induksi CYP34A*
Antibakteri-Beta lactam Nafcilin
Antibakteri-rifampicin Rifabutin,rifampin,rifapentin
Antikejang Karmbamazepin, fenobarbita, fenitoin, asam
valproate
Anti jamur lain Griseofulvin
Obat HIV Efavirenz
Retinoid Beksaroten
Penggunaan bersamaan dengan siklosporin mungkin meningkatkan kadar obat

Calcium chanel blocker Semua CCB ; risiko menyebabkan hipotensi


Obat disfungsi ereksi Sidanefil,tadalafil,vardenafil; risiko
menyebabkan over vasodilatasi

11
Statin Atorvastin, lovastatin, simvastatin; risiko
menyebabkan rabdomiolisis

Penggunaan kombinasi obat ini dengan siklosporin mungkin berpotensi toksisitas


terhadap ginjal
Antibakteri aminoglikosida Gentamisin,tobramisin, dll
Antibakteri lain Trimetorpin/sulfametaksol, vankomisin
Agen antijamur Amfoterisin B
Agen imunosupresan Tacrolimus
NSAIDs Diklofenak, Indometasin, naproksen
Interaksi lain
Antagonis folat Metotreksat, penggunaan bersamaan mungkin
meningkatkan risiko imunosupresan
Obat lain Digoksin, prednisolone, dapat meningkatkan
kadar siklosporin
Obat yang menyebabkan risiko ACE inhibitor, drospirenon, suplemen
peningkatan kadar K+ bila digunakan potassium, Potassium-sparing diuretics
bersamaan dengan siklosporin
Tabel 2.2. Interaksi obat dengan siklosporin

Pemantauan kadar obat secara berkala di butuhkan memonitor kemungkinan terjadinya


efek samping dan penyesuaian dosis siklosporin.27
Panduan Monitor Siklosporin pada awal terapi meliputi :
 Anamnesa lengkap dan pemeriksaan fisik (untuk menyingkirkan infeksi aktif serta
tumor)
 Sedikitnya dua data dasar tekanan darah pasien
 Pemeriksaan Laboratorium :
1. Level serum kreatinin.
2. Data dasar evaluasi ginjal-BUN urinalisis dan sedimen urin.
3. Hitung jenis.
4. Pemeriksaan integritas sel hati (AST dan ALT).
5. Pemeriksaan profil lipid.

12
6. Tes laboratorium lain : magnesium, potassium, dan asam urat (berhubungan
dengan pasien dengan risiko gout)
7. Pemeriksaan data baseline kadar obat siklosporin dalam darah.
Panduan monitor siklosporin pada terapi lanjutan meliputi evaluasi ulang pasien setiap 2
minggu selama 1-2 bulan, dilanjutkan setiap sebulan selama penggunaan siklosporin,
antara lain :
 Cek tekanan darah pada tiap kunjungan
 Pemeriksaan Laboratorium dilakukan setiap 2 minggu untuk 1-2 bulan kemudian
dilanjutkan setiap sebulan selama penggunaan siklosporin :
1. Fungsi ginjal-serum kreatinin,BUN
2. Hitung jenis
3. Pemeriksaan integritas sel hati (AST dan ALT)
4. Pemeriksaan profil lipid
5. Tes laboratorium lain : magnesium, potassium, dan asam urat (berhubungan
dengan pasien dengan risiko gout
6. Pemeriksaan kadar obat siklosporin dalam darah.
7. Creatinine clearance (pertimbangkan jika >6 bulan terapi)
8. Biopsi ginjal (sangat jarang)

2.3 Metode Pemeriksaan Kadar Obat Everolimus dan Siklosporin

2.3.1 Metode Electrochemiluminescnce Immunoassay (ECLIA)

Electrochemiluminescnce Immunoassay (ECLIA) untuk pemeriksaan kuantitatif


kadar obat everolimus dan siklosporin dalam darah manusia secara in vitro dengan
Elecsys Immunoassay menggunakan ruthenium (II) tris(bipyridyl) [Ru(bpy)3 2+] sebagai
label dan bereaksi dengan tripropilamine (TPA) pada permukaan elektroda. Kompleks
ikatan antigen-antibodi yang terbentuk akan menempel pada streptavidin-coated
microparticle. Butiran magnet akan tertangkap oleh permukaan elektroda dan label yang
tidak terikat akan dicuci dengan larutan pencuci. Reaksi electrochemiluminescent terjadi
pada saat label telah terikat dan emisi cahaya akan dihitung melalui tabung
fotomultiplier.11,18-19

13
Gambar 2.1 Prinsip dasar ECLIA

Spesimen beku reagen, kalibrator dan kontrol juga dibuat menjadi suhu ruangan (20o
25oC), kemudian disiapkan sebagai larutan kerja sesuai petunjuk pada leaflet.
Tahapan pemeriksaan ECLIA adalah sebagai berikut:
 Reagen diletakkan pada disk reagen, kalibrator diletakkan pada disk spesimen.
Lakukan kalibrasi reagen. Letakkan kontrol dan spesimen pada disk spesimen.
Lakukan pemeriksaan spesimen.
 Inkubasi pertama: antigen dari spesimen, antibodi biotinilasi poliklonal spesifik β-
CrossLaps dan antibodi monoklonal spesifik β-CrossLap yang telah dilabel dengan
kompleks ruthenium membentuk kompleks sandwich.
 Inkubasi kedua: setelah penambahan mikropartikel yang dilapisi oleh streptavadin
terjadi kompleks antigen antibodi melalui interaksi biotin dan streptavadin.
 Gabungan reaksi ini diaspirasikan kedalam sel pengukur elektrokimia dimana
substansi yang tidak terikat dicuci kemudian dipindahkan oleh buffrer procell.
Sedangkan kompleks imun yang terbentuk akan ditangkap secara magnetis. Aplikasi
dari voltase ke elektroda kemudian menginduksi emisi cahaya chemiluminesence
yang diukur dengan photomultiper.
 Hasilnya ditentukan melalui kurva kalibrasi yang dibuat secara spesifik oleh
instrumen dengan cara kalibrasi 2 titik terhadap kurva master yang tersedia melalui
barcode reagen.11,18-19

14
2.3.2 Metode LC-MS/MS

Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LC-MS) merupakan teknik


pemeriksaan analit yang menggabungkan kemampuan pemisahan fisik dari kromatografti
cair dengan kemampuan spesifisitas deteksi dari spektrometri massa. Kromatografti cair
memisahkan komponen analit pada spesimen kemudian ion bermuatan yang dihasilkan
akan dideteksi oleh spektrometer massa. Senyawa dipisahkan atas dasar interaksi relatif
dengan partikel pada fase diam dan elusi pelarut melalui kolom pada fase gerak.
Komponen elusi dari kolom kromatografti kemudian diteruskan ke spektrometer massa
melalui suatu interface. Data LC-MS memberikan informasi mengenai berat molekul,
struktur, identitas dan kuantitas komponen spesimen15-17,23

Gambar 2.2 Skema Liquid chromatography –Mass Spectrometry

Analit bersam dengan eluen akan memasuki kapilari alat, kemudian di dalam kapilari
terdapat anoda (kutub negatif) dan katoda (kutub negatif) yang berfungsi menjaga
spesifitas muatan pada saat penyemprotan agar terbentuk microdroplet. Analit dan
pelarut (eluen) kemudian disemprotkan melalui cone dan akan terbentuk microdroplet
yang akan mengalami tahap evaporasi pelarut untuk mengurangi jumlah pelarut pada
analit. Microdroplet akan masuk ke dalam cone dimana di sisi kiri dan kanannya
mengalir gas Nitrogen (N2) yang berfungsi menstabilkan analit dan mencegah
interferensi oksigen. Microdroplet tersebut kemudian ditransfer melalui lubang kapiler
untuk dianalisis menggunakan spectrometer massa.21-23

15
Gambar 2.3 Proses pemisahan analit pada Liquid Chromatography

Mass spectrometry ialah suatu instrumen analitik yang mengionisasi molekul dan
memisahkan dan mengukur berdasarkan mass to charge ratio (m/z) dari molekul dan
fragment dari molekul tersebut yang berguna untuk mengidentifikasi campuran dan
menilai komposisi dan struktur dari campuran organik dan inorganik secara kualitatif
dan kuantitatif.26

Gambar 2.4 Instrumen Mass Spectrometry

16
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan penyajian data secara
deskriptif dan analitik

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Rumah Sakit Umum


Nasional dr. Ciptomangunkusumo (RSCM) pada periode Mei 2019 - September 2019

3.3 SPESIMEN PENELITIAN

Subjek penelitian adalah :


 Spesimen darah lengkap dengan antikoagulan K2/K3 EDTA yang akan dilakukan
pemeriksaan kadar obat everolimus yang akan diperiksa menggunakan Elecsys
everolimus assay menggunakan alat Cobas e 411 di laboratorium Patologi Klinik
RSCM dibandingkan dengan pemeriksaan kadar obat everolimus menggunakan
metode LC/MS/MS disimpan di suhu 2-8oC selama kurang dari 7 hari sejak
pengambilan.
 Sisa spesimen darah lengkap dengan antikoagulan K2/K3 EDTA yang sudah
dilakukan pemeriksaan kadar obat siklosporin dengan alat ARCHITECT ci 8200 yang
akan diperiksa menggunakan alat Cobas e 411 di laboratorium Patologi Klinik
RSCM, disimpan di suhu 2-8oC selama kurang dari 7 hari sejak pengambilan.

3.4 KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI

3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:


 spesimen darah lengkap K2/K3EDTA dengan permintaan pemeriksaan kadar obat
everolimus.

17
 spesimen darah lengkap K2/K3EDTA dengan permintaan pemeriksaan kadar obat
siklosporin.

3.4.2 Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:


 Spesimen darah tanpa antikoagulan K2/K3EDTA.
 Spesimen darah K2/K3EDTA dengan permintaan pemeriksaan kadar obat everolimus
dengan penyimpanan yang tidak sesuai standar
 Spesimen darah tanpa antikoagulan K2/K3EDTA dengan permintaan pemeriksaan
kadar obat siklosporin dengan penyimpanan yang tidak sesuai standar

3.5 BESAR SAMPEL

Besar sampel ditetapkan berdasarkan National Commitee for Clinical Laboratory


Standard (NCCLS) EP09-A3 tahun 2013 bahwa untuk perbandingan dua metode dibutuhkan
besar sampel minimal 40 spesimen, pada penelitian ini akan diambil 40 sampel. 24,30-31

3.6 CARA KERJA PEMERIKSAAN

3.6.1. CARA KERJA PEMERIKSAAN EVEROLIMUS

3.6.1.1. Prinsip pemeriksaan Elecsys everolimus assay menggunakan alat Cobas e 411
Metode: Electrochemiluminescence immunoassay/ECLIA
1. Panduan presipitasi : Persiapan pemeriksaan dengan Elecsys everolimus assay,
dilakukan perlakuan pendahuluan pada spesimen, kalibrator dan kontrol
menggunakan Elecsys ISD Sample Pretreatment. Pelisisan sel, ekstrak everolimus,
dan endapan dari sebagian besar protein darah. Elecsys ISD Sample Pretreatment
merupakan reagen diagnostik in vitro yang untuk ekstraksi analit spesifik dari
spesimen yaitu siklosporin, tacrolimus, everolimus, dan sirolimus dari darah
manusia untuk menentukan konsentrasi dari analit. Reagen ini digunakan
bersamaan dengan immunoassay yang dispesifikasi pada alat Elecsys dan Cobas e,
dapat digunakan bersamaan dengan pengujian Elecsys Cyclosporine, Elecsys

18
Tacrolimus, dan Elecsys Sirolimus. ISD Sample Pretreatment dilabel sebagai ISD
Sample PT, berisi larutan seng sulfat dalam methanol dan etilen glikol (30 mL).
Stabilitas reagen selama 84 hari setelah pertama kali dibuka, dan selama 2 jam
dalam keadaan terbuka secara terus menerus.
2. Spesimen yang telah mendapatkan pre-treatment kemudian disentrifugasi, diambil
supernatannya lalu supernatant yang mengandung everolimus diperiksa kadarnya
menggunakan Elecsys everolimus assay. Prinsip kompetisi dengan lama

pemeriksaan ± 18 menit.

3. Inkubasi ke 1 : Dilakukan inkubasi terhadap 35 µL spesimen yang telah


mendapatkan perlakuan pendahuluan dengan antibodi everolimus-spesifik

biotinylated → membentuk immunocomplex (jumlahnya tergantung pada konsentrasi


analit dalam spesimen)
4. Inkubasi ke 2 : Setelah penambahan mikropartikel berlapis streptavidin, turunan
everolimus dilabel dengan kompleks ruthenium, dan situs yang masih kosong dari
antibodi terbiotinilasi diisi dengan pembentukan kompleks antibodi-hapten. Seluruh
kompleks menjadi terikat pada fase padat melalui interaksi biotin dan streptavidin.
5. Campuran pereaksi disedot kedalam pengukur sel, dimana mikropartikel secara
magnetis ditangkap ke permukaan elektroda. Substansi yang tidak terikat kemudian
dibuang dengan ProCell/ProCell M. Pemberian suatu voltase ke elektroda
selanjutnya menginduksi emisi chemiluminescent yang selanjutnya diukur
menggunakan photomultiplier.
6. Hasil akan ditentukan melalui kurva kalibrasi dimana mesin secara spesifik
menghasilkan dua titik kalibrasi dan kurva master yang tersedia melalui barcode
reagen
Reagen-Larutan Kerja
Paket rak reagen dilabel sebagai EVL
M : Mikropartikel yang dilapis streptavidin (tutup transparn), 1 botol 6.5 mL:
Mikropartikel yang dilapis streptavidin 0.72 mg/mL ; pengawet
R1 : Anti everolimus Ab-biotin (tutup abu-abu), 1 botol, 9 mL

Antibodi anti-everolimus monoklonal terbiotinilasi (kelinci) 35 µg/L; buffer


fosfat 100 mmol/L, pH 7.8, pengawet.
19
R2 : Turunan everolimus-[Ru(bpy) (tutup hitam)], 1 botol, 9 mL

Turunan everolimus dilabel dengan kompleks ruthenium 18 µg/L ;


10 mmol/L buffer fosfat, pH 6.0 : pengawet
Pencegahan dan peringatan
1. Digunakan untuk diagnostik in vitro
2. Pencegahan dan penanganan umum untuk reagen laboratorium
3. Pembuangan limbah sesuai dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) RSCM
4. Material safety data sheet tersedia berdasarkan permintaan
5. Hindari terbentuknya busa pada semua reagen , spesimen, kalibrator, dan kontrol.
Penanganan reagen
Reagen dalam kit dirangkai sebagai unit siap pakai yang tidak dapat dipisah-pisahkan
Semua informasi yang diperlukan untuk pengoperasian yang tepat terdapat pada masing-
masing barcode reagen.
Penyimpanan dan stabilitas
Simpan pada 2 – 8 ̊ C
Jangan dibekukan
Simpan kit reagen elecsys dalam posisi tegak lurus untuk memastikan ketersediaan
mikropartikel selama pencampuran secara otomatis sebelum digunakan
Stabilitas :
Sebelum dibuka pada suhu 2 – 8 ̊ C sampai tanggal batas kadaluwarsa
Setelah dibuka pada suhu 2 – 8 ̊ C selama 56 hari
Didalam mesin analyzer : 14 hari terpasang, atau 56 hari ketika disimpan di
penyimpanan alternatif dalam refrigerator mesin analyzer, dengan total waktu terpasang
pada mesin analyzer tidak melebihi waktu 10 x 8 jam.
Pengambilan dan persiapan spesimen
Spesimen : Darah lengkap dengan anti koagulan K2/K3- EDTA
Spesimen yang ditampung dalam tabung EDTA dapat disimpan sampai dengan 5 hari
pada suhu 15-25 ̊ C atau 7 hari pada suhu 2 – 8 ̊ C dan sampai dengan 6 bulan pada
suhu -20 ̊ C sebelum dilakukan pengujian.
Spesimen hanya dapat dibekukan satu kali, dan harus dicampur dengan sempurna
setelah dicairkan untuk memastikan konsistensi hasil.

20
Campur spesimen yang telah dicairkan dengan sempurna secara manual, atau
menggunakan roller mixer / rocker. Periksa spesimen secara visual, jika terdapat lapisan
atau stratifikasi, terus lakukan homogenisasi.
Tidak boleh menggunakan spesimen yang diinaktifkan dengan pemanasan dan tidak
boleh menggunakan spesimen dan kontrol yang distabilkan dengan azida.
Pastikan spesimen, kalibrator, dan kontrol berada dalam rentang suhu 20-25 ̊ C sebelum
pengukuran.
Spesimen yang telah mendapatkan pre-treatment harus segera dianalisis dalam waktu 30
menit setelah botol dibuka dan ditempatkan dalam analyzer. Hindari penundaan antara
penempatan botol kedalam analyzer dan pengukuran untuk memastikan stabilitas
spesimen
Kit Reagen :
- REF 05889073190 ISD Sample Pretreatment, 1x 30 mL
- REF 06633196190 Everolimus CalSet, 6 x 1.0 mL
- REF 07294131190 PreciControl Everolimus, 3 x 3.0 mL
- REF 11732277122 Diluent Universal 2 x 16 mL sample diluent, atau
- REF 03183971122 Diluent Universal 2 x 36 mL sample diluent, atau
- REF 05192943190 Diluent Universal 2 x 36 mL sample diluent
- REF 11776576322 CalSet vial, 2 x 56 botol kosong bertutup snap-cap
- Peralatan laboratorium standar
- Pipet presisi (hanya gunakan positive displacement pipettes untuk penanganan
reagen ISD Sample Pretreatment)
- Tabung microsentrifuge (setidaknya 10.000 G)
- Vortex mixer
- Roller mixer/rocker
- Cobas e 411 analyzer
- REF 11662988122 ProCell, 6 x 380 mL system buffer
- REF 11662970122, CleanCell 6 x 380 mL larutan pencucian pengukuran sel
- REF 11930346122, Elecsys SysWash, 1 x 500 mL bahan aditif wash water
- REF 11933159001, Adapter untuk SysClean
- REF 11706802001, Elecsys 2010 AssayCup, 60 x 60 reaction vessels
- REF 11706799001, Elecsys 2010 AssayTip, 30 x 120 pippette tips

21
- REF 11298500316, ISE Cleaning Solution/Elecsys SysClean, 5 x 100 mL system
cleaning solution

Tabel 3.1 Petunjuk pre-treatment spesimen19


Langkah Catatan teknis
1. Equilibrate semua reagen, 1. Campurkan cairan secara manual/
kalibrator, kontrol dan spesimen dengan roller mixer/rocker namun
pada suhu 20-25 ̊ C, campurkan tidak boleh divortex. Kalibrator
semua kalibrator, kontrol dan dan kontrol merupakan hemolisat
spesimen secara perlahan tetapi darah lengkap dan mungkin dapat
harus benar-benar homogen hanya memiliki penampilan yang sedikit
sebelum digunakan berbeda dari spesimen darah
lengkap

2. Beri label pada tabung 2. –


microsentrifuge untuk setiap
kalibrator, kontrol, dan/atau
spesimen untuk pre-treatment
3. Gunakan pipet presisi, pindahkan 3. Gunakan tips pipet baru untuk

300 µL setiap kalibrator, kontrol setiap kalibrator, kontrol, dan/atau


spesimen
dan/atau spesimen ke dalam
masing-masing tabung
microsentrifuge yang telah dilabel
4. ISD Sample Pretreatment sangat
4. Gunakan pipet presisi, tambahkan
volatile, tutup dengan rapat untuk
300 µL reagen ISD Sample
mencegah penguapan saat tidak
Pretreatment kedalam setiap
digunakan
tabung microsentrifuge, segera
tutup setiap tabung dan segera
lanjutkan ke langkah 5
5. Vortex setiap tabung
5. Kegagalan untuk segera mem-
microsentrifuge selama setidaknya
22
10 detik. Kegagalan saat vortex setiap tabung setelah
melakukan langkah ini dapat penambahan reagen ISD Sample
mengakibatkan supernatan Pretreatment akan manyebabkan
berwarna merah kesalahan pada hasil pemeriksaan.
Campuran spesimen dan reagen
harus benar-benar homogen segera
setelah divortex yang harus
dipastikan secara visual.

6. Lakukan mikrosentrifugasi 6. Spesimen yang telah disentrifugasi


spesimen setidaknya selama 4 harus memiliki palet yang baik
menit dan supernatan yang jernih.
Seharusnya tidak nampak
kekeruhan atau warna merah pada
supernatan, buang spesimen yang
yang tidak memenuhi syarat dang
anti dengan spesimen yang baru
diekstraksi.

7. Pindahkan setiap supernatant 7. Spesimen dengan pre-treatment


langsung ke dalam botol yang dapat disimpan dalam tabung
sesuai dan segera tutup tabung, tertutup sampai 4 jam dalam suhu
spesimen siap untuk diuji kamar. Spesimen yang telah
mendapatkan pre-treatment harus
segera diukur dalam waktu 30
menit untuk menghindari
penguapan, hindari penundaan
untuk menjamin stabilitas
spesimen

23
Pengujian
Menggunkan alat Cobas e 411 secara otomatis akan mengatur suhu reagen dan
membuka/menutup botol
Kalibrasi
Metoda kalibrasi telah dibakukan terhadap kalibrator induk yang diproduksi secara
gravimetri, terdiri dari zat murni dengan konsentrasi everolimus yang tepat dalam
matriks darah manusia. Setiap set reagen elecsys memiliki label barcode yang berisi
informasi spesifik untuk kalibrasi lot reagen tertentu. Kurva master yang telah
ditetapkan disesuaikan dengan mesin analyzer menggunakan CalSet yang
bersangkutan.
Everolimus CalSet merupakan kalibrator yang telah diliofilisasi, berasal dari darah
manusia dengan penambahan everolimus dalam dua rentang konsentrasi. CalSet
dapat digunakan dengan semua lot reagen.
Reagen-larutan kerja
1. EVL Cal1 : 3 botol, masing-masing mengandung 1.0 mL kalibrator 1
2. EVL Cal2 : 3 botol, masing-masing mengandung 1.0 mL kalibrator 2

Everolimus dalam dua rentang konsentrasi (± 1ng/mL dan ±25 ng/mL) dalam
matriks darah manusia; pengawet.
Nilai baku kalibrator lot spesifik dikodekan dalam barcode serta dicetak pada
lampiran lembar barcode atau tersedia secara elektronik.
Pencegahan dan peringatan
Kalibrator digunakan untuk diagnosis in vitro
Lakukan pencegahan dan penanganan umum reagen laboratorium
Material safety data sheet tersedia berdasarkan permintaan
Penanganan dan pembuangan limbah sesuaidengan SPO RSCM
Semua produk yang berasal dari manusia berpotensi infeksius
Semua produk yang berasal dari manusia disiapkan secara khusus dari darah donor
yang masing-masing telah diuji dan dinyatakan bebas dari HBsAg dan antibodi
terhadap HCV dan HIV. Metode pemeriksaan yang digunakan telah disetujui oleh
FDA atau dipastikan sesuai dengan European Directive 98/79/EC, lampiran II, daftar
A, namun demikian, karena tidak ada metode pengujian yang dapat menyingkirkan
potensi risiko infeksi dengan kepastian yang mutlak, setiap materi harus ditangani
24
dengan tingkat perlakuan yang sama sebagai spesimen dari pasien, jika terjadi
paparan, tangani sesuai dengan SPO RSCM.
Hindari terbentuknya busa pada semua reagen, spesimen, kontrol, dan kalibrator.
Penanganan
Larutkan isi dari satu botol kalibrator dengan menambahkan tepat 1.0 mL air suling
atau air deionisasi. Biarkan sampai terlarut sempurna dengan kondisi tertutup selama
30 menit pada putaran yang menetap secara perlahan menggunakan rotator sampai
didapatkan solusi yang terlarut sempurna, hindari terbentuknya busa. Pindahkan

alikuot (300 µL) kalibrator yang telah dilarutkan ke dalam 2.0 mL tabung
mikrosentrifus. Alikuot yang akan disimpan harus segera dibekukan pada suhu -20
C. Setiap prosedur kalibrasi haruslah melalui tahapan proses pre-treatment terlebih
dahulu sesuai prosedur pre-treatment Elecsys Everolimus, kemudian pindahkan
supernatan kedalam botol snap-cap kosong yang telah dilabel (Vial CalSet). Lakukan
hanya satu prosedur kalibrasi per alikuot penanganan
Penyimpanan dan stabilitas

Simpan pada suhu 2-8 ̊C


Kalibrator yang telah terliofilsasi stabil sampai dengan batas tanggal kadaluwarsa.
Stabilitas kalibrator yang telah dilarutkan :

- Pada suhu -20 ̊C stabil selama 28 hari (dibekukan hanya satu kali)

- Pada suhu 2-8 ̊C stabil selama 7 hari

- Pada suhu 20-25 ̊C stabil selama 5 hari


Frekuensi kalibrasi
Kalibrasi harus dilakukan sekali per lot reagen menggunakan reagen baru (tidak lebih
dari 24 jam sejak kit reagen deregister pada mesin analyzer). Pembaharuan kalibrasi
yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
- Setelah 1 bulan (28 hari) ketika menggunakan lot reagen yang sama
- Setelah 7 hari (bila menggunakan kit reagen yang sama pada mesin analyzer)
- Berdasarkan kebutuhan (misalnya jika hasil Quality Control berada diluar rentang
batas yang ditentukan)
Pengendalian mutu

25
Menggunakan PreciControl Everolimus yang sudah melalui proses penanganan awal
sebelum dilakukan pengukuran. Kontrol untuk berbagai rentang konsentrasi harus
dijalankan secara individual setidaknya setiap 24 jam bila tes digunakan secara rutin,
sekali setiap penggunaan per kit reagen, dan mengikuti setiap kalibrasi yang dilakukan.
Interval kontrol dan batasannya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
laboratorium, setiap laboratorium harus menetapkan langkah-langkah perbaikan yang
harus diambil jika nilainya berada diluar rentang batas yang ditentukan.
Program pemantapan mutu mengikuti SPO pemantapan mutu RSCM.
PreciControl Everolimus adalah kontrol yang telah diliofilisasi berasal dari darah
manusia dalam tiga rentang konsentrasi. Kontrol digunakan untuk memantau
keakuratan dan presisi dari Elecsys Everolimus Immunoassay.
Reagen-larutan kerja

- PC EVL 1 : 1 botol, untuk 3.0 darah kontrol, everolimus ± 3.5 ng/mL

- PC EVL 2 : 1 botol, untuk 3.0 darah kontrol, everolimus ± 10 ng/mL

- PC EVL 3 : 1 botol, untuk 3.0 darah kontrol, everolimus ± 18 ng/mL


Pencegahan dan peringatan
Kontrol digunakan untuk diagnosis in vitro
Lakukan pencegahan dan penanganan umum reagen laboratorium
Material safety data sheet tersedia berdasarkan permintaan
Penanganan dan pembuangan limbah sesuaidengan SPO RSCM
Semua produk yang berasal dari manusia berpotensi infeksius
Semua produk yang berasal dari manusia disiapkan secara khusus dari darah donor yang
masing-masing telah diuji dan dinyatakan bebas dari HBsAg dan antibodi terhadap
HCV dan HIV. Metode pemeriksaan yang digunakan telah disetujui oleh FDA atau
dipastikan sesuai dengan European Directive 98/79/EC, lampiran II, daftar A, namun
demikian, karena tidak ada metode pengujian yang dapat menyingkirkan potensi risiko
infeksi dengan kepastian yang mutlak, setiap materi harus ditangani dengan tingkat
perlakuan yang sama sebagai spesimen dari pasien, jika terjadi paparan, tangani sesuai
dengan SPO RSCM.
Hindari terbentuknya busa pada semua reagen, spesimen, kontrol, dan kalibrator.
Penanganan

26
Larutkan isi dari satu botol kontrol dengan menambahkan tepat 3.0 mL air suling atau
air deionisasi. Biarkan sampai terlarut sempurna dengan kondisi tertutup selama 30
menit pada putaran yang menetap secara perlahan menggunakan rotator sampai
didapatkan solusi yang terlarut sempurna, hindari terbentuknya busa. Pindahkan alikuot

(300 µL) kontrol yang telah dilarutkan ke dalam 2.0 mL tabung mikrosentrifus. Alikuot

yang akan disimpan harus segera dibekukan pada suhu -20 ̊C. Setiap prosedur quality
control haruslah melalui tahapan proses pre-treatment terlebih dahulu sesuai prosedur
pre-treatment Elecsys Everolimus, kemudian pindahkan supernatan kedalam botol snap-
cap kosong yang telah dilabel (Vial ControlSet). Lakukan hanya satu prosedur kontrol
per alikuot penanganan
Penyimpanan dan stabilitas

Simpan pada suhu 2-8 ̊C


Kontrol yang telah terliofilsasi stabil sampai dengan batas tanggal kadaluwarsa.
Stabilitas kontrol yang telah dilarutkan :

- Pada suhu -20 ̊C stabil selama 28 hari (dibekukan hanya satu kali)

- Pada suhu 2-8 ̊C stabil selama 7 hari

- Pada suhu 20-25 ̊C stabil selama 5 hari


Stabilitas kontrol yang telah melalui proses pre-treatment

- Dalam tabung tertutup pada suhu 20-25 ̊C stabil selama 4 jam


- Dalam mesin analyzer stabil selam 30 menit (hanya untuk satu kali pemakaian)
Pengujian

Pastikan kontrol berada pada suhu 20-25 ̊C sebelum dilakukan proses pre-treatment.
Perlakukan kontrol yang telah dilakukan proses pre-treatment seperti spesimen pasien.
Jalankan kontrol setiap hari secara parallel dengan spesimen pasien, sekali per kit
reagen, dan mengikuti kalibrasi, interval kontrol dan batasannya disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing laboratorium.
Kalkulasi
Mesin analyzer akan menghitung secara otomatis konsentrasi analit dari masing-

masing spesimen (masing-masing dalam ng/mL, nmol/L atau µg/L)

27
Faktor konversi : ng/mL x1.0 = µg/L
ng/mL x 1.044 = nmol/L
Keterbatasan-interferensi
Interferensi dengan substansi endogen, obat-obatan dan kondisi klinis

Kriteria : cakupan dalam ± 0.60 ng/mL (rentang konsentrasi ≤ 3.0 ng/mL) atau dalam

±20 % (rentang konsentrasi > 3.0 ng/mL) dari nilai awal. Spesimen sebaiknya tidak
diambil dari pasien yang menerima terapi biotin dosis tinggi (> 5 mg/hari) sampai
setidaknya 8 jam setelah pemberian biotin terakhir.

Tabel 3.2. Konsentrasi senyawa endogen tanpa interferensi11.19


Kandungan Konsentrasi yang diuji
Albumin ≤7.0 g/dL
Bilirubin ≤ 1129 µmol/L atau ≤ 66.0 mg/dL
Biotin ≤ 287 nmol/L atau ≤ 70.0 ng/mL
Kolesterol ≤ 500 mg/dL
Human anti rabbit antibodies ≤ 10.0 µg/mL
Hematokrit 15-60 %
IgG ≤ 7.0 g/dL
IgM ≤ 1.0 g/dL
IgA ≤ 1.6 g/dL
Intralipid ≤ 2000 mg/dL
Faktor rematoid Mencapai 1200 IU/mL
Asam Urat ≤ 30.0 mg/dL

Tes in vitro yang dilakukan pada 13 substansi endogen tersebut tidak ditemukan
interferensi.
Senyawa obat-obatan

Kriteria : cakupan dalam ± 0.60 ng/mL (rentang konsentrasi ≤ 3.0 ng/mL) atau dalam

± 20 % (rentang konsentrasi > 3.0 ng/mL) dari nilai awal.


Terdapat reaksi silang dengan sirolimus yang dapat menimbulkan overestimasi kadar
obat imunosupresan dalam darah.
28
Tabel 3.3. Konsentrasi obat tanpa interferensi11,19
Obat Konsentrasi yang diperiksa
Acyclovir 3.2 µg/mL
Amfoterisin 5.8 µg/mL
Siprofloksasin 7.4 µg/mL
K2-EDTA 6 mg/mL
K3-EDTA 6 mg/mL
Eritromisin 20 mg/dL
Flukonazole 30 µg/mL

Flucytosine 40 µg/mL

Gancyclovir 1000 mg/dL


Gentamisin 12 µg/mL

Itrakonazole 10 µg/mL

Kanamisin 100 µg/mL

Ketokonazole 50 µg/mL

Lidokain 6 mg/dL
Monophenolic acid glucoronide 1800 µg/mL

Nitrofurantoin 6 µg/mL

Fenobarbital 15 mg/dL
Spektinomisin 100 µg/mL

Sulfametoksazole 200 µg/mL

Tacrolimus 60 ng/mL
Tobramisin 2 mg/dL
Trimethoprim 40 µg/mL

Vankomisin 6 mg/dL

29
Tes in vitro dilakukan pada 16 senyawa obat-obatan yang umum digunakan, tidak ditemukan
adanya gangguan dengan pengujian ini. Dapat terjadi gangguan karena titer yang sangat
tinggi dari antibodi terhadap antibody analit spesifik streptavidin atau ruthenium pada kasus
yang sangat jarang.
Batasan dan Rentang
Rentang Pengukuran
0.5-30 ng/mL didefinisikan sebagai batas deteksi dan batas maksimum kurva master. Nilai
dibawah batas deteksi dilaporkan sebagai < 5 ng/mL, dan nilai diatas rentang pengukuran
dilaporkan sebagai > 30 ng/mL.
Pengukuran batas bawah :
Limit of blank : 0.4 ng/mL adalah nilai persentil ke- 95 pengukuran dari n ≥ 60 spesimen
yang bebas analit selama beberapa seri terpisah. Limit of blank dikaitkan dengan konsentrasi
spesimen rendah bebas analit yang ditemukan dengan probabilitas 95 %.
Limit of detection : 0.5 ng/mL ditentukan berdasarkan limit of blank dan standar deviasi dari
spesimen konsentrasi rendah. Limit of detection sesuai dengan konsentrasi terendah analit
yang dapat dideteksi.
Limit of quantitation : 1.0 ng/mL didefinisikan sebagai jumlah terendah dari analit spesimen

yang dikuantifikasi secara akurat dengan total kesalahan yang diijinkan ≤ 25 %.


Pengenceran
Spesimen dengan konsentrasi everolimus diatas rentang pengukuran dapat diencerkan secara
manual 1:2 menggunakan diluent universal sebelum melakukan prosedur manual penanganan
awal. Konsentrasi spesimen yang telah diencerkan harus > 12 ng/mL, setelah pengenceran
hasil dikalikan dengan faktor pengenceran.
Nilai yang diharapkan
Tidak ada rentang terapi yang secara pasti ditetapkan untuk kadar everolimus dalam darah.
Kompleksitas kondisi klinis, variabilitas antar individu dalam sensitivitas imunosupresif, efek
nefrotoksik dari everolimus, kombinasi terapi imunosupresan lain, jenis transplantasi, waktu
paska transplantasi, dan faktor lainnya mengakibatkan perbedaan rentang terapeutik
everolimus. Nilai everolimus individu tidak dapat dijadikan indikator tunggal dalam
pengambilan keputusan perubahan regimen pengobatan pasien. Setiap pasien harus
dievaluasi secara klinis dan komprehensif berdasarkan pengalaman klinis.
30
Presisi
Presisi ditentukan menggunakan reagen Elecsys, spesimen, dan kontrol berdasarkan protocol
EP5-A2 dan Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI)

Tabel 3.4. Presisi everolimus menggunakan alat Cobas e 411 analyzer10-11


Pengulangan Posisi Intermediet
Spesimen Rerata SD CV SD CV
(ng/mL0 (ng/mL) (ng/mL) (ng/mL) (ng/mL)
HSP 1 1.66 0.134 8.1 0.135 8.1
HSP 2 3.19 0.091 2.8 0.135 4.2
HSP 3 13.2 0.367 2.8 0.486 3.7
HSP 4 16.6 0.532 3.2 0.679 4.1
HSP 5 24.1 0.634 2.6 0.946 3.9
PC EVL 1 12.69 0.077 2.9 0.140 5.2
PC EVL 2 9.27 0.187 2.0 0.248 2.7
PC EVL 3 19.8 0.499 2.5 0.746 3.8
Keterangan :
HSP : Human Sample Pool
PC EVL : PreciControl Everolimus

3.6.1.2. Prinsip pemeriksaan kadar obat everolimus dengan metode LC/MS/MS


Pertama-tama, komponen-komponen spesimen yang akan dianalisa dengan LC-MS
dipisahkan dengan kromatografti cair. Kemudian, komponen molekul tersebut akan
dilanjutkan menuju proses spektrometri massa. Molekul tersebut dapat akan melalui
proses ionisasi dengan electrospray ionization. Molekul yang berupa cairan akan dipompa
melalui kapiler dan diubah menjadi microdroplet. Selanjutnya microdroplet tersebut akan
diubah menjadi fase gas dengan menggunakan panas dan nitrogen. Dalam proses ini, muatan
listrik dari microdroplet tersebut akan berpindah ke molekul yang ingin dideteksi. Molekul
yang akan dideteksi dapat bermuatan positif atau negatif.15
Selanjutnya, spektrometri massa yang terdiri dari empat batang metal yang tersusun
secara pararel akan melakukan seleksi molekul yang ingin dideteksi berdasarkan rasio massa
terhadap muatan (mass-to-charge ratio, m/z) masing-masing molekul. Molekul dengan

31
rasio m/z yang tidak diinginkan akan dibuang, sedangkan molekul atau analit dengan m/z
rasio yang diinginkan akan diteruskan ke detektor. Detektor akan menghasilkan puncak-
puncak apabila molekul yang diinginkan terdapat pada spesimen.15-16,26

Kadar everolimus diukur dengan menggunakan turbulent flow chromatography–


MS/MS, ekstraksi analit dilakukan pada high flow rate , dengan ukuran mikropartikel dalam
suasana alkali. Pemisahan secara kromatograftik dilakukan pada suasana asam pada suhu 60
C dengan kecepatan aliran flow rate yang konstan, dilengkapi dengan electrospray octagonal
dan sumber ionisasi dikontrol secara komputerisasi. Deteksi MS/MS dilakukan dengan
reaksi ion positif, monitoring reaksi multipel dilakukan mengikuti transisi nomor massa
everolimus.15-17

3.6.2. CARA KERJA PEMERIKSAAN SIKLOSPORIN

3.6.2.1. Prinsip pemeriksaan Elecsys cyclosporine assay menggunakan alat Cobas e 411
1. Panduan presipitasi : Persiapan pemeriksaan dengan Elecsys cyclosporine assay,
dilakukan perlakuan pendahuluan pada spesimen, kalibrator dan kontrol
menggunakan Elecsys ISD Sample Pretreatment. Pelisisan sel, ekstrak everolimus,
dan endapan dari sebagian besar protein darah. Elecsys ISD Sample Pretreatment
merupakan reagen diagnostik in vitro yang untuk ekstraksi analit spesifik dari
spesimen yaitu siklosporin, tacrolimus, everolimus, dan sirolimus dari darah manusia
untuk menentukan konsentrasi dari analit. Reagen ini digunakan bersamaan dengan
immunoassay yang dispesifikasi pada alat Elecsys dan Cobas e 411, dapat digunakan
bersamaan dengan pengujian Elecsys Everolimus, Elecsys Tacrolimus, dan Elecsys
Sirolimus. ISD Sample Pretreatment dilabel sebagai ISD Sample PT, berisi larutan
seng sulfat dalam methanol dan etilen glikol (30 mL).18
2. Prosedur pemeriksaan : spesimen yang telah mendapatkan pre-treatment diinkubasi
dengan cyclosporine specific biotinylated antibody dan Ru-labelled cyclosporine
selama 9 menit. Kemudian ditambahkan mikropartikel magnetik berlapis streptavidin
lalu diinkubasi kembali selama 9 menit. Selama inkubasi kedua, seluruh kompleks
akan terikat pada fase padat melalui interaksi biotin dan streptavidin. Campuran
pereaksi disedot kedalam pengukur sel, dimana mikropartikel secara magnetis
ditangkap ke permukaan elektroda. Substansi yang tidak terikat kemudian dibuang

32
dengan ProCell/ProCell M. Pemberian suatu voltase ke elektroda selanjutnya
menginduksi emisi chemiluminescent yang selanjutnya diukur menggunakan
photomultiplier1.16-18
3. Hasil akan ditentukan melalui kurva kalibrasi dimana mesin secara spesifik
menghasilkan dua titik kalibrasi dan kurva master yang tersedia melalui barcode
reagen.16-18

3.6.2.2. Prinsip pemeriksaan kadar obat siklosporin menggunakan alat


Architect ci 8200 analyzer

1. Pada spesimen dilakukan pre-treatment dengan cara mem-vortex 200 µL spesimen

darah dengan anti koagulan EDTA dengan 100 µL reagen pelarut dan 400 µL reagen
presipitasi yang mengandung methanol, saponin, dan seng sulfat. Selanjutnya
dilakukan sentrifugasi untuk menyingkirkan presipitat protein dan debris sel.
Kemudian dilakukan pemeriksaan pada supernatan yang jernih menggunakan alat
Architect ci 8200
2. Alat akan mencampurkan ekstrak dari darah dengan mikropartikel magnetik yang
dilapisi antibodi anti-siklosporin (mouse), lalu dilakukan pencucian dan inkubasi
dengan cyclosporine-acridinium tracer
3. Setelah proses pencucian kedua, sinyal chemiluminescent diukur dan konsentrasi
siklosporin dikalkulasi dari kurva kalibrasi yang telah tersimpan secara otomatis pada
alat. Kalibrator siklosporin diuji secara duplo pada konsentrasi 0,40,150,400,800, dan
1500 ng/mL untuk mendapatkan informasi dari kurva kalibrasi.21-22

33
3.7. ALUR PENELITIAN

3.7.1. Pemeriksaan Everolimus

Pasien Laboratorium Pusat


Departemen Patologi Klinik
FKUI-RSCM

Kriteria masukan :
Spesimen yang diperiksa kadar obat everolimus

Spesimen diperiksakan pada


kedua alat. Kriteria keluaran :
o Non EDTA
o Penyimpanan
buruk

Everolimus Everolimus
diperiksa dengan diperiksa
dengan metode Tidak diikutkan
Cobas e 411
LC-MS/MS penelitian

Pencatatan hasil

Uji statistik

Gambar 3.1 Alur Penelitian Everolimus

34
3.7.2. Pemeriksaan Siklosporin

Pasien Laboratorium Pusat


Departemen Patologi Klinik
FKUI-RSCM

Kriteria masukan :
Spesimen yang diperiksa kadar obat siklosporin

Spesimen diperiksakan pada


kedua alat. Kriteria keluaran :
o Non EDTA
o Penyimpanan
buruk

Siklosporin Siklosporin
diperiksa dengan diperiksa
dengan Tidak diikutkan
Cobas e 411
Architect ci penelitian
8200

Pencatatan hasil

Uji statistik

Gambar 3.2 Alur Penelitian Siklosporin

35
3.8 PENGOLAHAN DATA

Perbandingan kedua alat diukur menggunakan program Statistical Product and Service
Solution (SPSS) ver.20. Pada analisis data, uji ketelitian dan ketepatan diukur dengan
menghitung rerata (mean), standar deviasi (SD), CV dan penyimpangan (d). Uji normalitas
dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov. 30-31
Data disajikan dalam rerata dan simpang baku bila distribusi normal atau dalam nilai median
dan rentang minimal-maksimal bila data tidak terdistribusi normal. 25
Pilihan uji korelasi hasil pemeriksaan kadar obat everolimus antara Elecsys everolimus
assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap metode LC-MS-MS sebagai baku emas adalah
uji Pearson jika distribusi data normal atau uji Spearman jika tidak terdistribusi normal.
Metode Bland-Altman digunakan untuk menentukan tingkat kesesuaian hasil pemeriksaan
kadar obat everolimus antara kedua alat tersebut berdasarkan nilai bias dan limits of
agreement. 33
Pilihan uji korelasi hasil pemeriksaan kadar obat siklosporin antara Elecsys cyclosporine
assay menggunakan alat Cobas e 411 terhadap alat Architect ci 8200 adalah uji Pearson jika
distribusi data normal atau uji Spearman jika tidak terdistribusi normal. Metode Bland-
Altman digunakan untuk menentukan tingkat kesesuaian hasil pemeriksaan kadar obat
siklosporin antara kedua alat tersebut berdasarkan nilai bias dan limits of agreement. 40-41
Hasil uji ketelitian within run dan between day dihitung nilai rerata, simpang baku,
coefficient of variation (CV) dan ketepatan dengan melaporkan besar penyimpangan dari
nilai target. 30-31,33
Uji ketelitian within run dilakukan sebanyak 20 kali pada awal penelitian pada Elecsys
everolimus assay menggunakan alat Cobas e 411 dan pada pemeriksaan kadar everolimus
menggunakan metode LC-MS-MS sebagai baku emas.30-33
Uji ketelitian within run dilakukan sebanyak 20 kali pada awal penelitian pada Elecsys
cyclosporine assay menggunakan alat Cobas e 411 dan pada pemeriksaan kadar obat
siklosporin menggunakan alat Architect ci 8200.30-33
Uji ketepatan pemeriksaan dilakukan dengan menghitung nilai rerata (mean), standard
deviation (SD), coefficient of variance (CV) dan penyimpangan (d). Selain itu alat akan akan
dilakukan juga uji ketelitian between day selama 20 hari berturut-turut. Kinerja diukur
dengan menghitung nilai CV. 14, 30-31,33

36
Nilai CV merupakan persentase nilai SD dibagi dengan rerata. Sedangkan penyimpangan
merupakan persentase dari selisih terbesar antara nilai yang diperiksa dan nilai tengah kontrol
dibagi nilai tengah kontrol. Nilai CV yang didapat kemudian dibandingkan dengan nilai CV
yang diperbolehkan berdasarkan buku manual alat untuk menilai kinerja alat. 40-41

3.9. JADWAL PENELITIAN

Tabel 3.5 Jadwal Penelitian


No Kegiatan Bulan
. 5/2019 5/2019 6/2019 6/2019 7/2019 7/2019
Pembuatan
1. X
proposal
Persetujuan
2. X
Komite Etik

Pengumpulan
3. X X X X
data penelitian

4. Pengolahan data X
5. Presentasi hasil X

37
3.10. PERSONALIA PENELITI

1. Peneliti Utama
Nama lengkap : dr. Nuri Dyah Indrasari, SpPK(K)
Nomor Induk Pegawai : 197006122000072002
Pangkat/Golongan/Jabatan : Pembina, IV/a
Jabatan Fungsional : Kepala Departemen Patologi Klinik
RSUPNCM
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia
Fungsi : - Membuat proposal penelitian
- Mengumpulkan bahan penelitian
- Mengolah data dan membuat laporan
2. Peneliti Kedua
Nama lengkap dan gelar : dr. Dayu Satriani
Nomor mahasiswa : 1806263243
Jabatan Fungsional : Peserta Program Pendidikan Dokter
Spesialis Patologi Klinik
FKUI/RSUPNCM
Fakultas : Kedokteran
Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia
Bidang Keahlian : Patologi Klinik
Fungsi : - Mengumpulkan bahan penelitian
- Mengolah data dan membuat laporan

38
3.11. BIAYA

Estimasi biaya pada penelitian ini diperhitungkan sebagai berikut :

No Uraian Jumlah Biaya satuan Total biaya


1 Tinta printer 1 Rp 278.000,00 Rp 278.000,00
2 Kertas 4 Rp 50.000,00 Rp 200.000,00
3 Binder, folder, alat tulis kantor lainnya Rp 200.000,00
4 Biaya penggandaan makalah, kepustakaan Rp 1.000.000,00
5 Sarung tangan ukuran S dan L 4 kotak Rp 300.000,00
6 Elecsys Everolimus Immunoassay kit 40 set kit Berupa reagen
7 Elecsys Cyclosporine Immunoassay kit 40 set kit Berupa reagen
No Uraian Jumlah Biaya satuan Total biaya
8 Biaya pemeriksaan within run & between day 80 kali Rp .40.000,00 Rp 3.200.000,00
9 Honor Peneliti I Rp 4.000.000,00
10 Honor Peneliti II Rp 2.000.000,00
11 Honor Analis Rp 1.000.000,00
12 Biaya Pengerjaan Test 80 kali Rp 40.000,00 Rp 3.200.000,00
13 Biaya Pengerjaan LC/MS/MS Rp. 10.500.000,00
14 Biaya Institusional Departemen Patologi Klinik Rp.7.500.000,00
15 Biaya Institusional RSCM Rp.7.500.000,00
16 Biaya etik Rp 300.000,00
17 Biaya tidak terduga Rp 1.600.000,00
TOTAL BIAYA Rp 42.778.000,00
Tabel 3.6. Rincian biaya

39
Daftar Pustaka

1. Sedrani R, Cotten S, Kallen J, et al. Chemical modification of rapamycin : the discovery


of SDZ RAD. Transplant Proc.1998; 30:2192-2194.
2. Gabardi S, Baroletti SA. Everolimus : a proliferation signal inhibitor with clinical
applications in organ transplantation, oncology, and cardiology. Pharmacotherapy.2010;
30(10):1044-1056.
3. Budde K, Becker T, Arns W, et al. Zeus Study Investigators. Everolimus-based,
calcineurin-inhibitor-free regimen in recipients of denovo kidney transplants: an open-
label, randomized, controlled trial.2004 Lancet. 2011;377(9768):837-847.Erratum in:
Lancet. 2012;380(9858).
4. Augustine JJ, Bodziak KA, Hricik DE. Use of sirolimus in solid organ transplantation.
Drugs. 2007;67(3):369-391
5. Sehgal SN. Sirolimus : its discovery, biological properties, and mechanism of action.
Transplant Proc.2003;(Suppl 3A):7S-14S.Review
6. Kahan BD, Keown P, Levy GA,et al. Therapeutic drug monitoring of immunosuppressant
drugs in clinical practice. Clin Ther.2002;24(3):330-350.
7. Holt DW. Therapeutic drug monitoring of immunosuppressive drugs in kidney
transplantation. Curr Opin Nephrol Hypertens.2002;11(6):657-663.
8. Lorber MI, Ponticelli C, Whelchel J, et al. Therapeutic drug monitoring for everolimus in
kidney transplantation using 12-month exposure, efficacy, and safety data. Clin
Transplant.2005;19:145-152.
9. Bablok W, Passing H, Bender R, et al. A general regression procedure for method
transformation. Application of linear regression procedures for method comparison
studies in clinical chemistry, Part III. J Clin Chem Clin Biochem.1998.Nov;26(11):783-
790.
10. Roche Diagnostic GmbH.Cobas Everolimus Immunoassay; Revision 1[package insert].
Manheim, Germany:Roche Diagnostics GmbH;2016.
11. Valbuena H, Shipkova M, Kliesch SM, et al. Comparing the effect of isotopically labeled
or structural analog internal standads on the performance of an LC-MS/MS method to
determine cyclosporine A, everolimus, sirolimus, and tacrolimus in whole blood. Clin
Chem Lab med.2016;54:437-446
12. Abbas AK, Lichtman AH. Cellular and molecular immunology.5th ed.2005.p110-113
40
13. Agilent. Basic of LC/MS.2001 http://www.chem.pitt.eduwipfAgilent%20LC-
MS%20primer.pdf. diakses pada tanggal 5 Mei 2019.
14. Lee M. S., Kerns E.LC/MS applications in drugs development. Mass Spectrometry
Reviews.1999.18 (3-4): 187-279.
15. Linscheid M, Westmoreland D.Applications of Liquid Chromatography-Mass
Spectrometry.1994. Pure & Appl. Chem. Vol 66 No. 9 pp. 1913-1930.
16. Sumbono A. Kromatografi Cair Spektrometri Massa. 2014.
http://ecimansorong.blogspot.com/2010/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html,
diakses pada tanggal 5 Mei 2019
17. Roche Diagnostics Elecsys® Cyclosporine package insert, 2013.
18. Roche Diagnostics Elecsys® Everolimus package insert, 2013.
19. Rifai N, Horvath AR, Wittwer CT. Tietz textbook of clinical chemistry and molecular
diagnostics. 6th edition. Elsevier: Missouri; 2018.
20. L.J.Kricka, D.Phill, C.Chem, Path, J.Y Park In: Tietz Textbook of Clinical Chemistry and
Molecular Diagnostics; Optical techniques 7th ed. St. Louis; Elsevier: 236-240
21. Ward MK, Lehmann CG, Leiken AM. Clinical laboratory instrumentation and
automation; principles, applications, and selection. 1994. Philadelphia; WB Saunders
company
22. Bishop ML,Fody EP,Schoeff LE. Clinical chemistry; principles, techniques, correlations.
7th ed. 2013. Philadelphia; Lippincott Williams & Wilkins : 100-110
23. NCCLS. Method comparison and bias estimation using patient samples; approved
guidelines. 2nd ed. NCCLS document EP9-A2 (ISBN 1- 56238-472-4). NCCLS,
Pennsylvania. 2002. P. 1-18.
24. Giavarina D. Understanding Bland Altman analysis. Biochem Medica 2015;25(2):141-
151
25. Russel H, Dan T, Grace S, Robert F, Derrick F, Development and validation of a
LC/MS/MS method for quantifying the next generation calcineurin inhibitor, voclosporin,
in human whole blood, J. Chromatography B 874 (2008) 57–63.
26. Vogeser M, Shipkova M, Rigo-Bonnin R, Wallemacq P,Orth M,Widmann M, Verstraete
AG. Multicenter analytical evaluation of the automated electrochemiluminescence
immunoassay for cyclosporine, Ther. Drug Monit.2014. 36; p640–650.

41
27. Shipkova M,Vogeser M,Ramos PA,Verstraete A,Orth M,Schneider C,Wallemacq P.
Multi-center analytical evaluation of a novel automated tacrolimus immunoassay, Clin.
Biochem.2014.p1069–1077.
28. Hoffbrand AV, Moss PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi 6. Jakarta: EGC;2016.
29. RCPA. Allowable Limits of Performance [Internet]. [cited 2018 Oct 22]. Available from:
http://www.iacld.com/DL/talar/rcpa2014.pdf
30. Westgard J. CLIA requirements for analytical quality [Internet]. [cited 2018 Oct 22].
Available from: https://www.westgard.com/clia.htm.
31. Altman D, Bland M. The normal distribution.BMJ. 1995: 289
32. RS Cipto Mangunkusumo. Reference Range Listing. 2018. Hclab : Report No LRS412P.
Diakses tanggal 25-04-2019.
33. Horowitz GL. Establishment and use of reference values. 2012. In: Tietz Textbook of
Clinical Chemistry and Molecular Diagnostics. 5th ed. St. Louis; Elsevier: 95-116
34. Henny J, Vassault A, Boursier G, Vukasovic, Brguljan PM, Lohmander M, et al.
Recommendation for the review of biological reference intervals in medical
laboratories.Clin Chem Lab Med 2016; 54(12): 1893-1900.
35. Bartos V, Dastych M , Dastych M Jr, Franek T, Jirsa M, Kalousova M,et al. Clinical
biochemistry. In: Racek J, Radji D, editors. Prague: Charles University; 2016. p . 9-15.
36. Dahlan S M, Penelitian Diagnostik, Validitas dan reliabilitas. 2nd ed. Jakarta : Salemba
Medika; 2017.
37. Fletcher R, Fletcher S, Fletcher G. Clinical epidemiology, the essentials. 5th
ed.Baltimore : Wolters Kluwer. Lippincott Williams & Wilkins; 2014. p108-131.
38. Sastroasmoro S . Menelusur asas dan kaidah evidence-based medicine. 1th ed. Jakarta:
Sagung Seto;2014. p.81-83.
39. Sastroasmoro S , Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. 5th ed. Jakarta:
Sagung Seto;2014. p.74-77. p.218-244
40. Dahlan S M, Penelitian Diagnostik, seri evidence based medicine 5. Jakarta : Salemba
Medika; 2009.

42
43

Anda mungkin juga menyukai