Anda di halaman 1dari 147

ANALISIS PENGARUH INVESTASI TERHADAP

PERTUMBUHAN EKONOMI
(Studi Pada 33 Provinsi di Indonesia)

SKRIPSI

Disusun Oleh :
Puspasari Windy Astuti
135020400111018

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Meraih Derajat Sarjana Ekonomi

JURUSAN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2018
ii
iii
iv
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Puspasari Windy Astuti
Tempat / Tanggal Lahir : Kupang, 02 April 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Perintis Kemerdekaan 1, Kecamatan Oebobo,
Kelurahan Kayu Putih, Kota Kupang – Nusa Tenggara Timur.
No HP : 081232076760
Email : aii_achyarii@ymail.com & puspasariwa@gmail.com

Riwayat Pendidikan

2013 – 2017 : S1 Ilmu Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang


2010 – 2013 : SMK Negeri 1, Kota Kupang
2007 – 2010 : SMP Negeri 2, Kota Kupang
2001 – 2007 : SD Negeri Naikoten 1, Kota Kupang
1999 – 2001 : TK Aisyah 1, Kota Kupang

Pengalaman Organisasi dan Kepanitiaan

2016 : Ketua Divisi OT EDC FEB UB


2015 : Ketua Divisi Koreo EDC FEB UB
2014 : Staff Divisi Acara Make Up Class Economics and Business
Dace Club FEB UB
2014 : Staff Divisi Pendamping PKKMB Inspiration FEB UB
2013 : Staff Divisi Koreo EDC FEB UB
Pengalaman Kerja

2016 : Kuliah Kerja Nyata Profesi (KKN-P) di Kantor Perwakilan


Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2013 : Warung Makan Grizzolicious

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala curahan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berhudul “Analisis Pengaruh Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

(Studi Pada 33 Provinsi di Indonesia)” dengan baik dan sesuai yang diharapkan

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana ekonomi pada Jurusan Ilmu

Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya. Setelah melalui

perjuangan panjang yang melatih mental dan kesabaran dalam penyusunan

skripsi, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna.

Namun, penulis berusaha memberikan yang terbaik agar skripsi ini dapat

memberikan manfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan

datang. Dalam hal bahan refrensi bagi penelitian selanjutnya maupun sumber

bacaan. Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari pula bahwa tidak akan

selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis

menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan serta pertolongan bagi

umat-Nya dan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membimbing

umat manusia dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang

benderang, yaitu Islam.

2. Kedua orang tua penulis Bapak Abdul Aziz dan Ibu Nyai M. Achyari

yang selalu memberikan nasehat, motivasi, doa dan dukungan kepada

penulis. Ardhy dan Dimas saudara kandung penulis yang selalu

menjadi penyemangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Drs Nurkholis, M.Buss., Ak., Ph.D. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

vi
4. Bapak Dr.rer.pol. Wildan Syafitri, SE., ME. selaku Ketua Jurusan Ilmu

Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

5. Ibu Dr. Nurul Badriyah, SE., ME. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu

Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang.

6. Bapak Setyo Try Wahyudi, SE., Mec., Ph.D. selaku Ketua Program

Studi Keungan dan Perbankan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Brawijaya Malang.

7. Bapak Al Muizzuddin Fazaalloh, SE., ME. selaku dosen pembimbing

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan

memberi dukungan kepada penulis dalam proses penyusunan tugas

akhir/Skripsi hingga selesai.

8. Bapak Dr. Rachmad Kresna Sakti, SE., M.Si. selaku dosen penguji 1

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan saran untuk

membantu memberikan kesempurnaan pada Skripsi penulis.

9. Bapak Setyo Try Wahyudi, SE., Mec., Ph.D. selaku dosen penguji 2

yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan saran untuk

membantu memberikan kesempurnaan pada Skripsi penulis.

10. Seluruh Dosen Pengajar Ilmu Ekonomi dan Staff yang telah

memberikan ilmu yang bermanfaat dan membantu penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir.

11. Untuk pacar penulis, Asep Firman. Terimakasih sudah setia menemani,

memberi dukungan, dan selalu sabar.

12. Untuk sahabat-sahabat penulis yang di malang, Tomy Febrianto, Putri

Rizky, Rijsa Kanasta, dan Bakhtiar Subrata yang selalu menemani,

memberikan support, mengghibur, menyayangi dan mendukung

penulis kapanpun dan dimanapun, I love u. Dan teman – teman kuliah

yang juga selalu menghibur dan menemani dari awal sampai akhir, dan

vii
menjadi keluarga kedua bagi penulis, Emil, Hanum, Prima, Maria,

Sintha, Dian, Rifki, Eko, Chiko, Adam, Fadlian, Ihsan, Ilham, Pe, Devy,

Adie, Yuslim, dan semuanya yang tidak bias di tulis satu-satu. I’m

gonna miss u so much.

13. Dan terakhir untuk sahabat penulis yang di Kupang, Regina Kemis,

Ratnadhila Ukkas, Raquel Nguru Mata, Arlyn Koro, dan Icha Sina yang

selalu mendukung dan memberikan semangat kepada penulis. Serta

semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun

penulis yakin bahwa akan selalu mengingat kontrubusi anda sekalian.

Penulis juga menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya apabila

dalam penulisan laporan ini masih banyak kekurangan dan kesalahan baik yang

disengaja maupun yang tidak disengaja. Penulis berharap dengan adanya

penulisan ini dapat memberikan manfaat selain bagi penulis, tetapi juga bagi

semua pihak.

Malang, Maret 2018

Puspasari

Penulis

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAR PESETUJUAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
RIWAYAT HIDUP v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
ABSTRAK xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Landasan Teori ...........................................................................................11
2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi ....................................................................11
2.1.2 Investasi ..........................................................................................21
2.1.3 Perdagangan Internasional ..............................................................30
2.1.4 Tenaga Kerja ..................................................................................30
2.1.5 Pengeluaran/Belanja Pemerintah ...................................................37
2.2 Penelitian Terdahulu ...................................................................................41
2.3 Kerangka Pemikiran....................................................................................47
2.4 Hipotesis .....................................................................................................48

BAB III METODE PENELITIAN


3.1 Ruang Lingkup Penelitian ...........................................................................50
3.2 Jenis dan Sumber Data ..............................................................................50
3.3 Definisi Operasional Variabel .....................................................................50
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................53
3.5 Populasi dan Sampel ..................................................................................53
3.5.1 Populasi ...........................................................................................53
3.5.2 Sampel.............................................................................................53
3.6 Metode Analisis Data ..................................................................................54
3.6.1 Uji Asumsi Klasik .............................................................................54
3.6.2 Analisis Regresi Data Panel ............................................................55
3.6.3 Uji Koefisien Determinasi ................................................................61
3.6.3 Pengujian Hipotesis ........................................................................61

ix
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian .............................................................63
4.1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ............................63
4.1.2 Perkembangan PMA di Indonesia .....................................................65
4.1.3 Perkembangan PMDN di Indonesia ..................................................67
4.1.4 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia .......................................67
4.1.5 Perkembangan Ekspor Neto di Indonesia .........................................68
4.1.5.1 Ekspor di Indonesia ...............................................................68
4.1.5.2 Impor di Indonesia .................................................................70
4.1.5.3 Ekspor Neto di Indonesia ......................................................71
4.1.6 Perkembangan Belanja Pemerintah di Indonesia ..............................72
4.2 Hasil Estimasi Model ..................................................................................73
4.3 Pemilihan Model ........................................................................................78
4.4 Analisis Hasil Estimasi ................................................................................80
4.4.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi .........................................................81
4.4.2 Hasil Uji F-Statistik ............................................................................81
4.4.3 Hasil Uji t-Statistik .............................................................................81
4.4.4 Model Regresi Random Effect Model ................................................82
4.5 Pembahasan Hasil Estimasi ......................................................................85
4.5.1 Pengaruh PMA terhadap Pertumbuhan Ekonomi ..............................85
4.5.2 Pengaruh PMDN terhadap Pertumbuhan Ekonomi ............................90
4.5.3 Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi .................95
4.5.4 Pengaruh Ekspor Neto terhadap Pertumbuhan Ekonomi ...................96
4.5.5 Pengaruh Belanja Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi .......99

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan …………………………………………………………………….. 102
5.2 Saran ……………………………………………………………………………. 104

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………….. 106


Lampiran ..........................................................................................................111

x
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Perkembangan Investasi dan Perdagangan Internasional Indonesia 3


Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu .......................................................................45
Tabel 4.1 Hasil Common Effect Model .............................................................74
Tabel 4.2 Hasil Fixed Effect Model...................................................................75
Tabel 4.3 Hasil Random Effect Model ..............................................................77
Tabel 4.4 Hasil Chow Test ..............................................................................78
Tabel 4.5 Hasil Hausman Test ........................................................................78
Tabel 4.6 Hasil Lagrange Multiplier Test ..........................................................79
Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Regresi dan Hipotesis awal .............................80
Tabel 4.8 Hasil Uji t-Statistik ...........................................................................82
Tabel 4.9 Tabel Cross-Sectional Random Effect..............................................84
Tabel 4.10 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Menurut Sektor Ekonomi ..86
Tabel 4.11 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Menurut Lokasi .................87
Tabel 4.12 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN .......................................92
Tabel 4.13 Perkembangan Realisasi Investasi Menurut Jumlah Proyek ............93
Tabel 4.14 Persentase Penduduk Miskin (Persen) ............................................94
Tabel 4.15 Tenaga Kerja Per-Sektor..................................................................95
Tabel 4.16 Perkembangan Ekspor NonMigas menurut Negara Tujuan..............97
Tabel 4.17 Perkembangan Ekspor Neto menurut beberapa Provinsi .................98
Tabel 4.18 Realisasi Pengeluaran Pemerintah (Juta Rupiah) ............................10
Tabel 4.19 Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Menurut Jenis
Pengeluaran (Rp) ..............................................................................................10

xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Grafik Teori Penduduk Optimum ....................................................17
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ......................................................48
Gambar 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia .....................63
Gambar 4.2 Perkembangan Realisasi Investasi Indonesia 2012-2016 .............66
Gambar 4.3 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia ....................................68
Gambar 4.4 Perkembangan Ekspor di Indonesia ..............................................69
Gambar 4.5 Perkembangan Impor di Indonesia ................................................70
Gambar 4.6 Perkembangan Ekspor Neto di Indonesia .....................................71
Gambar 4.7 Perkembangan Belanja Pemerintah di Indonesia ...........................72
Gambar 4.8 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK Pulau Sumatera ..........................87

xii
ANALISIS PENGARUH INVESTASI TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI
(Studi Pada 33 Provinsi di Indonesia)

Puspasari Windy Astuti


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
puspasariwa@gmail.com

Dosen Pembimbing :
Al Muizzuddin Fazaalloh, SE., ME.

ABSTRAKSI

Ketimpangan pendapatan identik menjadi masalah yang sering di hadapi oleh


negara berkembang. Ketimpangan pendapatan yang cenderung tinggi dan ekstrim
jika tidak segera diatasi akan menimbulkan terjadinya gejolak sosial di masyarakat
seperti tingkat kriminalitas yang semakin tinggi, kesenjangan yang semakin parah
antara golongan kaya dan miskin, dan penanganan maupun perbaikan yang
semakin sulit dengan ketimpangan yang cenderung ekstrim. Sehingga untuk
meminimalisir dampak dari ketimpangan pendapatan harus mengetahui faktor apa
saja mempengaruhi ketimpangan pendapatan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh investasi baik PMA dan
PMDN, tenaga kerja, ekspor neto dan belanja pemerintah terhadap pertumbuhan
ekonomi di Indonesia periode penelitian tahun 2012 hingga tahun 2016. Metode
yang digunakan adalah analisis regresi data panel. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel PMA, tenaga kerja, dan belanja pemerintah
berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedangkan variable
PMDN dan ekspor neto tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi.

Keyword : Pertumbuhan Ekonomi, Investasi Asing, PMA, PMDN, Ekspor, Impor,


Belanja Pemerintah, Tenaga Kerja

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting

dalam mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu

negara. Pertumbuhan ekonomi menjadi tolak ukur sejauh mana aktivitas

perekonomian negara tersebut akan menghasilkan tambahan pendapatan bagi

masyarakat pada suatu periode tertentu. Menurut Sukirno (2008), pertumbuhan

ekonomi diartikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang

menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi bertambah dan kemakmuran

meningkat. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan

prasyarat bagi berlangsungnya pembangunan ekonomi. Perkembangan ekonomi

suatu negara yang diukur dengan pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan

produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu.

Produksi tersebut diukur dalam konsep nilai tambah (value added) yang diciptakan

oleh sektor-sektor ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara total dikenal sebagai

Produk Domestik Bruto (PDB).

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus

terhadap pembangunan ekonomi nasional dan pertumbuhan ekonominya.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat menjadi indikator keberhasilan negara dalam

menjalankan roda pembangunan, yang pada akhirnya dapat dipergunakan

sepenuhnya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Pada beberapa tahun

terakhir Indonesia melakukan kegiatan dalam rangka meningkatkan kinerja

perekonomian. Untuk meningkatkan kinerja perekonomian tersebut tentunya perlu

dilakukan pembangunan ekonomi.

1
2

Pembangunan ekonomi sangat penting dalam memajukan suatu daerah.

Pembangunan ekonomi daerah merupakan proses saat pemerintahan dan

masyarakat mengelola sumber daya yang ada dan selanjutnya membentuk suatu pola

kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu

lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam

wilayah tersebut (Arsyad, 1999).

Sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia berusaha agar dapat

membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa mengharapkan bantuan dari

negara lain, akan tetapi pada kenyataannya Indonesia belum mampu melakukan hal

tersebut. Terlebih lagi saat sekarang ketika arus globalisasi yang tinggi mempersulit

Indonesia untuk membangun bangsa dan negaranya sendiri tanpa mengharapkan

bantuan dari negara lain. Dengan kondisi tersebut, Indonesia akhirnya terpaksa harus

mengikuti arus tersebut, yaitu mencoba membuka diri dengan menjalin kerja sama

dengan negara lain untuk pembangunan nasional terutama pada sektor ekonomi

nasional.

Bagi negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, pesatnya aliran

modal merupakan kesempatan yang baik untuk memperoleh pembiayaan

pembangunan ekonomi. Dimana pembangunan ekonomi yang sedang dijalankan

oleh pemerintah Indonesia merupakan suatu usaha berkelanjutan sesuai dengan

Pancasila dan UUD 1945, sehingga untuk dapat mencapai tujuan itu maka

pembangunan nasional dipusatkan pada pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan

salah satu hal penting bagi pertumbuhan ekonomi. Investasi dapat digunakan sebagai

alat untuk memulihkan perekonomian, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi

kemiskinan.
3

Tanpa investasi akan sulit melakukan ekspansi usaha. Maka penanaman

modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) merupakan solusi

untuk memenuhi kebutuhan akan investasi. Penanaman Modal Asing (PMA) masih

diperlukan untuk mendukung pembangunan di berbagai kegiatan yang belum mampu

sepenuhnya dilaksanakan dengan PMDN, terutama yang menghasilkan barang

modal, bahan baku dan komponen sebagai subtitusi impor, barang jadi dan barang

setengah jadi guna menciptakan kesempatan usaha dan lapangan kerja (Sukirno,

2004).

Meningkatnya pertumbuhan investasi di Indonesia dimulai dengan

ditetapkannya Undang-Undang No.1/tahun 1967 tentang penanaman modal asing

(PMA) dan Undang-Undang No.6/tahun 1968 tentang penanaman modal dalam

negeri (PMDN). Dengan diberlakukannya undang-undang tersebut diharapkan dapat

mendorong peningkatan investasi di Indonesia dari waktu ke waktu yang kemudian

menciptakan iklim investasi yang kondusif selama proses pembangunan di Indonesia.

Menurut Harrord-Domar, untuk memacu pertumbuhan ekonomi, dibutuhkan investasi

baru yang merupakan tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal.

Tabel 1.1 Perkembangan Investasi dan Perdagangan Internasional Indonesia.

Tahun Pertumbuhan Investasi Asing Ekspor Impor


Investasi US$ Juta US$ Juta US$
2011 21.6 % 19.474.500.000 203,496.6 177,435.6
2012 24.6 % 24.564.400.000 186,487.9 191,703.0
2013 27.2 % 28.617.900.000 179,162.7 186,639.2
2014 16.2 % 28.529.500.000 171,666.5 178,174.1
2015 17.8 % 29.275.940.800 147,637.4 142,694.4
2016 12.4 % 28.963.800.000 143,189.3 135,629.2
Sumber : BPS, 2017 (data diolah)
4

Pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa perkembangan Investasi asing di

Indonesia cenderung mengalami peningkatan dalam kurun waktu enam tahun

terakhir, walaupun pada tahun 2014 mengalami penurunan. Hal ini berarti Indonesia

termasuk ke dalam negara yang dilihat oleh negara lain sebagai negara yang memiliki

potensi untuk berinvestasi.

Meskipun nilai realisasi PMA dalam enam tahun terakhir selalu meningkat

tetapi masih belum dapat merata di seluruh wilayah Indonesia. Dari data Badan

Koordinasi Penanaman Modal (BKPM, 2016) realisasi penanaman modal asing dalam

kurun waktu 6 tahun terakhir masih terpusat pada Pulau Jawa dengan jumlah modal

asing sebanyak 59%. Sedangkan untuk PMA di luar Jawa di dominasi oleh wilayah

Kalimantan. Hal tersebut mungkin dikarenakan terdapat faktor-faktor yang

berpengaruh pada masing-masing daerah. Salah satu faktornya adalah keterbukaan

pasar seperti ekspor. Jika pasar di suatu wilayah lebih terbuka, maka investor lebih

mudah dalam menanamkan investasinya di daerah tersebut. Dilain pihak, masih

terpusatnya perputaran ekonomi di wilayah Jawa membuat PMA tidak dapat tersebar

merata di wilayah lainya di Indonesia.

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan investasi yang

menghimpun akumulasi modal dengan membangun sejumlah gedung dan peralatan

yang berguna bagi kegiatan produktif, maka output potensial suatu negara akan

bertambah dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang juga akan meningkat. Jelas

dengan demikian bahwa investasi khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) juga memainkan peranan penting dalam menentukan jumlah output dan

pendapatan. Namun minat investasi, dalam hal ini PMDN dan PMA 5 tahun

belakangan ini dinilai cukup baik.


5

Tujuan pembangunan ekonomi adalah mencapai pertumbuhan ekonomi yang

cukup tinggi, menjaga kestabilan harga, mengatasi masalah pengangguran, menjaga

keseimbangan neraca pembayaran dan pendistribusian pendapatan yang lebih adil

dan merata. Melalui pembangunan ini diharapkan akan terjadi peningkatan

kemakmuran masyarakat secara bertahap dan berkesinambungan, yaitu dengan cara

meningkatkan konsumsinya. Untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut,

pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting.

Kebijakan fiskal yang ditempuh oleh pemerintah Indonesia ditunjukkan oleh

besarnya APBN yang diperlukan sebagai suatu pedoman sehingga kegiatan

pemerintah itu dapat mencapai hasil yang optimal dan dapat mengadakan

pertimbangan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas pemerintah. Kebijakan fiskal

meliputi langkah-langkah pemerintah membuat perubahan dalam bidang perpajakan

dalam pengeluaran pemerintah dengan maksud untuk mempengaruhi pengeluaran

agrerat dalam perekonomian.

Sebagai negara berkembang, dimana peranan pemerintah dalam

perekonomian relatif besar, pengeluaran pemerintah praktis dapat mempengaruhi

aktivitas ekonomi Indonesia pada umumnya, bukan saja karena pengeluaran ini dapat

menciptakan berbagai prasarana yang dibutuhkan dalam proses pembangunan,

tetapi juga merupakan salah satu komponen dari permintaan agregat yang

kenaikannya akan mendorong produksi domestik. Anggaran belanja rutin memegang

peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistim pemerintahan

serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan

menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan.


6

Selain dari investasi, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga didukung dari

sektor perdagangan luar negeri, yaitu ekspor dan impor. David Ricardo telah

menerangkan perlunya perdagangan internasional dalam mengembangkan suatu

perekonomian, serta mengenai keuntungan yang dapat diperoleh dari spesialisasi dan

perdagangan antar negara (Sukirno, 2008). Kegiatan ekspor impor didasari oleh

kondisi bahwa setiap negara memiliki karakteristik sumber daya masing-masing dan

tentunya karakteristik tersebut berbeda antara satu negara dengan negara lainnya.

Untuk melengkapi dan mengisi perbedaan karakteristik tersebutlah, kegiatan ekspor

impor dilakukan. Penting pula untuk diketahui, secara tidak langsung, kegiatan ekspor

dan impor mempunyai andil yang cukup penting dalam memacu pertumbuhan

ekonomi setiap negara.

Ekspor merupakan salah satu tolak ukur penting untuk mengetahui seberapa

besar pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Dari kegiatan ekspor ini maka dapat

terjamin kegiatan bisnis di sektor riil semakin terjaga. Produksi barang tidak hanya

berputar di dalam negeri saja akan tetapi juga berputar di perdagangan Internasional.

Oleh sebab itulah, dalam jangka panjang kegiatan ekspor dapat menjadi pahlawan

devisa bagi pertumbuhan ekonomi negara.

Perkembangan ekspor Indonesia mulai tahun 2011-2016 tidak mengalami

peningkatan malah sebaliknya (Tabel 1.1). Perkembangan ekspor sangat penting

dalam upaya peningkatan pendapatan negara yang berdampak pada perkembangan

ekonomi nasional. Ekspor telah menjadi fokus utama pemerintah dalam memacu

pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari

penekanan pada substitusi impor ke promosi ekspor. Menurut BPS, komotidi

unggulan ekspor indonesia adalah di sektor Non-Migas.


7

Semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin tinggi pula impor yang

akan mereka lakukan. Dengan adanya impor, pemenuhan kebutuhan suatu negara

dapat terpenuhi. Impor bermanfaat untuk mengisi kekosongan barang atau jasa yang

tidak dapat diproduksi oleh negara itu sendiri.

Jika semakin banyak permintaan barang dari luar negeri maka produksi akan

meningkat, meningkatnya produksi akan berimbas pada meningkatnya pula

permintaan terhadap tenaga kerja sehingga dapat meminimalisir angka

pengangguran. Jika masyarakat bekerja maka daya beli masyarakat akan meningkat

dan perputaran tingkat konsumsi akan semakin lebih baik dan akhirnya tujuan dalam

pertumbuhan ekonomi pun akan tercapai.

Indonesia memiliki perekonomian yang masih rapuh dan tidak konstan dari

waktu ke waktu. Kondisi seperti ini membuat Indonesia tidak mampu

mempertahankan stabilitas perekonomiannya dari pengaruh internal maupun

eksternal. Pertumbuhan ekonomi dapat dicapai dengan adanya keseimbangan antara

dana pembangunan dan jumlah modal yang dibutuhkan. Untuk mencapai tujuan

pembangunan pemerintah mengambil kebijakan fiskal yang ditunjukkan oleh

besarnya APBN. Adanya dana dari pemerintah memberikan upaya peningkatan

efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran

dan tujuan setiap tahap pembangunan.

Investasi merupakan salah satu hal penting bagi pertumbuhan ekonomi, guna

mempercepat pembangunan ekonomi dalam suatu negara dan perbaikan bagi

produktivitas kerja. Meningkatnya produksi dapat meningkatkan perekonomian suatu

negara, sehingga besarnya investasi mempengaruhi besarnya pertumbuhan

ekonomi, dan perlu disadari bahwa ekspor mempunyai peranan penting dalam

menentukan laju pertumbuhan ekonomi. Laju pertumbuhan ekspor secara


8

keseluruhan dapat menjamin persediaan devisa yang cukup. Oleh karena itu,

kenaikan ekspor ini mesti digunakan sebagai momentum untuk meningkatkan

produksi dalam negeri. Jika semakin banyak permintaan barang dari luar negeri maka

produksi akan meningkat, meningkatnya produksi akan berimbas pada meningkatnya

pula permintaan terhadap tenaga kerja.

Menurut Todaro (2002) pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan

kerja secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu

pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah

tingkat produksi, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar berarti ukuran

pasar domestiknya lebih besar. Pesatnya aliran modal masuk, menciptakan banyak

lapangan pekerjaan baru sehingga jumlah tenaga kerja meningkat. Pada tahun 2008

Muhammad Arif Yusuf melakukan penelitian dan hasil penelitiannya menyebutkan

bahwa penanaman investasi di Indonesia berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap PDB yang merupakan efek dari penanaman modal setahun sebelumnya.

Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, serta untuk memperkuat teori

dan hasil penelitian sebelumnya maka penulis tertarik untuk membahas masalah

pertumbuhan ekonomi di Indonesia dalam hubungannya dengan penanaman modal

asing, penanaman modal dalam negeri, tenaga kerja, ekspor neto dan belanja

pemerintah dengan mengangkat judul :

“ Analisis Pengaruh Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada 33

Provinsi di Indonesia “
9

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis mengidentifikasikan permasalahannya

sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh investasi Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap

pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

terhadap pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi 33

provinsi di Indonesia?

4. Bagaimana pengaruh ekspor neto terhadap pertumbuhan ekonomi 33 provinsi

di Indonesia?

5. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi 33

provinsi di Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1 Untuk mengetahui pengaruh investasi Penanaman Modal Asing (PMA)

terhadap pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia.

2 Untuk mengetahui pengaruh investasi Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) terhadap pertumbuhan ekonomi 33 provinsi di Indonesia.

3 Untuk mengetahui pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap pertumbuhan

ekonomi 33 provinsi di Indonesia.

4 Untuk mengetahui pengaruh ekspor neto terhadap pertumbuhan ekonomi 33

provinsi di Indonesia.
10

5 Untuk mengetahui pengaruh belanja pemerintah terhadap pertumbuhan

ekonomi 33 provinsi di Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan

bagi pihak-pihak yang terkait khususnya pemerintah dalam menentukan

langkah - langkah dan merumuskan kebijakan - kebijakan yang terkait dengan

pengambilan keputusan dalam perekonomian Indonesia.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana yang baik untuk menambah

informasi dan wawasan bagi para pembaca yang tertarik kondisi

perekonomian Indonesia dan bagi peneliti.

3. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti

yang lain yang sedang meneliti topik yang berkaitan dengan penelitian ini, atau

sebagai bahan acuan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang sangat penting

dalam melakukan analisis pembangunan ekonomi pada suatu negara. Pertumbuhan

ekonomi dapat didefinisikan sebagai perkembangan kegiatan dalam perekonomian

yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat

bertambah. Menurut Prathama Rahardja (2004), suatu perekonomian dikatakan

mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasanya

meningkat.

Indikator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi adalah

tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), yang mengukur pendapatan total

setiap orang dalam perekonomian (Mankiw, 2000). PDB adalah pendapatan total dan

pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa pada periode tertentu. PDB

ini dapat mencerminkan kinerja ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB suatu negara

maka dapat dikatakan bahwa semakin bagus pula kinerja ekonomi di negara tersebut.

Pengaruh PDB yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat yang

selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar

permintaan terhadap barang dan jasa. Maka keuntungan perusahaan akan

bertambah tinggi dan akan mendorong dilakukanya lebih banyak investasi. Dengan

kata lain, dalam jangka panjang apabila PDB bertambah tinggi, maka investasi akan

bertambah pula.

11
12

- PDRB

Menurut Sukirno (2000) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan output per

kapita dalam jangka panjang. Tekanannya adalah pada tiga aspek, yaitu: proses,

output per kapita, dan jangka panjang. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

menurut Badan Pusat Statistik (BPS) didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah, atau merupakan jumlah

seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu

wilayah. Pembangunan daerah dan pembangunan sektoral perlu selalu dilaksanakan

dengan selaras, sehingga pembangunan sektoral yang berlangsung di daerah-

daerah, benar-benar dengan potensi dan prioritas daerah. Untuk keseluruhan

pembangunan, daerah juga benar-benar merupakan satu kesatuan politik, ekonomi,

sosial, budaya dan pertahanan keamanan didalam mewujudkan tujuan nasional.

Pembangunan daerah dilaksanakan agar ketimpangan pertumbuhan ekonomi antar

daerah tidak semakin meluas.

Pembangunan daerah juga diarahkan untuk mencapai tiga tujuan penting,

yaitu mencapai pertumbuhan (growth), pemerataan (equity), dan keberlanjutan

(sustainability). Tujuan pembangunan yang pertama, untuk pertumbuhan ditentukan

sampai dimana kelangkaan sumber daya yang terdiri atas sumber daya manusia

(human capital), peralatan (man made recources) dan sumber daya alam (natural

resources) dapat dialokasikan secara maksimal dan dimanfaatkan untuk

meningkatkan kegiatan produktif. Dalam hal ini terdapat upaya memadukan

kemampuan sumber daya manusia dan pemanfaatan sumber daya alam dengan

ketersediaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan teknologi dalam

rangka memperbesar produktifitas.


13

Semakin tinggi tingkat kemampuan sumber daya manusia, besar

kemungkinan untuk memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia guna mencapai

pertumbuhan yang tinggi. Sedangkan tujuan pembangunan yang kedua, yaitu

pemerataan yang mempunyai implikasi dalam pencapaian tujuan yang ketiga, sumber

daya dapat berkelanjutan maka tidak boleh terfokus hanya pada satu daerah saja

sehingga manfaat yang diperoleh dari pertumbuhan dapat dinikmati semua pihak.

Sedangkan tujuan berkelanjutan, pembangunan daerah harus memenuhi syarat-

syarat bahwa penggunaan sumber daya, baik yang ditransaksikan melalui sistem

pasar maupun diluar sistem pasar harus tidak melampaui kapasitas kemampuan

produksi. Tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi yang ditunjukkan dengan tingginya

nilai PDRB menunjukkan bahwa daerah tersebut mengalami kemajuan dalam

perekonomian.

A. Teori Pertumbuhan Ekonomi Klasik

Menurut pandangan ahli-ahli ekonomi klasik bahwa pertumbuhan ekonomi

ditentukan oleh 4 (empat) faktor yaitu jumlah penduduk, jumlah stok barang modal,

luas tanah dan kekayaan alam serta tingkat teknologi yang digunakan. Dari keempat

faktor tersebut yang menjadi titik berat perhatian mereka adalah pengaruh

pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Teori pertumbuhan klasik

dapat dilihat bahwa apabila terdapat kekurangan penduduk, produksi marjinal adalah

lebih tinggi daripada pendapatan per kapita. Akan tetapi apabila penduduk semakin

banyak, hukum hasil tambahan yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi

produksi, yaitu produksi marjinal akan mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya

pendapatan nasional dan pendapatan per kapita menjadi semakin lambat

pertumbuhannya.
14

1. Teori pertumbuhan ekonomi menurut Adam Smith

Menurut Adam Smith, secara sistematis ilmu ekonomi mempelajari tingkah

laku manusia dalam usahanya untuk mengalokasikan sumber-sumber daya yang

terbatas guna mencapai tujuan tertentu. Dalam bukunya “An Inquiry into the Nature

and Cause of the Wealth of Nations” (1776) secara singkat sering disebut sebagai

Wealth of Nations, mengemukakan tentang proses pertumbuhan ekonomi dalam

jangak panjang secara sistematis. Terdapat dua aspek utama dalam pertumbuhan

ekonomi. Yang pertama adalah pertumbuhan output total (GDP) dan Pertumbuhan

Penduduk. Dalam pertumbuhan output, Adam Smith melihat sistem produksi suatu

negara terdiri dari tiga unsur pokok yaitu :

a. Sumber-sumber alam yang tersedia (atau faktor produksi tanah)

b. Sumber-sumber manusiawi (jumlah penduduk)

c. Stok barang kapital yang ada

Menurut Smith, sumber-sumber alam yang tersedia merupakan wadah yang

paling mendasar dari kegiatan produksi suatu masyarakat. Jumlah sumber-sumber

alam yang tersedia merupakan batas maksimum bagi pertumbuhan perekonomian

tersebut. Artinya, selama sumber-sumber ini belum sepenuhnya dimanfaatkan, yang

memegang peranan dalam proses produksi adalah dua unsur produksi yang lain, yaitu

jumlah penduduk dan stok kapital yang ada. Dua unsur lain inilah yang menentukan

besarnya output masyarakat dari tahun-ketahun. Tetapi apabila output terus

meningkat, sumber-sumber alam akhirnya akan sepenuhnya dimanfaatkan

(dieksploitir), dan pada tahap ini sumber-sumber alam akan menbatasi output. Unsur

sumber alam ini akan menjadi batas atas dari pertumbuhan suatu perekonomian.

Pertumbuhan ekonomi (dalam arti pertumbuhan output dan pertumbuhan penduduk)

akan berhenti apabila batas atas ini dicapai.


15

Unsur yang kedua adalah sumber-sumber manusiawi atau jumlah penduduk.

Dalam proses pertumbuhan output unsur ini dianggap peranan yang pasif, dalam arti

bahwa jumlah penduduk akan menyesuaikan diri dengan kebutuhan akan tenaga

kerja dari masyarakat tersebut. Apabila stok kapital yang tesedia membutuhkan,

misalnya, 1 juta orang untuk menggunakannya, dan apabila jumlah tenaga kerja yang

tersedia adalah 900 ribu orang, maka jumlah penduduk akan cenderung meningkat

sehingga tenaga kerja yang tersedia akhirnya menjadi 1 juta orang. Pada tahap ini,

bisa di anggap bahwa berapapun jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses

produksi akan tersedia lewat proses pertumbuhan (atau penurunan) penduduk.

Faktor-faktor apa yang mempengaruhi proses pertumbuhan penduduk itu sendiri.

Unsur produksi yang ketiga, yaitu stok kapital, yang secara aktif menentukan

tingkat output. Smith memang memberikan peranan sentral kepada pertumbuhan stok

kapital atau akumulasi kapital dalam proses pertumbuhan output. Apa yang terjadi

dengan tingkat output tergantung pada apa yang terjadi pada stok kapital, dan laju

pertumbuhan output tergantung pada laju pertumbuhan stok kapital (tentu saja sampai

tahap pertumbuhan dimana sumber-sumber alam mulai membatasi).

Aspek kedua adalah pertumbuhan penduduk, jumlah penduduk akan

meningkat jika tingkat upah yang berlaku lebih tinggi dari tingkat upah subsistence

yaitu tingkat upah yang pas-pasan untuk hidup. Jika tingkat upah diatas tingkat

subsistence, maka orang-orang akan menikah pada umur muda, tingkat kematian

menurun, dan jumlah kelahiran akan terus mengalami peningkatan. Namun

sebaliknya jika tingkat upah yang berlaku lebih rendah dari tingkat upah subsistence,

maka jumlah penduduk akan menurun. Tingkat upah yang belaku, menurut Adam

Smith, ditentukan oleh tarik menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran

tenaga kerja. Tingkat upah yang tinggi dan meningkat jika permintaan akan tenaga
16

kerja tumbuh lebih cepat dari pada penawaran tenaga kerja. Sementara itu

permintaan akan tenaga kerja ditentukan oleh stok modal dan tingkat output

masyarakat. Oleh karena itu, laju pertumbuhan permintaan akan tenaga kerja

ditentukan oleh laju pertumbuhan stok modal (akumulasi modal) dan laju

pertumbuhan output.

2. Teori pertumbuhan ekonomi menurut David Ricardo dan T.R Malthus

Pemikiran David Ricardo dan TR Malthus mempunyai pemikiran yang bertolak

belakang dengan Adam Smith. Mereka mengkritik Adam Smith, bila Adam Smith

berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk dapat meningkatkan pertumbuhan

ekonomi, maka David Ricardo berpendapat bahwa pertumbuhan penduduk yang

terlalu besar (hingga 2 kali lipat) bisa menyebabkan melimpahnya tenaga kerja.

Tenaga kerja yang melimpah menyebabkan upah yang diterima menurun, di mana

upah tersebut hanya bisa untuk membiayai tingkat hidup minimum (subsistence level).

Pada taraf ini, perekonomian mengalami stagnasi yang disebut Stationary State.

Pendapat Ricardo ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Thomas

Robert Malthus, menyatakan bahwa makanan (hasil produksi) akan bertambah

menurut deret hitung. Sedangkan penduduk akan bertambah menurut deret ukur

sehingga pada saat perekonomian akan berada pada taraf subisten. Menurut Malthus,

kenaikan jumlah penduduk yang terus-menerus merupakan unsur yang perlu untuk

adanya tambahan permintaan. Tetapi kenaikan jumlah penduduk saja tanpa dibarengi

dengan kemajuan faktor-faktor atau unsur-unsur perkembangan yang lain sudah tentu

tidak akan menaikkan pendapatan dan tidak akan menaikkan permintaan. Agar

pertumbuhan ekonomi tercipta diperlukan adanya kenaikan jumlah kapital untuk

investasi yang terus-menerus.


17

Dari ketiga teori tokoh klasik di atas dapat diketahui bahwa apabila terdapat

kekurangan penduduk, produksi marginal adalah lebih tinggi daripada pendapatan

perkapita. Maka pertambahan penduduk akan menaikkan pendapatan perkapita.

Akan tetapi, apabila penduduk sudah semakin banyak, hukum hasil tambahan yang

semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan

mulai mengalami penurunan. Oleh karenanya, pendapatan nasional dan pendapatan

perkapita menjadi semakin lambat pertumbuhannya. Teori yang menjelaskan adanya

hubungan antara pertambahan penduduk dengan pendapatan perkapita tersebut

sering juga dikenal dengan teori penduduk optimum. Secara grafik dapat digambarkan

sebagai berikut :

Gambar 2.1 Grafik Teori Penduduk Optimum

Pada Gambar di atas, YPK menunjukkan tingkat pendapatan perkapita pada

berbagai jumlah penduduk, dan M adalah puncak kurva tersebut. Maka penduduk

optimal adalah jumlah penduduk sebanyak 𝑁0 dan pendapatan perkapita yang paling

maksimum adalah 𝑌0 . Dengan adanya pertumbuhan ekonomi, kurva YPK akan terus-

menerus bergerak ke atas (misalnya menjadi Y’PK).


18

Perubahan seperti ini menyebabkan dua hal berikut :

- Penduduk optimum akan bergeser dari 𝑁0 ke kanan menjadi 𝑁1

- Pada penduduk optimum 𝑁1 pendapatan perkapita lebih tinggi dari 𝑌0 yaitu

menjadi 𝑌1

B. Teori Pertumbuhan Ekonomi NeoKlasik

1. Teori pertumbuhan ekonomi menurut Harrod dan Domar

Teori pertumbuhan Harrod-Domar ini dikembangkan oleh dua ekonom

sesudah Keynes yaitu Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod. Teori pertumbuhan

Harrod-Domar merupakan teori pertumbuhan yang menjadikan kapitalisasi modal

yang menyangkut investasi menjadi bahasan utamanya. Dalam teori ini disebutkan

bahwa investasi memiliki posisi yang sangat strategis dalam tataran pembangunan

perekonomian suatu negara. Disebutkan juga bahwa ada persyaratan tertentu agar

pertumbuhan yang mantap (steady state growth) dapat tercapai dan pembangunan

tidak tersendat-sendat.

Dengan mengambil studi kasus pada perekonomian negara maju, teori

Harrod-Domard menyimpulkan bahwa investasi memiliki pengaruh ganda untuk

jangka panjang (long-term). Pada satu sisi, investasi berpengaruh terhadap

perkembangan produksi nasional suatu negara karena tersedianya stok modal yang

menjadi faktor penting kelangsungan dunia usaha. Di sisi lain, investasi berpengaruh

pada permintaan agregat. Harrod-Domard menjelaskan bahwa apabila suatu negara

menginginkan pertumbuhan ekonomi yang mantap (steady-state growth) yang

ditandai dengan pertumbuhan produksi dengan kapasitas penuh, maka dampak

permintaan yang muncul akibat penambahan pada investasi harus diimbangi dengan

dampak penawarannya. Masalahnya, kegiatan berinvestasi dilakukan oleh para

pelaku usaha yang memiliki harapan dan pandangan yang tidak statis atau berubah
19

dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, untuk mencapai steady-state growth atau

pertumbuhan ekonomi yang mantap diperlukan kondisi di mana para pelaku usahanya

memiliki harapan dan pandangan yang cenderung stabil. Dikatakan bahwa jika

keseimbangan itu mengalami gangguan, maka gangguan itu selanjutnya akan

menyebabkan kondisi perekonomian nasional menuju kearah inflasi yang parah.

2. Teori pertumbuhan ekonomi menurut Joseph Schumpeter

Joseph Schumpeter berpendapat bahwa motor penggerak perkembangan

ekonomi adalah suatu proses yang di beri nama inovasi, dan para pelakunya adalah

para wiraswasta atau inovator atau entrepreuner. Kemajuan ekonomi suatu

masyarakat hanya bisa diterangkan dengan adanya inovasi oleh para entrepreuner.

Gambaran umum dari proses kemajuan ekonomi menurut Schumpeter adalah

membedakan antara pengertian pertumbuhan ekonomi dan pengertian

perkembangan ekonomi. Keduanya adalah sumber dari peningkatan output

masyarakat, tetapi masing-masing mempunyai sifat yang berbeda.

Pertumbuhan ekonomi di artikan sebagi peningkatan output masyarakat yang

disebabkan oleh semakin banyaknya jumlah faktor produksi yang digunakan dalam

proses produksi masyarakat tanpa adanya perubahan cara-cara atau teknologi

produksi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi adalah satu sumber kenaikan output,

sedangkan perkembangan ekonomi adalah kenaikan output yang disebabkan oleh

inovasi yang dilakukan oleh para wiraswasta. Inovasi berarti perbaikan teknologi

dalam arti luas mencakup penemuan produk baru, pembukaan pasar baru dan

sebaginya. Tetapi yang penting adalah bahwa inovasi menyangkut perbaikan

kwalitatif dari sistem ekonomi itu sendiri, yang bersumber dari kreativitas para

wiraswastanya.
20

Perkembangan ekonomi berawal pada suatu lingkungan sosial, politik dan

teknologi yang menunjang kreativitas para wiraswasta. Dengan adanya lingkungan

yang menunjang kreativitas, maka akan timbul beberapa wiraswasta yang menjadi

pioner dalam mencoba menerapkan ide-ide baru dalam kehidupan ekonomi (cara

berproduksi baru, produk baru, bahan mentah dan sebagainya).

3. Teori pertumbuhan ekonomi Abramovits dan Solow

Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada

pertambahan faktor-faktor produksi antara lain tenaga kerja, akumulasi modal, serta

kemajuan teknologi. Teori ini didasarkan pada teori klasik yang mengasumsikan

perekonomian akan selalu berada pada kondisi “full employment” sehingga kapasitas

produksi mesin dapat digunakan sepenuhnya.

Sejak diperkenalkannya teori ini pada tahun 1956, teori ini telah berperan

dalam memacu pertumbuhan ekonomi dalam penerapannya. Besarnya total produksi

Y sangat bergantung pada ketersediaan modal K dan tenaga kerja L. Teori ini

berasumsi bahwa fungsi produksi memiliki skala hasil yang tetap (constant return to

scale) artinya kenaikan produksi memiliki proporsi yang sama dengan penambahan

masukan (input) produksi. Dalam persamaan, pandangan ini dapat dinyatakan

dengan persamaan:

∆Y = f ( ∆K, ∆L, ∆T)

dimana :

∆Y adalah tingkat pertumbuhan ekonomi

∆K adalah tingkat pertumbuhan modal

∆L adalah tingkat pertumbuhan penduduk

∆T adalah tingkat perkembangan teknologi


21

2.1.2 Investasi

Investasi merupakan komponen kedua yang mempengaruhi tingkat

pengeluaran agregat dan merupakan salah satu faktor penting dan utama dalam

pembangunan ekonomi yang telah diakui oleh banyak ahli ekonomi, bahkan di

katakan bahwa tak ada pembangunan tanpa investasi. Tujuan utama kegiatan

investasi dilakukan oleh para investor atau perusahaan yaitu untuk memperoleh

keuntungan dimasa yang akan datang.

Menurut Sukirno (2002) investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau

pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang

modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan

produksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Besar

kecilnya investasi dalam kegiatan ekonomi ditentukan oleh tingkat suku bunga, tingkat

pendapatan, kemajuan teknologi, ramalan kondisi ekonomi kedepan dan faktor-faktor

lainnya.

Mankiw (2003) berpendapat bahwa investasi terdiri dari barang-barang yang

di beli untuk penggunaan di masa depan. Investasi dapat di bedakan dalam tiga

macam yaitu business fixed investment, residential investment, dan inventory

investment. Business fixed investment mencakup peralatan dan sarana yang

digunakan perusahaan dalam proses produksinya, sementara residential investment

meliputi pembelian rumah baru, baik yang akan ditinggali oleh pemilik sendiri maupun

yang akan disewakan kembali, sedangkan inventory investment adalah barang yang

disimpan oleh perusahaan di gudang meliputi bahan baku, persediaan barang

setengah jadi dan barang jadi.


22

A. Teori Investasi Klasik

Para ahli ekonomi klasik berpendapat bahwa investasi merupakan fungsi dari

tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga maka keinginan untuk melakukan investasi

akan semakin kecil. Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan terdorong

untuk melakukan investasi sebab biaya penggunaan dana juga semakin kecil (Nopirin,

1998).

Menurut Adam Smith investasi dilakukan karena para pemilik modal

mengharapkan untung dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim

investasi pada hari ini dan pada keuntungan nyata. Smith yakin keuntungan

cenderung menurun dengan adanya kemajuan ekonomi. Pada waktu laju pemupukan

modal meningkat, persaingan antar pemilik modal akan meningkat. Upah akan

dinaikkan dan keuntungan yang diperoleh akan menurun (Jhingan, 2003).

Investasi juga sebagai sarana dan motivasi dalam pelaksanaan pembangunan

ekonomi khususnya dalam upaya memperluas penggunaan tenaga kerja dalam

meningkatkan produksi. Kaum klasik menganggap akumulasi kapital sebagai suatu

syarat mutlak bagi pembangunan ekonomi. Adanya pembangunan ekonomi

diharapkan dapat meningkatkan pendapatan. Jadi secara tidak langsung dapat

dikatakan bahwa dengan melakukan penananaman modal maka dapat meningkatkan

pendapatan.

- Teori Marginal Efficiency of Capital dari Keynes

Menurut Keynes tingkat bunga bukanlah satu satunya yang menyebabkan

naik turunnya investasi melainkan juga adalah kemungkinan keuntungan yang

diharapkan dari sejumlah investasi yang menurut Keynes disebut sebagai marginal

efficiency of capital (MEC). Yang dimaksud harapan keuntungan adalah berapa

besarnya persentase kemungkinan untung yang akan diperoleh dibandingkan dengan


23

suku bunga yang berlaku saat itu. Maka secara rasional keputusan pengusaha untuk

melakukan investasi kemungkinan terjadi antara lain jika keuntungan yang diharapkan

(MEC) lebih besar dari pada tingkat bunga, maka investasi di laksanakan. Dengan

demikian investasi akan naik atau menjadi besar. Jika keuntungan yang di harapkan

(MEC) lebih kecil dari pada tingkat bunga maka investasi tidak dilaksanakan. Ini

menyebabkan investasi akan turun atau semakin rendah. Jika keuntungan yang

diharapkan (MEC) sama dengan tingkat bunga maka investasi bisa di laksanakan dan

bisa juga tidak. Bila perusahaan berorientasi sosial maka investasi layak dilakukan,

sedangkan bila perusahaan berorientasi profit, maka investasi tidak akan dilakukan.

Berdasarkan pendapat Keynes maka dapat diketahui bahwa fungsi investasi

Keynes berslope negatif, artinya semakin rendah tingkat suku bunga maka investasi

semakin besar. Akan tetapi mengingat sekecil apapun suku bunga, bila investasi yang

dilakukan akan mendatangkan keuntungan yang lebih kecil dari suku bunga tersebut,

maka investasi tetap saja rendah atau terbatas. (Putong, 2000).

B. Teori Investasi NeoKlasik

NeoKlasik menekankan pentingnya tabungan sebagai sumber investasi.

Investasi dipandang sebagai salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan. Makin cepat perkembangan investasi ketimbang laju pertumbuhan

penduduk, makin cepat perkembangan volume stok kapital rata-rata per tenaga kerja.

Makin tinggi rasio kapital per tenaga kerja cendrung makin tinggi kapasitas produksi

per tenaga kerja.

Teori NeoKlasik tentang investasi (neoclassical theory of investment) ini

merupakan akumulasi kapital optimal. Menurut teori ini, stok kapital yang diinginkan

ditentukan oleh output dan harga dari jasa kapital relatif terhadap harga output. Harga

jasa kapital pada gilirannya bergantung pada harga barang-barang modal, tingkat
24

bunga, dan perlakuan pajak atas perusahaan. Jadi, menurut teori ini perubahan

didalam output akan mengubah atau mempengaruhi, baik stok kapital maupun

investasi yang diinginkan (Nanga, 2005).

Teori NeoKlasik didasarkan pada pemikiran ahli-ahli ekonomi klasik mengenai

penentuan keseimbangan faktor-faktor produksi oleh perusahaan-perusahaan. Untuk

memaksimumkan keuntungannya, setiap perusahaan akan menggunakan suatu

faktor produksi hingga pada suatu tingkat dimana nilai produksi marginalnya sama

dengan biaya yang dibelanjakan untuk memperoleh satu unit faktor produksi tersebut.

Hukum ini bila diaplikasikan pada tenaga kerja berarti nilai produksi marginal seorang

tenaga kerja ( dinamakan hasil penjualan produksi tenaga kerja atau marginal revenue

product of labour) adalah sama dengan upah tenaga kerja tersebut. Apabila hukum

tersebut diaplikasikan pada modal, keadaan yang akan memaksimumkan keuntungan

modal adalah sama dengan biaya untuk memperoleh satu unit tambahan modal

(Sukirno, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi perusahaan untuk memperoleh

modal dan melakukan investasi adalah suku bunga, depresiasi, pendapatan nasional,

kebijakan pemerintah (Sukirno, 2007).

- Harrod-Domar

Harrod-Domar mempertahankan pendapat dari para ahli ekonomi sebelumnya

yang merupakan gabungan dari pendapat kaum klasik dan Keynes, dimana beliau

menekankan peranan pertumbuhan modal dalam menciptakan pertumbuhan

ekonomi. Teori Harrod-Domar memandang bahwa pembentukan modal dianggap

sebagai pengeluaran yang akan menambah kemampuan suatu perekonomian untuk

menghasilkan barang dan atau jasa, maupun sebagai pengeluaran yang akan

menambah permintaan efektif seluruh masyarakat. Dimana apabila pada suatu masa

tertentu dilakukan sejumlah pembentukan modal, maka pada masa berikutnya


25

perekonomian tersebut mempunyai kemapuan utnuk menghasilkan barang-barang

dan atau jasa yang lebih besar (Sadono, 2007).

C. Penanaman Modal Asing

Investasi asing dapat dilakukan dalam dua bentuk, yaitu investasi portofolio

dan investasi langsung atau foreign direct investment (FDI). Investasi portofolio ini

dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan

obligasi. Sedangkan investasi langsung yang dikenal dengan Penanaman Modal

Asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total

atau mengakuisisi perusahaan.

Penanaman Modal di Indonesia diatur dengan Undang-Undang Nomor 25

tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud

dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan

usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik

menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam

modal dalam negeri (Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang

Penanaman Modal).

Dibanding dengan investasi portofolio, Penanaman Modal Asing (PMA) lebih

banyak mempunyai kelebihan, diantaranya sifatnya permanen (jangka panjang),

banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, dan

membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara

sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk

penyediaan lapangan kerja. Sedangkan, dalam investasi portofolio, dana yang masuk

ke perusahaan yang menerbitkan surat berharga (emiten), belum tentu membuka

lapangan kerja baru.


26

Sekalipun ada emiten yang setelah mendapat dana dari pasar modal untuk

memperluas usahanya atau membuka usaha baru yang hal ini berarti membuka

lapangan kerja. Tidak sedikit pula dana yang masuk ke emiten hanya untuk

memperkuat struktur modal atau mungkin malah untuk membayar utang bank. Selain

itu proses ini tidak terjadi alih teknologi atau alih keterampilan manajemen. Secara

garis besar, manfaat penanaman modal asing terhadap pembangunan bagi negara

sedang berkembang dapat diperinci menjadi lima, yaitu: Sumber dana eksternal

(modal asing) dapat dimanfaatkan oleh negara sedang berkembang sebagai dasar

untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi

yang meningkat, diikuti dengan perpindahan struktur produksi dan perdagangan.

Modal asing dapat berperan penting dalam memobilisasi dana maupun

transformasi struktural. Kebutuhan akan modal asing menjadi menurun segera

setelah perubahan struktural benar-benar terjadi meskipun modal asing di masa

selanjutnya lebih produktif. Bagi negara-negara sedang berkembang yang tidak

mampu memulai membangun industri-industri berat dan industri strategis, adanya

modal asing akan sangat membantu untuk dapat mendirikan pabrik-pabik baja, alat-

alat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar dan sebagainya.

Selama ini investor domestik di negara yang sedang berkembang enggan

melakukan usaha yang beresiko tinggi seperti eksploitasi sumber-sumber daya alam

yang belum dimanfaatkan dan membuka lahan-lahan baru, maka hadirnya investor

asing akan sangat mendukung merintis usaha dibidang-bidang tersebut. Adanya

pengadaan prasarana negara, pendirian industri-industri baru, pemanfaatan sumber-

sumber baru, pembukaan daerah-daerah baru, akan membuka kecenderungan baru

yaitu meningkatkan lapangan kerja. Sehingga tekanan pendudukan pada tanah

pertanian berkurang dan pengangguran dapat diatasi. Inilah keuntungan sosial yang
27

diperoleh dari kehadiran investor asing. Adanya transfer teknologi mengakibatkan

tenaga kerja setempat menjadi terampil, sehingga meningkatkan marginal

produktifitasnya, akhirnya akan meningkatkan keseluruhan upah riil. Semua ini

menunjukkan bahwa modal asing cenderung menaikkan tingkat produktifitas, kinerja

dan pendapatan nasional.Dengan demikian, kehadiran PMA bagi negara sedang

berkembang sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi.

Modal asing membantu dalam industrialisasi, pembangunan modal dan

menciptakan kesempatan kerja, serta keterampilan teknik. Melalui modal asing

terbuka daerah-daerah dan tergarap sumber-sumber baru. Resiko dan kerugian pada

tahap perintisan juga tertanggung, selanjutnya modal asing mendorong pengusaha

setempat untuk bekerjasama. Modal asing juga membantu mengurangi problem

neraca pembayaran dan tingkat inflasi, sehingga akan memperkuat sektor usaha

negara dan swasta domestik negara tuan rumah.

Dalam jangka pendek atau menengah, investasi asing sangat menguntungkan

dalam pertumbuhan ekonomi. Investasi ini, dalam jangka pendek dapat

mempengaruhi kesejahteraan ekonomi suatu bangsa. Investasi asing ini dapat

membantu memenuhi segala sesuatu yang diperlukan oleh penduduknya dalam

jangka pendek. PMA dalam jangka panjang dapat mengurangi tingkat tabungan yang

tercipta pada masa yang akan datang apabila kegiatan PMA justru mempertinggi

tingkat konsumsi masyarakat. Adanya perusahaan-perusahaan asing juga dapat

menghambat perkembangan perusahaan-perusahaan nasional yang sejenis

dengannya.

Apabila perkembangan perusahaan-perusahaan asing tersebut mematikan

perusahaan-perusahaan nasional yang sudah ada, maka hal ini akan menimbulkan

pengangguran dan menghapuskan mata pencaharian golongan masyarakat tertentu


28

(Mudrajad, 2000). Dengan demikian, dalam jangka panjang keuntungan tidak lagi

diperoleh negara yang bersangkutan, namun investasi lebih memberikan keuntungan

bagi negara yang mengeluarkan investasi.

Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan

warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum

Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Penanam

modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, dan/atau

pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara Republik

Indonesia. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam

modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang

berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. (UU no. 25 Tahun 2007 tentang

penanaman modal).

D. Penanaman Modal Dalam Negeri

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) adalah kegiatan menanam modal

untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh

penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri. Ketentuan

mengenai Penanaman Modal diatur di dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007

tentang Penanaman Modal. Penanam modal Negeri dapat dilakukan oleh

perseorangan warga negara Negeri, Badan Usaha Negeri, dan/atau Pemerintah

Negeri yang melakukan penanaman modal; di wilayah negara Republik Indonesia.

Penanaman modal dalam negeri sebagai sumber domestik menjadi salah satu

kunci utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Disatu pihak mencerminkan

permintaan efektif, di lain pihak dapat menciptakan efisiensi produktif bagi produksi

dimasa depan. Proses penanaman modal ini menghasilkan output nasional dalam
29

berbagai cara. Investasi dibidang barang modal tidak hanya meningkatkan produksi

tetapi juga meningkatkan penggunaan tenaga kerja. Penanaman atau pembentukan

modal ini akan membawa menuju kearah kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi

pada gilirannya membawa kearah spesialisasi dan penghematan produksi skala luas.

Jadi PMDN menghasilkan kenaikan besarnya output, pendapatan dan penggunaan

tenaga kerja, dengan demikian memecahkan masalah inflasi dan neraca

pembayaran, serta membuat perekonomian bebas dari beban utang luar negeri.

W.W. Rostow mengemukakan bahwa proses pertumbuhan ekonomi suatu

negara harus bertumpu pada kemampuan dalam negeri, sementara sumber daya luar

seharusnya hanya bersifat merangsang dan membantu kekuatan dalam negeri.

Sumber yang dapat diarahkan untuk pembentukan modal ialah kenaikan pendapatan

nasional, pengurangan konsumsi, penggalakan tabungan, pendirian lembaga

keuangan, langkah-langkah fiskal dan moneter dan sebagainya. (Sukirno, 2010).

E. Hubungan antara Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Hubungan antara investasi (PMA dan PMDN) dengan pertumbuhan ekonomi

adalah dengan adanya investasi berupa pembelian barang modal dan pelengkapan

produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa yang

dibutuhkan dalam perekonomian sehingga hal ini dapat meningkatkan PDB riil

Indonesia dan dengan demikian akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan

ekonomi (Tri Handayani, 2011). Peningkatan investasi akan meningkatkan kapasitas

produksi yang pada akhirnya berujung pada pembukaan lapangan kerja baru, yang

pada tahap selanjutnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi (Adrian Sutawijaya,

2010).
30

2.1.3 Perdagangan Internasional

Secara umum definisi perdagangan internasional menurut Soelistyo, (1990)

adalah proses pertukaran barang dan jasa yang didasarkan atas kehendak sukarela

antara penjual dan pembeli sehingga diantara keduanya terdapat manfaat yang

dirasakan masing-masing. Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang

dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar

kesepakatan bersama. Perdagangan internasional merupakan pendorong positif dan

kuat terhadap pembangunan ekonomi. Alasannya, untuk meningkatkan

pembangunan perlu fokus pada kegiatan ekspor terutama produk sektor industri

(export promotion). Peningkatan ekspor membuka peluang perolehan devisa yang

diperlukan untuk mengimpor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang-

barang kapital (strategi kebijakan substitution import).

Perdagangan yang dilakukan dapat menimbulkan transfer knowledge yang

dapat meningkatkan efisiensi penggunaan input, sehingga akan mempercepat

pembangunan ekonomi. Perdagangan internasional juga memperluas pasaran dan

merangsang investasi, pendapatan dan tabungan melalui alokasi sumber daya

dengan lebih efisien yang berujung pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

(Jhingan, 2010). Bila nilai ekspor lebih besar dari nilai impor maka saldo ekspor neto

positif atau posisi neraca perdagangan luar negeri surplus, sehingga Y (income) naik

dan berarti pula PDB naik. Sebaliknya, bila nilai ekspor lebih kecil dari nilai impor maka

saldo ekspor neto negatif atau posisi neraca perdagangan luar negeri defisit, sehingga

Y (income) turun dan berarti pula PDB akan turun (Hamdy Hady, 2001). Perdagangan

luar negeri merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara.
31

A. Teori Perdagangan Internasional

- Adam Smith

Menurut teori Adam Smith, setiap negara akan memperoleh manfaat

perdagangan internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor

barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta

mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolute

disadvantage).

- David Ricardo

Menurut David Ricardo, perdagangan internasional akan terjadi dan

menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulan

absolut yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki

keunggulan absolut untuk kedua jenis produk, maka tidak akan terjadi perdagangan

internasional yang menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan teori keunggulan

absolut Adam Smith. Namun, kelemahan ini diperbaiki oleh David Ricardo dengan

teori comparative advantage atau keunggulan komparatif, baik secara cost

comparative (labor efficiency) maupun production comparative (labor productivity).

Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau theory of labor

value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu produk ditentukan oleh jumlah

waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk memproduksinya. Menurut teori cost

comparative advantage (labor efficiency) dan production comparative (labor

productivity), suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional

jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara

tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana

negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien. Kesimpulannya, perdagangan

internasional antara dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang
32

memiliki keunggulan absolut, asalkan masing-masing negara memiliki perbedaan

dalam labor efficiency (cost comparative advantage) dan atau labor productivity

(production comparative advantage). (Hamdy Hady, 2001).

- Hecksher-Ohlin

Menurut teori Hecksher-Ohlin, perbedaan opportunity cost suatu produk

antara satu negara dengan negara lain dapat terjadi karena adanya perbedaan jumlah

atau proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. Perbedaan

oppurtinity cost tersebut dapat menimbulkan terjadinya perdagangan internasional.

Negara-negara yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam

memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya.

Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu jika negara

tersebut memiliki faktor produksi yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya.

Kesimpulan dari teori ini adalah sebagai berikut :

- Harga/biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah/proporsi

faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara.

- Comparative advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing

negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang

dimilikinya.

- Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan

mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memiliki faktor produksi

yang relatif banyak dan murah untuk memproduksinya.

- Sebaliknya, masing-masing negara akan mengimpor barang tertentu karena

negara tersebut memiliki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk

memproduksinya (Hamdy Hady, 2001).


33

B. Ekspor

Ekspor adalah pembelian negara lain atas barang buatan perusahaan-

perusahaan di dalam negeri. Faktor terpenting yang menentukan ekspor adalah

kemampuan dari Negara tersebut untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat

bersaing dalam pasaran luar negeri. (Sukirno, 2008). Ekspor akan secara langsung

mempengaruhi pendapatan nasional. Akan tetapi, hubungan yang sebaliknya tidak

selalu berlaku, yaitu kenaikan pendapatan nasional belum tentu menaikkan ekspor

oleh karena pendapatan nasional dapat mengalami kenaikan sebagai akibat dari

kenaikan pengeluaran rumah tangga, investasi perusahaan, pengeluaran pemerintah

dan penggantian barang impor dengan barang buatan dalam negeri. (Sukirno, 2008).

Hal-hal yang menentukan ekspor adalah (Todaro, 1998):

1. Daya saing dan keadaan ekonomi negara-negara lain.

Kedua faktor ini dapat dipandang sebagai faktor terpenting yang akan

menetukan ekspor suatu negara. Dalam suatu sistem perdagangan internasional

yang bebas, kemampuan suatu negara menjual ke luar negeri tergantung kepada

kemampuannya menyaingi barang-barang yang sejenis di pasaran internasional.

Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang yang bermutu dengan harga

yang murah akan menentukan tingkat ekspor yang dicapai suatu negara.

Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan

penduduk di negara-negara lain. Apabila ekonomi dunia mengalami resesi dan

pengangguran di berbagai negara meningkat, permintaan dunia ke atas ekspor suatu

negara akan berkurang. Sebaliknya, kemajuan yang pesat di berbagai negara akan

meningkatkan ekspor suatu negara.


34

2. Proteksi di negara-negara lain.

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara.

Negara-negara sedang berkembang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan

hasil-hasil pertanian dan hasil-hasil industri barang konsumsi (misalnya pakaian dan

sepatu) dengan harga yang lebih murah dari di negara maju. Akan tetapi kebijakan

proteksi di negara-negara maju memperlambat perkembangan ekspor seperti itu dari

negara-negara sedang berkembang.

3. Kurs valuta asing.

Permintaan suatu barang ditentukan oleh harganya dengan pertimbangan

adanya penambahan kurs pada harga tersebut.

C. Impor

Impor merupakan pembelian suatu negara atas barang buatan luar negeri.

Penentu impor yang paling utama adalah pendapatan masyarakat suatu negara.

Semakin tinggi pendapatan masyarakat, maka semakin tinggi pula impor yang akan

mereka lakukan. (Sukirno, 2008). Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumsi

rumah tangga dan perilaku investasi perusahaan cenderung mempengaruhi

permintaan impor karena sebagian barang impor adalah barang konsumsi dan

sebagian adalah barang investasi, maka faktor-faktor semacam upah riil setelah

pajak, pendapatan non tenaga kerja setelah pajak dan tingkat bunga mempengaruhi

belanja konsumsi; sehingga ini seharusnya juga mempengaruhi belanja atas impor.

Demikian pula segala hal yang meningkatkan belanja investasi cenderung

meningkatkan permintaan impor. Penurunan tingkat bunga, misalnya, seharusnya

mendorong belanja atas barang yang diproduksi di dalam negeri maupun yang

diproduksi asing. Ada satu pertimbangan tambahan dalam menentukan belanja impor:

harga relatif barang yang diproduksi dalam negeri dan diproduksi luar negeri. Jika
35

harga barang asing turun relatf terhadap harga barang domestik, orang akan

mengonsumsi relatif lebih banyak barang asing daripada barang domestic (Case &

Fair, 2007).

D. Hubungan antara Ekspor Neto dan Pertumbuhan Ekonomi

Hubungan antara ekspor neto dan pertumbuhan ekonomi adalah ekspor akan

menghasilkan devisa yang akan digunakan untuk membiayai impor bahan baku dan

barang modal yang diperlukan dalam proses produksi yang akan membentuk nilai

tambah. Agregasi nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi dalam

perekonomian merupakan nilai Produk Domestik Bruto. (Adrian Sutawijaya, 2010).

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang melintasi antar negara

yang mencakup aktivitas ekspor dan impor baik barang maupun jasa. Perananan

perdaganganan internasional sangat penting sebagai salah satu motor penggerak

pertumbuhan ekonomi (Ervin Mardalena, 2009).

2.1.4 Tenaga Kerja

Tenaga kerja menurut UU N0. 13 Tahun 2003 adalah setiap orang yang

mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk

memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Adapun menurut ILO

(International Labour Organization) tenaga kerja adalah penduduk usia kerja yang

berusia antara 15–64 tahun. Jumlah angkatan kerja yang bekerja merupakan

gambaran kondisi dan lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar

lapangan kerja yang tersedia maka akan menyebabkan semakin meningkatkan total

produksi di Indonesia.

Penduduk mempunyai dua peranan penting dalam pembangunan ekonomi,

satu dari sisi permintaan dan yang satu sisi dari segi penawaran. Bila dilihat dari sisi

permintaan penduduk berlaku sebagai konsumen sedangkan dilihat dari sisi


36

penawaran penduduk sebagai pemilik faktor produksi tenaga kerja. Keterkaitan

investasi dengan tenaga kerja adalah dengan peningkatan lapangan pekerjaan.

Dengan semakin tinggi orang akan menanamkan modalnya maka lapangan pekerjaan

akan semakin meluas atau tinggi. Karena mereka berinvestasi dengan membangun

usaha yang dapat menyerap tenaga kerja.

Pemerintah juga berkontribusi dalam penciptaan lapangan pekerjaan secara

langsung dengan mengalokasikan infrastruktur yang telah rusak. kebijakan ini juga

sekaligus meningkatkan iklim investasi (Sukirno, 2004). Menurut Simanjuntak (2007)

bahwa jumlah penduduk yang bekerja dan mencari kerja dinamakan sebagai

angkatan kerja atau labour force. Dengan semakin meningkatnya angkatan kerja yang

tergolong dalam pencari kerja maka akan menyebabkan semakin banyaknya beban

pembangunan, yang mana akan memperlambat laju dari kegiatan-kegiatan

perekonomian di negara tersebut.

Teori yang berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan adalah teori Lewis

(1959) yang mengemukakan bahwa kelebihan pekerja satu sektor akan memberikan

andil terhadap pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain. Menurut

Lewis, adanya kelebihan penawaran pekerja tidak memberikan masalah pada

pembangunan ekonomi. Sebaiknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk

mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi bahwa perpindahan pekerja dari sektor

subsisten ke sektor kapitalis modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak

akan pernah menjadi “terlalu banyak”.

A. Hubungan Antara Tenaga Kerja dengan Pertumbuhan Ekonomi

Tenaga kerja merupakan faktor yang penting dalam proses produksi

dibandingkan sarana produksi yang lain seperti bahan mentah, tanah, air, dan

sebagainya, karena manusialah yang menggerakan semua sumber-sumber tersebut


37

untuk menghasilkan barang dan jasa (Simanjuntak, 2005). Penggunaan tenaga kerja

dalam proses produksi berhubungan dengan biaya produksi dan tingkat upah. Baik

dari sisi biaya produksi maupun tingkat upah, penggunaan (permintaan) tenaga kerja

berhubungan dengan produktifitas tenaga kerja dan return yang diterima faktor

produksi. Dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja maka akan meningkatkan

produktivitas tenaga kerja sebagai akibat dari perubahan kuantitas dan kualitas

tenaga kerja itu sendiri sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

2.1.5 Pengeluaran/Belanja Pemerintah

Keynes menganggap pengeluaran pemerintah dan pengeluaran publik adalah

faktor eksogen yang dapat digunakan sebagai kebijakan untuk mendorong

pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah diharapkan dapat memberikan

kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi. Chude (2013), menyatakan peningkatan

konsumsi pemerintah, dapat menurunkan pengangguran, meningkatkan profitabilitas,

dan investasi melalui multiplier effects pada agregat permintaan. Belanja pemerintah

menambah agregat permintaan, dan akan meningkatkan produksi yang tergantung

pada efek multiplier yang dihasilkan belanja itu sendiri. Berdasarkan teori

pertumbuhan ekonomi Neo Klasik Solow, fungsi produksi sederhana dari teori ini

adalah (Mankiw, 2006):

Y=aK
Dimana Y adalah output, a adalah konstanta yang mengukur jumlah output yang

diproduksi untuk setiap unit modal, sedangkan K adalah persediaan modal.

Salah satu komponen dalam permintaan agregat (aggregate demand [AD])

adalah pengeluaran pemerintah. Pada Mankiw (2006) dinyatakan bahwa jika

pengeluaran pemerintah meningkat maka AD akan meningkat. Selain itu, peranan

pengeluaran pemerintah di negara berkembang sangat signifikan mengingat


38

kemampuan sektor swasta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masih sangat

terbatas. Oleh karena itu, peranan pemerintah sangatlah penting. Peningkatan AD

berarti terjadi pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi diukur dari PDB

maka peningkatan pertumbuhan berarti peningkatan pendapatan.

A. Teori Pengeluaran Pemerintah

1. Model perkembangan pengeluaran pemerintah oleh Rostow-Musgrave.

Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan

perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi

yaitu tahap awal, tahap menengah dan tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan

ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pada

tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana seperti pendidikan, kesehatan,

prasarana transportasi.

Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap

diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas,

namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Peranan

pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta semakin

besar akan menimbulkan banyak kegagalan pasar dan juga menyebabkan

pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih

banyak. Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah dalam pembangunan

ekonomi beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk

aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan pelayanan kesehatan

masyarakat.

2. Hukum Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran

pemerintah yang semakin besar dalam persentase terhadap PDB. Wagner


39

mengemukakan bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan perkapita

meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dasar

dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negara-negara maju (Amerika

Serikat, Jerman, Jepang). Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan

pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena pemerintah harus

mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Wagner mendasarkan

pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah

(organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang

bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.

B. Jenis Pengeluaran/Belanja Pemerintah

Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja (APB), baik Negara maupun daerah

(Provinsi/Kabupaten/Kota), pengeluaran dibedakan menjadi 3, yaitu belanja operasi.

Rincian kegiatan belanja operasi antara lain digunakan untuk belanja pegawai,

belanja barang dan jasa, pemeliharaan, perjalanan dinas, pinjaman, subsidi, hibah,

dan belanja opeasional lainnya. Kedua belanja modal. Belanja Modal digunakan untuk

pembelian/pembentukan asset tetap seperti gedung, jalan (infrastruktur) dan aset

tetap lainnya. Yang terakhir belanja tak terduga. Merupakan belanja tidak terduga

yang sebelumnya tidak dianggarkan seperti penanganan bencana. Untuk

mempermudah mengevaluasi penggunaan belanja/pengeluaran, mulai tahun 2007

sistem penganggaran mulai diperjelas rinciannya menurut fungsi/sektor, yaitu:

- Fungsi pelayanan umum. Pengeluaran yang ditujukan dalam rangka

peningkatan pelayanan umum pemerintah terhadap masyarakat maupun

pihak swasta seperti untuk pembayaran gaji, akses layanan/perijinan,

kemudahan informasi, dan belanja operasi kebutuhan perkantoran sehari-hari.


40

- Fungsi ekonomi. Pengeluaran ini digunakan untuk menciptakan lapangan

kerja, pembangunan sarana dan prasarana umum, serta memicu peningkatan

kegiatan perekonomian masyarakat. Pengeluaran ini ditujukan agar

mempunyai pengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat sekaligus

mempunyai multiplier effect yang besar.

- Fungsi kesehatan. Merupakan pengeluaran yang ditujukan dalam rangka

peningkatan kualitas kesehatan dan pelayanannya seperti pembelian obat,

fasilitas kesehatan (alat medis maupun penujang), dan gedung kesehatan.

- Fungsi pendidikan. Merupakan pengeluaran yang ditujukan dalam rangka

peningkatan kualitas pendidikan seperti pembelian buku, fasilitas jaringan

internet sekolah, maupun gedung sekolah.

- Fungsi ketertiban dan keamanan. Merupakan pengeluaran yang ditujukan

untuk menambah kekuatan dan ketahanan dalam mendukung ketahanan dan

keamanan kondisi daerah. Fungsi pariwisata dan lingkungan hidup.

Merupakan pengeluaran untuk peningkatan kegembiraan/hiburan bagi

masyarakat seperti promosi dan pemeliharaan tempat wisata sekaligus dalam

mempertahankan kelestaian dan kualitas lingkuangan hidup agar tercipta

kenyamanan.

- Fungsi perlindungan/jaminan sosial. Merupakan pengeluaran untuk jaminan

perlindungan masyarakat seperti penanganan bencana, permasalahan sosial

dan lingkungan (panti dan perlindungan orang terlantar).


41

C. Hubungan antara Pengeluaran/Belanja Pemerintah dan Petumbuhan

Ekonomi

Pengeluaran pemerintah mempengaruhi Pertumbuhan ekonomi. Pemerintah

dapat mempengaruhi tingkat PDB nyata dengan mengubah persediaan berbagai

faktor yang dapat dipakai dalam produksi melalui program-program pengeluaran

pemerintah seperti pendidikan. Rahayu (2004) mengatakan bahwa kegiatan yang

dilakukan pemerintah yang mendorong besaran jumlah pengeluaran negara

mempunyai pengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Landau (1986)

membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah di bidang militer dan pendidikan

berkorelasi negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara untuk pendidikan

sendiri berkorelasi kuat dan investasi pemerintah berkorelasi positif tetapi tidak

signifikan. Lin (1994) mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi (peningkatan PDB) dengan laju yang semakin

mengecil.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu ini memuat berbagai penelitian yang telah dilakukan oleh

peneliti lain baik dalam bentuk penelitian biasa, skripsi, tesis dan jurnal. Penelitian

yang ada telah mendasari pemikiran penulis dalam penyusunan skripsi, adapun

penelitiannya adalah sebagai berikut :

1. Pada penelitian yang dilakukan oleh Audrey Liwan dan Evan Lau (2007) yang

berjudul “Managing Growth: The Role of Export, Inflation and Investment in

three ASEAN Neighboring”, menunjukkan bahwa ekspor, investasi dan inflasi

memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, Malaysia dan

Thailand, hanya perbedaannya adalah pengaruhnya itu positif atau negative.

Ekspor berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,


42

Malaysia dan Thailand. Inflasi berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi Thailand dan Malaysia tetapi berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Tingkat inflasi di Indonesia cukup stabil

selama beberapa tahun, yang mana membawa hubungan positif antara inflasi

dan pertumbuhan ekonomi. Investasi berpengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi Indoneisa, Malaysia dan Thailand.

2. Penelitian yang dilakukan oleh A. Jalaluddin Sayuti (2012) dengan judul

"Perkembangan Ekonomi Makro Negara Maju dan Berkembang di Asia dan

Eropa". Disimpulkan bahwa keberadaan ekonomi antar negara saling

mempengaruhi, artinya bila suatu negara mengalami kesulitan, maka akan

berpengaruh bagi negara lain. Sebagai contoh, bila negara yang sulit itu

adalah negara tujuan ekspor negara lain yang sedang baik ekonominya, maka

saat sulit ekspor tidak akan menjadi lancar, sebaliknya bila suatu negara baik,

maka akan membutuhkan input dari negara lain dalam rangka mengatasi

ketersediaan pasokan bahan.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Meidiana dengan judul " Analysis Of The Effect

Of Exports on Economic Growth In Indonesia Period ". Model di estimasi

dengan menggunakan kuadran terkecil biasa atau OLS (Ordinary Least

Square). Hasil estimasi menunjukkan bahwa secara bersama-sama dan

semua variabel bebas berpengaruh dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Suci Safitriani (2014) “International Trade and

Foreign Direct Investment in Indonesia”. Hasil penelitian ini menunjukkan

terdapat hubungan satu arah antara ekspor dan FDI dan terdapat hubungan

dua arah antara impor dan FDI di Indonesia. FDI memberikan dampak jangka
43

panjang yang positif terhadap ekspor, sementara dalam jangka pendek, FDI

berdampak negatif terhadap ekspor. Namun dalam hal impor, ditemukan

bahwa FDI memiliki dampak positif terhadap impor meskipun secara statistik

tidak signifikan.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Yuliarti, Syamsul Amar dan Idris dengan judul

“Analisis Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi, Pengeluaran

Pemerintah dan Investasi Swasta di Indonesia (2014)”. Menggunakan data

dari tahun 1984-2013 dengan menggunakan metode Two Stage Least

Squared (TSLS).

6. Penelitian yang dilakukan oleh Rahma dan Imam Prakoso dengan judul

Penanaman Modal dan Pertumbuhan Ekonomi Tingkat Provinsi di Indonesia

(2016). Dengan menggunakan General Methods of Moments (GMM) Hasil

penelitian bahwa PMA tidak mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Sebaliknya PMDN mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini

dikarenakan PMA hanya mengisi kebutuhan dana atas sektor yang kurang

strategis.

7. Penelitian yang dilakukan oleh Taufan Harry Prasetyo dan Eny

Sulistyaningrum pada tahun 2014 dengan judul “Pengaruh Belanja

Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi” Penelitian menggunakan data

panel dengan melibatkan 5 kabupaten dengan periode 8 tahun dengan

menggunakan location quotient (LQ) dengan menggunakan model fixed-

effects. Hasil penelitian menunjukan bahwa belanja modal berpengaruh

negatif terhadap PDRB, sedangkan belanja operasi memiliki pengaruh positif

terhadap PDRB. Belanja pemerintah bidang pendidikan memiliki pengaruh

positif terhadap PDRB, sedangkan belanja pemerintah bidang kesehatan tidak


44

berpengaruh. Belanja pemerintah bidang infrastruktur memiliki pengaruh

negatif terhadap PDRB. Tenaga kerja memiliki pengaruh positif PDRB.

8. Penelitian yang dilakukan oleh Jamzani Sodik & Didi Nuryadin dengan judul

“Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi Regional, menggunakan metode GLS

(General Least Square). Hasil penelitian menunjukan bahwa PMA maupun

PMDN tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi pada periode

setelah otonomi, sedangkan sebelum otonomi, PMA dan PMDN berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi regional.

9. Penelitian yang dilakukan oleh Novi, Oki dan Myrnawati Savitri pata tahun

2014 dengan judul “Pengaruh Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Indonesia” hasil penelitian menunjukan bahwa kondisi infrastruktur jalan dan

listrik berdampak signifikan terhadap pertumbuhan pendapatan per kapita,

investasi terbukti secara empiris sebagai faktor pendorong pertumbuhan

ekonomi Indonesia.

10. Penelitian yang dilakukan oleh Eva Susanti pada tahun 2008 dengan judul

“Analisis factor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia”

dengan menggunakan metode OLS, hasil analisis menunjukan bahwa

Pertumbuhan Ekonomi selama periode penelitian lebih dipengaruhi oleh

Konsumsi masyarakat dan investasi dibandingkan Ekspor Neto.

11. Penelitian yang dilakukan oleh Try Handayani pada tahun 2011 dengan judul

“Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Periode 1999-2008” menggunakan metode analisis OLS menunjukan hasil

bahwa data menunjukkan bahwa Penanaman Modal Asing, Penanaman

Modal Dalam Negeri, Infrastruktur, Growth sebelumnya berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi di Indonesia.


45

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian


Penelitian
1 Audrey Liwan Managing Growth: Ekspor, Inflasi, Ekspor berpengaruh positif
and Evan Lau The Role of Export, Investasi, terhadap pertumbuhan ekonomi
Inflation and Pertumbuhan Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Investment in three Ekonomi Inflasi berpengaruh negatif
ASEAN terhadap pertumbuhan ekonomi
Neighboring Thailand dan Malaysia tetapi
Countries berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Investasi berpengaruh positif
terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia, Malaysia dan Thailand.

2 A. Jalaluddin Perkembangan Makro ekonomi, Hasil penelitian menunjukan


Sayuti Ekonomi Makro GDP, Krisis keberadaan ekonomi antar negara
Negara Maju dan saling mempengaruhi.
Berkembang di
Asia dan Eropa:
Indonesia – China,
Bosnia dan
Herzegovina –
Jerman
3 Meidiana Analysis Of The PDB, ekspor, Hasil estimasi menunjukkan bahwa
Effect Of Exports inflasi, dan nilai secara bersama-sama dan secara
on Economic tukar parsial semua variabel bebas
Growth In dalam model penelitian
Indonesia Period berpengaruh nyata dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi di
Indonesia.
4 Suci Safitriani International Trade FDI, Hasil penelitian ini menunjukkan
and Foreign Direct Perdagangan terdapat hubungan satu arah
Investment in Internasional antara ekspor dan FDI dan
Indonesia terdapat hubungan dua arah antara
impor dan FDI di Indonesia.

5 Yuliarti, Analisis Faktor Konsumsi, Konsumsi, pengeluaran pemerintah


Syamsul Amar yang Ekspor Neto, dan investasi swasta berpengaruh
dan Idris Mempengaruhi Tenaga Kerja, terhadap pertumbuhan ekonomi di
Pertumbuhan Belanja, Indonesia
Ekonomi, Investasi Suku bunga, inflasi dan
Pengeluaran Swasta, Suku pertumbuhan ekonomi
Pemerintah dan bunga, berpengaruh terhadap investasi
Investasi Swasta di Pengeluaran swasta di Indonesia
Indonesia Pemerintah, Suku bunga, inflasi, kurs dan
Inflasi, Nilai pertumbuhan ekonomi
Tukar, berpengaruh terhadap pengeluaran
Pertumbuhan pemerintah di Indonesia.
Ekonomi
46

No Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Hasil Penelitian


Penelitian
6 Rahma, Imam Penanaman Modal PMA, PMDN, PMA tidak mampu meningkatkan
Prakoso dan Pertumbuhan PDRB pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya,
Ekonomi Tingkat penanaman modal dalam negeri
Provinsi di (PMDN) mampu meningkatkan
Indonesia pertumbuhan ekonomi.
7 Taufan dan Pengaruh Belanja Belanja Modal, Belanja modal berpengaruh negatif
Eny Pemerintah Belanja Operasi, terhadap PDRB, sedangkan
Terhadap Belanja belanja operasi memiliki pengaruh
Pertumbuhan pemerintah positif terhadap PDRB. Belanja
Ekonomi bidang pemerintah bidang pendidikan
pendidikan, memiliki pengaruh positif terhadap
Belanja PDRB, sedangkan belanja
pemerintah pemerintah bidang kesehatan tidak
bidang berpengaruh. Belanja pemerintah
kesehatan, bidang infrastruktur memiliki
Belanja pengaruh negatif terhadap PDRB.
pemerintah Tenaga kerja memiliki pengaruh
bidang positif PDRB.
Infrastruktur
Tenaga Kerja,
PDRB
8 Jamzani Sodik Investasi dan Penanaman PMA maupun PMDN tidak
& Didi Pertumbuhan Modal Asing, berpengaruh terhadap
Nuryadin Ekonomi Regional Penanaman pertumbuhan ekonomi pada
(Studi Kasus pada Modal Dalam periode setelah otonomi,
26 Provinsi di Negeri, Laju sedangkan sebelum otonomi, PMA
Indonesia Pra dan Angkatan Kerja, dan PMDN berpengaruh terhadap
Pasca Otonomi) Laju Inflasi, pertumbuhan ekonomi regional.
Ekspor Netto
9 Novi, Oki dan Pengaruh PDRB, PMTB, Semua variable yang mendukung
Myrnawati Infrastruktur AYS, ELEC, infrastruktur mempengaruhi
Savitri terhadap ROAD, LOAD, pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Pertumbuhan URBAN, OPEN,
Ekonomi Indonesia CSGRL, YAGR
10 Eva Susanti Analisis factor- PDB, Konsumsi, Pertumbuhan Ekonomi selama
faktor yang Investasi dan periode penelitian lebih
mempengaruhi Ekspor Neto dipengaruhi oleh Konsumsi
Pertumbuhan masyarakat dan investasi
Ekonomi Indonesia dibandingkan Ekspor Neto.
11 Try Handayani Faktor-faktor yang PMA, PMDN, PMA, PMDN, Infrastruktur, Growth
mempengaruhi Infrastruktur, sebelumnya berpengaruh terhadap
Pertumbuhan Growth pertumbuhan ekonomi di
Ekonomi di Indonesia.
Indonesia Periode
1999-2008
Sumber : Data Diolah, 2017
47

2.3 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran menggambarkan pengaruh antara variabel bebas

terhadap variabel terikat yaitu pengaruh PMA, PMDN, Tenaga Kerja, Ekspor Neto dan

Belanja Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Dalam upaya

meningkatkan pertumbuhan ekonomi diperlukan investasi-investasi baru sebagai stok

modal. Investasi dapat dilakukan oleh swasta, pemerintah atau kerjasama antara

pemerintah dan swasta. Tenaga kerja merupakan sumber daya potensial sebagai

pengerak, penggagas dan pelaksana daripada pembangunan di suatu negara. Selain

investasi dan tenaga kerja, ekspor juga merupakan faktor penting dalam merangsang

pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan adanya ekspor maka akan

memungkinkan suatu negara meningkatkan output totalnya. Kegiatan perdagangan

internasional dengan spesialisasi berdasarkan keunggulan absolut berpengaruh

positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan bantuan pemerintah dari belanja

pemerintah, juga berpengaruh positif dengan pertumbuhan ekonomi. Dengan

demikian tingkat investasi baik PMA, PMDN, Tenaga Kerja, Ekspor Neto dan Belanja

Pemerintah diharapkan menjadi pendorong dalam peningkatan pertumbuhan

ekonomi di Indonesia. Dalam Penelitian ini hubungan antara pertumbuhan ekonomi

dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya dapat dibuat bagan kerangka

pemikiran sebagai berikut :


48

Gambar 2.2 Kerangka Pikir Penelitian

2.4 Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang masih lemah

kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara

(Hasan, 2008). Hipotesis merupakan pernyataan peneliti mengenai hubungan antara

variabel bebas dengan variabel tidak bebas di dalam penelitian. Berdasarkan teori

dan hasil penelitian sebelumnya yang terangkum dalam perumusan masalah yang

ada dalam penelitian maka disusunlah hipotesis sebagai berikut :

H1: Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara nilai realisasi

Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

H2: Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara nilai realisasi

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Indonesia.

H3: Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara jumlah Tenaga

Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.


49

H4: Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara nilai Ekspor Neto

terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.

H5: Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Belanja

Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.


BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah yang harus dilakukan untuk memecahkan

permasalahan dan untuk menguji hipotesis penelitian melalui proses pengumpulan

data empiris atau informasi yang digunakan. Metode penelitian digunakan untuk

memahami objek yang menjadi tujuan penelitian, oleh karena itu metode harus sesuai

dengan tujuan penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah melihat pengaruh antara variabel

independen yaitu PMA di 33 provinsi, PMDN di 33 provinsi, Tenaga Kerja di 33

provinsi, Ekspor Neto di 33 provinsi, dan Belanja Pemerintah di 33 provinsi terhadap

variabel dependen yaitu Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah data tahun 2012 – 2016.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada

masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2007). Data penelitian ini diperoleh dari Badan

Kordinasi Penanaman Modal pada situs www.bpkm.go.id, Kementerian Perdagangan

pada situs www.kemendag.go.id dan Badan Pusat Statistik pada situs www.bps.go.id.

3.3 Definisi Operasional Variabel

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, untuk

memberikan batasan penelitian memudahkan analisis, dijabarkan beberapa definisi

operasional variabel. Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan

kepada suatu variable dengan cara memberikan arti atau menspesifikasikan kegiatan

50
51

atau memberikan suatu operasional untuk mengukur variabel atau konstruk tersebut

(Nasir, 1999). Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:

A. Variabel Dependen (Y)

Variabel dependen adalah variabel terikat atau variabel yang dipengaruhi atau

yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2013). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel dependenya adalah Pertumbuhan Ekonomi.

Pertumbuhan Ekonomi adalah selsisih antara kenaikan Gross Domestik Product

tahun sekarang dengan Gross Domestik Product tahun lalu. Pertumbuhan Ekonomi

dalam penelitian ini menggunakan data pertumbuhan ekonomi setiap daerah yang di

keluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Variabel Pertumbuhan Ekonomi

dinyatakan dalam persen.

B. Variabel Independen (X)

Variabel independen adalah variabel bebas yang merupakan variabel yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel

dependen (Sugiyono, 2013). Variabel independen dalam penelitian ini yaitu:

- X1 : Penanaman Modal Asing (PMA)

Penanaman Modal Asing dalam penelitian ini adalah nilai realisasi investasi

asing baik perseroan atau perseorangan yang masuk ke dalam perekonomian

Indonesia secara langsung setiap tahunnya. Data PMA diperoleh dari situs

resmi Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM) dalam USD yang akan di

ln dan menjadi persen.

- X2 : Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Penanaman Modal Dalam Negeri dalam penelitian ini adalah kegiatan

menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik

Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan


52

menggunakan modal dalam negeri yang telah disetujui dan telah terealisasi di

Indonesia. Data PMDN diperoleh dari situs resmi Badan Kordinasi Penanaman

Modal (BKPM) dalam milyar rupiah yang akan di ln dan menjadi persen.

- X3 : Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah penduduk dalam usia kerja suatu negara dalam

memproduksi barang dan jasa. Jumlah tenaga kerja yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang aktif

bekerja (Suparmoko, 2002) dinyatakan dalam satuan orang, yang akan di ln

dan menjadi persen.

- X4 : Ekspor Neto

Ekspor Neto adalah selisih antara ekspor dan impor yang masuk kedalam

negeri. Ekspor neto diperoleh dari data yang dipublikasikan oleh Kementrian

Perdagangan. Data ekspor neto dinyatakan dalam juta USD yang akan di ln

dan menjadi persen.

- X5 : Belanja Pemerintah

Belanja Pemerintah dalam penelitian ini adalah pengeluaran pemerintah

(termasuk barang dan jasa) untuk penyelenggaran pemerintahan yang

didasarkan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dalam

kurun waktu tahunan. Data Belanja pemerintah diperoleh dari situs resmi

Badan Pusat Statistik (BPS) yang dinyatakan dalam Juta rupiah yang akan di

ln dan menjadi persen.


53

3.4 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam

bentuk time-series dan cross section. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan

data dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan yaitu dengan cara

pengumpulan data-data maupun teori yang berhubungan dalam permasalahan yang

akan diteliti.

3.5 Populasi dan Sampel

3.5.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peniliti untuk diteliti

dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,2013). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh provinsi di Indonesia yang berjumlah 33 provinsi. Periode penelitian ini

adalah dari tahun 2012 – 2016.

3.5.2 Sampel

Menurut Sugiyono (2013) sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang

dimiliki oleh populasi. Hasil yang dpielajari dalam sampel, dapat diberlakukan untuk

populasi. Untuk itu sampel yang diambil harus representatif. Teknik sampling yang

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah

teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Kriteria

syarat yang digunakan sebagai dasar pengambilan sampel adalah provinsi yang

memiliki data dari keseluruhan variabel dengan jangka tahun 2012 – 2016.

Berdasarkan kriteria untuk menentukan sampel tersebut, maka sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah 33 provinsi di Indonesia, Kalimantan Utara tidak

termasuk kedalam penelitian dikarenakan provinsi Kalimatan Utara baru tercatat

sebagai provinsi di Indonesia pada tahun 2013.


54

3.6 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan tahapan pengolahan data yang nantinya akan

dianalisis untutk menjawab rumusan masalah. Dalam penelitian kuantitatif, analisis

data menggunakan analisis data statistik karena untuk mengolah data angka. Menurut

Sora (2015), analisis data adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengubah data hasil

dari penelitian menjadi informasi yang nantinya dapat dipergunakan dalam mengambil

kesimpulan. Tujuan dari analisis data adalah untuk mendeskripsikan data sehingga

dapat dipahami. Alat yang digunakan untuk menguji data adalah eviews. Eviews

merupakan program komputer berbasis Windows yang banyak dipakai untuk analisa

statistika dan ekonometri.

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel

karena mengandung data time series dan cross section. Regresi data panel

merupakan gabungan antara data time series dan data cross section, dimana data

time series merupakan data pada kurun waktu tertentu, sedangkan data cross section

merupakan data dari beberapa unit observasi. Data panel merupakan data dari

beberapa individu sama yang diamati dalam kurun waktu tertentu. Menurut Gujarati

(2012), dalam data panel, unit individu yang sama disurvei dari waktu ke waktu dan

secara singkat, data panel memiliki dimensi ruang dan waktu. Tahapan-tahapan pada

regresi panel tidak seperti regresi biasanya, dimana regresi data panel harus melalui

tahapan penentuan model estimasi yang tepat.

3.6.1 Uji Asumsi Klasik

Menurut Gujarati (2013) data panel sedikit terjadi kolinearitas antar variabel

sehingga sangat kecil kemungkinan terjadi multikolinearitas. Berdasarkan uraian

tersebut asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian adalah uji autokorelasi dan

Uji Heterokedastisitas.
55

A. Uji Autokorelasi

Autokorelasi muncul karena residual yang tidak bebas antar satu observasi ke

observasi lainya. Hal ini disebabkan karena error pada individu cenderung

mempengaruhi individu yang sama pada periode berikutnya. Masalah autokorelasi

yang sering terjadi pada data time series (runtut waktu). deteksi autokorelasi pada

data panel dapat melalui uji Durbin Watson. Nilai uji Durbin-Watson untuk mengetahui

keberadaan korelasi positif atau negative (Gujarati,2012). Keputusan mengenai

keberadaan autokorelasi sebagai berikut:

- Jika d<dl, berarti terdapat autokorelasi positif

- Jika d>(4-d), berarti terdapat autokorelasi negatif

- Jika du<d<(4-d), berarti tidak terdapat autokorelasi

- Jika dl<d<du atau (4-du), berarti tidak dapat disimpulkan

B. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas timbul apabila nilai residual dari model tidak memiliki

varians yang konstan. Artinya setiap observasi mempunyai relabilitas yang berbeda-

beda akbiat perubahan kondisi yang melatarbekalangi tidak terangkum dalam model.

Gejala ini sering terjadi pada data cross section sehingga sangat dimungkinkan terjadi

heterokesdastisitas pada data panel. Implikasi terjadi autokorelasi dan

heteroskedastisitas pada data panel dapat diperbaiki dengan model Cross Section

SUR. Apabila model data panel mengalami heterokedastisitas tanpa autokorelasi

dapat diatasi dengan model Cross-section Weight.

3.6.2 Analisis Regresi Data Panel

Metode analsis data dalam penlitian ini menggunakan estimasi analisis data

panel (pooled data) dengan alat pengeolahan data menggunakan software Eviews.

Analisis data panel sendiri merupakan kombinasi antara data time series dan cross
56

section, yang akan disertai dengan Uji Signifikansi. Berikut ini beberapa kelebihan

menurut Gujarati (2012) dalam penggunaaan data panel :

1. Dapat mempertimbangkan heterokedastisitas dengan memperkenalkan

variabel-variabel spesifik.

2. Data panel mampu menyediakan data yang lebih banyak, sehingga dapat

memberikan informasi yang lebih lengkap. Sehingga diperoleh degree of

freedom (df) yang lebih besar sehingga estimasi yang dihasilkan lebih baik.

3. Dengan menggabungkan informasi dari data time series dan cross section

dapat mengatasi masalah yang timbul karena ada masala penghilangan

variabel (omitted variabel).

4. Data panel mengurangi kolinieritas antarvariabel.

5. Data panel lebih baik dalam mendeteksi dan mengukur efek yang secara

sederhana tidak mampu dilakukan oleh data time series murni dan data murni.

6. Dapat menguji dan membangun model perilaku yang lebih kompleks.

7. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregat individu,

karena data yang diobservasikan lebih banyak.

Pada umumnya struktur model persamaan data panel dapat digambarkan seperti di

bawah ini :

𝑷𝑬𝒊,𝒕 = 𝜶 + 𝜷𝟏 𝒍𝒏𝑷𝑴𝑨𝒊,𝒕 + 𝜷𝟐 𝒍𝒏𝑷𝑴𝑫𝑵𝒊,𝒕 + 𝜷𝟑 𝒍𝒏𝑻𝑲𝒊,𝒕 + 𝜷𝟒 𝒍𝒏𝑵𝑬𝒊,𝒕 + 𝜷𝟓 𝒍𝒏𝑩𝑷𝒊,𝒕 + 𝜺𝒊𝒕

Dimana:

𝛼 : Konstanta

𝑃𝐸𝑖,𝑡 : Nilai PDRB di 33 Provinsi tahun 2012-2016

𝑃𝑀𝐴𝑖,𝑡 : Nilai realisasi PMA di 33 Provinsi tahun 2012-2016

𝑃𝑀𝐷𝑁𝑖,𝑡 : Nilai realisasi PMDN di 33 Provinsi tahun 2012-2016


57

𝑇𝐾𝑖,𝑡 : Jumlah Tenaga Kerja di 33 Provinsi tahun 2012-2016

𝑁𝐸𝑖,𝑡 : Jumlah Ekspor neto di 33 Provinsi tahun 2012-2016

𝐵𝑃𝑖,𝑡 : Nilai Belanja Pemerintah di 33 Provinsi tahun 2012-2016

Model Regresi dengan Panel Data

Dari tiga pendekatan metode data panel, dua pendekatan yang sering

digunakan untuk mengestimasi model regresi dengan data panel adalah pendekatan

fixed effect model dan pendekatan random effect model. Menurut Ekananda (2016)

Pemodelan dengan menggunakan regresi data panel menggunakan tiga pendekatan

alternatif metode, yaitu: Common Effect, Fixed Effect, dan Random Effect.

A. Common Effect Model (The Pooled OLS Method)

Pada metode ini, model mengasumsikan bahwa data gabungan yang ada

menunjukkan kondisi sesungguhnya di mana nilai intercept dari masing-masing

variabel adalah sama dan slope koefisien dari variabel. Variabel yang digunakan

adalah identik untuk semua unit cross section. Di dalam pendekatan ini, unit cross

section maupun time series semua diperlakukan sama lalu diregresikan

menggunakan metode ordinary least square yang akan menghasilkan persamaan

dengan intercept dan koefisien-koefisien variable independen yang konstan untuk

setiap unit. Metode ini adalah metode yang paling sederhana tetapi hasilnya tidak

memadai karena setiap observasi diperlakukan observasi yang berdiri sendiri,

sehingga cukup besar kemungkinan bahwa error term berpengaruh berkorelasi

dengan beberapa variabel independen dalam model. Kendala lain yang dimiliki oleh

model ini adalah asumsi yang menganggap intercept dan koefisien slope yang sama

untuk setiap unit cross section maupun time series. Mengatasi hal tersebut digunakan

pendekatan Fixed Effect Model atau Least Square Dummy Variabel.


58

B. Fixed Effect Model (Least Square Dummy Variable/LSDV)

Pengertian model fixed effect adalah model dengan intercept berbeda-beda

untuk setiap subjek (cross section), tetapi slope setiap subjek tidak berubah seiring

waktu (Gujarati, 2012). Model ini mengasumsikan bahwa intercept adalah berbeda

setiap subjek sedangkan slope tetap sama antar subjek. Dalam membedakan satu

subjek dengan subjek lainnya digunakan variabel dummy (Kuncoro, 2012). Untuk

mengestimasi model Fixed Effect dibutuhkan variabel dummy untuk memenuhi

intersep yang berbeda – beda antara individu, perbedaan intersep bisa terjadi karena

perbedaan budaya kerja, menejerial, dan insentif. Model estimasi tersebut sering juga

disebut dengan teknis Least Square Dummy Variable (LSDV).

C. Random Effect Model (REM)

Random effect disebabkan variasi dalam nilai dan arah hubungan antar subjek

diasumsikan random yang dispesifikasikan dalam bentuk residual (Kuncoro, 2012).

Model ini mengestimasi data panel yang variabel residual diduga memiliki hubungan

antar waktu dan antar subjek. Menurut Widarjono (2009) model random effect

digunakan untuk mengatasi kelemahan model fixed effect yang menggunakan

variabel dummy. Metode analisis data panel dengan model random effect harus

memenuhi persyaratan yaitu jumlah cross section harus lebih besar daripada jumlah

variabel penelitian. Keuntungan digunakan model random effect adalah

menghilangkan heterokesdastisitas. Model ini sering disebut dengan model Error

Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS).

Setelah melakukan estimasi model regresi data panel yaitu model dengan

metode OLS atau common effect, model fixed effect, dan model random effect,

langkah selanjutnya adalah memilih teknik estimasi regresi data panel dengan model

yang manakah yang paling baik untuk digunakan.


59

Menurut Widarjono (2007), ada tiga uji untuk memilih teknik estimasi data

panel, yaitu :

A. F Test (Chow Test)

F Test (Chow Test) digunakan untuk memilih antara metode Common Effect

atau Fixed Effect, dengan melihat residual sum of squared (RSS). Berikut model

matematis untuk F Test:

(𝑅𝑆𝑆1 − 𝑅𝑆𝑆2 )/𝑚


F=
(𝑅𝑆𝑆2 )/(𝑛−𝑘)

𝑅𝑆𝑆1 : residual sum of squared teknik tanpa variabel dummy (common

effect)

𝑅𝑆𝑆2 : residual sum of squared teknik tanpa variabel dummy (fixed effect)

M : numerator

n-k : denumerator

Hipotesis yang dibentuk dalam Chow test adalah sebagai berikut :

H0 : Model Common Effect

H1 : Model Fixed Effect

Dasar pengambilan keputusan F Test (Chow Test) dapat dilihat pada nilai probabilitas

untuk cross-section F<0,05, 𝐻𝑜 ditolak yang berarti model yang lebih sesuai dalam

menjelaskan permodelan data panel tersebut adalah Fixed Effect Model.

B. Hausman Test

Hausman Test dilakukan untuk memilih model yang terbaik antara Fixed Effect

atau Random Effect. Pengujian ini di dasari oleh hipotesis sebagai berikut:

H0 : Model Random Effect

H1 : Model Fixed Effect


60

Statistik yang digunakan dalam Uji Hausman dihitung menggunakan persamaaan

sebagai berikut:
2
H = 𝑋(𝐾) = (𝛽𝑟𝑒 − 𝛽𝑓𝑒 )( Ʃ𝑓𝑟𝑒 − Ʃ𝑓𝑒 ) ⁻¹ (𝛽𝑟𝑒 − 𝛽𝑓𝑒 )

Keterangan :

𝛽𝑟𝑒 : estimator metode random

𝛽𝑓𝑒 : estimator metode efek tetap

Ʃ𝑟𝑒 : matriks koefisien kovarian pada metode efek random

Ʃ𝑓𝑒 : matriks koefisien kovarian pada metode efek tetap

K : derajat bebas (jumlah parameter)

Kriteria penggunaan Uji Hausman dengan membandingkan chi-square dengan nilai

𝑋 2 tabel, dimana jika statistikchi-square<𝑋 2 tabel maka 𝐻0 diterima dan model yang

akan dipilih adalah model analisis model random. Sebaliknya apabila nilai chi-

square>𝑋 2 maka 𝐻0 di tolak dan menerima 𝐻𝑎 yang berarti model yang digunakan

adalah model fixed effect.

C. Uji Lagrange Multiplier (LM)

Uji Lagrance Multiplier digunakan untuk memilih antara common effect atau

random effect. Uji tersebut di kembangkan oleh Breusc dan Pagan dan di dasarkan

pada residu OLS. Berikut adalah persamaan statistik untuk Uji Lagrange Multiplier

𝑛𝑇 Ʃ𝑛 (𝑇ễ𝑡)
LM = 2(𝑡−1) . [Ʃ𝑛𝑡=1Ʃ𝑇 2 − 1 ]2
𝑡=1 𝑡=1 ệ𝑖𝑡

Dimana :

N : jumlah individu

T : jumlah periode waktu

E : residual metode common effect (CEM)


61

Dasar pengambilan keputusan Uji LM adalah jika nilai LM statistik> nilai statistikChi-

square maka 𝐻0 di tolak dan 𝐻𝑎 diterima yang berarti model yang terpilih adalah model

random effect. Namun sebaliknya apabila LM statistik< dari nilai statstik chi-square

maka 𝐻0 diterima sedangkan 𝐻𝑎 di tolak, yang berarti estimasi data panel lebih baik

menggunakan permodelan common effect.

3.6.3 Uji Koefisien Determinasi (R-Squared)

Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar

proporsi variabel independen yang diteliti mempengaruhi variabel dependen. Hasil

dari pengujian ini menunjukkan angka antara 0 dan 1, dimana hasil semakin kecil atau

mendekati 0 maka proporsi variabel independen yang diteliti sedikit mempengaruhi

variabel dependen dan lebih banyak faktor lain yang tidak diteliti dalam variabel,

sebaliknya dimana hasil uji semakin besar atau mendekati 1 maka proporsi variabel

independen yang diteliti memiliki pengaruh yang besar terhadap variabel dependen.

3.6.4 Pengujian Hipotesis

A. Uji F-Statistik

Uji F-Statistik digunakan untuk melihat apakah variabel dependen yang

digunakan dalam penelitian berpengaruh signifikan secara bersama-sama (simultan)

terhadap variable independent di dalam model. Kriteria untuk menentukan hasil uji F

terdapat dua cara yang pertama adalah menggunakan F hitung dan F table jika nilai

Fhitung > Ftabel dan Fstatistik < 0.05 maka H0 di tolak dan menerima H1, sebaliknya

apabila F hitung < F tabel atau F statistik > 0.05 maka H0 diterima dan menolak H1.

H0 dalam uji F adalah variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel

dependen, sebaliknya H1 dalam uji F adalah variabel independen secara simultan

tidak mempengaruhi variabel dependen


62

B. Uji t-statistik

Uji t-statistik digunakan untuk mengetahui hubungan signifikansi setiap

variabel independent terhadap variabel dependen secara parsial. Pada derajat

kepercayaan sebesar 5% maka kriteria uji t statistik adalah jika t statistik > 0,05 maka

H0 diterima, begitu pula sebaliknya jika t hitung < 0,05 maka H0 ditolak atau menerima

H1. H0 dalam uji t ini adalah variabel independen berpengaruh secara signifikan

terhadap variabel dependen, sebaliknya H1 dalam uji t ini adalah variabel independen

tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil penelitian dan pembahasan

mengenai variabel-variabel penelitian yang dilakukan.

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

Produk Domestik Regional Bruto adalah nilai tambah barang dan jasa yang

dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian diseluruh daerah dalam tahun tertentu

dan periode tertentu. Nilai tambah sendiri memiliki pengertian yaitu nilai yang

ditambahkan dari kombinasi faktor produksi dan bahan baku dalam proses produksi.

PDRB sendiri adalah sebuah suatu ukuran yang dijadikan dasar perhitungan laju

pertumbuhan ekonomi daerah. Berikut adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia

selama kurun waktu 2012 hingga 2016.

Gambar 4.1 Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia

GDP growth (annual %)


6.5
6.03
6
5.56
5.5
5.01 4.88
5
5.02
4.5
4
3.5
3
Tahun 2012 Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016

GDP growth (annual %)

Sumber : BPS (2017)

63
64

Kinerja perekonomian Indonesia pada tahun 2012 cukup menggembirakan di

tengah perekonomian dunia yang melemah. Pertumbuhan ekonomi dapat

dipertahankan pada tingkat yang cukup tinggi, yaitu 6,03%. Di tengah menurunnya

kinerja ekspor, pertumbuhan ekonomi lebih banyak ditopang oleh permintaan

domestik yang tetap kuat, menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan neraca

transaksi berjalan. Secara keseluruhan, penyesuaian ekonomi tahun 2013 tetap

terkendali, di mana perlambatan ekonomi 2013 tidak terlalu dalam yakni 5,56%.

Perekonomian Indonesia tahun 2014 tumbuh sebesar 5,0%, melambat dibandingkan

dengan 5,6% pada tahun 2013. Dari sisi eksternal, perlambatan tersebut terutama

dipengaruhi oleh pertumbuhan ekspor yang menurun akibat turunnya permintaan

terutama dari emerging markets (EM) dan harga komoditas global, serta adanya

kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah. Sementara itu, sejalan dengan

perlambatan ekspor dan sikap wait and see investor terkait Pemilu, kegiatan investasi

juga tumbuh melambat. Namun demikian, kinerja pertumbuhan ekonomi yang masih

cukup tinggi itu terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan didorong oleh

aktivitas perekonomian di Pulau Jawa yang tumbuh 5,59% dan Pulau Sumatera

sebesar 4,66%. Dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi negara

kawasan ASEAN 5, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2014 relatif lebih

tinggi.

Perekonomian Indonesia 2015 mencatat perkembangan yang positif. Kinerja

stabilitas makroekonomi semakin baik, pertumbuhan ekonomi masih mengalami

perlambatan dari 5,01% pada 2014 menjadi 4,88% di tahun 2015, dimana ini adalah

kali pertama ekonomi Indonesia berada di bawah 5 persen sejak 2009, ketika terjadi

krisis keuangan global. Perekonomian Indonesia pada 2016 tetap berdaya tahan di

tengah kondisi perekonomian global yang masih belum kuat, perkembangan tersebut
65

dipengaruhi struktur permintaan domestik yang dominan serta ditopang respons

kebijakan yang memadai. Perbaikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016

terutama tercatat di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Pertumbuhan ekonomi di

sebagian besar provinsi di wilayah Sumatera dan Jawa meningkat dibandingkan

dengan capaian tahun sebelumnya. Perkembangan sama terlihat di Kalimantan

dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi tercatat di hampir seluruh provinsi.

Perbaikan ekonomi di berbagai wilayah tersebut terutama ditopang konsumsi rumah

tangga yang tetap kuat dan ekspor pada triwulan IV 2016 yang membaik seiring

kenaikan harga komoditas di pasar global. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi

berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia pada 2016 tetap tinggi, meskipun sedikit

melambat dibandingkan dengan kinerja 2016 akibat sektor pertambangan yang belum

kuat.

4.1.2 Perkembangan Penanaman Modal Asing di Indonesia

Investasi adalah pengeluaran pada perangkat keuangan, persediaan barang,

atau infrastruktur (Mankiw, 2012). Penanaman modal asing (PMA) atau Investasi

asing merupakan investasi yang dilaksanakan oleh pemilik pemilik modal asing di

dalam negeri kita untuk mendapatkan suatu keuntungan dari usaha yang

dilaksanakanya. Berikut adalah perkembangan Investasi Asing di Indonesia selama

kurun waktu 2012 hingga 2016.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi

PMA pada tahun 2012 sebesar Rp 221 triliun, melonjak dari sebelumnya Rp 175,3

triliun di tahun 2011. Kinerja investasi pada tahun 2012 memberikan berdampak positif

terhadap penambahan pendapatan (produk domestik bruto/PDB) pada tahun

tersebut. Arus investasi asing yang terjadi pada tahun 2013 hingga 2016 juga

berfluktuasi. Arus investasi asing yang terjadi pada tahun 2013 hingga 2016 juga
66

berfluktuasi. Kuatnya permintaan konsumen, pertumbuhan ekonomi stabil di tengah

perlambatan ekonomi negara maju, serta melimpahnya sumber daya alam kian

menambah ketertarikan investor.

Gambar 4.2 Perkembangan Realisasi Investasi Indonesia 2012-2016

Gambar 4.2 Perkembangan Realisasi Investasi Indonesia 2012 – 2016


1400

1200

1000
dalam Rp Triliun

800

600

400

200

0
2012 2013 2014 2015 2016
Total 313.2 398.6 463.1 545.4 612.8
PMA 221 270.4 307 366 396.5
PMDN 92.2 128.2 156.1 179.4 216.3

Sumber : BKPM, data diolah (2017)

Pulau Jawa masih menjadi tujuan utama investasi. Dari realisasi investasi

tahun 2012 sebesar 24.565 Juta USD, senilai 13.659 Juta USD atau 56 persennya

ditanamkan di pulau Jawa. Sedangkan investasi di luar pulau Jawa sebesar 44

persen. Investasi dari PMA didominasi sektor transportasi, gudang dan

telekomunikasi, industri alat angkutan dan transportasi lainnya. Pulau Sumatera

menjadi tujuan investasi asing terbesar kedua kemudian disusul Nusa Tenggara dan

Bali, Maluku dan Papua, Sukawesi dan terakhir Kalimantan.

Upaya pemerintah dalam memperbaiki struktur realisasi investasi di Indonesia

salah satunya adalah mulai terjadinya pemerataan, tercermin dari porsi investasi di

luar Jawa yang terus naik. Pada tahun 2016 realisasi investasi asing di luar pulau
67

Jawa sebesar 49%, naik dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerataan investasi ini

sangat penting untuk mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

4.1.3 Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga Negara Indonesia,

badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan

penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia. Badan Koordinasi

Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi PMDN pada tahun 2012

sebesar Rp 92,2 triliun dan meningkat setiap tahunnya. Realisasi investasi tahun 2015

meningkat 17,8% atau sebesar Rp 545,4 triliun dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya. Dari data yang dilansir dari keterangan BKPM, komposisi realisasi

investasi yang terdiri dari PMDN pada tahun 2015 meningkat 15% sebesar Rp 179,4

triliun. Realisasi investasi PMDN pada tahun 2016 meningkat 20,5% sebesar Rp

216,2 triliun (Gambar 4.2)

Investasi dari PMDN kebanyakan bergerak di sektor konstruksi, industri

makanan, transportasi, listrik, gas, dan air. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

pada tahun 2012-2014 jika dilihat berdasarkan lokasi masih didominasi oleh daerah-

daerah di pulau Jawa. Upaya pemerintah dalam memperbaiki struktur realisasi

investasi di Indonesia dengan melakukan pemerataan berhasil meningkatkan porsi

investasi di luar pulau Jawa. Pada tahun 2015 realisasi investasi PMDN di luar pulau

jawa sebesar 41% naik dibandingkan tahun 2014 sebesar 38%.

4.1.4 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor penting dalam berproduksi. Adanya

peningkatan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan kapasitas produksi. Penduduk

usia angkatan kerja (15-64 tahun) di Indonesia meningkat mengikuti laju pertumbuhan

jumlah penduduk Indonesia secara keseluruhan. Pada tahun 2016 BPS mencatat
68

jumlah tenaga kerja sebanyak 118.411.973 orang. Jumlah ini meningkat setiap

tahunnya. Provinsi dengan jumlah tenaga kerja terbanyak yaitu Jawa Timur dengan

jumlah tenaga kerja 19.114.563 orang, Jawa Barat sebanyak 19.202.038 orang dan

Jawa Tengah sebanyak 16.511.136 orang. Berikut adalah perkembangan jumlah

tenaga kerja di Indonesia.

Gambar 4.3 Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia

Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia


200,000,000
180,000,000
160,000,000
140,000,000
120,000,000
Orang

100,000,000
80,000,000
60,000,000
40,000,000
20,000,000
-
2012 2013 2014 2015 2016
Penduduk Berumur 15 Tahun Ke
176,873,832 179,967,361 182,992,204 186,100,917 189,096,722
Atas
Angkatan Kerja 119,849,734 120,172,003 121,872,931 122,380,021 125,443,748
Bekerja 112,504,868 112,761,072 114,628,026 114,819,199 118,411,973

Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Angkatan Kerja Bekerja

Sumber : BPS, data diolah (2017)

4.1.5 Perkembangan Ekspor Neto di Indonesia

4.1.5.1 Ekspor di Indonesia

Ekspor dapat diartikan sebagai hasil produksi dalam negeri yang dijual/dipakai

oleh masyarakat negara lain. Dengan kata lain, ekspor merupakan suatu injeksi untuk

meningkatkan neraca perdangan dalam negeri. Ekspor merupakan salah satu tolak

ukur penting untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan ekonomi di suatu

negara. Dari kegiatan ekspor ini maka dapat terjamin kegiatan bisnis di sektor riil
69

semakin terjaga. Produksi barang tidak hanya berputar di dalam negeri saja akan

tetapi juga berputar di perdagangan Internasional.

Dalam jangka panjang kegiatan ekspor dapat menjadi pahlawan devisa bagi

pertumbuhan ekonomi negara. Sejak tahun 1987 ekspor Indonesia mulai didominasi

oleh komoditi non migas dimana pada tahun-tahun sebelumnya masih di dominasi

oleh ekspor migas. Pergeseran ini terjadi setelah pemerintah mengeluarkan

serangkaian kebijakan dan deregulasi di bidang ekspor, sehingga memungkinkan

produsen untuk meningkatkan ekspot non migas.

Gambar 4.4 Perkembangan Ekspor di Indonesia

Perkembangan Ekspor di Indonesia


400,000
350,000
300,000
250,000
Juta US$

200,000
150,000
100,000
50,000
-
2012 2013 2014 2015 2016
EKSPOR 190,020 182,552 175,980 150,366 145,186
Non Migas 153,043 149,919 145,961 131,792 132,081
Migas 36,977 32,633 30,019 18,574 13,106

Migas Non Migas EKSPOR

Sumber: Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan, 2017

Berdasarkan gambar 4.4 total nilai ekspor Indonesia selama tahun 2012

sebesar 190.020 Juta US$ angka ini turun 6,61% dibanding periode sama tahun 2011.

Melambatnya kinerja ekspor Indonesia 2012 selain disebabkan oleh menurunnya

permintaan di beberapa negara mitra dagang Indonesia juga diakibatkan oleh

menurunnya harga beberapa komoditi utama ekspor Indonesia. Total ekspor


70

Indonesia pada tahun 2014 mencapai 175,980 Juta US$ atau menurun 3,43%

dibanding periode yang sama tahun 2013 yaitu senilai 182.552 Juta US$.

Nilai ekspor selama tahun 2015 mencapai 150,366 Juta US$ turun 14,6%

(yoy). Penurunan ekspor selama 2015 dipicu oleh masih berlanjutnya penurunan

harga minyak mentah dan gas di pasar dunia. Nilai ekspor Indonesia tahun 2016

sebesar 145,186 Juta US$ atau menurun 3,95%. Masih lemahnya ekspor Indonesia

di tahun ini dikarenakan oleh melemahnya beberapa harga komoditas, seperti kopi,

lada hitam, putih, kakao, rumput laut, dan tanaman obat. Kondisi itu diperparah

dengan permintaan global yang tak kunjung membaik, sehingga volume ekspor

Indonesia masih belum bisa bangkit.

4.1.5.2 Impor di Indonesia

Sedangkan impor adalah suatu hasil dari membeli produksi dari luar negeri

yang di jual/dipakai oleh masyarakat domestik. Dengan adanya impor, pemenuhan

kebutuhan suatu negara dapat terpenuhi. Impor bermanfaat untuk mengisi

kekosongan barang atau jasa yang tidak dapat diproduksi oleh negara itu sendiri.

Gambar 4.5 Perkembangan Impor di Indonesia

Perkembangan Impor di Indonesia


450,000
400,000
350,000
300,000
Juta US$

250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
-
2012 2013 2014 2015 2016
IMPOR 191,690 186,629 178,179 142,695 135,653
Non Migas 149,125 141,362 134,719 118,082 116,914
Migas 42,564 45,266 43,460 24,613 18,739

Migas Non Migas IMPOR

Sumber: Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan, 2017


71

Total Impor Indonesia tahun 2012 sebesar 191,690 Juta US$ naik 8,0% (yoy).

Total impor selama 2013 mencapai 186,629 Juta US$ turun 2,6% (yoy), Peningkatan

yang terjadi pada impor migas selama 2013 disebabkan oleh naiknya permintaan

minyak mentah yang meningkat sebesar 25,8%. Sedangkan, nilai impor tahun 2014

secara kumulatif mencapai 178,179 Juta US$ atau turun 4,53% dan tetap turun pada

tahun 2016. Penurunan permintaan impor beberapa negara juga berdampak pada

kinerja ekspor Indonesia.

4.1.5.3 Ekspor Neto di Indonesia

Perkembangan ekspor neto tahun 2012-2016 yang melambat dan sempat

mengalami defisit. Indonesia memiliki total ekspor neto yang negative, hal ini

disebabkan pengeluaran anggaran yang dilakukan untuk kegiatan impor lebih besar

dari pendapatan yang diterima dari kegiatan ekspor. Besarnya total impor yang

dilakukan dalam perekonomian Indonesia lebih disebabkan akibat semakin

meningkatnya kebutuhan pada masyarakat terhadap barang dan jasa yang

dibutuhkan oleh masyarakat yang tidak mampu diproduksi di dalam negeri, sehingga

untuk menutupi kebutuhan itu Indonesia terpaksa mengkonsumsi barang dan jasa dari

luar negeri.

Gambar 4.6 Perkembangan Ekspor Neto di Indonesia

15,000

10,000

5,000

(5,000)
2012 2013 2014 2015 2016
Ekspor Neto (1,669) (4,077) (2,199) 7,671 9,533

Sumber: Diolah berdasarkan data Kementerian Perdagangan, 2017


72

Namun pada tahun 2015 dan 2016 perkembangan ekspor neto Indonesia

mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Meningkatnya volume dan harga

barang ekspor migas menjadi factor utama naiknya nilai ekspor. Kenaikan ekspor di

sector migas disebabkan oleh meningkatnya ekspor minyak mentah, ekspor industry

pengelolahan minyak dan gas, kemudian batu bara, tembaga, permata mengalami

kenaikan harga yang cukup siginifikan sejak awal tahun 2015.

4.1.6 Perkembangan Belanja Pemerintah di Indonesia

Pemerintah sebagai institusi yang melakukan berbagai aktivitas juga

merupakan konsumen bagi barang dan jasa di dalam negeri. Pengeluaran pemerintah

berbentuk pembelanjaan pemerintah, baik dalam bentuk rutin maupun untuk

pembangunan. Pengeluaran pemerintah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan. Salah satu

fungsi utama pengeluaran pemerintah adalah sebagai alat kebijakan fiskal yang

digunakan dalam menstabilkan ekonomi dan mendorong laju pertumbuhan ekonomi

(Purba, 2006). Perkembangan penduduk menuntut adanya pengeluaran pembiayaan

sebagai upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Pembiayaan tersebut berupa

pengeluaran pemerintah baik rutin maupun pembangunan.

Gambar 4.7 Perkembangan Belanja Pemerintah di Indonesia

Belanja Pemerintah (Ribuan Rupiah)


400,000,000,000

300,000,000,000

200,000,000,000

100,000,000,000

-
2012 2013 2014 2015 2016
Belanja 179,445,843,759 203,748,431,932 219,334,869,858 247,041,478,847 288,758,817,419

Sumber : BPS, data diolah (2017)


73

Dilihat dari perkembangan beberapa tahun terakhir, anggaran belanja

pemerintah cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena adanya

langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam mengantisipasi

berbagai perkembangan di bidang ekonomidan non ekonomi, di samping untuk

menimbangi dari semakin meningkatnya penerimaan negara secara nominal. Dengan

adanya peningkatan pengeluaran pemerintah diharapkan kemampuan dalam

menciptakan sarana dan prasarana pembangunan yang meningkat dan pada

akhirnya mendorong aggregate demand, sehingga dapat merangsang kegiatan

produksi daerah yang selanjutnya akan meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi

(Purba, 2006).

4.2 Hasil Estimasi Model

Dalam regresi data panel terdapat tiga model yang bisa digunakan dalam

menganalisis yaitu Common Effect Model, Fixed Effect Model dan Random Effect

Model. Berikut adalah hasil estimasi dari ketiga model :

4.2.1 Hasil Common Effect Model

Teknik ini merupakan teknik yang paling sederhana untuk mengestimasi

parameter model data panel, yaitu dengan mengkombinasikan data cross section dan

time series sebagai satu kesatuan tanpa melihat adanya perbedaan waktu dan entitas

(individu). Dimana pendekatan yang sering dipakai adalah metode Ordinary Least

Square (OLS). Model Commen Effect mengabaikan adanya perbedaan dimensi

individu maupun waktu atau dengan kata lain perilaku data antar individu sama dalam

berbagai kurun waktu. Berikut hasil estimasi parameter dari model common effect :
74

Tabel 4.1 Hasil Common Effect Model


Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob

PMA 0.909296 0.205794 4.418468 0.0000

PMDN -0.332958 0.211856 -1.571624 0.1180

Tenaga Kerja 1.126297 0.523858 2.150003 0.0000

Net Ekspor -0.078407 0.031385 -2.498254 0.0138

Belanja Pemerintah -3.187649 0.639532 -4.984345 0.0000

C 17.86445 3.010049 5.934938 0.0000

R-Squared 0.333695

F-statistic 0.000000

Sumber: Eviews diolah, 2017

Berdasarkan Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan data panel model

Common Effet Model, dapat dilihat beberapa hasil, yaitu sebagai berikut :

- Hasil F-Test [Prob(F-statistic)] yang bernilai 0.000000 menunjukan bahwa

secara bersama-sama koefisien regresi memiliki nilai yang signifikan atau

lebih kecil dari α yang berarti secara simultan seluruh variabel independen

yaitu PMA, PMDN, tenaga kerja, ekspor neto dan belanja pemerintah

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pertumbuhan

ekonomi.

- Hasil t-Test yang menguji tentang signifikansi koefisien masing–masing

variabel independen menunjukan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%,

Variabel PMA, Tenaga kerja, ekspor neto dan Belanja pemerintah bersama-

sama berpengaruh signifikan terhadap variabel Pertumbuhan Ekonomi

sedangkan variable PMDN tidak.


75

- Hasil R-squared sebesar 0.333685 yang berarti menunjukan bahwa 33,3%

variasi perubahan variabel Pertumbuhan Ekonomi dapat di jelaskan oleh

variabel–variabel independen.

4.2.2 Hasil Fixed Effect Model

Pendekatan model Fixed Effect mengasumsikan bahwa intersep dari setiap

individu adalah berbeda sedangkan slope antar individu adalah tetap (sama). Dengan

kata lain, dalam model fixed effect tidak terjadi perbedaan menurut waktu (time

variant), namun terdapat perbedaan intersept antar cross section. Untuk mengetahui

besaran intersept dapat dilakukan dengan differential intercept dummies yaitu dengan

memasukkan variabel dummy dari masing-masing negara. Model tersebut sering

disebut dengan Least Square Dummy Variable atau LSDV (Gujarati, 2003). Berikut

hasil estimasi parameter dari model fixed effect :

Tabel 4.2 Hasil Fixed Effect Model

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob

PMA
0.682725 0.264044 2.585653 0.0108
PMDN
-0.001430 0.257190 -0.005558 0.9956
Tenaga Kerja
4.956499 0.858875 5.770922 0.0000
Net Ekspor
0.088849 0.037605 2.362699 0.0197
Belanja Pemerintah
-4.814791 1.259383 -3.823134 0.0002
C
0.810964 8.420467 0.096309 0.9234
R-Squared 0.724706

F-statistic 0.000000

Sumber: Eviews diolah, 2017


76

Berdasarkan Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan data panel model

Fixed Effet Model, dapat dilihat beberapa hasil, yaitu sebagai berikut :

- Hasil F-Test [Prob(F-statistic)] yang bernilai 0.000000 menunjukan bahwa

secara bersama-sama koefisien regresi memiliki nilai yang signifikan atau

lebih kecil dari α yang berarti secara simultan seluruh variabel independen

yaitu PMA, PMDN, tenaga kerja, ekspor neto dan belanja pemerintah

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pertumbuhan

ekonomi.

- Hasil t-Test yang menguji tentang signifikansi koefisien masing–masing

variabel independen menunjukan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%,

Variabel PMA, Tenaga kerja, ekspor neto dan belanja pemerintah

berpengaruh signifikan terhadap variabel Pertumbuhan Ekonomi sedangkan

variable PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

- Hasil R-squared sebesar 0.724706 yang berarti menunjukan bahwa 72,47%

variasi perubahan variabel Pertumbuhan Ekonomi dapat di jelaskan oleh

variabel–variabel independen.

4.2.3 Hasil Random Effect Model

Pendekatan yang dipakai dalam Random Effect mengasumsikan setiap

perusahaan mempunyai perbedaan intersep, yang mana intersep tersebut adalah

variabel random atau stokastik. Model ini sangat berguna jika individu (entitas) yang

diambil sebagai sampel adalah dipilih secara random dan merupakan wakil populasi.

Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang cross

section dan time series. Berikut hasil estimasi parameter dari model random effect :
77

Tabel 4.3 Hasil Random Effect Model

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob

PMA
0.801174 0.219508 3.649871 0.0004
PMDN
-0.186679 0.216956 -0.860443 0.3908
Tenaga Kerja
3.038182 0.558381 5.441052 0.0000
Net Ekspor
0.039649 0.030182 1.313672 0.1908
Belanja Pemerintah
-4.786065 0.740651 -6.461967 0.0000
C
13.43427 3.715431 3.615806 0.0004
R-Squared 0.288992

F-statistic 0.000000

Sumber: Eviews diolah, 2017

Berdasarkan Hasil perhitungan statistik dengan menggunakan data panel model

Random Effet Model, dapat dilihat beberapa hasil, yaitu sebagai berikut :

- Hasil F-Test [Prob(F-statistic)] yang bernilai 0.000000 menunjukan bahwa

secara bersama-sama koefisien regresi memiliki nilai yang signifikan atau

lebih kecil dari α yang berarti secara simultan seluruh variabel independen

yaitu PMA, PMDN, tenaga kerja, ekspor neto, dan belanja pemerintah

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu Pertumbuhan

ekonomi.

- Hasil t-Test yang menguji tentang signifikansi koefisien masing–masing

variabel independen menunjukan bahwa pada tingkat kepercayaan 95%,

Variabel PMA, Tenaga kerja, dan Belanja pemerintah berpengaruh signifikan

terhadap variabel Pertumbuhan Ekonomi sedangkan variable PMDN dan

ekspor neto tidak berpengaruh signifikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi.


78

- Hasil R-squared sebesar 0.288992 yang berarti menunjukan bahwa 28,89%

variasi perubahan variabel Pertumbuhan Ekonomi dapat di jelaskan oleh

variabel–variabel independen.

4.3 Pemilihan Model

Pemilihan model dilakukan untuk memilih beberapa model yang terbentuk.

Metode yang dapat digunakan adalah Chow Test, Correlated Random Effects –

Hausman Test dan LM test (Lagrange Multiplier Test). Berikut adalah hasil setelah

dilakukan pengujian.

Tabel 4.4 Hasil Chow Test

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 5.636972 (32,127) 0.0000

Cross-section Chi-square 145.844790 32 0.0000

Sumber: Eviews diolah, 2017

Chow test yakni pengujian untuk menentukan model Pooled OLS atau model

Fixed Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel.

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai probabilitas sebesar 0.0000 dengan

tingkat kepercayaan 95% yang berarti adalah H1 diterima yang berarti model regresi

yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM).

Tabel 4.5 Hasil Hausman Test

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 5.664350 5 0.3403

Sumber: Eviews diolah, 2017

Selanjutnya pengujian Correlated Random Effects – Hausman Test yang

digunakan untuk membandingkan Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect

Model (REM).
79

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai signifikansi (p-value) dari cross-

section sebesar 0,3403. Nilai signifikansi yang lebih besar dari alpha 5% menunjukkan

bahwa hipotesis yang diterima adalah 𝐻0 yang berarti model regresi yang digunakan

adalah Random Effect Model (REM).

Tabel 4.6 Hasil Lagrange Multiplier Test

Test Hypothesis

Cross-section Time Both

31.83479 1.028636 32.86343

Breusch-Pagan (0.0000) (0.3105) (0.0000)

Sumber: Eviews diolah, 2017

Selanjutnya pengujian LM test (Lagrange Multiplier Test) yang digunakan

untuk membandingkan Model Efek Random (The Random Effect) dan Ordinary Least

Square. Berdasarkan hasil pengujian didapatkan nilai signifikansi (p-value) dari cross-

section sebesar 0,000. Nilai signifikansi yang lebih kecil dari alpha 5% menunjukkan

bahwa hipotesis yang diterima adalah H1 yang berarti model regresi yang digunakan

adalah Random Effect Model (REM).

Kesimpulan berdasarkan uji yang digunakan yaitu chow test, hausmant test,

dan lagrage multiplier test yang telah dilakukan adalah random effect model. Random

Effect Model menggunakan model Error Component Model (ECM) atau teknik

Generalized Least Square (GLS) yang digunakan untuk menyembuhkan data yang

tidak lolos uji asumsi klasik pada teknik Ordinary Least Square (OLS) sehingga tidak

perlu dilakukan uji asumsi klasik dalam pembentukan model ini. Tahapan selanjutnya

dalam penelitian ini adalah pembahasan dari hasil regresi menggunakan random

effect model.
80

4.4 Analisis Hasil Estimasi

Model regresi data panel yang paling cocok digunakan dalam penelitian ini

berdasarkan ketiga uji pemilihan model adalah Random Effect Model. Model ini

adalah model untuk mengatasi kelemahan model Fixed Effect Model yang

menggunakan variabel dummy dan dalam model ini diduga ada hubungan antara

waktu dan juga antar variabel, sehingga bentuk dari regresi Random Effect Model

menggunakan Error Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square

(GLS), sehingga keunggulan dari model ini adalah menghilangkan efek dari

heterokedastisitas. Berikut ini akan dibahas mengenai hasil dari regresi Random

Effect Model dalam penelitian ini mengenai Uji koefisien Determinasi (R-Squared), Uji

Koefisien Regresi Simultan, Uji t-statistik dan model dalam penelitian ini.

Tabel 4.7 Perbandingan Hasil Regresi dan Hipotesis awal

Variabel Koefisien Signifikansi Tanda Koefisien


Regresi p-value Sig/tidak Hipotesis Hasil
awal Regresi
PMA 0.801174 0.0004 Sig Positif Positif
PMDN -0.186679 0.3908 Tidak Positif Negatif
Tenaga Kerja 3.038182 0.0000 Sig Positif Positif
Ekspor Neto 0.039649 0.1908 Tidak Positif Positif
Belanja Sig Positif Negatif
Pemerintah -4.786065 0.0000
C 13.43427 0.0004
Periods Included 5
Cross Section Include 33
Panel Observation 165
R-Squared 0.288992
F-Statistic 12.92524
Prob (F- Statistic) 0.000000
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017
81

4.4.1 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R-Squared)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Y), sedangkan sisanya

dijelaskan oleh variabel lain diluar model. Berdasarkan tabel 4.7 nilai R-Squared

dalam penelitian ini sebesar 0.288992 atau sebesar 28,89%, yang berarti variabel

PMA, PMDN, Tenaga Kerja, Ekspor Neto, dan Belanja Pemerintah menjelaskan

variabel Pertumbuhan Ekonomi sebesar 28,89% sedangkan sisanya 71,11%

dijelaskan variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

Nilai intersep setiap variabel cross section berdasarkan tabel (Lampiran)

memiliki perbedaan nilai yang cukup besar. Perbedaan nilai pada setiap variabel

dapat dilihat dengan adanya perubahan nilai yang positif pada satu provinsi kemudian

pada provinsi selanjutnya nilai di suatu provinsi menjadi negatif. Hal ini yang

menyebabkan nilai dari R2 cenderung rendah karena pada random effect model tidak

memasukan nilai intersep dari setiap variabel cross section yang diteliti.

4.4.2 Hasil Uji F-Statistik

Untuk menguji hipotesis pengaruh simultan dari variabel independen (X)

terhadap variabel dependen (Pertumbuhan Ekonomi), digunakan uji statistik F. Hasil

dalam penelitian ini menujukan nilai Prob (F-Statistic) 0.0000 dimana nilai ini lebih

kecil dari 0.05. Angka tersebut menunjukan bahwa hasil uji koefisien regresi simultan

menerima H0 sehingga bisa dibuat kesimpulan dalam penelitian ini yaitu, variabel

PMA, PMDN, Tenaga Kerja, Ekspor Neto, dan Belanja Pemerintah secara simultan

berpengaruh signifikan terhadap variable Pertumbuhan Ekonomi.

4.4.3 Hasil Uji t-Statistik

Uji t-statistik digunakan untuk melihat apakah variabel PMA, PMDN, Tenaga

Kerja, Ekspor Neto, dan Belanja Pemerintah secara parsial berpengaruh signifikan
82

terhadap variabel Pertumbuhan Ekonomi. Berdasarkan pada tabel 4.7 dapat dibuat

beberapa kesimpulan, antara lain :

Tabel 4.8 Hasil Uji t-Statistik

Variabel Nilai Probabilitas Hipotesis yang diterima

PMA 0.0004 Menerima H0 yang berarti PMA


berpengaruh terhadap
Pertumbuhan Ekonomi.
PMDN 0.3908 Menolak H0 yang berarti
PMDN tidak berpengaruh
terhadap Pertumbuhan
Ekonomi.
Tenaga Kerja 0.0000 menerima H0 yang berarti
tenaga kerja berpengaruh
terhadap Pertumbuhan
Ekonomi.
Ekspor Neto 0.1908 menolak H0 yang berarti
ekspor neto tidak berpengaruh
terhadap Pertumbuhan
Ekonomi.
Belanja Pemerintah 0.0000 menerima H0 yang berarti
belanja pemerintah
berpengaruh terhadap
Pertumbuhan Ekonomi.
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017

4.4.4 Model Regresi Random Effect Model (REM)

Berdasarkan hasil estimasi dengan Random Effect Model dan telah diolah

dalam tabel 4.7 maka dapat dibuat model persamaan untuk penelitian ini yaitu :

PE = 13.43427 + 0.801174 PMA - 0.186679 PMDN + 3.038182 Tenaga Kerja +


0.039649 Ekspor Neto – 4.786065 Belanja Pemerintah + e
83

a. Variabel PMA (Nilai koefisien regresi variabel PMA memiliki hubungan yang

bernilai positif sebesar 0,801174 menjelaskan bahwa apabila terjadi

peningkatan pada PMA sebesar 1% maka nilai pertumbuhan ekonomi akan

mengalami peningkatan sebesar 0,801174 dengan faktor lain dianggap tetap.

Sebaliknya jika ada penurunan pada PMA sebesar 1% maka nilai

pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 0,801174 dengan faktor lain

dianggap tetap)

b. Variabel PMDN (nilai koefisien regresi variabel PMDN memiliki hubungan

negatif sebesar 0.186679 menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan

pada PMDN sebesar 1% maka nilai pertumbuhan ekonomi akan mengalami

penurunan sebesar 0.186679 dengan faktor lain dianggap tetap. Sebaliknya

jika ada penurunan pada PMDN sebesar 1% maka nilai pertumbuhan ekonomi

akan meningkat sebesar 0.186679 dengan faktor lain dianggap tetap)

c. Variabel Tenaga Kerja (Nilai koefisien regresi variabel Tenaga Kerja memiliki

hubungan positif sebesar 3.038182 menjelaskan bahwa apabila terjadi

peningkatan pada tenaga kerja sebesar 1% maka nilai pertumbuhan ekonomi

akan mengalami peningkatan sebesar 3.038182 dengan faktor lain dianggap

tetap. Sebaliknya jika ada penurunan pada tenaga kerja sebesar 1% maka

nilai pertumbuhan ekonomi akan turun sebesar 3.038182 dengan faktor lain

dianggap tetap)

d. Variabel Ekspor Neto (nilai koefisien regresi variabel Ekspor Neto yang bernilai

positif sebesar 0.039649 menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada

Ekspor Neto sebesar 1% maka nilai pertumbuhan ekonomi akan mengalami

peningkatan sebesar 0.039649 dengan faktor lain dianggap tetap. Sebaliknya


84

jika ada penurunan pada ekspor neto sebesar 1% maka nilai pertumbuhan

ekonomi akan turun sebesar 0.039649 dengan faktor lain dianggap tetap)

e. Variabel Belanja Pemerintah (nilai koefisien regresi variabel Belanja

Pemerintah yang bernilai negatif sebesar 4.786065 menjelaskan bahwa

apabila terjadi peningkatan pada Belanja Pemerintah sebesar 1% maka nilai

pertumbuhan ekonomi akan mengalami penurunan sebesar 4.786065 dengan

faktor lain dianggap tetap. Sebaliknya jika ada penurunan pada ekspor neto

sebesar 1% maka nilai pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar

4.786065 dengan faktor lain dianggap tetap)

Tabel 4.9 Tabel Cross-Sectional Random Effect

Cross-Sectional Random Effect


Aceh -0.09258 Jawa Barat -0.32028 Kalimantan -1.11147
Timur
Sumatera Utara -0.78184 Jawa Tengah -0.47575 Sulawesi Utara 0.085984
Sumatera Barat -0.30566 DI Yogyakarta -0.95640 Sulawesi Tengah 2.217693
Riau -2.34704 Jawa Timur -0.12791 Sulawesi Selatan 1.105615
Jambi 0.06762 Banten -0.49352 Sulawesi 0.989572
Tenggara
Sumatera Selatan -1.18834 Bali 0.20188 Gorontalo 1.25889
Bengkulu -0.18644 NTB -0.88647 Sulawesi Barat 1.782904
Lampung -0.81907 NTT -0.78616 Maluku 0.284464
Kep. Bangka -1.10045 Kalimantan Barat -1.04270 Maluku Utara 0.02027
Belitung
Kep. Riau 0.21644 Kalimantan 0.39789 Papua Barat 1.393345
Tengah
DKI Jakarta 2.65671 Kalimantan -0.78133 Papua 1.124124
Selatan
Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2017

Berdasarkan tabel 4.9, terlihat bahwa efek individu dari 33 Provinsi di

Indonesia bervariasi, di antaranya bernilai Negatif. Hal ini menunjukan bahwa adanya

ketimpangan antar provinsi di Indonesia. Setiap provinsi memberikan pengaruh yang

berbeda-beda terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Terdapat 16 provinsi

dengan nilai negatif yaitu Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera
85

Selatan, Bengkulu, Lampung, Kep. Bangka Belitung, Jawa Barat, DI Yogyakarta,

Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan

dan Kalimantan Timur. Sedangkan 17 provinsi dengan nilai positif yaitu Sulawesi

Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku,

Maluku Utara, Papua Barat, Papua, Jambi, Bali, Kep. Riau, dan Kalimantan Tengah.

DKI Jakarta dan Sulawesi Tengah adalah 2 provinsi dengan nilai yang paling terbesar,

yang menjelaskan bahwa DKI Jakarta dan Sulawesi Tengah merupakan provinsi yang

berpengaruh cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

4.5 Pembahasan Hasil Estimasi

4.5.1 Pengaruh Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan

Ekonomi

Variabel Penanaman modal asing menunjukan pengaruh yang signifikan

terhadap Pertumbuhan ekonomi, hal tersebut dinyatakan pada uji t bahwa, variabel

PMA pada tingkat kepercayaan 5% memiliki probabilitas 0,0004 < 0.05, yang artinya

penambahan investasi asing suatu daerah masih relatif berpengaruhi untuk

pertumbuhan pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Setyowati (2008). Menyatakan bahwa terdapat

pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dari hasil tersebut

sejalan dengan teori yang sudah ada, semakin tinggi nilai investasi maka

pertumbuhan akan mengalami kenaikan.

Prospek dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia masih tetap menarik bagi

investor asing, khususnya Jepang. Dalam lima tahun terakhir, Jepang secara

konsisten berada di lima urutan teratas dari negara-negara yang berinvestasi di

Indonesia. Pada tahun 2015 BUMN Korsel di bidang kelistrikan berminat untuk
86

mengikuti tender proyek pembangkit tenaga listrik di Provinsi Banten dan Jawa Barat

yang masing-masing berkapasitas 2 x 1.000 MW dengan rencana nilai investasi total

sebesar Rp 80 triliun.

Selain Jepang, dan Korea Selatan, Amerika Serikat juga tertarik untuk

menanamkan modalnya di Indonesia. Kali ini yang mereka geluti adalah industri

pendukung infrastruktur. Selain menanamkan modalnya dalam bidang pendukung

infrastruktur, Amerika juga berminat menanamkan modalnya dalam bidang farmasi,

kelistrikan, industry minuman ringan, pakan ternak, industri remanufaktur suku cadang

alat berat, percetakan uang logam dan industri pengaman uang kertas dll.

Tabel 4.10 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Menurut Sektor Ekonomi

SEKTOR 2012 2013 2014 2015 2016


Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai*
Pertanian, 322 1,678 647 1,655 425 2,326 868 2,219 1,182 1,760
Perburuan,
Kehutanan dan
Perikanan
Pertambangan 412 4,255 820 4,816 552 4,665 1,066 4,017 1,130 2,742
dan Penggalian
Perindustrian 1,714 11,770 3,322 15,859 3,075 13,019 7,184 11,763 9,563 16,688
Listrik, Gas dan 65 1,515 156 2,222 118 1,249 350 3,029 748 2,140
Air
Konstruksi 77 240 146 527 147 1,384 358 955 437 187
Perdagangan 1,206 1,252 2,681 1,069 2,746 1,380 4,757 1,275 7,566 1,558
Besar dan Eceran,
Restoran dan
Hotel
Transpor, 93 2,808 198 1,450 228 3,001 493 3,290 620 750
Pergudangan dan
Komunikasi
Lembaga 131 402 285 678 255 1,168 858 2,434 1,151 2,322
Keuangan,
Perasuransi, Real
Estate dan Jasa
Perusahaan
Jasa Masyarakat, 559 646 1,357 342 1,339 338 1,804 294 2,924 818
sosial dan
Perorangan
TOTAL 4,579 24,565 9,612 28,618 8,885 28,530 17,738 29,276 25,321 28,964

*) Nilai Investasi dalam Juta US$


Sumber : BKPM, 2017
87

Pada tahun 2016 total realisasi proyek PMA di Indonesia tercatat sebanyak

25.321 proyek dengan nilai US$ 28.964 juta. Ini berarti mengalami kenaikan yang

cukup besar jika dibanding tahun 2015 yang tercatat sebanyak 17.738 proyek.

Perkembangan investasi asing di Indonesia pada tahun 2012 hingga 2016 semakin

menunjukkan progress yang positif di berbagai sektor. Terlebih investasi asing yang

mana penanaman modalnya memang cenderung dilakukan di hampir seluruh sektor

yang ada. Seperti dalam sektor pembangunan, sektor pariwisata, sektor transportasi,

sektor tambang dan menanamkan modal di Indonesia di sektor – sektor yang lain

sesuai dengan peraturan dan persetujuan dari pemerintah.

Investasi asing dilakukan dan disetujui oleh pemerintah sekalian untuk

menanamkan modal untuk digunakan seperti dalam proses pembangunan dan

perencanaan wilayah masing-masing daerah. Sehingga melakukan investasi asing di

indonesia sangat mendukung dan banyak investor asing yang memang banyak melirik

kondisi dan wilayah Indonesia yang menurut mereka memiliki keuntungan dalam

beberapa sektor tambang ataupun sektor lain yang dapat mereka manfaatkan.

Tabel 4.11 Perkembangan Realisasi Investasi PMA Menurut Lokasi

Lokasi 2012 2013 2014 2015 2016


Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai*
Sumatera 695 3.729 1.181 3.395 884 3.844 1.884 3.732 2.964 5.665
Jawa 2.807 13.659 6.059 17.326 6.202 15.436 12.177 15.432 17.060 14.772
Bali Nusa 477 1.126 932 888 806 993 1.309 1.265 2.171 947
Kalimantan 355 3.208 849 2.773 571 4.673 1.195 5.842 1.630 2.588
Sulawesi 187 1.507 343 1.498 282 2.055 834 1.560 1.084 2.765
Maluku
Papua 58 1.333 248 2.735 140 1.525 339 1.441 412 2.224
TOTAL 4.579 24.564 9.612 28.617 8.885 28.529 17.738 29.275 25.321 28.96
*) Nilai Investasi dalam Juta US$
Sumber : BKPM, 2017
88

Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat pada tahun 2016 realisasi

investasi asing di Indonesia masih didominasi Pulau Jawa, yakni sebesar 14.772 Juta

US$ dengan jumlah proyek 17.060 (Tabel 4.10). Sedangkan proyek investasi di luar

Pulau Jawa baru mencapai angka 8.196. PMA didominasi sektor transportasi, gudang

dan telekomunikasi, industri alat angkutan dan transportasi lainnya. Pulau Sumatera

menjadi tujuan investasi terbesar kedua dengan realisasi investasi asing sebesar

5.665,3 Juta US$. Kemudian disusul Sulawesi (2.765,2 Juta US$), Kalimantan

(2.427,9 Juta US$), Maluku dan Papua (2224.5 Juta US$), Bali dan Nusa Tenggara

(947.9 Juta US$).

Hal ini dikarenakan perkembangan investasi asing di luar Pulau Jawa masih

dalam tahap awal atau tahap permulaan. Sumatera Selatan menjadi sasaran utama

penanaman modal asing (PMA) di Indonesia pada triwulan I 2016. Pada pertengahan

triwulan II tahun 2016, para investor mulai tertarik untuk menanamkan modalnya di

Manado, khususnya di sektor pariwisata. Siring Lion Air dan Sriwijaya Air memulai

penerbangan langsung dari China ke Manado, sehingga membuat jumlah wisatawan

melonjak.

Pertumbuhan ekonomi pulau Sumatera tumbuh sebesar 5,02% dan 4,29%

(yoy). Meningkatnya pertumbuhan nasional Sumatera sejalan dengan pertumbuhan

ekonomi provinsi-provinsinya. Aceh pada tahun 2016 tercatat mencapai 3,31% (yoy),

jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang terkontraksi sebesar 0,73%

(yoy). Riau tercatat sebesar 2,23% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2015 yang

hanya tumbuh sebesar 0,22% (yoy). Peningkatan tersebut didorong kenaikan yang

cukup signifikan dari komponen sektor ekonomi dari komponen investasi asing (PMA)

dengan adanya realisasi proyek pemerintah seperti Masjid Raya, Bendungan Kreuto

maupun infrastruktur jembatan di Aceh.


89

Ekonomi di provinsi Lampung pada tahun 2016 masih mampu tumbuh sedikit

di atas 5% (yoy) yang terutama didorong oleh akselerasi investasi dan perbaikan

ekspor.

Gambar 4.8 Laju Pertumbuhan PDRB ADHK Pulau Sumatera (%)

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
2012 2013 2014 2015 2016
-1
-2

Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau


Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung
Kep. BB Kep. Riau

Sumber : BPS, Data diolah 2017

Walaupun pertumbuhan ekonomi dan Investasi asing di Indonesia masih

belum merata, mengakibatkan ketimpangan ekonomi antar provinsi. Karena potensi

sumber daya yang dimiliki antar provinsi satu dengan provinsi lainnya tidak merata

dan tidak seragam, oleh karena itu pertumbuhannya pun dapat berbeda. Meski begitu,

pemerintah telah mengupayakan melakukan percepatan pembangunan infrastruktur

di luar pulau Jawa, agar meningkatkan investasi asing di luar pulau Jawa. Pemerintah

memiliki program yang berkontribusi untuk mempercepat pembangunan di luar Jawa,

salah satunya adalah pembangunan smelter di wilayah yang kaya akan sumber daya

alam terutama tambang.


90

BKPM mencatat, pertumbuhan investasi asing di luar pulau jawa mengalami

peningkatan di tahun 2016 dengan jumlah realisasi investasi asing sebesar 14.030,86

Juta US$, dibandingkan dengan tahun sebelumnya hanya mencapai 13.612,07 Juta

US$ (Tabel 4.10). Arus permodalan yang efektif dapat memajukan perusahaan

sehingga meningkatkan laju perekonomian pada suatu daerah. Perekonomian di

Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki kemajuan ekonomi yang pesat setelah

beroperasinya Unit Metalurgi milik PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. Pertumbuhan

Sulawesi Tenggara pada triwulan IV 2016 tumbuh sebesar 7,0% (yoy), mengalami

akselerasi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar

6,0%(yoy).

Sedangkan pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2016 mencapai

5,18% (yoy) meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2015 yang sebesar 5,03%

(yoy). Peningkatan kegiatan investasi didorong oleh beberapa kegiatan proyek

pemerintah dan swasta, diantaranya bendungan, sarana irigasi dan perairan, gedung

pemerintahan, pasar, pos lintas batas negara, rumah sakit, sarana perbelanjaan dan

hotel.

4.5.2 Pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri terhadap

Pertumbuhan Ekonomi

Variabel Penanaman modal dalam negeri menunjukan pengaruh yang tidak

signifikan terhadap Pertumbuhan ekonomi, hal tersebut dinyatakan pada uji t bahwa,

variabel PMDN pada tingkat kepercayaan 5% memiliki probabilitas 0,3908 > 0.05,

yang artinya penambahan investasi dalam negeri suatu daerah tidak mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Jamzani, hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa investasi PMDN tidak

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia tahun 2000-2003.


91

Ketidaksignifikannya investasi PMDN dengan pertumbuhan ekonomi di

Indonesia dapat dilihat pada tahun 2015. Hal ini disebabkan karena PMDN bukan

merupakan satu-satunya faktor yang berperan besar dalam peningkatan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Realisasi investasi tahun 2015 meningkat 17,8%

atau sebesar Rp 545,4 triliun, namun pertumbuhan ekonomi hanya sebesar 4,88%

(Gambar 4.2). Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi dalam negeri yang

tinggi tidak mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Walaupun terjadi peningkatan pada PMDN tetapi itu tidak memberikan

pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Penggunaan PMDN untuk

pembangunan sering kurang tepat sasaran, sehingga tidak dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan menandakan bahwa masih kurang adanya kepercayaan

investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya. Hal ini juga sesuai dengan

penelitian (Tri Handayani, 2011) bahwa PMDN berpengaruh negatif dan tidak

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pada tabel 4.10 menunjukan bahwa para investor dalam negeri lebih banyak

menanamkan modalnya dalam sektor sekunder yaitu industri makanan, dan tidak

kalah banyak juga pada sektor primer yaitu pada tanaman pangan dan perkebunan.

Berbeda dengan investor asing yang lebih banyak menanamkan modalnya pada

sektor transportasi, gudang dan telekomunikasi, industri alat angkutan dan

transportasi lainnya yang mendorong tumbuhnya perekonomian di Indonesia. Jika

dibandigkan dengan jumlah proyek PMDN, maka PMA lebih besar 17.810 proyek

pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan bahwa peran PMA dalam perkembangan

ekonomi Indonesia adalah sangat besar.


92

Tabel 4.12 Perkembangan Realisasi Investasi PMDN Menurut Sektor

Ekonomi

SEKTOR 2012 2013 2014 2015 2016


Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai* Proyek Nilai*
Pertanian, 227 9,888 356 6,953 263 13,380 474 13,113 668 21,671
Perburuan,
Kehutanan dan
Perikanan
Pertambangan 39 10,481 88 18,762 50 3,141 124 3,947 134 6,034
dan Penggalian
Perindustrian 714 49,889 1,225 51,171 942 59,035 2,525 89,045 3,541 106,784
Listrik, Gas dan 42 3,797 85 25,831 68 36,297 247 21,947 472 22,795
Air
Konstruksi 17 4,587 33 6,033 27 12,098 178 17,165 365 14,039
Perdagangan 69 2,045 153 3,607 142 2,249 920 5,404 1,392 6,073
Besar dan
Eceran,
Restoran dan
Hotel
Transpor, 33 8,612 91 13,178 46 15,715 213 21,334 364 26,770
Pergudangan
dan Komunikasi
Lembaga 6 58 26 2,152 45 13,112 212 6,510 324 9,193
Keuangan,
Perasuransi,
Real Estate dan
Jasa
Perusahaan
Jasa 63 2,825 72 462 69 1,100 207 1,001 251 2,873
Masyarakat,
sosial dan
Perorangan
TOTAL 1,210 92,182 2,129 128,151 1,652 156,126 5,100 179,466 7,511 216,231
*) Nilai Investasi dalam Rp Milyar
Sumber : BKPM, 2017

Jumlah proyek PMA rata-rata per tahunnya lebih besar daripada jumlah proyek

PMDN, Ini menandakan bahwa bagi perkembangan investasi jangka panjang di dalam

negeri, khususnya dalam periode pasca krisis, peran PMA jauh lebih penting daripada

PMDN. BKPM menyatakan pulau Jawa masih menjadi tujuan utama investor dalam

hal penanaman modal dalam negeri di Indonesia. Dari total rencana PMDN sebanyak

7.455 proyek di Indonesia pada tahun 2016 sebesar 58,16% atau 4.336 proyek

diantaranya bakal dilaksanakan di Pulau Jawa.


93

Tabel 4.13 Perkembangan Realisasi Investasi Menurut Jumlah Proyek

Pulau 2012 2013 2014 2015 2016


PMA PMDN PMA PMDN PMA PMDN PMA PMDN PMA PMDN
Sumatera 695 287 1.181 522 884 442 1.884 939 2964 1415
Jawa 2.807 636 6.059 1.085 6.202 914 12.177 3.155 17.060 4.336
Bali & 477 29 932 71 806 31 1.309 85 2.171 156
Nusa
Tenggara
Kalimantan 355 183 841 301 553 140 1.137 412 1.565 776
Sulawesi 187 57 343 101 282 91 834 414 1.084 687
Maluku 58 16 248 45 140 30 339 67 412 85
Papua
TOTAL 4.579 1.208 9.604 2125 8.867 1.648 17.680 5072 25.256 7.455
Sumber : BKPM, 2017

Jumlah PMDN pada setiap provinsi bervariasi bahkan ada provinsi yang tidak

memiliki arus PMDN yaitu Maluku pada tahun 2013 hingga 2015. Pertumbuhan

ekonomi provinsi Maluku Utara menurun pada tahun 2016 yang hanya sebesar 5,77%

di bandingkan dengan tahun 2016 sebesar 6,10%. Investasi di Maluku Utara

utamanya didorong oleh pembangunan smelter, pembangunan cold storage, dan

proyek infrastruktur pemerintah. Perlambatan pertumbuhan ekonomi secara nasional

turut menekan pertumbuhan investasi di Maluku Utara, PMA dan PMDN juga

terpantau melambat pertumbuhannya.

Berdasarkan data BKPM, pada triwulan IV-2016, investasi dalam negeri yang

berlokasi proyek di Maluku Utara tercatat sebanyak 1 investasi dengan nilai sebesar

Rp 5 miliar. Sementara untuk PMA, tercatat terdapat 16 investasi dengan nilai 148

miliar USD. Dari sisi nilai investasi PMDN Maluku Utara berada pada peringkat 31 dari

33 provinsi, Kemudian, pada posisi Desember 2016, kondisi tersebut mengalami

penurunan dimana Maluku Utara berada pada peringkat 33 dari 34 provinsi dari total

nilai realisasi PMDN namun berada pada peringkat 13 dari 34 provinsi untuk total nilai

realisasi PMA.
94

Ketimpangan realisasi investasi ini juga berimplikasi ke persentase penduduk

miskin di luar Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan di Pulau Jawa. Jawa Timur

merupakan daerah incaran dari investor. Pada tahun 2012 dan 2013 saja, provinsi

Jawa Timur menduduki peringkat pertama realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri

(PMDN) di Indonesia. Namun permasalahannya, Jawa Timur menduduki peringkat

kedua terbanyak di Indonesia dari sisi jumlah penduduk miskin. Berdasarkan data

BPS sejak tahun 2014 hingga 2016, secara umum menunjukkan persentase

penduduk miskin di Pulau Jawa dan Kalimantan serta Bali dan Nusa Tenggara lebih

rendah dibandingkan yang berada di luar ketiga pulau tersebut.

Tabel 4.14 Persentase Penduduk Miskin (Persen)

Dalam menarik investasi salah satu faktor yang menentukan adalah

kemudahan dan kecepatan dalam pelayanan kepada para investor yang berminat

melakukan investasi. Sementara kebijakan pelayanan perizinan investasi di Indonesia

dalam sepuluh tahun terakhir selalu berubah-ubah sehingga membingungkan

investor. Kesulitan kredit karena lumpuhnya system perbankan juga menjadi alasan

mengapa investasi dalam negeri tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan.


95

4.5.3 Pengaruh Tenaga Kerja terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Variabel tenaga kerja menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap

Pertumbuhan ekonomi, hal tersebut dinyatakan pada uji t bahwa, variabel tenaga

kerja pada tingkat kepercayaan 5% memiliki probabilitas 0,0000 < 0.05, hasil ini sesuai

dengan hasil penelitian Sodik (2007) yang menunjukkan bahwa tenaga kerja dilihat

dari proxy angkatan kerja memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia. Dari sudut pandang proses produksi maka keberadaan tenaga

kerja merupakan salah satu input atau faktor produksi.

Untuk memaksimalkan hasil produksi adalah dengan meningkatkan kualitas

tenaga kerja. Kualitas tenaga kerja yang baik tentunya akan memberikan hasil

pekerjaan yang baik pula. Tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia dari tahun 2012

hingga 2016 mengalami kenaikan walaupun tidak terlalu besar. Pada tahun 2012

tingkat pendidikan Universitas atau sarjana sebesar 94.08% mengalami peningkatan

pada tahun 2013 sebesar 94.61%, walaupun sempat mengalami penurunan pada

tahun berikutnya yang di akibatkan karena mahalnya biaya pendidikan di Indonesia,

pada tahun 2016 meningkat sebesar 1.53% dari tahun 2015 yaitu sebesar 95.13%.

Tabel 4.15 Tenaga Kerja PerSektor


96

Sektor pertanian tetap berada di posisi teratas dalam hal penyerapan tenaga

kerja. Kontribusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia

tahun 2016 mencapai 13,6%. Ini merupakan tertinggi kedua setelah sektor industri

pengolahan yang berkontribusi terhadap PDB Indonesia sebesar 20,8%. Lebih dari

separuh PDB sektor industri pengolahan adalah berbasis pertanian. Selain itu, sektor

pertanian juga merupakan penyerap terbesar tenaga kerja, yaitu sekitar 38,3% dari

total tenaga kerja Indonesia tahun 2016. Meningkatnya kontribusi sektor pertanian

terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk terus

mendorong peningkatan produksi pangan, terutama komoditas-komoditas strategis

Hal ini didukung dengan jumlah penduduk Indonesia yang banyak pada usia

produktif sehingga kebijakan pemerintah meningkatkan jumlah tenaga kerja melalui

program padat karya seperti PNPM akan berdampak positif. Hasil tersebut juga sesuai

dengan teori pertumbuhan output total dan teori pertumbuhan Solow yang

menyatakan peningkatan jumlah tenaga kerja yang pesat dapat mempercepat pula

laju pertumbuhan ekonomi. Karena tenaga kerja merupakan pelaku dan pengelola

faktor produksi lainnya sehingga peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia akan

berdampak positif terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi.

4.5.4 Pengaruh Ekspor Neto terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Variabel ekspor neto menunjukan pengaruh yang tidak signifikan terhadap

Pertumbuhan ekonomi, hal tersebut dinyatakan pada uji t bahwa, variabel ekspor neto

pada tingkat kepercayaan 5% memiliki probabilitas 0,1908 > 0.05, hasil ini sesuai

dengan hasil penelitian yang dilakukan Susanti (2008) dengan judul “Analisis faktor-

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1984-2005” hasil

penelitian menunjukan variable ekspor neto berpengaruh positif tetapi tidak signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi.


97

Tabel 4.16 Perkembangan Ekspor NonMigas menurut Negara Tujuan

NO NEGARA 2012 2013 2014 2015 2016 TREND(%)


2012-2017
1 JEPANG 17.231,2 16.084,1 14.565,7 13.096,1 13.209,5 -7,11
2 INDIA 12.446,7 13.009,8 12.223,7 11.602,0 9.934,4 -5,50
3 SINGAPURA 10.550,9 10.385,8 10.065,9 8.661,0 9.340,0 -4,16
4 MALAYSIA 8.469,0 7.268,2 6.397,2 6.227,8 6.022,9 -8,02
5 BELANDA 4.586,0 4.014,5 3.906,2 3.409,7 3.219,9 -8,34
6 HONGKONG 2.631,7 2.693,3 2.777,6 2.067,1 2.143,1 -6,53
7 ITALIA 2.277,0 2.128,4 2.286,5 1.872,9 1.572,1 -8,32
8 PERANCIS 1.128,2 1.062,7 1.019,3 973,0 872,7 -5,84

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan 2017

Merosotnya kinerja ekspor dan impor Indonesia lantaran perlambatan

pertumbuhan ekonomi dari negara-negara tujuan dagang Indonesia. Kondisi

perekonomian global sedang tidak stabil. Imbasnya terjadi penurunan nilai ekspor-

impor oleh Indonesia. Selain turunnya nilai ekspor, turunnya permintaan impor non-

migas dianggap sebagai indikasi menurunnya daya serap, produktivitas, dan daya

saing industri di Indonesia.

Indonesia masih memiliki ketergantungan yang besar terhadap impor bahan

baku dari China. Impor terbesar dari China berupa mesin-mesin/pesawat mekanik

senilai US$ 2,33 miliar. Disusul impor mesin/peralatan listrik yang mencapai US$ 1,92

miliar, besi dan baja US$ 645 juta, dan bahan kimia organik sebesar US$ 368 juta.

Impor dari China, menguasai lebih dari 25 persen dari total barang impor yang masuk

ke Indonesia. Penurunan kinerja tersebut terutama disebabkan peningkatan defisit

neraca perdagangan migas di saat surplus neraca perdagangan nonmigas mengalami

penurunan. Penurunan ekspor migas tersebut terutama disebabkan turunnya ekspor

hasil minyak dan gas di tengah tren penurunan harga minyak dan komoditas

internasional.
98

Penurunan kinerja neraca perdagangan tersebut juga dipengaruhi turunnya

surplus neraca perdagangan nonmigas di tengah pelemahan permintaan global.

Menurut negara tujuan, penurunan ekspor nonmigas November 2014 terutama terjadi

ke negara ASEAN, Uni Eropa, Jepang, Amerika Serikat, India, Australia, Korea

Selatan, dan Taiwan. Namun, penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas

tersebut tertahan oleh turunnya impor nonmigas, seiring moderasi permintaan

domestik. Impor nonmigas tercatat menurun dari USD11,7 miliar pada Oktober 2014

menjadi USD10,6 miliar pada November 2014. Penurunan itu terutama karena

turunnya impor mesin dan peralatan mekanik, besi dan baja, plastik dan barang dari

plastik, bahan kimia organik, kendaraan bermotor dan bagiannya, serealia, sisa

industri makanan, dan kapas.

Tabel 4.17 Perkembangan Ekspor Neto menurut beberapa Provinsi

Ekspor Neto (US$)


Provinsi
2012 2013 2014
DKI JAKARTA (48,801,557,241) 42,710,378,151) (36,525,327,633)
JAWA BARAT (1,285,791,421) (1,849,184,987) (565,310,038)
JAWA TENGAH (9,384,502,651) (9,860,917,012) (10,167,421,228)
JAWA TIMUR (8,227,715,304) (9,483,245,810) (6,486,433,126)
BANTEN (10,321,721,613) (10,887,530,569) (10,685,882,820)
BALI 175,788,544 4,984,697 (78,599,311)
NTT (29,085,420) (211,505,047) (10,882,487)
SULAWESI 348,204,860 107,650,671 (47,411,123)
TENGAH
SULAWESI 257,288,696 214,308,199 911,697,555
SELATAN
SULAWESI 742,398,251 537,559,058 (252,280,660)
TENGGARA
GORONTALO (42,278,854) (44,234,495) (37,219,690)
MALUKU (200,162,372) (149,644,680) (218,532,499)

Sumber : Badan Pusat Statistik, diolah Kementerian Perdagangan 2017


99

Daya beli lemah negara mitra yang terkena krisis ikut melemahkan permintaan

ekspor di beberapa provinsi di Indonesia. Mengalami penurunan ekspor neto juga

dikarenakan terjadinya penurunan permintaan terhadap barang dan jasa di luar negeri

sehingga impor lebih besar dari pada ekspor dan hal ini akan mengakibatkan

penurunan produksi barang dan jasa. Penurunan produksi barang dan jasa ini

menyebabkan penurunan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Necara perdagangan luar negeri di Provinsi NTT mengalami defisit selama 3

tahun berturut-turut. Hal itu dipicu adanya impor pesawat terbang dari Perancis senilai

12.500.000 Dollar Amerika. Pesawat dimaksud milik maskapai penerbangan Trans

Nusa. Negara utama tujuan ekspor dari NTT yakni Timor Leste dengan kelompok

komoditas bahan bakar mineral.

4.5.5 Pengaruh Belanja Pemerintah terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Variabel belanja pemerintah menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap

Pertumbuhan ekonomi, hal tersebut dinyatakan pada uji t bahwa, variabel belanja

pemerintah pada tingkat kepercayaan 5% memiliki probabilitas 0,0000 < 0.05, hasil

ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Taufan dan Heny (2014). Hasil

penelitian mereka menunjukan bahwa belanja modal berpengaruh negatif terhadap

PDRB.

Dilihat dari perkembangan beberapa tahun terakhir, anggaran belanja

pemerintah mengalami peningkatan hampir diseluruh provinsi di Indonesia. Hal ini

terjadi karena adanya langkah-langkah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam

mengantisipasi berbagai perkembangan di bidang ekonomi dan non ekonomi, di

samping untuk menimbangi dari semakin meningkatnya penerimaan negara secara

nominal.
100

Tabel 4.18 Realisasi Pengeluaran Pemerintah (Juta Rupiah)

Pulau 2012 2013 2014 2015 2016


Sumatera
120,656,612 141,272,703 156,063,434 173,450,705 210,779,545
Jawa
154,272,968 178,078,993 208,868,358 236,251,156 279,413,817
Bali & Nusa
Tenggara 28,309,784 31,995,306 35,821,369 42,276,913 52,287,512
Kalimantan
54,555,115 59,822,237 64,299,385 75,203,275 86,761,631
Sulawesi
33,786,640 38,957,129 45,552,357 55,436,348 69,868,257
Maluku
37,645,139 43,227,203 49,683,902 60,350,268 75,455,791
TOTAL
429,226,258 493,353,571 560,288,805 642,968,665 774,566,553

Sumber : BPS, diolah 2017

Nilai koefisien regresi variabel Belanja Pemerintah yang bernilai negatif

sebesar 4.786065 menjelaskan bahwa apabila terjadi peningkatan pada Belanja

Pemerintah sebesar 1% maka nilai pertumbuhan ekonomi akan mengalami

penurunan sebesar 4.786065 dengan faktor lain dianggap tetap. Penurunan terjadi

diakibatkan belanja pemerintah dari tahun 2012 hingga 2016 lebih besar disektor

belanja pegawai dibandingkan belanja modal yang terjadi hampir di seluruh provinsi

di Indonesia, sedangkan belanja modal merupakan salah satu faktor terbesar

penyumbang meningkatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Realisasi belanja modal pemerintah provinsi Jawa Barat pada tahun 2016

mencapai Rp 2,88 Triliun, atau secara pertumbuhan belanja modal sebesar 17,1%

(yoy) melambat cukup signifikan dibandingkan dengan tahun 2015 yang tumbuh

71,8% (yoy). Terkait proyek pembangunan infrastruktur, penyelesaian Tol Soroja yang

ditargetkan selesai pada akhir tahun 2016 juga belum terealisasi dan mundur hingga

ke april 2017.
101

Pada tahun 2016, realisasi belanja Provinsi Jawa Tengah sebesar 91,55% dari

total anggaran belanja 2016. Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan persentase

realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 90,89%. Meningkatnya

realisasi ini terutama didorong oleh peningkatan belanja tidak langsung yang memiliki

peran dominan, yakni sebesar 70,88%. Berdasarkan jenisnya, realisasi belanja pada

tahun 2016 terutama didorong oleh peran komponen belanja pegawai, yakni sebesar

44,25% dari total belanja. Sementara belanja modal hanya sebesar 22,33%.

Secara total belanja pemerintah NTT (pusat dan daerah) selama tahun 2015

sebesar Rp 31,08 triliun atau meningkat 13,74% dibandingkan tahun sebelumnya,

yang sebagian besar dialokasikan untuk pengembangan sektor infrastruktur, fasilitas

di PTN dan alokasi untuk dana desa. Di sisi lain, realisasi belanja pemerintah masih

relatif rendah, baru mencapai angka 23,9%. Rendahnya realisasi ini terjadi seiring

dengan adanya beberapa kendala yang muncul, seperti permasalahan numenklatur

yang masih terjadi di beberapa Kementerian, masih belum selesainya proses lelang

di berbagai proyek, kontraktor yang tidak mencairkan anggaran sesuai dengan termin

proyek, penolakan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan

permasalahan administrasi proyek yang cukup panjang.

Tabel 4.19 Realisasi Pengeluaran Pemerintah Provinsi Menurut Jenis

Pengeluaran (Rp)

Jenis
2012 2013 2014 2015 2016
Pengeluaran

Belanja Modal
29,969,889,370 36,569,394,215 36,839,387,037 45,158,055,320 61,389,254,575
Belanja
Pegawai 33,845,642,853 36,466,756,884 38,141,356,846 45,237,745,831 53,268,992,931

Sumber : BPS, diolah (2017)


BAB V

PENUTUP

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai kesimpulan yang dihasilkan

berdasarkan hasil penelitian dan saran yang diberikan terkait hasil penemuan yang

telah dilakukan dalam penelitian ini.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan Hasil dan Pembahasan sebelumnya maka dapat dibuat beberapa

kesimpulan yaitu sebagai berikut :

Penanaman modal asing memiliki hasil yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia. PMA juga memilihi hubungan yang positif dengan

pertumbuhan ekonomi Indonesia, Sejalan dengan teori semakin tinggi investasi asing

maka pertumbuhan ekonomi mengalami kenaikan. Hal tersebut dikarenakan

peningkatan investasi asing berdampak pada meningkatnya produksi barang dan jasa

yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Investasi asing atau PMA memberi

dampak yang lebih besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penanaman modal dalam negeri memilihi hasil yang tidak berpengaruh

terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan karena PMDN bukan merupakan

satu-satunya faktor yang berperan besar dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi

di Indonesia. Penggunaan PMDN untuk pembangunan sering kurang tepat sasaran,

sehingga tidak dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menandakan bahwa

masih kurang adanya kepercayaan investor dalam negeri untuk menanamkan

modalnya.

Jumlah tenaga kerja di Indonesia memiliki hasil yang berpengaruh dan juga

memilihi hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jumlah

tenaga kerja dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, dengan bertambahnya

93
94

jumlah penduduk yang bekerja di Indonesia maka diharapkan produktivitas dari

tenaga kerja akan semakin meningkat sehingga hal ini dapat memacu pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

Ekspor neto memiliki hasil yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Ekspor neto belum mampu memberikan konstribusi bagi

pertumbuhan ekonomi, karena perkembangan ekspor neto yang melambat dan

sempat mengalami defisit. Hal ini disebabkan pengeluaran anggaran yang dilakukan

untuk kegiatan impor lebih besar dari pada pendapatan yang diterima dari kegiatan

ekspor. Ditambah merosotnya kinerja ekspor dan impor Indonesia lantaran

perlambatan pertumbuhan ekonomi dari negara-negara tujuan dagang Indonesia.

Penurunan nilai ekspor impor secara menyeluruh didukung oleh penurunan untuk

migas dan nonmigas. Faktor ekonomi global dan pelemahan harga komoditas ekspor

juga masih dituding sebagai penyebab utamanya.

Belanja pemerintah memiliki hasil yang berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia mengimplikasikan bahwa pertumbuhan pengeluaran

pemerintah sangat dibutuhkan dalam meningkatkan perekonomian, dalam hal ini

adalah kebijakan pemerintah dalam mengatur dan mengendalikan pengeluarannya

baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Belanja modal adalah

salah satu factor terbesar penyumbang meningkatnya pertumbuhan ekonomi di

Indonesia. Permodalan yang meliputi tanah, mesin, bangunan, transportasi dan media

komunikasi. Karakteristik modal meningkatkan ketersediaan modal per satu tenaga

kerja yang semakin meningkatkan rasio modal atau rasio tenaga kerja. Sebagai

dampaknya, produktivitas tenaga kerja meningkat yang berujung pada peningkatan

produksi dan pertumbuhan ekonomi.


95

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian serta kesimpulan yang telah dirumuskan diatas

maka diberikan beberapa saran sebagai berikut :

- Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia, pemerintah

harus dapat mengupayakan iklim investasi yang kondusif, menciptakan

stabilitas ekonomi, meningkatkan keamanan negara dan regulasi yang tepat

agar para investor, baik asing maupun dalam negeri, dapat merasa aman dan

tertarik untuk menanamkan modal mereka sehingga dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

- Dalam hal PMA, pemerintah harus dapat mempertimbangkan keuntungan baik

dalam jangka pendek maupun jangka panjang dari penanaman modal oleh

asing. Serta lebih selektif dalam memilih perusahaan asing yang memiliki

prospek kerja yang berbeda dari perusahaan dalam negeri yang telah ada,

agar tidak menghambat masing-masing perusahaan dalam meningkatkan

potensinya.

- Dalam hal PMDN, pemerintah harus dapat menjaga kestabilan dan keamanan

dalam negeri, meningkatkan infrastruktur dan kemajuan teknologi dalam

negeri agar dapat memaksimalkan produktivitas ekonomi. Diharapkan setiap

kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam usaha mendorong pertumbuhan

ekonomi tetap dengan memperhatikan faktor keseimbangan dan pemerataan

pembangunan di berbagai sektor perekonomian.

- Kebijakan yang sebaiknya dilakukan pemerintah adalah meningkatkan

lapangan kerja padat karya untuk jangka panjang maupun jangka pendek di

berbagai bidang usaha sehingga banyak angkatan kerja yang dapat terserap

sehingga jumlah tenaga kerja meningkat dan meningkatkan PDB juga.


96

- Cara lain untuk meningkatkan jumlah tenaga kerja adalah mempermudah arus

informasi lowongan pekerjaan sampai ke seluruh pelosok negeri sehingga

masyarakat dapat dengan mudah memperoleh pekerjaan sesuai dengan

keahlian yang dimiliki

- Pemerintah sebaiknya membuat kebijakan meningkatkan ekspor komoditas

yang menguntungkan eksportir dan negara, mempermudah eksportir dalam

melakukan kegiatan ekspor barang, bahkan pemerintah bisa membantu pihak

eksportir untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Cara lain adalah

meningkatkan kualitas barang dan jasa yang diekspor, menambah atau

mengalihkan negara tujuan ekspor agar ekspor Indonesia meningkat.

- Dalam hal ekspor neto, perlu dilakukan upaya untuk mendorong pertumbuhan

nilai ekspor neto seperti melalui kebijakan untuk mendukung peningkatan

ekspor yang diantaranya adalah peningkatan frekuensi dan optimalisasi upaya

diplomasi perdagangan bilateral maupun multilateral, serta mengurangi

hambatan-hambatan dalam perdagangan luar negeri sesuai dengan

komitmen internasional dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

Juga kebijakan di bidang impor, yang diarahkan untuk menunjang dan

mendukung pertumbuhan industri dalam negeri khususnya yang berorientasi

ekspor, menjaga tersedianya kebutuhan barang dan jasa, dan meningkatkan

pendayagunaan devisa dalam menjaga keseimbangan neraca pembayaran.

- Pemerintah daerah diharapkan mengalokasikan dana APBD yang lebih besar

untuk belanja modal, karena selama ini kecenderungan yang terjadi adalah

APBD lebih banyak dialokasikan untuk belanja pegawai


Daftar Pustaka
Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah.
Edisi Pertama. Yogyakarta: Penerbit BPFE.
Badan Pusat Statistik. 2016. Data Series Ekspor dan Impor 1990-2015. Jakarta: BPS.
Badan Pusat Statistik. (2016, Februari 05). Ekonomi Indonesia Triwulan IV 2015
tumbuh 5,04 persen tertinggi selama tahun 2015.
http://www.bps.go.id/Brs/view/id/1267, diakses 13 Agustus 2017
Bambang Kustianto dan Istikomah. 1999. Peranan Modal Asing Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14
No. 2.
Bank Indonesia, 2011. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. www.bi.go.id,
diakses 2 Agustus 2017
Bank Indonesia. 2015. Laporan Perkonomian Indonesia. Jakarta: BI.
Bank Indonesia. 2016. Laporan Perkonomian Indonesia. Jakarta: BI.
Barro, Robert J. 1990. Government spending in a simple model of endogeneous
growth. Journal of Political Economy 98
Boediono, 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi, Yogyakarta: BPFE UGM Yogyakarta.
Boediono. 2012. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Edisi pertama, cetakan kedelapan.
Yogyakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi (BPFE).
Creswell, J. W. 1998. Qualitatif Inquiry and Research Design. Sage Publications, Inc:
California
Case, Karl E. dan Fair, Ray C. 2007. ―Prinsip-prinsip Ekonomi”, Edisi kedelapan,
Penerbit Erlangga, Jakarta
Eni Setyowati, Wuryaningsih DL, Rini Kuswati. April 2008. “Kausalitas Investasi Asing
Terhadap Pertumbuhan Ekonomi : Error Correction Model”. Jurnal Ekonomi dan
Studi Pembangunan Vol. 9 No. 1
Gujarati, Damodar. 2004. Basic Econometrics (Ekonometrika Dasar). Alih
bahasaSumarno Zain. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Gujarati, Damodar. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika.Jakarta: Erlangga.
Gujarati, D.N., (2007). Dasar-dasar ekonometrika. Erlangga, Jakarta.
Gujarati, D.N.,2012, Dasar-dasar Ekonometrika, Terjemahan Mangunsong, R.C.,
Salemba Empat, buku 2, Edisi 5, Jakarta
Gujarati, D. N. 2013. Dasar-dasar Ekonometrika, Edisi Kelima. Mangunsong, R. C.
penerjemah. Jakarta: Salemba Empat.

106
107

Hady, Hamdy. 2001 ―Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan Perdagangan


Internasional”, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta
Handayani, Tri. 2011 ―Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi di
Indonesia Periode 1999-2008. Yogyakarta
Hasan, Iqbal. 2008. Pokok – Pokok Materi Statistik 2 (Statistik Inferensif). Edisi Kedua.
Jakarta : Bumi Aksara.
Irawan dan Suparmoko. 2002. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.
Jhingan, M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Jhingan, M.L. 2010. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi,
Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Airlangga
Kuncoro, Mudrajad. 2007. Metode Kuantitatif Teori Dan Aplikasi Untuk Bisnis dan
Ekonomi. Yogyakarta : UPP STIM YKPN.
Kuncoro, Mudrajad. 2012 ―Metode Riset Untuk Bisnis & Ekonomi”, PT Gelora Aksara
Pratama, Jakarta
Laporan Kinerja Mentri Perdagangan RI. 2012
Laporan Kinerja Mentri Perdagangan RI. 2013
Laporan Kinerja Mentri Perdagangan RI. 2014
Laporan Kinerja Mentri Perdagangan RI. 2015
Laporan Kinerja Mentri Perdagangan RI. 2016
Lin, S. A. Y. 1994. Government Spending and Economic Growth. Applied Economic,
26, 83-94.
Mankiw, N.G., 2000, Macroecomics, 4th Edition, Edisi Indonesia, Penerbit Erlangga,
Jakarta
Mankiw, N. G. 2003. Teori makro ekonomi . Jakarta: Penerbit Erlangga.
Mankiw, Gregory. 2006. Makroekonomi Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.

Mardalena, Ervin. 2009 ―Pengaruh Investasi Swasta dan Perdagangan Internasional


terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Sumatera Selatan, Ekonomika
Mubyarto. 2003. “Teori Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi dalam Ekonomi
Pancasila”. Jurnal Ekonomi Rakyat. Tahun II – No. 4.

107
108

Muana Nanga. 2005. Makro Ekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada
Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter. Buku II. Edisi ke 1. Cetakan Kesepuluh. BPFE
UGM.Yogyakarta.
Rahardja, Prathama. 2004 ―Teori ekonomi makro: suatu pengantar”, Edisi kedua,
Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta
Salim HS dan Budi Sutrisno, 2008. Hukum Investasi di Indonesia. Penerbit PT Raja
Grafinfo Persada : Jakarta.
Samuelson, Paul A. Dan Nordhaus William D. 2004. Ilmu Makro Ekonomi (Edisi
Terjemahan) Edisi Tujuh Belas. Jakarta : PT Media Global Edukasi.
Sastrohadiwiryo, Siswanto. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia Pendekatan
Administratif dan Operasional, Cetakan Ketiga, Bumi Aksara, Jakarta
Simanjuntak, Payaman. 2005. Pengantar Ilmu Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFE
UI. Jakarta.
Simanjuntak., Payaman J. 2007. Sumber Daya Manusia dan Tenaga
Kerja.LPFF.Universitas Indonesia. Jakarta
Sodik, Jamzani. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional:
Studi Kasus Data Panel di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Kajian
Ekonomi Negara Berkembang, Hal: 27-36
Soelistyo, Nopirin. 1990 “Teori Perdagangan Internasional”, Penerbit Erlangga,
Jakarta
Solow, R. M. (1956). A Contribution to the Theory of Economic Growth. Quarterly
Journal of Economics, 70 (1): 65-94.
Sugiyono. 2003.”Metodologi Penelitian”. Bandung: Alfa beta.
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV ALFABETA
Sukirno, Sadono. 2000. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sukirno, Sadono. 2004. Makro Ekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT.
Raja Persada Grafindo.
Sukirno, Sadono. 2007. Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Sukirno, Sadono. 2008 "Makro Ekonorni Teori Pengantar”, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Sukirno, Sadono. 2010. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar
Kebijakan. Jakarta : Kencana.

108
109

Sutawijaya, Adrian. 2010 ―Pengaruh Ekspor dan Investasi terhadap Pertumbuhan


Ekonomi Indonesia tahun 1980-2006, Jurnal Organisasi dan Manajemen,
Jakarta, 2010.
Todaro, Michael, P. dan Stephen C. Smith. 2003 . Pembangunan Ekonomi di Dunia
Ketiga, edisi kedelapan. Jakarta : Erlangga.
Yeniwati, 2013. Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi di Sumatera. Jurnal Kajian
Ekonomi Vol 2 (03), hal 1-21.
Widarjono, Agus. 2009. Ekonometrika pengantar dan aplikasinya. Yogyakarta :
Ekonisia
World Bank. 2017. GDP Constant LCU. http://data.worldbank.org/indicator/NY.
Diakses pada 5 Agustus 2017.

109
LAMPIRAN

110
111

Data Mentah Pertumbuhan Ekonomi, PMA, PMDN, Ekspor, Impor, Belanja Pemerintah

Laju
Tenaga Belanja
PDRB PMA PMDN Ekspor Impor
Kerja Pemerintah
ADHK
Provinsi Tahun
Y X1 X2 X3 X5
Juta US$ Rp Milyar Orang Juta US$ Juta US$ Rp Juta
ACEH
2012 3.85 172,300,000 60,200,000 1,808,357 957,362 85,316 8,757,320
ACEH
2013 2.61 94,200,000 3,636,400,000 1,842,671 962,969 11,130 11,220,428
ACEH
2014 1.55 31,100,000 5,110,300,000 1,931,823 55,292 40,515 12,045,848
ACEH
2015 1.02 21,189,100 4,192,400,000 1,966,018 93,355 116,817 12,149,422
ACEH
2016 3.31 134,500,000 2,456,100,000 2,087,045 22,869 28,994 12,874,632
SUMATERA
UTARA 2012 6.45 645,300,000 2,550,300,000 5,880,885 10,393,624 5,164,750 7,633,634
SUMATERA
UTARA 2013 6.07 887,500,000 5,068,900,000 6,081,301 9,598,008 5,108,511 7,260,468
SUMATERA
UTARA 2014 5.23 550,800,000 4,223,900,000 5,881,371 9,361,110 5,046,512 7,808,557
SUMATERA
UTARA 2015 5.10 1,246,096,200 4,287,400,000 5,962,304 7,752,818 3,992,117 7,959,167
SUMATERA
UTARA 2016 5.18 1,014,700,000 4,864,200,000 5,991,229 7,776,000 3,341,000 9,950,844
SUMATERA
BARAT 2012 6.31 75,000,000 885,300,000 2,085,483 2,363,583 1,242,927 2,962,291
SUMATERA
BARAT 2013 6.08 91,400,000 677,800,000 2,061,109 2,209,011 1,035,004 3,113,313
SUMATERA
BARAT 2014 5.88 112,100,000 421,100,000 2,180,336 2,105,613 1,034,605 3,483,673
SUMATERA
BARAT 2015 5.52 57,133,400 1,552,400,000 2,184,599 1,753,308 632,798 4,022,257
SUMATERA
BARAT 2016 5.26 79,300,000 3,795,600,000 2,347,911 1,708,000 71,000 4,774,204
RIAU
2012 3.76 1,152,900,000 5,450,400,000 2,399,851 19,144,904 2,261,998 6,670,764
RIAU
2013 2.48 1,304,900,000 4,874,300,000 2,479,493 17,557,157 1,972,524 7,525,283
RIAU
2014 2.71 1,369,500,000 7,707,600,000 2,518,485 17,248,436 1,716,762 5,602,074
RIAU
2015 0.22 653,394,700 9,943,000,000 2,554,296 14,374,251 1,341,045 7,760,972
RIAU
2016 2.23 869,100,000 6,613,700,000 2,765,946 11,232,000 1,068,000 10,972,074
JAMBI
2012 7.03 156,300,000 1,445,700,000 1,436,527 1,845,235 120,137 2,531,598
JAMBI
2013 6.84 34,300,000 2,799,600,000 1,397,247 1,437,144 275,063 3,010,741
JAMBI
2014 7.36 51,400,000 908,000,000 1,491,038 1,267,280 196,851 3,204,633
JAMBI
2015 4.20 107,731,700 3,540,200,000 1,550,403 1,076,261 109,026 3,425,566
JAMBI
2016 4.37 61,000,000 3,884,400,000 1,624,522 880,000 127,000 3,742,023
SUMATERA
SELATAN 2012 6.83 786,400,000 2,930,600,000 3,582,099 4,371,655 506,686 5,060,923
SUMATERA
SELATAN 2013 5.31 485,900,000 3,396,000,000 3,524,883 3,915,682 565,994 5,678,704
SUMATERA
SELATAN 2014 4.79 1,056,500,000 7,042,800,000 3,692,806 3,084,044 750,206 5,770,733
112

Provinsi Tahun Y X1 X2 X3 Ekspor Impor X4


SUMATERA
SELATAN 2015 4.42 645,821,800 10,944,000,000 3,695,866 2,442,612 1,466,217 5,190,199
SUMATERA
SELATAN 2016 5.03 2,793,500,000 8,534,100,000 3,998,637 1,863,000 1,005,000 5,763,643
BENGKULU
2012 6.83 30,400,000 52,600,000 853,784 271,309 41,244 1,518,453
BENGKULU
2013 6.07 22,300,000 109,600,000 832,048 64,108 25,303 1,727,006
BENGKULU
2014 5.48 19,300,000 78,000,000 868,794 95,898 12,646 1,934,722
BENGKULU
2015 5.13 20,578,400 553,900,000 904,317 79,666 6,947 2,282,345
BENGKULU
2016 5.30 55,700,000 949,100,000 964,971 57,000 2,304 2,491,703
LAMPUNG
2012 6.44 114,300,000 304,200,000 3,516,856 3,698,388 3,249,778 3,834,736
LAMPUNG
2013 5.77 46,800,000 1,325,300,000 3,471,602 3,892,284 3,329,516 3,884,536
LAMPUNG
2014 5.08 156,500,000 3,495,700,000 3,673,158 3,856,610 3,440,456 4,454,187
LAMPUNG
2015 5.13 257,726,200 1,102,200,000 3,635,258 3,840,567 2,383,697 4,781,202
LAMPUNG
2016 5.15 85,700,000 6,031,800,000 3,931,321 3,134,000 1,355,000 5,359,403
KEP. BANGKA
BELITUNG 2012 5.50 59,200,000 533,500,000 585,493 2,313,999 86,965 1,332,039
KEP. BANGKA
BELITUNG 2013 5.20 112,400,000 608,200,000 597,613 2,191,053 49,095 1,609,667
KEP. BANGKA
BELITUNG 2014 4.67 105,000,000 615,500,000 604,223 2,082,208 58,959 1,596,087
KEP. BANGKA
BELITUNG 2015 4.08 82,663,100 1,023,700,000 623,949 1,404,708 49,891 1,869,959
KEP. BANGKA
BELITUNG 2016 4.11 52,700,000 2,202,000,000 686,830 1,140,000 91,000 2,439,183
KEP. RIAU
2012 7.63 537,100,000 43,500,000 801,510 19,144,904 2,261,998 2,249,826
KEP. RIAU
2013 7.21 315,700,000 417,700,000 806,073 17,557,157 1,972,524 2,715,832
KEP. RIAU
2014 6.60 392,100,000 285,000,000 819,656 17,248,436 1,716,762 3,312,459
KEP. RIAU
2015 6.01 640,421,300 612,000,000 836,670 14,374,251 1,341,045 2,605,394
KEP. RIAU
2016 5.03 519,100,000 492,500,000 859,813 8,820,000 6,650,000 3,056,807
DKI JAKARTA
2012 6.53 4,107,700,000 8,540,100,000 4,823,858 48,123,305 96,924,862 31,558,707
DKI JAKARTA
2013 6.07 2,591,100,000 5,754,500,000 4,668,239 47,397,618 90,107,996 38,301,502
DKI JAKARTA
2014 5.91 4,509,400,000 17,811,500,000 4,634,369 48,079,486 84,604,814 37,799,664
DKI JAKARTA
2015 5.89 3,619,392,500 15,512,700,000 4,724,029 46,390,850 71,132,702 43,031,323
DKI JAKARTA
2016 5.85 3,398,200,000 12,216,900,000 4,861,832 45,964,000 69,759,000 59,945,523
JAWA BARAT
2012 6.50 4,210,700,000 11,384,000,000 18,615,753 1,120,940 2,406,731 16,922,477
JAWA BARAT
2013 6.33 7,124,900,000 9,006,100,000 18,731,943 685,158 2,534,343 18,396,745
JAWA BARAT
2014 5.09 6,562,000,000 18,726,900,000 19,230,943 1,277,466 1,842,776 20,797,988
JAWA BARAT
2015 5.04 5,738,714,300 26,272,800,000 18,791,482 739,295 1,843,536 24,417,606
113

Provinsi Tahun Y X1 X2 X3 Ekspor Impor X4


JAWA BARAT
2016 5.67 5,470,900,000 30,360,200,000 19,202,038 73,000 1,213,000 28,603,282
JAWA
TENGAH 2012 5.34 241,500,000 5,797,100,000 16,531,395 4,646,214 14,030,717 11,446,844
JAWA
TENGAH 2013 5.11 464,300,000 12,593,600,000 16,469,960 5,326,581 15,187,498 12,724,776
JAWA
TENGAH 2014 5.27 463,400,000 13,601,600,000 16,550,682 5,633,675 15,801,096 15,086,065
JAWA
TENGAH 2015 5.47 850,397,600 15,410,700,000 16,435,142 5,374,700 10,738,858 17,820,760
JAWA
TENGAH 2016 5.28 1,030,800,000 24,070,400,000 16,511,136 5,275,000 5,157,000 22,426,202
DI
YOGYAKARTA 2012 5.37 84,900,000 334,000,000 1,906,145 13,038,416 1,406,544 2,053,826
DI
YOGYAKARTA 2013 5.47 29,600,000 283,800,000 1,886,071 16,165,573 1,964,478 2,509,643
DI
YOGYAKARTA 2014 5.17 64,900,000 703,900,000 1,956,043 16,885,151 1,405,715 2,981,068
DI
YOGYAKARTA 2015 4.95 89,105,800 362,300,000 1,891,218 11,305,841 2,204,435 3,496,426
DI
YOGYAKARTA 2016 5.05 19,600,000 948,600,000 2,042,400 13,000,000 6,000,000 4,189,993
JAWA TIMUR
2012 6.64 2,298,800,000 21,520,300,000 19,338,902 16,249,533 24,477,248 15,311,543
JAWA TIMUR
2013 6.08 3,396,300,000 34,848,900,000 19,553,910 15,562,857 25,046,102 16,738,658
JAWA TIMUR
2014 5.86 1,802,500,000 38,132,000,000 19,306,508 18,724,463 25,210,896 20,006,319
JAWA TIMUR
2015 5.44 2,593,377,300 35,489,700,000 19,367,777 17,120,381 19,283,722 22,946,308
JAWA TIMUR
2016 5.55 1,941,000,000 46,331,600,000 19,114,563 17,944,000 15,652,000 23,050,803
BANTEN
2012 6.83 2,716,300,000 5,117,500,000 4,662,368 1,407,966 11,729,688 5,317,736
BANTEN
2013 6.67 3,720,200,000 4,008,700,000 4,687,626 1,442,557 12,330,088 5,295,139
BANTEN
2014 5.51 2,034,600,000 8,081,300,000 4,853,992 1,489,016 12,174,899 6,192,156
BANTEN
2015 5.40 2,541,968,500 10,709,800,000 4,825,460 963,788 9,852,071 8,084,140
BANTEN
2016 5.26 2,912,100,000 12,426,300,000 5,088,497 1,377,000 6,449,000 8,811,076
BALI
2012 6.96 482,000,000 3,108,000,000 2,252,475 347,012 171,224 3,562,733
BALI
2013 6.69 390,900,000 2,984,700,000 2,242,076 327,947 322,962 3,868,741
BALI
2014 6.73 427,100,000 252,800,000 2,272,632 298,346 376,945 4,491,646
BALI
2015 6.03 495,846,700 1,250,300,000 2,324,805 254,958 131,934 4,999,031
BALI
2016 6.24 450,600,000 482,300,000 2,416,555 259,000 133,000 5,948,132
NTB
2012 1.54 635,800,000 45,400,000 2,015,699 596,498 291,347 2,189,182
NTB
2013 5.16 488,200,000 1,398,000,000 2,032,282 400,149 201,401 2,379,594
NTB
2014 5.17 551,100,000 212,500,000 2,094,100 307,503 118,935 2,614,100
NTB
2015 12.53 699,376,700 347,800,000 2,127,503 1,472,515 166,975 3,364,904
NTB
2016 5.82 439,000,000 1,342,800,000 2,367,310 1,574,000 159,000 3,575,496
114

Provinsi Tahun Y X1 X2 X3 Ekspor Impor X4


NTT
2012 5.46 8,700,000 14,400,000 2,120,249 44,656 73,742 2,164,356
NTT
2013 5.41 9,900,000 17,600,000 2,104,507 21,237 232,742 2,381,311
NTT
2014 5.05 15,100,000 3,600,000 2,174,228 21,037 31,919 2,693,049
NTT
2015 5.03 69,852,900 1,295,600,000 2,219,291 23,938 7,872 3,328,496
NTT
2016 5.18 58,200,000 822,200,000 2,277,068 30,000 13,000 3,898,591
KALIMANTAN
BARAT 2012 5.91 397,500,000 2,811,000,000 2,196,455 1,309,501 539,364 3,043,957
KALIMANTAN
BARAT 2013 6.05 650,000,000 2,522,100,000 2,172,337 1,356,681 498,236 3,296,607
KALIMANTAN
BARAT 2014 5.03 966,100,000 4,320,800,000 2,226,510 661,397 500,017 3,652,914
KALIMANTAN
BARAT 2015 4.86 1,335,717,000 6,143,500,000 2,235,887 566,036 628,236 4,123,636
KALIMANTAN
BARAT 2016 5.22 630,700,000 9,015,500,000 2,287,823 623,000 265,000 4,781,613
KALIMANTAN
TENGAH 2012 6.87 524,700,000 4,529,600,000 1,112,252 1,152,723 134,999 2,351,347
KALIMANTAN
TENGAH 2013 7.37 481,600,000 1,835,300,000 1,124,017 1,402,735 82,645 2,928,725
KALIMANTAN
TENGAH 2014 6.21 951,000,000 980,400,000 1,154,489 1,096,678 106,691 3,235,800
KALIMANTAN
TENGAH 2015 7.01 933,570,300 1,270,100,000 1,214,681 1,062,798 70,733 3,482,434
KALIMANTAN
TENGAH 2016 6.36 408,200,000 8,179,100,000 1,248,189 286,000 54,000 4,224,575
KALIMANTAN
SELATAN 2012 5.97 272,300,000 3,509,800,000 1,833,892 9,610,732 3,509,808 4,004,269
KALIMANTAN
SELATAN 2013 5.33 260,600,000 8,299,200,000 1,830,813 8,847,214 2,887,968 4,750,074
KALIMANTAN
SELATAN 2014 4.84 502,500,000 2,616,500,000 1,867,462 8,028,992 2,495,287 4,917,828
KALIMANTAN
SELATAN 2015 3.83 961,205,500 2,060,300,000 1,889,502 5,653,910 1,388,571 5,102,865
KALIMANTAN
SELATAN 2016 4.38 249,400,000 6,163,700,000 1,965,088 5,702,000 107,000 5,754,393
KALIMANTAN
TIMUR 2012 5.48 2,014,100,000 5,889,300,000 1,607,526 32,791,183 8,067,956 11,357,198
KALIMANTAN
TIMUR 2013 2.76 1,335,400,000 16,034,600,000 1,603,915 29,845,323 9,408,040 13,780,245
KALIMANTAN
TIMUR 2014 1.71 2,145,700,000 12,859,000,000 1,677,466 24,967,790 8,421,441 11,274,556
KALIMANTAN
TIMUR 2015 (1.21) 2,381,442,300 9,611,300,000 1,423,957 17,483,273 5,506,267 8,598,988
KALIMANTAN
TIMUR 2016 (0.38) 1,139,600,000 6,885,100,000 1,581,239 10,072,000 1,098,000 11,096,924
SULAWESI
UTARA 2012 6.86 46,700,000 678,500,000 973,035 957,421 122,589 1,771,118
SULAWESI
UTARA 2013 6.38 65,700,000 66,800,000 965,457 739,194 110,675 2,025,591
SULAWESI
UTARA 2014 6.31 98,400,000 83,000,000 980,756 1,003,821 122,063 2,229,484
SULAWESI
UTARA 2015 6.12 87,955,000 270,600,000 1,000,032 807,531 72,103 2,693,084
SULAWESI
UTARA 2016 6.17 382,800,000 5,069,600,000 1,110,564 849,000 121,000 3,060,767
SULAWESI
TENGAH 2012 9.53 806,500,000 602,800,000 1,224,095 351,643 3,438 2,013,022
115

Provinsi Tahun Y X1 X2 X3 Ekspor Impor X4


SULAWESI
TENGAH 2013 9.59 855,000,000 605,300,000 1,239,122 293,649 185,998 2,145,228
SULAWESI
TENGAH 2014 5.07 1,494,200,000 95,800,000 1,293,226 179,279 226,690 2,445,661
SULAWESI
TENGAH 2015 15.52 1,085,164,100 968,400,000 1,327,418 801,152 707,844 2,953,281
SULAWESI
TENGAH 2016 9.98 1,600,300,000 1,081,200,000 1,459,803 1,161,000 1,134,000 3,397,081
SULAWESI
SELATAN 2012 8.87 582,600,000 2,318,900,000 3,421,101 1,559,848 1,002,559 4,603,648
SULAWESI
SELATAN 2013 7.62 462,800,000 921,000,000 3,376,549 1,575,765 1,361,457 4,924,218
SULAWESI
SELATAN 2014 7.54 280,900,000 4,949,600,000 3,527,036 1,747,916 836,218 5,600,387
SULAWESI
SELATAN 2015 7.17 233,346,500 9,215,300,000 3,485,492 1,409,098 943,674 6,149,605
SULAWESI
SELATAN 2016 7.41 372,500,000 3,334,600,000 3,694,712 1,154,000 730,000 6,715,572
SULAWESI
TENGGARA 2012 11.65 35,700,000 907,300,000 994,521 1,060,589 318,191 1,714,896
SULAWESI
TENGGARA 2013 7.50 86,400,000 1,261,600,000 997,231 975,891 438,332 1,812,945
SULAWESI
TENGGARA 2014 6.26 161,800,000 1,249,900,000 1,037,419 326,379 578,660 2,088,600
SULAWESI
TENGGARA 2015 6.88 145,009,500 2,015,400,000 1,074,916 134,489 412,820 2,349,274
SULAWESI
TENGGARA 2016 6.51 376,100,000 1,794,200,000 1,219,548 111,000 150,000 2,768,763
GORONTALO
2012 7.91 35,300,000 164,900,000 455,322 14,089 56,368 885,021
GORONTALO
2013 7.67 25,700,000 84,400,000 458,930 5,243 49,477 1,050,817
GORONTALO
2014 7.27 4,100,000 45,100,000 479,137 15,051 52,270 1,204,490
GORONTALO
2015 6.22 6,921,300 94,300,000 493,687 31,381 102,643 1,407,931
GORONTALO
2016 6.52 12,700,000 2,202,500,000 546,668 4,000 26,000 1,693,867
SULAWESI
BARAT 2012 9.25 200,000 228,600,000 572,081 19,309 13,616 868,133
SULAWESI
BARAT 2013 6.93 2,500,000 685,100,000 545,438 20,896 15,106 1,044,071
SULAWESI
BARAT 2014 8.86 16,300,000 690,100,000 595,797 30,823 9,554 1,227,422
SULAWESI
BARAT 2015 7.39 2,026,600 110,370,000 595,905 41,279 10,393 1,385,842
SULAWESI
BARAT 2016 6.03 20,600,000 84,100,000 624,182 - 25,000 2,152,028
MALUKU
2012 7.16 8,500,000 3,400,000 613,357 232,180 432,342 1,355,988
MALUKU
2013 5.24 52,800,000 5,600,000 602,429 210,174 359,818 1,576,449
MALUKU
2014 6.64 13,100,000 6,400,000 601,651 173,070 391,603 1,726,133
MALUKU
2015 5.48 82,390,900 8,700,000 655,063 44,861 259,372 2,280,091
MALUKU
2016 5.76 102,600,000 11,400,000 690,786 86,000 12,000 2,556,362
MALUKU
UTARA 2012 6.98 90,300,000 320,500,000 450,184 551,193 10,036 1,259,660
MALUKU
UTARA 2013 6.36 268,500,000 1,114,900,000 454,978 730,632 4,668 1,387,593
116

Provinsi Tahun Y X1 X2 X3 Ekspor Impor X4


MALUKU
UTARA 2014 5.49 98,700,000 156,300,000 456,017 29,802 11,660 1,481,565
MALUKU
UTARA 2015 6.10 203,827,900 48,200,000 482,543 11,173 61,706 1,808,760
MALUKU
UTARA 2016 5.77 438,900,000 8,800,000 503,479 34,000 240,000 2,341,519
PAPUA
BARAT 2012 3.63 32,000,000 45,800,000 347,559 36,642 14,334 3,898,932
PAPUA
BARAT 2013 7.36 54,200,000 304,000,000 359,527 41,543 30,830 4,512,430
PAPUA
BARAT 2014 5.38 153,400,000 100,000,000 378,436 51,704 27,550 5,428,849
PAPUA
BARAT 2015 4.15 258,607,500 63,400,000 380,226 41,440 35,653 6,880,167
PAPUA
BARAT 2016 4.52 514,500,000 10,600,000 402,360 11,000 63,000 6,930,094
PAPUA
2012 1.72 1,202,400,000 54,700,000 1,485,799 2,116,512 1,022,817 7,239,667
PAPUA
2013 8.55 2,360,000,000 584,300,000 1,559,675 2,728,043 506,402 8,171,352
PAPUA
2014 3.65 1,260,600,000 249,900,000 1,617,437 1,529,674 1,014,472 10,303,787
PAPUA
2015 7.47 897,048,600 127,520,000 1,672,480 2,007,516 746,723 12,396,447
PAPUA
2016 9.21 1,168,400,000 220,500,000 1,664,485 2,008,000 585,000 6,678,365

Data Olah Eviews

Y X1 X2 X3 X4 X5
1 3.85 8.236 7.780 6.257 5.941 6.942
2 2.61 7.974 9.561 6.265 5.979 7.050
3 1.55 7.493 9.708 5.629 4.170 7.081
4 1.02 7.326 9.622 5.629 -4.370 7.085
5 3.31 8.129 9.390 6.320 -3.787 7.110
6 6.45 8.810 9.407 6.769 6.718 6.883
7 6.07 8.948 9.705 6.784 6.652 6.861
8 5.23 8.741 9.626 6.769 6.635 6.893
9 5.1 9.096 9.632 6.775 6.575 6.901
10 5.18 9.006 9.687 6.778 6.647 6.998
11 6.31 7.875 8.947 6.319 6.049 6.472
12 6.08 7.961 8.831 6.314 6.070 6.493
13 5.88 8.050 8.624 6.339 6.030 6.542
14 5.52 7.757 9.191 6.339 6.049 6.604
15 5.26 7.899 9.579 6.371 6.214 6.679
16 3.76 9.062 9.736 6.380 7.227 6.824
17 2.48 9.116 9.688 6.394 7.193 6.877
18 2.71 9.137 9.887 6.401 7.191 6.748
19 0.22 8.815 9.998 5.641 7.115 6.890
20 2.23 8.939 9.820 6.442 7.007 7.040
117

Y X1 X2 X3 X4 X5
21 7.03 8.194 9.160 6.157 6.237 6.403
22 6.84 7.535 9.447 6.145 6.065 6.479
23 7.36 7.711 8.958 6.173 6.030 6.506
24 4.2 8.032 9.549 6.190 5.986 6.535
25 4.37 7.785 9.589 6.211 5.877 6.573
26 6.83 8.896 9.467 6.554 6.587 6.704
27 5.31 8.687 9.531 6.547 6.525 6.754
28 4.79 9.024 9.848 6.567 6.368 6.761
29 4.42 8.810 10.039 6.568 5.990 6.715
30 5.03 9.446 9.931 6.602 5.933 6.761
31 6.83 7.483 7.721 5.931 5.362 6.181
32 6.07 7.348 8.040 5.920 4.589 6.237
33 5.48 7.286 7.892 5.939 4.920 6.287
34 5.13 7.313 8.743 5.956 4.862 6.358
35 5.3 7.746 8.977 5.985 4.738 6.396
36 6.44 8.058 8.483 6.546 5.652 6.584
37 5.77 7.670 9.122 6.541 5.750 6.589
38 5.08 8.195 9.544 6.565 5.619 6.649
39 5.13 8.411 9.042 6.561 6.163 6.680
40 5.15 7.933 9.780 6.595 6.250 6.729
41 5.5 7.772 8.727 5.768 6.348 6.125
42 5.2 8.051 8.784 5.776 6.331 6.207
43 4.67 8.021 8.789 5.781 6.306 6.203
44 4.08 7.917 9.010 5.795 6.132 6.272
45 4.11 7.722 9.343 5.837 6.021 6.387
46 7.63 8.730 7.638 5.904 7.227 6.352
47 7.21 8.499 8.621 5.906 7.193 6.434
48 6.6 8.593 8.455 5.914 7.191 6.520
49 6.01 8.806 8.787 5.923 7.115 6.416
50 5.03 8.715 8.692 5.934 6.336 6.485
51 6.53 9.614 9.931 6.683 -7.688 7.499
52 6.07 9.413 9.760 6.669 -7.631 7.583
53 5.91 9.654 10.251 6.666 -7.563 7.577
54 5.89 9.559 10.191 6.674 -7.393 7.634
55 5.85 9.531 10.087 6.687 -7.376 7.778
56 6.5 9.624 10.056 7.270 -6.109 7.228
57 6.33 9.853 9.955 7.273 -6.267 7.265
58 5.09 9.817 10.272 7.284 -5.752 7.318
59 5.04 9.759 10.420 7.274 -6.043 7.388
60 5.67 9.738 10.482 7.283 -6.057 7.456
118

Y X1 X2 X3 X4 X5
61 5.34 8.383 9.763 7.218 -6.972 7.059
62 5.11 8.667 10.100 7.217 -6.994 7.105
63 5.27 8.666 10.134 7.219 -7.007 7.179
64 5.47 8.930 10.188 7.216 -6.730 7.251
65 5.28 9.013 10.381 7.218 5.072 7.351
66 5.37 7.929 8.524 6.280 7.066 6.313
67 5.47 7.471 8.453 6.276 7.152 6.400
68 5.17 7.812 8.848 6.291 7.190 6.474
69 4.95 7.950 8.559 6.277 6.959 6.544
70 5.05 7.292 8.977 6.310 6.845 6.622
71 6.64 9.362 10.333 7.286 -6.915 7.185
72 6.08 9.531 10.542 7.291 -6.977 7.224
73 5.86 9.256 10.581 7.286 -6.812 7.301
74 5.44 9.414 10.550 7.287 -6.335 7.361
75 5.55 9.288 10.666 7.281 6.360 7.363
76 6.83 9.434 9.709 6.669 -7.014 6.726
77 6.67 9.571 9.603 6.671 -7.037 6.724
78 5.51 9.308 9.907 6.686 -7.029 6.792
79 5.4 9.405 10.030 6.684 -6.949 6.908
80 5.26 9.464 10.094 6.707 -6.705 6.945
81 6.96 8.683 9.492 6.353 5.245 6.552
82 6.69 8.592 9.475 6.351 3.698 6.588
83 6.73 8.631 8.403 6.357 -4.895 6.652
84 6.03 8.695 9.097 6.366 5.090 6.699
85 6.24 8.654 8.683 6.383 5.100 6.774
86 1.54 8.803 7.657 5.530 5.485 6.340
87 5.16 8.689 9.146 6.308 5.298 6.377
88 5.17 8.741 8.327 6.321 5.275 6.417
89 12.53 9.845 8.541 6.328 6.116 6.527
90 5.82 8.642 9.128 6.374 6.151 6.553
91 5.46 6.940 7.158 6.326 -4.464 6.335
92 5.41 6.996 7.246 6.323 -5.325 6.377
93 5.05 7.179 6.556 6.337 -4.037 6.430
94 5.03 7.844 9.112 6.346 4.206 6.522
95 5.18 7.765 8.915 6.357 4.230 6.591
96 5.91 8.599 9.449 6.342 5.887 6.483
97 6.05 8.813 9.402 6.337 5.934 6.518
98 5.03 8.985 9.636 6.348 5.208 6.563
99 4.86 9.126 9.788 6.349 -4.794 6.615
100 5.22 8.800 9.955 6.359 5.554 6.680
119

Y X1 X2 X3 X4 X5
101 6.87 8.720 9.656 6.046 6.008 6.371
102 7.37 8.683 9.264 6.051 6.121 6.467
103 6.21 8.978 8.991 6.062 5.996 6.510
104 7.01 8.970 9.104 6.084 5.997 6.542
105 6.36 8.611 9.913 6.096 5.365 6.626
106 5.97 8.435 9.545 6.263 6.785 6.603
107 5.33 8.416 9.919 6.263 6.775 6.677
108 4.84 8.701 9.418 6.271 6.743 6.692
109 3.83 8.983 9.314 6.276 6.630 6.708
110 4.38 8.397 9.790 6.293 6.748 6.760
111 5.48 9.304 9.770 6.206 7.393 7.055
112 2.76 9.126 10.205 6.205 7.310 7.139
113 1.71 9.332 10.109 6.225 7.219 7.052
114 -1.21 5.377 9.983 5.615 7.078 6.934
115 -0.38 9.057 9.838 5.620 6.953 7.045
116 6.86 7.669 8.832 5.988 5.922 6.248
117 6.38 7.818 7.825 5.985 5.798 6.307
118 6.31 7.993 7.919 5.992 5.945 6.348
119 6.12 7.944 8.432 6.000 5.867 6.430
120 6.17 8.583 9.705 6.046 5.862 6.486
121 9.53 8.907 8.780 6.088 5.542 6.304
122 9.59 8.932 8.782 6.093 5.032 6.331
123 5.07 9.174 7.981 6.112 -4.676 6.388
124 15.52 9.535 8.986 6.123 4.970 6.470
125 9.98 9.204 9.034 6.164 4.431 6.531
126 8.87 8.765 9.365 6.534 5.746 6.663
127 7.62 8.665 8.964 6.528 5.331 6.692
128 7.54 8.449 9.695 6.547 5.960 6.748
129 7.17 8.368 9.965 6.542 5.668 6.789
130 7.41 8.571 9.523 6.568 5.627 6.827
131 11.65 9.553 8.958 5.998 5.871 6.234
132 7.5 7.937 9.101 5.999 5.730 6.258
133 6.26 8.209 9.097 6.016 -5.402 6.320
134 6.88 8.161 9.304 6.031 -5.445 6.371
135 6.51 8.575 9.254 6.086 -4.591 6.442
136 7.91 7.548 8.217 5.658 -4.626 5.947
137 7.67 7.410 7.926 5.662 -4.646 6.022
138 7.27 6.613 7.654 5.680 -4.571 6.081
139 6.22 6.840 7.975 5.693 -4.853 6.149
140 6.52 7.104 9.343 5.738 -4.342 6.229
120

Y X1 X2 X3 X4 X5
141 9.25 5.301 8.359 5.757 3.755 5.939
142 6.93 6.398 8.836 5.737 3.763 6.019
143 8.86 7.212 8.839 5.775 4.328 6.089
144 7.39 6.307 8.043 5.775 4.490 6.142
145 6.03 7.314 7.925 5.795 -4.398 6.333
146 7.16 6.929 6.531 5.788 -5.301 6.132
147 5.24 7.723 6.748 5.780 -5.175 6.198
148 6.64 7.117 6.806 5.779 -5.340 6.237
149 5.48 7.916 6.940 5.816 -5.331 6.358
150 5.76 8.011 7.057 5.839 4.869 6.408
151 6.98 7.956 8.506 5.653 5.733 6.100
152 6.36 8.429 9.047 5.658 5.861 6.142
153 5.49 7.994 8.194 5.659 4.259 6.171
154 6.1 8.309 7.683 5.684 -4.704 6.257
155 5.77 8.642 6.944 5.702 -5.314 6.369
156 3.63 7.505 7.661 5.541 4.348 6.591
157 7.36 7.734 8.483 5.556 4.030 6.654
158 5.38 8.186 8.000 5.578 4.383 6.735
159 4.15 8.413 7.802 5.580 3.762 6.838
160 4.52 8.711 7.025 5.605 -4.716 6.841
161 1.72 9.080 7.738 5.617 6.039 6.860
162 8.55 9.373 8.767 6.193 6.347 6.912
163 3.65 9.101 8.398 6.209 5.712 7.013
164 7.47 8.953 8.106 6.223 6.101 7.093
165 9.21 9.068 8.343 6.221 6.153 6.825
121

HASIL OLAH DATA EVIEWS

Hasil Common Effect


Dependent Variable: PE
Method: Panel Least Squares
Date: 10/25/17 Time: 08:42
Sample: 2012 2016
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 165

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PMA 0.909296 0.205794 4.418468 0.0000


PMDN -0.332958 0.211856 -1.571624 0.1180
TK 2.044929 0.456400 4.480564 0.0000
EN -0.035759 0.027071 -1.320944 0.1884
BP -4.290019 0.565025 -7.592620 0.0000
C 16.95976 2.581932 6.568633 0.0000

R-squared 0.333695 Mean dependent var 5.771091


Adjusted R-squared 0.312742 S.D. dependent var 2.018759
S.E. of regression 1.673572 Akaike info criterion 3.903483
Sum squared resid 445.3339 Schwarz criterion 4.016427
Log likelihood -316.0374 Hannan-Quinn criter. 3.949331
F-statistic 15.92589 Durbin-Watson stat 1.259343
Prob(F-statistic) 0.000000
122

Hasil Fixed Effect


Dependent Variable: PE
Method: Panel Least Squares
Date: 10/25/17 Time: 08:43
Sample: 2012 2016
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 165

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PMA 0.682725 0.264044 2.585653 0.0108


PMDN -0.001430 0.257190 -0.005558 0.9956
TK 4.956499 0.858875 5.770922 0.0000
EN 0.088849 0.037605 2.362699 0.0197
BP -4.814791 1.259383 -3.823134 0.0002
C 0.810964 8.420467 0.096309 0.9234

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.724706 Mean dependent var 5.771091


Adjusted R-squared 0.644502 S.D. dependent var 2.018759
S.E. of regression 1.203657 Akaike info criterion 3.407454
Sum squared resid 183.9965 Schwarz criterion 4.122763
Log likelihood -243.1150 Hannan-Quinn criter. 3.697823
F-statistic 9.035808 Durbin-Watson stat 2.680279
Prob(F-statistic) 0.000000
123

Hasil Chow Test

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 5.636972 (32,127) 0.0000


Cross-section Chi-square 145.844790 32 0.0000

Cross-section fixed effects test equation:


Dependent Variable: PE
Method: Panel Least Squares
Date: 10/25/17 Time: 08:43
Sample: 2012 2016
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 165

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PMA 0.909296 0.205794 4.418468 0.0000


PMDN -0.332958 0.211856 -1.571624 0.1180
TK 2.044929 0.456400 4.480564 0.0000
EN -0.035759 0.027071 -1.320944 0.1884
BP -4.290019 0.565025 -7.592620 0.0000
C 16.95976 2.581932 6.568633 0.0000

R-squared 0.333695 Mean dependent var 5.771091


Adjusted R-squared 0.312742 S.D. dependent var 2.018759
S.E. of regression 1.673572 Akaike info criterion 3.903483
Sum squared resid 445.3339 Schwarz criterion 4.016427
Log likelihood -316.0374 Hannan-Quinn criter. 3.949331
F-statistic 15.92589 Durbin-Watson stat 1.259343
Prob(F-statistic) 0.000000
124

Hasil Random Effect

Dependent Variable: PE
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Date: 10/25/17 Time: 08:43
Sample: 2012 2016
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 165
Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

PMA 0.801174 0.219508 3.649871 0.0004


PMDN -0.186679 0.216956 -0.860443 0.3908
TK 3.038182 0.558381 5.441052 0.0000
EN 0.039649 0.030182 1.313672 0.1908
BP -4.786065 0.740651 -6.461967 0.0000
C 13.43427 3.715431 3.615806 0.0004

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 1.098655 0.4545


Idiosyncratic random 1.203657 0.5455

Weighted Statistics

R-squared 0.288992 Mean dependent var 2.539182


Adjusted R-squared 0.266633 S.D. dependent var 1.474077
S.E. of regression 1.262353 Sum squared resid 253.3719
F-statistic 12.92524 Durbin-Watson stat 1.990557
Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics

R-squared 0.269531 Mean dependent var 5.771091


Sum squared resid 488.2190 Durbin-Watson stat 1.033043
125

Hasil Hausman Test

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 5.664350 5 0.3403

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.

PMA 0.682725 0.801174 0.021536 0.4196


PMDN -0.001430 -0.186679 0.019077 0.1798
TK 4.956499 3.038182 0.425876 0.0033
EN 0.088849 0.039649 0.000503 0.0283
BP -4.814791 -4.786065 1.037481 0.9775

Cross-section random effects test equation:


Dependent Variable: PE
Method: Panel Least Squares
Date: 10/25/17 Time: 08:44
Sample: 2012 2016
Periods included: 5
Cross-sections included: 33
Total panel (balanced) observations: 165

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.810964 8.420467 0.096309 0.9234


PMA 0.682725 0.264044 2.585653 0.0108
PMDN -0.001430 0.257190 -0.005558 0.9956
TK 4.956499 0.858875 5.770922 0.0000
EN 0.088849 0.037605 2.362699 0.0197
BP -4.814791 1.259383 -3.823134 0.0002

Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.724706 Mean dependent var 5.771091


Adjusted R-squared 0.644502 S.D. dependent var 2.018759
S.E. of regression 1.203657 Akaike info criterion 3.407454
Sum squared resid 183.9965 Schwarz criterion 4.122763
Log likelihood -243.1150 Hannan-Quinn criter. 3.697823
F-statistic 9.035808 Durbin-Watson stat 2.680279
Prob(F-statistic) 0.000000
126

Hasil Lagrange Multiplier Test

Lagrange Multiplier Tests for Random Effects


Null hypotheses: No effects
Alternative hypotheses: Two-sided (Breusch-Pagan) and one-sided
(all others) alternatives

Test Hypothesis
Cross-section Time Both

Breusch-Pagan 31.83479 1.028636 32.86343


(0.0000) (0.3105) (0.0000)

Honda 5.642233 -1.014217 3.272502


(0.0000) -- (0.0005)

King-Wu 5.642233 -1.014217 0.682100


(0.0000) -- (0.2476)

Standardized Honda 6.426970 -0.770010 -0.512183


(0.0000) -- --
Standardized King-Wu 6.426970 -0.770010 -1.834255
(0.0000) -- --
Gourierioux, et al.* -- -- 31.83479
(< 0.01)

*Mixed chi-square asymptotic critical values:


1% 7.289
5% 4.321
10% 2.952
127

Tabel Cross Sectional Random Effect

Cross Sectional Random Effect


DI
RIAU -0.09258 YOGYAKARTA -0.32028 BALI -1.11147
SUMATERA KALIMANTAN
SELATAN -0.78184 JAWA TIMUR -0.47575 TENGAH 0.085984
SUMATERA SULAWESI
UTARA -0.30566 BANTEN -0.9564 UTARA 2.217693
NUSA
SUMATERA TENGGARA
BARAT -2.34704 BARAT -0.12791 MALUKU 1.105615
NUSA
TENGGARA MALUKU
BENGKULU 0.067615 TIMUR -0.49352 UTARA 0.989572
KALIMANTAN SULAWESI
LAMPUNG -1.18834 BARAT 0.201882 SELATAN 1.25889
KEP. BANGKA KALIMANTAN SULAWESI
BELITUNG -0.18644 SELATAN -0.88647 TENGGARA 1.782904
KALIMANTAN
JAWA BARAT -0.81907 TIMUR -0.78616 GORONTALO 0.284464
SULAWESI
JAWA TENGAH -1.10045 ACEH -1.0427 BARAT 0.02027
RIAU 0.216444 JAMBI 0.397886 PAPUA BARAT 1.393345
SUMATERA
SELATAN 2.656709 KEP. RIAU -0.78133 PAPUA 1.124124
128

DATA INDONESIA

ekspor non migas impor non migas


PDB PMDN PMA Total Tenaga Kerja
% Rp Triliun % Rp Triliun Rp Triliun Orang Juta US$ Juta US$

2012 6.03 92.2 71 221 313.2 112,504,868 1463390 1490221

2013 5.56 128.2 68 270.4 398.6 112,761,072 1442838 1304099

2014 5.01 156.1 66 307 463.1 114,628,026 1,290,023 1185226

2015 4.88 179.4 67 366 545.4 114,819,199 1,306,303 1179371

2016 5.02 216.3 65 396.5 612.8 118,411,973 1,294,286 1138660

Ekspor Impor Ekspor Neto Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung Total
US$ Ribuan Rupiah

186,487,972,269 191,703,087,469 (5,215,115,200) 101,468,624,588 77,977,219,171 179,445,843,759

179,162,799,961 186,639,283,329 (7,476,483,368) 109,747,735,878 94,000,696,054 203,748,431,932

171,666,545,625 178,174,144,665 (6,507,599,040) 123,757,686,233 95,577,183,625 219,334,869,858

147,637,487,028 142,694,483,785 4,943,003,243 143,155,765,704 103,885,713,143 247,041,478,847

143,189,347,350 135,629,221,441 7,560,125,909 163,490,438,349 125,268,379,070 288,758,817,419

Laju pertumbuhan
Penduduk Berumur
PDRB ADHK 33 Angkatan Kerja Bekerja
15 Tahun Ke Atas
Prov

206.51 176,873,832 119,849,734 112,504,868

201.34 179,967,361 120,172,003 112,761,072

179.37 182,992,204 121,872,931 114,628,026

191.09 186,100,917 122,380,021 114,819,199

178.33 189,096,722 125,443,748 118,411,973


129

DATA Per-Pulau
Pulau Sumatera

Variabel 2012 2013 2014 2015 2016

PMA 3,729,200,000 3,395,400,000 3,844,300,000 3,732,755,900 5,665,300,000

PMDN 14,256,300,000 22,913,800,000 29,887,900,000 37,751,200,000 39,823,500,000


Tenaga
Kerja 22,950,845 23,094,040 23,661,690 23,913,680 25,258,225

Ekspor 61,908,461,276 58,686,471,202 55,313,811,466 44,766,534,481 41,509,343,816

Impor 25,972,110,884 24,630,462,493 23,174,943,134 18,560,581,707 16,961,723,679


PDRB 60.63 53.64 49.35 39.08 44.97
Belanja
Pemerintah 42,551,584 47,745,978 49,212,973 52,046,483 61,424,516
Ekspor non
migas 343,382 313,671 240,883 284,166 277,938
Impor non
migas 72,909 62,761 73,748 70,836 40,545

Pulau Jawa

Variabel 2012 2013 2014 2015 2016

PMA 13,659,900,000 17,326,400,000 15,436,800,000 15,432,956,000 14,772,600,000

103,758,000,00 126,354,000,00
PMDN 52,693,000,000 66,495,600,000 97,057,200,000 0 0
Tenaga
Kerja 65,878,421 65,997,749 66,532,537 66,035,108 66,820,466

Ekspor 71,560,998,602 70,430,938,750 75,220,993,989 70,600,322,615 72,323,252,516

149,570,654,96 145,207,994,18 139,635,889,39 112,853,096,56 109,418,404,31


Impor 0 4 8 3 6
PDRB 37.21 35.73 32.81 32.19 32.66
Belanja
Pemerinta
h 82,611,133 93,966,463 102,863,260 119,796,563 147,026,879
Ekspor
non migas 751,660 794,513 831,577 777,658 794,696
Impor non
migas 1,355,233 1,189,184 1,066,480 1,059,649 1,048,891
130

Pulau Kalimantan

Variabel 2012 2013 2014 2015 2016

PMA 1,126,500,000 889,000,000 993,300,000 1,265,076,300 947,800,000

PMDN 3,167,800,000 4,400,300,000 468,900,000 2,893,700,000 2,647,300,000

Tenaga Kerja 6,388,423 6,378,865 6,540,960 6,671,599 7,060,933

Ekspor 988,168,247 749,334,880 626,886,827 1,751,412,043 1,867,293,066

Impor 536,313,686 757,107,079 527,800,598 306,782,966 347,560,802


PDRB 10.88 17.26 16.95 32.83 17.24
Belanja
Pemerintah 7,916,271 8,629,646 9,798,795 11,692,431 13,422,219
Ekspor non
migas 291,350 279,732 161,975 177,505 166,850
Impor non
migas 39,237 28,495 21,617 22,072 15,253

Pulau Nusa Tenggara dan Bali

Variabel 2012 2013 2014 2015 2016

PMA 3,208,600,000 2,727,600,000 4,565,300,000 5,611,935,100 2,427,900,000

PMDN 16,739,700,000 28,691,200,000 20,776,700,000 19,085,200,000 30,243,400,000


Tenaga
Kerja 6,750,125 6,731,082 6,925,927 6,764,027 7,082,339

Ekspor 44,129,567,046 40,816,694,813 34,154,571,267 24,164,770,137 20,466,674,084

Impor 12,252,129,461 12,876,890,244 11,523,438,078 7,593,809,340 5,066,957,561


PDRB 24.23 21.51 17.79 14.49 15.58
Belanja
Pemerintah 20,756,771 24,755,651 23,081,098 21,307,923 25,857,505
Ekspor non
migas 9,513 7,384 6,222 17,491 18,649
Impor non
migas 4,993 5,247 4,801 2,684 3,061
131

Pulau Sulawesi

Variabel 2012 2013 2014 2015 2016

PMA 1,333,200,000 2,735,500,000 1,525,800,000 1,441,874,900 2,224,400,000

PMDN 424,400,000 2,008,800,000 512,600,000 247,820,000 251,300,000

Tenaga Kerja 2,896,899 2,976,609 3,053,541 3,190,312 3,261,110

Ekspor 2,936,510,872 3,710,392,816 1,773,987,292 2,063,551,471 2,176,921,900

Impor 1,479,531,528 901,720,386 1,445,285,840 1,103,455,573 1,232,395,675


PDRB 19.49 27.51 21.16 23.2 25.26
Belanja
Pemerintah 13,754,247 15,647,824 18,940,334 23,365,465 18,506,340
Ekspor non
migas 38,969 35,681 32,375 29,106 32,818
Impor non
migas 10,036 13,988 10,881 17,252 21,880

Pulau Maluku dan Papua

Variabel 2012 2013 2014 2015 2016

PMA 1,507,000,000 1,498,100,000 2,055,700,000 1,560,423,000 2,765,000,000

PMDN 4,901,000,000 3,624,200,000 7,113,500,000 12,674,370,000 13,566,200,000

Tenaga Kerja 7,640,155 7,582,727 7,913,371 7,977,450 8,655,477

Ekspor 3,962,902,059 3,610,640,350 3,424,455,418 3,183,653,373 4,023,753,357

Impor 1,816,763,521 2,161,047,589 1,816,747,624 2,241,633,834 2,585,041,247


PDRB 54.07 45.69 41.31 49.3 42.62
Belanja
Pemerintah 11,855,838 13,002,870 14,796,044 16,939,017 19,788,078
Ekspor non
migas 28,516 11,857 16,991 20,377 3,335
Impor non
migas 7,813 4,424 7,699 6,878 9,030
132

Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Asing di 6 Pulau Indonesia

Pulau Pulau
PE PMA PE PMA
Sumatera Kalimantan

2012 60.63 3,729,200,000 2012 24.23 3,208,600,000

2013 53.64 3,395,400,000 2013 21.51 2,727,600,000

2014 49.35 3,844,300,000 2014 17.79 4,565,300,000

2015 39.08 3,732,755,900 2015 14.49 5,611,935,100

2016 44.97 5,665,300,000 2016 15.58 2,427,900,000


Pulau Pulau
PE PMA PE PMA
Jawa Sulawesi

2012 37.21 13,659,900,000 2012 54.07 1,507,000,000

2013 35.73 17,326,400,000 2013 45.69 1,498,100,000

2014 32.81 15,436,800,000 2014 41.31 2,055,700,000

2015 32.19 15,432,956,000 2015 49.3 1,560,423,000

2016 32.66 14,772,600,000 2016 42.62 2,765,000,000


Pulau
Pulau Bali
PE PMA Maluku PE PMA
Nusa
Papua

2012 10.88 1,126,500,000 2012 19.49 1,333,200,000

2013 17.26 889,000,000 2013 27.51 2,735,500,000

2014 16.95 993,300,000 2014 21.16 1,525,800,000

2015 32.83 1,265,076,300 2015 23.2 1,441,874,900

2016 17.24 947,800,000 2016 25.26 2,224,400,000


133

Penduduk Berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan tahun 2012 - 2016

2012 2013 2014 2015 2016


Jenis Kegiatan
Agustus Agustus Agustus Agustus Agustus

1 Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas 176 873 832 179 967 361 182 992 204 186 100 917 189 096 722
2 Angkatan Kerja 119 849 734 120 172 003 121 872 931 122 380 021 125 443 748
a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
67.76 66.77 66.60 65.76 66.34
(%)
b. Bekerja 112 504 868 112 761 072 114 628 026 114 819 199 118 411 973
c. Pengangguran Terbuka *) 7 344 866 7 410 931 7 244 905 7 560 822 7 031 775
d. Tingkat Pengangguran Terbuka (%) 6.13 6.17 5.94 6.18 5.61
3 Bukan Angkatan Kerja 57 024 098 59 795 358 61 119 273 63 720 896 63 652 974
a. Sekolah 14 549 659 14 630 852 16 769 494 16 734 963 15 922 029
b. Mengurus Rumah Tangga 34 127 548 36 036 779 36 019 249 38 203 701 39 335 203
c. Lainnya 8 346 891 9 127 727 8 330 530 8 782 232 8 395 742

Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah Desa Seluruh Indonesia, 2012-2016 (Ribu Rupiah)

Rincian 2012 2013 2014 2015 2016

I. PENDAPATAN/REVENUE 19 092 917 196 22 646 541 589 26 663 873 792 52 051 101 858 77 324 353 438
1 Pendapatan Asli Daerah 3 800 357 214 4 127 631 363 4 229 919 831 4 220 575 276 4 336 261 837
2 Bagi Hasil Pajak 458 091 038 533 091 496 756 548 850 1 464 682 924 1 753 793 195
3 Bagi Hasil Retribusi 79 889 567 98 908 379 156 006 280 208 283 275 309 592 320
4 Dana Perimbangan 6 731 128 726 8 082 794 628 10 242 392 456 22 846 743 586 29 348 764 389
5 Bantuan Keuangan 7 185 948 267 8 756 846 145 10 149 591 329 22 705 815 090 40 835 269 375
6 Hibah 587 125 282 732 958 316 719 553 297 449 752 950 488 529 297
7 Sumbangan dari Pihak Ketiga 250 377 102 314 311 262 409 861 749 155 248 757 252 143 025

Il. BELANJA 18 586 849 106 22 039 502 331 25 623 659 842 49 790 063 731 75 309 382 040

1 Belanja Pegawai 7 089 368 535 8 064 969 634 9 804 410 603 13 810 092 082 17 994 063 222
2 Belanja Barang dan Jasa 2 285 920 618 2 822 157 503 3 455 867 035 7 210 841 648 10 599 296 747
3 Belanja Modal 5 971 830 876 7 387 688 036 8 285 545 183 23 502 966 899 39 513 697 476
4 Belanja Subsidi 141 554 230 152 068 708 183 176 176 327 304 609 475 233 696
5 Belanja Hibah 590 216 733 970 497 912 814 249 474 959 567 572 1 308 834 960
6 Belanja Bantuan Sosial 1 118 118 592 1 116 894 225 1 236 342 114 2 143 352 196 3 150 568 552
7 Belanja Bantuan Keuangan 928 085 539 1 201 962 657 1 575 127 550 1 248 087 995 1 327 771 364
8 Pengeluaran Tidak Terduga 461 862 983 323 263 656 265 941 707 587 850 730 939 916 023
134

RATA-RATA Investasi Asing dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Indonesia selama 5 Tahun
(2012-2016)

Provinsi FDI / PE (%) PE (%)


ACEH 2.12 13.14
SUMATERA UTARA 5.61 27.92
SUMATERA BARAT 5.81 8.39
RIAU 2.28 40.16
JAMBI 5.96 9.36
SUMATERA SELATAN 5.28 63.93
BENGKULU 5.76 11.05
LAMPUNG 5.51 9.38
KEP. BANGKA BELITUNG 4.71 25.22
KEP. RIAU 6.50 44.44
DKI JAKARTA 6.05 35.70
JAWA BARAT 5.73 68.23
JAWA TENGAH 5.29 10.72
DI YOGYAKARTA 5.20 9.76
JAWA TIMUR 5.91 39.52
BANTEN 5.93 107.53
BALI 6.53 49.74
NUSA TENGGARA BARAT 7.28 96.46
NUSA TENGGARA TIMUR 5.23 8.05
KALIMANTAN BARAT 5.41 100.19
KALIMANTAN TENGAH 6.76 120.07
KALIMANTAN SELATAN 4.87 56.95
KALIMANTAN TIMUR 1.67 54.44
SULAWESI UTARA 6.37 27.63
SULAWESI TENGAH 9.94 209.51
SULAWESI SELATAN 7.72 22.20
SULAWESI TENGGARA 7.76 31.65
GORONTALO 7.12 13.44
SULAWESI BARAT 7.69 4.65
MALUKU 6.06 29.69
MALUKU UTARA 6.14 153.81
PAPUA BARAT 5.01 54.76
PAPUA 6.12 150.01

Anda mungkin juga menyukai