Anda di halaman 1dari 29

LEMBAR PENGESAHAN

Keputusan Direktur Utama No 132/Kep/XVI/9/2015

Tentang

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI DAN SEDASI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

Disusun oleh :

( Dr.Hj.Jamilah )
Manajer Pelayanan Medis Khusus

Disetujui oleh :

( Dr. Umi Sjarqiah, Sp. KFR )


Autorized Person

Ditetapkan oleh :

( Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp. A )


Direktur Utama

i
KEPUTUSAN
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
Nomor : 132/Kep/XVI/9/2015
Tentang

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI DAN SEDASI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH

Direktur Utama Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih (RSIJCP),


Menimbang : a. bahwa Pelayanan Kesehatan RSIJCP perlu mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan agar dapat memberikan pelayanan lebih baik,
optimal dan bermutu tinggi.
b. bahwa untuk melaksanakan pelayanan kesehatan di rumah sakit
termasuk didalamnya anestesi dan bedah yang lebih baik perlu dibuat
Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi.

c. bahwa agar Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi tersebut


mempunyai kekuatan hukum, perlu ditetapkan melalui Keputusan
Direktur Utama.

Mengingat : 1. Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tanggal 06 Oktober 2004
tentang Praktik Kedokteran.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan.
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

ii
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
512/Menkes/Per/X/2005 tentang Penyelenggaraan Praktik Dokter dan
Dokter Gigi.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
519/Menkes/Per/III/2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Anestesia dan Terapi Intensif di Rumah Sakit.
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
HK.02.02/MENKES/251/2015.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.02.02/MENKES/251/2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran dan Terapi Intensif.
10. Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan
No. HK.02.04/I/2790/11 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit.
11. Keputusan Badan Pelaksana Harian (BPH) RSIJ No.
020/KEP/I.6.AU/D/2015 tanggal 16 Juni 2015 tentang Struktur
Organisasi dan Tata Kerja RSIJCP.
12. Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 235/KEP/I.0/D/2013
tanggal 12 Desember 2013 tentang Penetapan Direksi RSIJCP masa
Jabatan 2013 – 2017.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA


CEMPAKA PUTIH TENTANG PANDUAN PELAYANAN ANESTESI DAN
SEDASI RSIJCP, dengan ketentuan sebagai berikut :

iii
Pertama : Memberlakukan Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi di RSIJCP
dipergunakan untuk mendukung kegiatan rumah sakit sebagaimana
terlampir.
Kedua : Setiap Unit Kerja terkait agar menjadikan Panduan Pelayanan ini sebagai
acuan dalam melakukan tugasnya.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi iv


Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di: Jakarta


pada tanggal : 26 Dzulqaidah 1436 H.
10 September2015 M.

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A.


Direktur Utama

Tembusan :
1. Anggota direksi.
2. Ketua Panitia Akreditasi RSIJCP Versi 2012.
3. Ka. Komite Mutu dan Manajemen Risiko.
4. Manajer Rawat Inap
5. Manajer Rawat Jalan
6. Manajer Pelayanan Medis Khusus

iv
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia Nya yang telah
diberikan kepada penyusun, sehingga tersusunya Buku Panduan Pelayanan Anestesi dan
Sedasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih ini dapat selesai disusun.

Buku Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi ini merupakan pedoman kerja bagi semua
pihak yang terkait dengan unit kamar operasi Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih
dalam tata cara pelaksanaan pelayanan di kamar operasi.

Dalam Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi ini diuraikan tentang latar belakang,
ruang lingkup dan tatalaksana pelayanan bedah di Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka
Putih.
Tidak lupa penyusun menyampaikan terima kasih yang sedalam - dalamnya atas bantuan
semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Pedoman Pelayanan Bedah
Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Penyusun

v
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN..........................................................................................................i
KEPUTUSAN DIREKTUR UTAMA RSIJCP..................................................................................ii
KATA PENGANTAR..................................................................................................................v
DAFTAR ISI.............................................................................................................................vi
BAB I DEFINISI.........................................................................................................................1
BAB II RUANG LINGKUP..........................................................................................................4
BAB III TATA LAKSANA............................................................................................................5
BAB IV DOKUMENTASI.........................................................................................................20
BAB V PENUTUP...................................................................................................................21

vi
Lampiran
Keputusan Direktur Utama RSIJCP
Nomor : 132/Kep/XVI/9/2015
Tentang : Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi

BAB I
DEFINISI

Beberapa pengertian yang dimaksud dalam panduan ini sebagai berikut :


1. Pelayanan anestesi dan sedasi adalah pelayanan / tindakan medis yang dilakukan
oleh dokter spesialis anestesiologi dalam kerja sama tim sesuai dengan kompetensi
dan kewenangan yang dimiliki.
2. Tim Anestesi adala Terdiri dari dokter spesialis anestesiologi dan perawat anestesi,
melakukan pelayanan anestesi dan sedasi serta pemantauan selama pembedahan
sampai pasien dipulangkan atau dipindahkan keruang rawat inap.
3. Personel anestesi yang kompeten dan memenuhi syarat : dokter spesialis
anestesiologi yang mempunyai SIP dan Surat Kewenangan Klinis (Clinical
Appointment).
4. Perawat anestesi adalah perawat terdaftar dengan SIP yang bekerja sebagai tim
anestesi bekerjasama dengan dokter spesialis anestesiologi , memberikan obat
anestesi dan analgetika, serta memantau pasien selama pemberian sedasi sedang
sampai sedasi dalam, anesthesia umum, regional analgesia, blok pleksus dan
pemantauan pasien di ruang pulih (PACU) sampai pasien dipulangkan atau
dipindahkan ke ruang inap atau ke ICU , dibawah pengawasan langsung dokter
spesialis anestesiologi.
5. Pelayanan pre anestesi dan sedasi adalah penilaian untuk menentukan status medis
pre anestesi dan sedasi serta pemberian informasi dan persetujuan bagi pasien yang
memperoleh tindakan anestesi dan sedasi.
6. Pelayanan intra anestesi dan sedasi adalah pelayanan yang dilakukan selama
tindakan anestesi dan sedasi meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinu,
mengawasi komplikasi yang terjadi serta tindakan untuk mengantisipasi komplikasi
yang terjadi.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 1


7. Pelayanan pasca anestesi dan sedasi adalah pelayanan pada pasien pasca anestesi
dan sedasi sampai pulih dari tindakan anestesi.
8. Pelayanan tindakan resusitasi adalah pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko
mengalami henti jantung meliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang.
9. Pelayanan anestesi dan sedasi rawat jalan adalah pelayanan yang dikhususkan
kepada perawatan, pre operatif, intra operatif dan pasca operatif pada pasien yang
menjalani prosedur pembedahan rawat jalan.
10. Pelayanan anestasi regional adalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok
saraf regional sehingga tercapai anestesi di lokasi pembedahan sesuai dengan yang
diharapkan.
11. Pelayanan anestesi /analgesia diluar kamar pembedahan adalah tindakan
pemberian anestetik/analgesik di luar kamar pembedahan.
12. Sedasi dapat didefinisikan sebagai suatu teknik pemberian obat penenang atau obat
disosiatif dengan atau tanpa analgesik yang memungkinkan pasien untuk mentolelir
prosedur tindakan dimana fungsi kardiorespirasi tetap terjaga, dan mampu
mempertahankan oksigenasi serta control nafas secara mandiri.
13. Sedasi ringan /minimal (anxiolysis) adalah kondisi dimana pasien masih dapat
merespons dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan
koordinasi dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskuler tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah pemberian obat sedasi dan atau analgetika per oral
dengan dosis sesuai kebutuhan pasien dengan blok saraf perifer, anestesi local atau
topical.
14. Sedasi sedang (Councious sedation) atau sedasi moderat adalah suatu kondisi
depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan respons terhadap stimulus
sentuhan. Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan patensi jalan nafas
dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya terjaga dengan
baik.
15. Sedasi berat / dalam adalah suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien
memberikan respons dengan stimulus nyeri / berulang. Fungsi ventilasi spontan
dapat terganggu/ tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk
mempertahankan patensi jalan nafas. Fungsi kardiovaskuler biasanya tidak
terganggu.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 2


16. Anestesi umum adalah hilangnya kesadaran dimana pasien tidak sadar , bahkan
dengan pemberian stimulus nyeri. Pasien sering membutuhkan bantuan untuk
mempertahankan patensi jalan nafas dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan
positif karena tidak adekuatnya ventilasi dan fungsi kardiovaskuler dapat terganggu.
17. Anestesi lokal adalah pemberian obat anestesi secara local untuk suatu tindakan
minor
18. Anestesi regional adalah tindakan pembiusan dengan menyuntikan obat anestesi
lokal kesekitar saraf atau sekumpulan saraf (pleksus) yang mempersyarafi daerah
yang akan dipembedahan. Hasilnya impuls saraf diblok sehingga daerah yang diblok
mati rasa dan tidak dapat digerakan
19. Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan , sehingga tidak selalu mungkin untuk
memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi.
Sedasi ringan Sedasi sedang Sedasi berat / Anestesi
(anxiolysis) (conscious dalam umum
sedation)
Respons Respons Respons Respons Tidak sadar,
normal terhadap setelah meskipun
terhadap stimulus diberikan dengan
stimulus verbal sentuhan stimulus stimulus
berulang/ nyeri
stimulus nyeri
Jalan nafas Tidak Tidak perlu Mungkin perlu Sering
terpengaruh intervensi intervensi memerlukan
intervensi
Ventilasi Tidak Adekuat Dapat tidak Sering tidak
spontan terpengaruh adekuat adekuat
Fungsi Tidak Biasanya Biasanya Dapat
kardiovaskuler terpengaruh dapat dapat terganggu
dipertahankan dipertahankan
dengan baik dengan baik

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 3


BAB II
RUANG LINGKUP

Pelayanan anestesia dan sedasi antara lain :

A. Pelayanan Anestesi
B. Pelayanan Sedasi
C. Pelayanan anestesia rawat jalan
D. Resusitasi jantung paru otak.
E. Pelayanan kegawatdaruratan
F. Intensive care

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 4


BAB III
TATA LAKSANA

A. PELAYANAN ANESTESI

1. Pelayanan anestesi merupakan pelayanan yang diberikan perioperatif yaitu


pelayanan anestesi yang mengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pre,
intra dan pasca anestesi.
a. Pelayanan Perioperatif
1) Pelayanan Pre Anestesi
a) Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesiologi
harus dilakukan sebelum tindakan anestesi untuk memastikan
bahwa pasien berada dalam kondisi yang layak untuk prosedur
anestesi.
b) Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk menilai dan
menentukan status medis/fisik (ASA) pasien pra anestesi
berdasarkan prosedur sebagai berikut :
 Anamnesis dan pemerikasaan fisik pasien
 Meminta/mempelajari hasil-hasil pemeriksaan dan konsultasi
bidang lain yang diperlukan untuk melakukan anestesi.
 Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan anestesi yang akan
dilakukan pada pasien dan keluarga.
 Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menantangani
persetujuan tindakan anestesia( informed consent ).
 Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesi
dan obat-obat yang diperlukan, serta tersedianya oksigen dan
gas medic yang memenuhi syarat dan aman.
c) Pemerikasaan penunjang pra anestesi dilakukan sesuai Standar
Prosedur Pembedahan.
d) Puasa pra-anestesi
a) Prosedur elektif ; mempunyai waktu yang cukup untuk
pengosongan lambung.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 5


b) Situasi emergensi ; berpotensi terjadi pneumonia aspirasi,
apakah perlu penundaan prosedur dan apakah perlu proteksi
trachea dengan intubasi.
Pelayanan pra anestesi ini dilakukan pada semua pasien yang akan
menjalankan tindakan anestesi. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya
gawat darurat yang ekstrim, langkah-langkah pelayanan pra anestesi
sebagaimana diuraikan diatas, dapat diabaikan dan alasannya harus
didokumentasikan dalam rekam medis pasien.(Formulir Asesmen Pra
Anestesi dan Sedasi)

2) Pelayanan Intra Anestesi


a) Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada
di kamar pembedahan selama tindakan anestesi umum dan
regional serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
b) Sesaat sebelum induksi, dilakukan asesmen pra indukasi untuk
melihat kondisi pasien apakah layak untuk dilakukan anestesi /
tidak.
c) Selama pemberian anestesi harus dilakukan pemantauan dan
evaluasi secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi,
suhu, perfusi jaringan, serta didokumentasikan pada status anestesi
dan sedasi.
d) Pengakhiran anestesi harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi,
sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan dalam keadaan stabil.

3) Pelayanan pasca Anestesi


a) Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus dipindahkan ke ruang
pulih/ RR (Recovery Room) kecuali atas perintah khusus dokter
spesialis anestesiologi atau dokter yang bertanggung jawab
terhadap pasien tersebut , pasien juga dapat dipindahkan langsung
ke ruang perawatan intensif ( HCU/ ICU).
b) Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi
parsyaratan yang berlaku.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 6


c) Sebagian besar pasien dapat ditatalaksana di ruang pulih, tetapi
beberapa diantaranya memerlukan perawatan di ruang perawatan
intensif (HCU/ICU)
d) Pemindahan pasien ke ruang pulih/RR harus didampingi oleh dokter
spesialis anestesiologi atau anggota tim pengelola anestesi. Selama
pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai secara kontinu dan
diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
e) Setelah tiba diruang pulih/RR dilakukan serah terima pasien dari
perawat intra ke perawat ruang pulih/RR disertai laporan kondisi
pasien.
f) Kondisi pasien di ruang pulih/RR harus dinilai secara kontinyu.
g) Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien
dari ruang pulih/RR.
Pasien yang mendapat pelayanan anestesi berasal dari :
 Rawat jalan
 Rawat inap
 ODC
 IGD
b. Jenis Anestesi
1) Anestesi umum :
a) Pasien tidur (tidak sadar) dan tidak merasa nyeri selama
pembedahan.
b) Lama pembiusan disesuaikan dengan lama pembedahan.
c) Obat bius yang diberikan menyebar keseluruh tubuh mengikuti
aliran darah termasuk aliran pembuluh janin dalam kandungan.
d) Pasca bedah pasien harus dalam keadaan sadar penuh sebelum bisa
diberi minum
2) Anestesi Regional :
Yaitu tindakan pembiusan dengan menyuntikan obat anestesi lokal
kesekitar saraf atau sekumpulan saraf (pleksus) yang mempersyarafi
daerah yang akan dipembedahan. Hasilnya impuls saraf diblok sehingga
daerah yang diblok mati rasa dan tidak dapat digerakan.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 7


3) Analgesia Spinal / Epidural dan Blok Peripheral.
Merupakan jenis anestesia regional, sebagai anestesia pilihan untuk
pembedahan dari pusar ke bawah, misalnya pembedahan Caesar,
pembedahan kandungan, pembedahan usus buntu, pembedahan
hernia, pembedahan hemoroid (ambeien), pembedahan tungkai dan
kaki. Pada analgesia spinal obat lokal anestesi disuntikan kedalam
cairan serebrospinal (cairan otak dalam sumsum tulang belakang)
melalui celah antar tonjolan tulang belakang di punggung/pinggang.
Pada waktu penyuntikan posisi pasien bisa duduk atau baring miring
kekiri atau kekanan, badan membungkuk dan kepala menunduk.Gejala
yang dialami mula-mula terasa hangat dipunggung kemudian rasa
kesemutan pada kedua tungkai dan tidak bisa digerakkan sampai hilang
rasa. Lama hilang rasa , kurang lebih 2-3 jam.
Pada analgesia epidural digunakan jarum yang sedikit lebih besar dan
obat lokal anestesia dimasukkan ke rongga diluar selaput pembungkus
cairan serebrospinal dan kedalam rongga ini dapat dimasukkan selang
kecil yang memungkinkan untuk penambahan obat.Pasien tetap sadar
dan bila diperlukan dapat diberi sedasi sedang sampai sedasi dalam.
Analgesia spinal/ epidural.
 Untuk analgesia spinal jumlah obat yang diberikan relatif sedikit,
tidak menyebar keseluruh tubuh dan tidak masuk peredaran darah
janin.
 Pasca bedah bisa langsung minum.
 Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa atau lamanya puasa
kurang (pembedahan emergensi).
 Posisi pada waktu penyuntikan kurang nyaman.
 Pasca bedah pasien harus tidur baring selama 6 jam sampai 24 jam.
Pada blok peripheral , obat lokal anestesia diberikan pada daerah tertentu
untuk menghilangkan sensasi setempat. Umumnya blok peripheral dilakukan
untuk tindakan/pembedahan pada anggota gerak (lengan atau tungkai).
Bila tindakan analgesia regional tidak berhasil/gagal maka tehnik anestesia
dapat diulang atau dapat dilanjutkan dengan anestesia umum.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 8


B. PELAYANAN SEDASI

1. Prosedur sedasi merupakan suatu teknik pemberian obat penenang atau obat
disosiatif dengan atau tanpa analgetik yang memungkinkan pasien untuk
mentolelir prosedur tindakan dimana fungsi kardiorespirasi tetap terjaga, dan
mampu mempertahankan oksigenasi serta kontrol nafas secara mandiri.

2. Pelayanan Sedasi dapat dilakukan di kamar bedah ataupun diluar kamar bedah,
misalnya di ruang radiologi, ruang pencitraan, endoskopi, diagnostik, ruang
rawat, UGD, ICU.

3. Keuntungan, Risiko dan Kekurangannya dari pemberian sedasi.


a. Keuntungan yang didapat dari pemberian sedasi /analgetika :
1) Pasien dapat mentoleransi prosedur yang tidak menyenangkan dengan
mengurangi kecemasan, ketidaknyamanan atau nyeri yang mereka
rasakan.
2) Pada anak anak dan orang dewasa yang tidak kooperatif ; sedasi dan
analgetika dapat mempercepat dan memperlancar pelaksanaan
prosedur yang memerlukan pasien untuk diam / tidak bergerak.
b. Risiko pemberian sedasi : berpotensi menimbulkan depresi kardiorespirasi ,
sehingga petugas / personel yang memberikan sedasi harus dapat segera
mengenali dan menanganinya untuk mencegah kejadian ; kerusakan otak
akibat hipoksia, henti jantung atau kematian.
c. Pemberian sedasi / analgetika yang tidak adekuat :
1) Menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien.
2) Meningkatkan risiko cedera karena pasien menjadi kurang/ tidak
kooperatif.
3) Timbulnya efek fisiologis atau psikologis akibat respons terhadap stress
yang dialami pasien.
4. Klasifikasi Sedasi
a. Sedasi ringan :
1) Mampu secara normal merespon stimululasi verbal
2) Fungsi kognitif dan koordinasi dapat mulai terganggu

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 9


3) Fungsi ventilasi dan kardiovaskuler tidak terganggu
b. Sedasi sedang/moderat :
1) Pasien tidur, respon terhadap perintah verbal
2) Jalan napas paten, dan ventilasi spontan masih adekuat
3) Fungsi kardiovaskuler tidak terpengaruh
c. Sedasi dalam :
1) Pasien tidak berespon terhadap perintah verbal, namun respon
terhadap stimulasi nyeri kuat atau berulang.
2) Fungsi ventilasi mungkin sudah terganggu, pasien mungkin sudah
Membutuhkan bantuan untuk menjaga potensi jalan napas.
3) Ventilasi spontan umumnya tidak adekuat
4) Kardiovaskuler tidak terganggu
5. Tenaga medis yang melakukan prosedur sedasi harus mahir dalam Manajemen
jalan nafas, resusitasi kardiovaskuler dan harus memiliki keterampilan yang
dibutuhkan untuk mengontrol kedalaman sedasi.
6. Sedasi ringan pasien dewasa dapat dikerjakan oleh tenaga medis yang sudah
mendapat pelatihan sedasi, termasuk prosedur sedasi ringan pada pasien
pediatrik.
7. Sedasi sedang dan sedasi dalam dilakukanoleh dokter spesialis anestesiologi
sesuai kompetensinya
8. Premedikasi
Obat-obat sedatif dapat diberikan pada masa pre operatif untuk mengurangi
kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan.Sedasi dapat
digunakan pada anak-anak kecil, pasien dengan kesulitan belajar, dan orang yang
sangat cemas.Obat-obat sedatif diberikan untuk menambah aksi agen-agen
anestetik. Pemilihan obat tergantung pada pasien, pembedahan yang akan
dilakukan , dan keadaan-keadaan tertentu: misalnya kebutuhan pasien dengan
pembedahan darurat berbeda disbandingkan pasien dengan pembedahan
terencana atau pembedahan mayor. Penggunaan oral lebih dipilih untuk
digunakan premedikasi
9. Prosedur Radiologik

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 10


Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien cemas, tidak mampu
mentoleransi prosedur radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa
sedasi.Perkembangan penggunaan radiologi intervensi selanjutnya
meningkatkan kebutuhan penggunaan sedasi dalam bidang radiologi.
10. Endoskopi
Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menghilangkan kecemasan dan
member efek sedasi selama pemeriksaan dan intervensi endoskopi.Pada
endoskopi gastrointestinal (GI), analgesiklokal biasanya tidak tepat digunakan,
perlu penggunaan bersamaan obat sedatif dan opioid sistemik.Sinergisme antara
kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan resiko obstruksi jalan
napas dan depresi ventilasi.

Hal-hal yang harus lakukan pada Sedasi Sedang dan sedasi berat / dalam :
1. Evaluasi pra-sedasi
a. Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian sedasi dan
analgestika yang berjalan lancar).
b. Menurunkan risiko kejadian efek samping .
c. Evaluasi ini meliputi :
1) Riwayat penyakit pasien yang relevan
2) Pemeriksaan fisik terfokus.
3) Pemeriksaan laboratorium (berdasarkan pada kondisi yang
mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam menangani pasien)
4) Temuan klinis dikonfirmasi segera sebelum melakukan anestesi /
sedasi
5) Konsultasi
6) Semua data yang didapat di dokumentasikan didalam asesmen pra-
sedasi.
2. Konseling pasien
Mengenai risiko, keuntungan, keterbatasan dan alternatif yang ada.
3. Puasa pra-sedasi
a. Prosedur elektif; mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan
lambung.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 11


b. Situasi emergensi; berpotensi terjadi pneumonia aspirasi,
pertimbangkan dalam menentukan tingkat / kategori sedasi; apakah
perlu penundaan prosedur dan apakah perlu proteksi trachea dengan
intubasi.
4. Pemantauan
a. Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur sebelum, selama
dan setelah prosedur dilakukan;
1) Tingkat kesadaran pasien ( dinilai dari respons pasien terhadap
stimulus).
2) Respon menjawab verbal; menunjukan bahwa pasien bernafas
3) Hanya memberikan respons berupa reflex menarik diri (withdrawal)
pada sedasi berat / dalam, mendekati anestesi umum dan harus
segera ditangani.
4) Oksigenasi
5) Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses
anestesi.
6) Gunakan oksimeter denyut ( pulse oxymetry).
7) Respon terhadap perintah verbal ( jika memungkinkan ).
8) Ventilasi paru ( observasi dan auskultasi).
9) Semua pasien yang menjalani sedasi sedang dan dalam harus
memiliki ventilasi yang adekuat dan dipantau secara terus menerus.
10) Lihat tanda klinis ; pergerakan dinding dada, pergerakan kantong
pernafasan, auskultasi dada.
11) Jika terpasang ETT / LMA/ I-GEL ; pastikan posisi terpasang benar.
12) Kapnografi bila tersedia dan diperlukan.
13) Sirkulasi
14) EKG untuk pasien dengan penyakit kardiovaskuler signifikan.
15) Pemeriksaan analisis gas darah ( AGD ).
16) Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5 menit
(kecuali dikontraindikasikan).

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 12


17) Pasien dengan anestesi umum: semua hal diatas ditambah evaluasi
kontinu fungsi sikulasi dengan ; palpasi nadi, auskultasi bunyi
jantung, oksimetri ).
18) Temperatur tubuh.
b. Pencatatan data untuk sedasi berat / dalam.
1) Respon terhadap perintah verbal atau stimulus yang lebih intens
(kecuali dikontra indikasikan)
2) Pemantauan tekanan darah , frekuensi jantung, frekuensi nafas dan
saturasi oksigen untuk semua pasien
3) EKG untuk semua pasien
4) Semua data yang didapat untuk pemantauan didokumentasikan
dalam status anestesi dan sedasi dan disimpan dalam rekam medik
pasien.
5. Personel / petugas.
a. Sebaiknya harus ada perawat anestesi yang ikut hadir dalam proses
anestesi, bertugas untuk memantau pasien sepanjang prosedur
berlangsung.
b. Memiliki kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas,
melakukan ventilasi tekanan positif dan resusitasi (bantuan hidup lanjut)
selama prosedur berlansung.
c. Perawat anestesi boleh membantu dengan melakukan tugas-tugas
ringan lainnya saat pasien telah stabil.
d. Untuk sedasi berat / dalam : perawat anestesi yang melakukan
pemantauan tidak boleh diberi tugas / pekerjaan lain.
6. Pelatihan.
a. Farmakologi obat-obatan anesthesia dan analgetika.
b. Farmakologi obat-obatan antagonis yang tersedia.
c. Keterampilan bantuan hidup dasar.
d. Keterampilan bantuan hidup lanjut.
e. Untuk sedasi berat / dalam : keterampilan bantuan hidup lanjut di
kamar tindakan / prosedur.
7. Peralatan emergensi.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 13


a. Suction, peralatan patensi jalan nafas dengan berbagai ukuran, ventilasi
tekanan positif.
b. Peralatan intravena, obat-obatan antagonis dan obat-obatan resusitasi
dasar.
c. Peralatan intubasi.
d. Defibrilator yang tersedia setiap saat dan dapat segera dipakai
( terutamauntuk pasien dengan penyakit kardiovaskuler ).
e. Untuk sedasi berat /dalam: defibrillator tersedia setiap saat dan dapat
segera dipakai ( untuk semua pasien ).
8. Oksigen tambahan.
a. Tersedianya peralatan oksigenasi.
b. Pemberian oksigen tambahan jika terjadi hipoksemia.
c. Untuk sedasi berat/ dalam : pemberian oksigen kepada semua pasien.
9. Pilihan obat-obat sedasi dan analgetika.
a. Sedatif; untuk mengurangi ansietas / kecemasan, menyebabkan kondisi
somnolen.
b. Analgetika ; untuk mengurangi nyeri.
c. Kombinasi sedasi dan analgetika ; efektif untuk sedasi sedang dibanding
dengan penggunaan satu jenis obat.
10. Titrasi dosis.
a. Pengobatan intravena diberikan secara bertahap dengan interval yang
cukup antar-pemberian untuk memperoleh efek yang optimal.
b. Pengurangan dosis yang sesuai jika menggunakan sedatif dan
analgetika.
c. Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah efek
sedasi / analgetik tidak direkomendasikan.
11. Penggunaan obat anestesi induksi ( propofol, ketamin).
a. Biasanya digunakan untuk anestesi umum.
b. Propofol dan ketamin efektif dipakai untuk sedasi sedang.
c. Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan
, pasien dengan sedasi berat harus dipantau secara kontinu, termasuk
penanganan jika pasien jatuh dalam keadaan anesthesia umum.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 14


12. Akses intrvena.
a. Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena ; pertahankan akses
intravena dengan baik selama prosedur sehingga pasien terbebas dari
risiko depresi kardiovaskuler.
b. Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil berdasarkan
kasus per kasus.
c. Tersedia personel / petugas yang memiliki keterampilan / keahlian
mengakses jalur intravena.
13. Obat antagonis.
Tersedia nalokson / flumazenil jika pasien diberikan obat opioid /
benzodiazepin.
14. Pemulihan.
a. Observasi sampai pasien terbebas dari risiko depresi sistem
kardiorespirasi.
b. Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien
terbebas dari risiko hipoksemia.
c. Ventilasi dan sikulasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai
pasien diperbolehkan pulang.
d. Gunakan kriteria pemulangan yang sesuai untuk meminimalisir risiko
depresi kardiovaskuler/ pernafasan setelah pasien dipulangkan.
15. Situasi khusus.
a. Masalah medis berat yang mendasari (usia sangat lanjut, penyakit
jantung/paru/ginjal/hepar yang berat); konsultasikan ke dokter spesialis
yang sesuai.
b. Risiko gangguan kardiovaskuler / pernafasan yang berat atau
diperlukannya ketidak sadaran total pada pasien untuk menciptakan
kondisi pembedahan yang memadai; konsultasikan dengan dokter
spesialis anestesiologi.
16. Kriteria pemulihan dan pemulangan pasien setelah pemberian sedasi dan
analgesic.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 15


Setiap rumah sakit mempunyai kriteria pemulihan dan pemulangan yang
sesuai dengan pasien dan prosedur yang dilakukan. Beberapa prinsip dasar
yang harus dimiliki adalah :
a. Prinsip umum
1) Pengawasan medis dalam fase pemulihan dan pemulangan pasien
setelah pemberian sedasi sedang/dalam merupakan tanggung
jawab dokter yang melakukan sedasi.
2) Ruang pemulihan harus dilengkapi dengan monitor dan peralatan
resusitasi yang adekuat.
3) Pasien yang menjalani sedasi sedang atau dalam harus dipantau
sampai kriteria pemulangan terpenuhi.
a) Durasi dan frekuensi pemantauan harus disesuaikan dengan
masing –masing pasien bergantung pada tingkat sedasi yang
diberikan, kondisi umum pasien, dan intervensi/ prosedur yang
dilakukan.
b) Oksigenisasi harus dipantau sampai pasien terbebas dari resiko
depresi pernapasan.
4) Tingkat kesadaran, tanda vital dan oksigenasi (jika diindikasikan)
harus dicatat dengan rutin dan teratur.
5) Perawat dan petugas terlatih lainnya yang bertugas memantau
pasien dan mengidentifikasi adanya komplikasi dapat hadir/
mendampingi pasien hingga kriteria pemulangan terpenuhi.
6) Petugas yang kompeten dalam menangni komplikasi (misalnya
mempertahankan potensi jalan nafas, memberikan ventilasi
tekanan positif)harus dapat segera hadir kapan pun diperlukan
hingga kriteria pemulangan terpenuhi.
b. Kriteria Pemulangan Pasien
1) Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik. Bayi dan pasien
dengan gangguan status mental harus kembali ke status semula/
awal( sebelum menjalani anastesi / analgesik). Dokter dan keluarga
harus menyadari bahwa pasien anak –anak yang memiliki risiko

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 16


obstruksi jalan nafas, harus duduk dengan posisi kepala menunduk
ke depan.
2) Tanda vital harus stabil.
3) Penggunaan sistem scoring dapat membantu pencatatan untuk
kriteria pemulangan.
4) Telah melewati waktu yang cukup (hingga 2 jam) setelah pemberian
terakhir obat antagonis (nalokson, flumazenil) untuk memastikan
bahwa pasien tidak masuk ke fase sedasi kembali setelah efek
antagonis menghilang.
5) Pasien rawat jalan boleh dipulangkan dengan didampingi oleh orang
dewasa yang dapat mengantarkan pasien sampai ke rumah dan
dapat melaporkan jika terjadi komplikasi pasca prosedur.
6) Pasien rawat jalan dan pendampingnya harus diberikan instruksi
tertulis mengenai diet pasca prosedur, obat–obatan, aktifitas dan
nomer telepon yang dapat dihubungi jika terjadi keadaan
emergency.

C. PELAYANAN ANESTESI RAWAT JALAN


1. Pelayanan anestesi rawat jalan diberikan pada pasien yang menjalani tindakan
pembedahan minimal serta tidak menjalani rawat inap/ ODC
2. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 yang terkendali sesuai penilaian dokter
spesialis anestesiologi dan disiapkan dari rumah. Sebelumnya pasien sebaiknya
dikonsulkan ke poliklinik anestesi agar persiapan lebih optimal.
3. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan unit/
fasilitas pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan sehari dan akses
layanan dukungan perioperatif.

D. PELAYANAN RESUSITASI JANTUNG, PARU DAN OTAK


1. Pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko mengalami henti jantung meliputi
bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 17


2. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
memainkan peranan penting sebagai tim resusitasi dan dalam melatih dokter,
perawat serta para medis.
3. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantung paru
mengikuti American Heart association (AHA)
4. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yang berkelanjutan

E. PELAYANAN KEGAWAT DARURATAN

1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pasien dengan kegagalan organ yang
terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen
terapi yang diberikan
2. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi.
3. Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
harus senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul sampai
pasien tidak dalam kondisi kritis lagi.
4. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu koordinasi
yang baik dalam penanganannya. Seorang dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi diperlukan untuk menjadi koordinator
yang bertanggung jawab secara keseluruhan mengenai semua aspek penanganan
pasien, komunikasi dengan pasien, keluarga dan dokter lain.
5. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi
prognosis pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesiologi atau dokter
lain yang memiliki kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus dengan
dokter lain yang terkait untuk membuat keputusan penghentian upaya terapi
6. dengan mempertimbangkan manfaat bagi pasien, faktor emosional keluarga
pasien dan menjelaskannya kepada keluarga pasien tentang sikap dan pilihan
yang diambil.
7. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam catatan medis.
8. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang
memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 18


anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berhak mendapat
imbalan yang seimbang dengan energi dan waktu yang diberikannya.
9. Dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
berperan dalam masalah etika untuk melakukan komnikasi dengan pasien dan
keluarganya dalam pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang
pengobatan dan hak pasien untuk menentukan nasibnya, terutama pada kondisi
akhir kehidupan.

F. PELAYANAN INTENSIVE CARE


Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk memfasilitasi
penggunaan ventilasi mekanik dan intervensi terapetik lain dalam ruang perawatan
intensif (ICU). Dengan meningkatnya penggunaan ventilator mekanik, pendekatan
modern yaitu dengan kombinasi analgesia yang adekuat dengan sedasi yang cukup
untuk mempertahankan pasien pada keadaan tenang tapi dapat
dibangunkan.Farmakokinetik dari tiap obat harus dipertimbangkan, dimana sedative
terpaksa diberikan lewat infuse untuk waktu yang lama pada pasien dengan disfungsi
organ serta kemampuan metabolism dan ekskresi obat yang terganggu. Beberapa
obat yang berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek dan jangka
panjang di ICU, termasuk benzodiazepine, obat anestetikseperti Propofol, opioid,dan
agoni a₂ - adrenergik. Nilai skor sedasi selama perawatan masa kritis telah dibuat,
tetapi lebih terfokus pada pentingnya sedasi harian “Holds”, strategi interupsi harian
dengan obat-obat sedasi menyebabkan lebih sensitifnya kebutuhan untuk sedasi. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi terkait penggunaan
ventilasi mekanik selamam masa kritis dan untuk mengurangi masa lama perawatan.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 19


BAB IV
DOKUMENTASI

Semua tindakan anestesi dan sedasi didokumentasikan didalam status rekam medis
pasien.

1. Untuk penilaian pra operatif didokumentasikan dalam lembar Asesmen pra


Anestesi dan Sedasi. (Formulir terlampir)

2. Untuk pencatatan intra anestesi didokumentasikan dalam lembar Status Anestesi


dan Sedasi. (Formulir terlampir)

3. Untuk pencatatan pasca anestesi didokumentasikan dalam lembar Status Anestesi


dan Sedasi pada bagian catatan perawatan ruang pulih. (Formulir terlampir)

4. Untuk konsultasi didokumentasikan dalam lembar konsultasi.

5. Untuk penilaian sedasi didokumentasikan dalam lembar Asesmen pra Anstesi dan
Sedasi. (Formulir terlampir)

6. Untuk persetujuan / penolakan tindakan anestesi dan sedasi didokumentasikan


dalam lembar persetujuan / penolakan tindakan Anestesia kedokteran (Inform
Consent ). (Formulir terlampir)

7. Untuk pemberian informasi tindakan anestesi atau edukasi didokumentasikan


dalam lembar Formulir penjelasan dokter kepada pasien / keluarga.

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 20


BAB V
PENUTUP

Panduan pelayanan anestesi dibuat dengan tujuan sebagai acuan pelayanan anestesiologi
sehingga dengan proses pelayanan anestesiologi yang aman, efektif, berperikemanusiaan
dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur medis atau truma
yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stes psikis lainnya.

Revisi sebagai bentuk perbaikan dan penyempurnaan akan dilakukan secara periodik,
sehingga panduan ini dapat disesuaikan dengan keadaan dan kondisi perkembangan
Rumah Sakit.

Ditetapkan di: Jakarta


pada tanggal : 26 Dzulqaidah 1436 H.
10 September2015 M.

Dr. Prastowo Sidi Pramono, Sp.A.


Direktur Utama

Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 21


Panduan Pelayanan Anestesi dan Sedasi 22

Anda mungkin juga menyukai