Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Penyakit hirschprung merupakan suatu kelainan bawaan yang menyebabkan


gangguan pergerakan usus yang dimulai dari spingter ani internal ke arah proksimal dengan
panjang yang bervariasi dan termasuk anus sampai rektum. Penyakit hirschprung adalah
penyebab obstruksi usus bagian bawah yang dapat muncul pada semua usia akan tetapi yang
paling sering pada neonatus.

Penyakit Hirschprung juga dikatakan sebagai suatu kelainan kongenital dimana tidak
terdapatnya sel ganglion parasimpatis dari pleksus auerbach di kolon, keadaan abnormal
tersebutlah yang dapat menimbulkan tidak adanya peristaltik dan evakuasi usus secara spontan,
spingter rektum tidak dapat berelaksasi, tidak mampu mencegah keluarnya feses secara spontan,
kemudian dapat menyebabkan isi usus terdorong ke bagian segmen yang tidak ada lion dan
akhirnya feses dapat terkumpul pada bagian tersebut sehingga dapat menyebabkan dilatasi usus
proksimal.

Pasien dengan penyakit hisprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch padatahun
1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan
megakolon kongenital pada tahun 1863. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak
diketahui secara jelas. Hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa
megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus defisiensi ganglion.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat di dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimanakah konsep dari penyakit hischprung?
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan gangguan
gastrointestinal yang memiliki penyakit hischprung?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penyusunan makalah ini yaitu untuk memahami konsep asuhan
keperawatan yang diberikan pada anak dengan gangguan gastrointestinal yang memiliki
pernyakit hischprung.
2. Tujuan Khusus
Dibawah ini merupakan tujuan khusus dari penulisan makalah ini,yaitu:
a. Mengetahui konsep dari penyakit hischprung
b. Mengetahui konsep asuhan keperawatan yang diberikan pada anak dengan gangguan
gastrointestinal yang memiliki pernyakit hischprung

2
BAB II

KONSEP TEORI PENYAKIT HIRSCHPRUNG

A. Pengertian
Penyakit hirschprung atau megakolon kongenital adalah tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan.
Penyakit ini juga merupakan obstruksi mekanis yang disebabkan oleh ketidakadekuatan
motilitas bagian usus. Penyakit ini menempati seperempat dari keseluruhan kasus
obstruksi neonatal kendati diagnosisnya mungkin baru bisa ditegakkan kemudian dalam
masa bayi atau kanak-kanak.

B. Etiologi
Hirschprung merupakan kelainan kongenital, dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya faktor genetik, lingkungan dan interaksi keduanya (Effendi &
Indrasanto, 2006 dalam Kosim, dkk : 2012).
Faktor genetik dikelompokkan menjadi tiga jenis meliputi kelainan mutasi gen
tunggal, aberasi kromosom dan multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh
lingkungan). Sementara faktor non-genetik/lingkungan terdiri dari penggunaan obat-
obatan selama hamil terutama pada trimester pertama (teratogen), paparan bahan kimia
dan asap rokok, infeksi dan penyakit ibu yang berpengaruh pada janin sehingga
menyebabkan kelainan bentuk dan fungsi pada bayi yang dilahirkan. Pada anak dengan
Down syndrom penyakit hisprung bias terjadi karena kegagalan sel neural pada masa
embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan
submukosa pada dinding plexus.

C. Patofisiologi
Penyakit hirschprung atau megakolon konginetal adalah tidak adanya sel-sel
ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid kolon. Ketidakadaan ini menimbulkan
keabnormalan atau tidak adanya peristalsis serta tidak adanya evakuasi usus spontan.

3
Selain itu, sfingter rectum tidak dapat berelaksasi, mencegah keluarnya feses secara
normal. Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul di daerah tersebut
menyebabkan dilatasinya bagian usus yang proximal terhadap daerah itu. Penyakit
Hirschsprung diduga terjadi karena factor-faktor genetic dan factor lingkungan, nmaun
etiologi sebenarnya tidak diketahui. Penyakit hirschsprung dapat muncul pada sembarang
usia, walaupun paling sering terjadi pada neonatus. (Buku Saku, Keperawatan Pediatri,
Cecily L. Betz dan Linda A. Sowden, EGC : 2002).

Pathway Hirschprung

Sumber: https://askep33.com

D. Manifestasi Klinik
Penyakit megakolon ini sendiri memiliki gejala klinis berupa obstipasi, obstruksi
akut (baru lahir) dan yang terkena kebanyakan bayi yang cukup bulan. Dan trias penyakit
ini adalah mekonium terlambat keluar (>24 jam), perut kembung, dan muntah berwarna
hijau. Pada anak yang lebih besar biasanya juga terjadi diare dan enterokolitis kronik.
Kegagalan mengeluarkan tinja menyebabkan dilatasi bagian proksimal usus besar dan
perut menjadi kembung. Karena usus besar melebar, tekanan di dalam lumen meningkat,
mengakibatkan aliran darah menurun dan perintang mukosa terganggu. Stasis

4
memungkinkan proliferasi bakteri, sehingga dapat menyebabkan enterokolitis
(Clostridium difficile, Staphylococcus aureus, anaerob, koliformis) dengan disertai sepsis
dan tanda-tanda obstruksi usus besar.
1. Pada bayi
a. Tidak bisa mengeluarkan meconium (feses pertama) dalam 24-28 jam pertama
setelah lahir.
b. Tampak malas mengkonsumsi ASI.
c. Muntah bercampur dengan cairan empedu.
d. Distensi abdomen.
e. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare
f. Demam.
g. Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yang
khas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans, terjadi distensi abdomen hebat
dan diare berbau busuk yang dapat berdarah (Betz Cecily & Sowden, 2002).
2. Pada anak-anak
a. Konstipasi.
b. Tinja seperti pita dan berbau busuk.
c. Distensi abdomen.
d. Failure to thrive (gagal tumbuh).
e. Tidak ada nafsu makan (anoreksia).
f. Adanya masa di fecal, dapat dipalpasi.
g. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemia.
h. Letargi.
i. Infeksi kolon, khususnya anak baru lahir atau yang masih sangat muda, yang
dapat mencakup enterokolitis, infeksi serius dengan diare, demam dan muntah
dan kadang-kadang dilatasi kolon yang berbahaya (Betz Cecily & Sowden,
2002).
j.
E. Klasifikasi Hirschprung
Berdasarkan pada segmen kolon yang aganglionik, penyakit Hisprung dibagi
menjadi Hisprung segmen panjang bila segmen aganglionik tidak melebihi batas atas

5
sigmoid dan hisprung segmen pendek bila segmen aganglionik melebihi sigmoid
(Browne, et. al. : 2008).
Sedangkan Amiel dan Lyonnet (2001) menuliskan penyakit Hisprung ada empat jenis
yaitu :
1. Total colonic aganglionosis (TCA)
2. Hisprung intestinal total jika semua usus terlibat
3. Hisprung segmen sangat pendek meliputi bagian distal rektum dibawah rongga
pelvis dan anus serta
4. Suspended hisprung, sebuah kondisi kontroversial dimana bagian kolon aganglionik
berada diatas segmen distal yang normal.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Biopsi isap, yakni mengambil mukosa dan submukosa dengan alat penghisap
andmencari sel ganglion pada daerah submukosa.
2. Biopsy otot rectum, yakni pengambilan lapisan otot rectum, dilakukan
dibawahnarkos. Pemeriksaan ini bersifat traumatic.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin dari hasil biopsi asap. Pada penyakit ini
terdapat peningkatan aktivitas enzim asetikolin enterase.
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsy usus.
(Ngatsiyah, 1997 : 139)
5. Foto abdomen (telentang, tegak, telungkup, dekubitus lateral) diagnostik; untuk
mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
6. Enema barium (diagnostic) ; untuk mengetahui adanya penyumbatan pada kolon.
7. Biopsi rectal ; untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion.
8. Manometri anorektal ; untuk mencatat respons refluks sfingter interna dan eksterna.
(Betz Cecily & Sowden, 2002 : 197).

6
G. Penatalaksanaan
1. Medis
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besaruntuk
membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingganormal
dan juga fungsi spinkter ani internal.
Ada dua tahap pembedahan pertama dengan kolostomi loop atau double barrel dimana
diharapkan tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertropi dapat kembalimenjadi
normal dalam waktu 3-4 bulan . Terdapat prosedur dalampembedahandiantaranya:
a) Prosedur duhanel biasanya dilakukan terhadap bayi kurang dari 1 tahun dengancara
penarikan kolon normal kearah bawah dan menganastomosiskannyadibelakang usus
aganglionik, membuat dinding ganda yaitu selubung aganglionikdan bagian posterior
kolon normal yang telah ditarik.
b) Prosedur Swenson membuang bagian aganglionik kemudian menganastomosiskan
end to end pada kolon yang berganglion dengan saluran anal yang dilatasi
dan pemotongan sfingter dilakukan pada bagian posterior.
c) Prosedur soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dengan cara membiarkan
dinding otot dari segmen rectum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal
ditarik sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antarakolon normal dan
jaringan otot rektosigmoid yang tersisa.
2. Keperawatan
Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila
ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain :
a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anaksecara
dini
b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak
c. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan )
d. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.

Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak-anak


denganmalnutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya
meningkat. Halini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema.
Diperlukan jugaadanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi

7
dapat digunakannutrisi parenteral total ( NPT )Perencanaan pulang dan perawatan
dirumah :

1) Ajarkan pada orang tua untuk memantau adanya tanda dan gejala komplikasi jangka
panjan berikut ini.
a) Stenosis dan kontriksi
b) Inkontinensia
c) Pengosongan usus yang tidak adekkuat
2) Ajarkan tentang perawatan kolostomi pada orang tua dan anak.
a) Persiapan kulit
b) Penggunaan alat kolostomi
c) Komplikasi stoma (perdarahan, gagal defekasi, diare meningkat , prolaps, feses
seperti pita )
d) Perawatan dan pembersihan alat kolostomi
e) Irigasi kolostomi
3) Beri dan kuatkan informasi-informasi tentang penatalaksanaan diet.
a) Makanan rendah sisa
b) Masukan cairan tanpa batas
c) Tanda-tanda ketidakseimbangan elektrolot dan dehidrasi.
4) Dorong orang tua dan anak untuk mengekspresikan perasaannya tentangkolostomi.
a) Tampilan
b) Bau
c) Ketidaksesuaian antara anak mereka dengan anak “ideal”
5) Rujuk ke prosedur institusi spesifik untuk informasi yang dapat diberikan pada orang
tua tentang perawatan dirumah.
3. Kolaboratif
Untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat penyumbatan usus, segera
dilakukankolostomi sementara. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada dinding perut
yangdisambungkan dengan ujung usus besar. Pengangkatan bagian usus yang terkena
dan penyambungan kembali usus besar biasanya dilakukan pada saat anak berusia 6 bula
natau lebih. Jika terjadi perforasi (perlubangan usus) atau enterokolitis,
diberikanantibiotik.

8
H. Komplikasi
Pada umumnya, komplikasi pasca tindakan bedah penyakit hisprung dapat
digolonhkan atas kebocoran, anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi
spingter. Sedangkan tujuan umum dari setiap operasi definitif pull-trough adaah
menyelesaikan secara tuntas penyakit hisprung, dimana anak yang menderita hisprung
mampu menguasai dengan baik fungsi spingter ani dan kontinen (swenson dkk 1990).
Komplikasi tersebut diantaranya :
1. Obstruksi usus
2. Konstipasi
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
4. Entropolitis
5. Struktur anal dan inkontinensial atau post operasi (Betz Cecily & Sowden, 2002 :
1997).

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT HIRSCHPRUNG

A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Anak : Nama/nama panggilan, Tempat tanggal lahir/usia,
Jenis Kelamin, Agama, Pendidikan, Alamat, Tanggal Masuk, Tanggal
Pengkajian, Diasnogtik Medik.
b. Identitas Orang Tua : Nama, Usia, Pendidikan, Pekerjaan/sumber
penghasilan, Agama, Alamat
2. Keluhan Utama
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering
ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir),
perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
3. Riwayat penyakit sekarang
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat
lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi
sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa
konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus
akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi
abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
4. Riwayat penyakit dahulu
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit
Hirschsprung.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik fokus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan
didapatkan
Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan
rectum dan feses akan didapatkan adanya perubahan feses seperti

10
pita dan berbau busuk. Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut
tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat
diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada
waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium
atau tinja yang menyemprot.
Auskultasi : Pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut
dengan hilangnya bisng usus.
Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung.
Palpasi : Teraba dilatasi kolon abdominal.
7. Pemeriksaan Diagnostik dan Hasil
 Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau
terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
 Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi,
gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit,
enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium
setelah 24-48 jam.
 Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
 Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
 Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat
peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.
8. Pengkajian Prabedah
 Kaji status klinik anak (tanda-tanda vital, asupan dan keluaran)
 Kaji adanya tanda-tanda perforasi usus
 Kaji adanya tanda-tanda enterokolitis
 Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan kopung terhadap
pembedahan yang akan dating
 Kaji tingkat nyeri yang dialami anak
9. Pengkajian Pascabedah
 Kaji status pascabedah anak (tanda-tanda vital, bising usus, distensi
abdomen)
 Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi atau kelebihan cairan

11
 Kaji adanya tanda komplikasi
 Kaji adanya tanda infeksi
 Kaji tingkat neri yang dialami anak
 Kaji kemampuan anak dan keluarga untuk melakukan loing terhadap
pengalamannya di rumah sakit dan pembedahan

B. Diagnosa Keperawatan
 Pre operasi
1. Konstipasi berhubungan dengan penyakit hirschprung ditandai dengan nyeri
abdomen
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kurang asupan makanan ditandai dengan kurang minat pada makanan
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai dengan
gelisah
 Post operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah) ditandai dengan
ekspresi wajah nyeri
2. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh ditandai dengan
gangguan fungsi tubuh

C. Intervensi Keperawatan

Nama Klien/Umur :…………


Ruang/No.RM :…………

No. Diagnosis Tujuan Intervensi


1. Dx. 1 NOC: Bowel elimination NIC:
Kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan
1. Mempertahankan gejala konstipasi
bentuk feses lunak 2. Monitor bising usus
setiap 1-3 hari 3. Monitor feses: frekuensi,
2. Bebas dari Konsistensi dan volume
ketidaknyamanan 4. Konsultasi dengan
dan konstipasi Dokter tentang
3. Mengidentifikasi penurunan dan
indikator untuk peningkatan bising usus
mencegah konstipasi 5. Monitor tanda dan gejala
4. Feses lunak dan ruptur usus/pritonitis
berbentuk 6. Jelaskan etiologi dan
Rasionalisasi tindakan
7. Identifikasi faktor

12
penyebab dan kontribusi
konstipasi
8. Kolaborasikan pemberian
Laksatif
9. Mendorong meningkat-
kan asupan cairan,
kecuali dikontraindikasi-
kan
10. Anjurkan pasien/
keluarga diit tinggi serat
11. Ajarkan pasien/
keluarga tentang proses
pencernaan yang normal
12. Menyarankan pasien
untuk berkonsultasi
dengan Dokter jika
konstipasi berulang dan
berangsur lama

2. Dx. 2 NOC: NIC:


1. Nutritional status: Nutrition management
food and fluid 1. Kaji adanya alergi
intake Makanan
2. Nutritional status: 2. Kolabari dengan ahli
nutrient intake gizi untuk menentukan
3. Weight control jumlah kalori dan
Kriteria hasil: nutrisi yang dibutuh-
1. Adanya peningkat- kan pasien
an berat badan 3. Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan meningkatkan intake
tujuan Fe
2. Berat badan ideal 4. Anjurkan pasien untuk
sesuai dengan meningkatan protein
tinggi badan dan vitamin C
3. Mampu 5. Yakinkan diet yang
mengidentifikasi dimakan mengadung
kebutuhan nutrisi serat untuk mencegah
4. Tidak ada tanda- konstipasi
tanda malnutrisi 6. Berikan makanan yang
5. Menunjukan Terpilih
peningkatan fungsi 7. Monitor jumlah nutrisi
pengecapan dari dan kandungan kalori
menelan 8. Berikan informasi
6. Tidak terjadi tentang kebutuhan
penurunan berat nutrisi
badan yang berarti Nutrition monitoring

13
1. BB pasien dalam batas
normal
2. Monitor adanya
penurunan BB
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak
atau orangtua selama
makan
5. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
6. Jadwalkan pengobatan
dan tindakan selama
jam makan

3. Dx. 3 NOC: NIC:


1. Ansiety Anxiety reduction (penurunan
2. Fear leavel kecemasan):
3. Sleep deprivation 1. Gunakan pendekatan
4. Comfort, readines Yang menenangkan
For 2. Jelaskan semua
5. Enchanced prosedur dan apa yang
Kriteria hasil: dirasakan selama
1. Mampu mengontrol prosedur
kecemasan 3. Pahami perspektif
2. Status lingkungan pasien terhadap stres
yang nyaman 4. Temani pasien untuk
3. Mengontrol nyeri memberikan keamanan
4. Kualitas tidur dan dan mengurangi takut
istirahat adekuat 5. Dorong keluarga
5. Kontrol gejala menemani anak
6. Status kenyamanan 6. Dengarkan penuh
meningkat perhatian
7. Dapat mengontrol 7. Identifikasi tingkat
ketakutan kecemasan
8. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
9. Intruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
10. Kolabari untuk
memberikan obat untuk

14
mengurangi kecemasan

4. Dx.4 NOC: NIC:


1. Pain level Pain management
2. Pain control 1. Lakukan pengkajian
3. Comfort level nyeri secara
Kriteria hasil: komperhensif
1. Mampu mengontrol 2. Kontrol lingkungan
Nyeri yang dapat
2. Melaporkan bahwa mempengaruhi nyeri
nyeri berkurang seperti suhu ruangan,
dengan manajemen pencahayaan dan
nyeri kebisingan
3. Mampu mengenali 3. Kaji tipe dan sumber
nyeri nyeri untuk
4. Menyatakan rasa menentukan intervensi
nyaman setelah 4. Pilih dan lakukan
nyeri berkurang penanganan nyeri
(farmakologi, non-
farmakologi)
5. Tingkatkan istirahat
6. Kolaborasikan dengan
Dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
5. DX. 5 NOC: NIC:
1. Body image Body image enhancement
2. Self esteem 1. Kaji secara verval dan
Kriteria hasil: non verval respon
1. Body image positif klien terhadap
2. Mampu tubuhnya
mengidentifikasi 2. Monitor frekuensi
kekuatan personal Mengkritik dirinya
3. Mendiskripsikan 3. Jelaskan tentang
secara faktual pengobatan, perawatan,
perubahan fungsi kemajuan dan
tubuh prognosis penyakit
4. Mempertahankan 4. Dorong klien
interaksi sosial mengungkapkan
perasaannya
5. Identifikasi arti
pengurangan melalui
pemakaian alat bantu
6. Fasilitasi kontak dengan
individu lain dalam
kelompok kecil

15
Self-esteem enchancement
1. Memantau laporan
harga diri pasien
2. Membantu pasien
untuk menemukan
penerimaan diri
3. Memfasilitasi
lingkungan dan
kegiatan yang akan
meningkatkan harga
diri

D. Implementasi

Dalam bukunya Doengoes (1998) mengemukakan bahwa Implementasi merupakan


tahap keempat dari proses keperawatan dimana rencana perawatan dilaksanakan: melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah di tentukan. Pada tahap ini artinya perawat siap untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang sudah dicatat dan direncanakan. Implementasi harus
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sejak awal.

E. Evaluasi

 Pre operasi hirschsprung


1. Pola eliminasi berfungsi normal
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
3. Status kenyamanan klien meningkat
 Post operasi hirschsprung
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang
2. Pasien mampu menerima kondisinya

16
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

17
DAFTAR PUSTAKA

18

Anda mungkin juga menyukai