Anda di halaman 1dari 7

BILL OF LADING SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB

PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN


PENGIRIM DALAM PENGANGKUTAN LAUT
STUDI KASUS KEBAKARAN M.V. SINAR JOMBANG
Juneddy Sinaga
BAB I
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Interaksi sesama manusia dapat disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat

kelebihan atau adventage masing-masing sebagai akibat dari letak geografis,

kondisi alam yang membentuk dan hal-hal lainnya. Adanya perbedaan

adventage tersebut yang didukung dengan adanya tuntutan untuk memenuhi

keinginan dan kebutuhan menciptakan hasrat untuk saling mempertukarkan

masing-masing adventage-nya sehingga terjadilah perdagangan.

Perdagangan tidak dapat berdiri sendiri karena adventage yang

diperdagangkan terutama berupa barang berwujud membutuhkan

pengangkutan untuk memindahkan barang tersebut ke pihak yang akan

menerima. Pengangkutan berfungsi untuk memindahkan barang atau orang

dari suatu tempat ke tempat lain yang dimaksud untuk meningkatkan daya

guna dan nilai barang tersebut. Peningkatan daya guna dan nilai merupakan

tujuan dari pengangkutan, yang berarti bila daya guna dan nilai barang di

tempat baru tidak naik, maka pengangkutan itu merupakan suatu tindakan

yang merugikan. Subyek dari pengangkutan adalah pengangkut, yang

dimaksud dengan pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk

menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang, yang seluruhnya atau


1
sebagian melalui darat, udara maupun laut. Definisi tersebut dapat

dipersempit jika kita ingin mendefinisikan pengangkutan laut secara khusus

yaitu, pengangkut laut (ocean carrier) adalah orang yang mengikatkan diri
1
H.M.N. Purwosutjipto, S.H., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia III, Djambatan, Cetakan VII,
2008. Hlmn. 1.

1
BILL OF LADING SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB
PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN
PENGIRIM DALAM PENGANGKUTAN LAUT
STUDI KASUS KEBAKARAN M.V. SINAR JOMBANG
Juneddy Sinaga
untuk menyelenggarakan
Universitas pengangkutan
Gadjah Mada, 2014 | Diunduh barang atau orang, yang seluruhnya
dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

atau sebagian melalui laut.

Bill of Lading adalah surat yang diterbitkan oleh pengangkut (ocean carrier)

kepada Pengangkut (shipper) kepada siapa pengangkut (carrier) terikat

kontrak untuk mengangkut barang. Bill of Lading merupakan suatu instrumen

yang diterbitkan oleh pengangkut kepada pihak yang menyuruh mengangkut

yang berfungsi sebagai tanda terima untuk barang yang dikapalkan, sebagai

bukti dari perjanjian pengangkutan dan sebagai dokumen kepemilikan

barang. Mengacu kepada pengertian tersebut, salah satu fungsi B/L adalah

sebagai kontrak perjanjian antara pengirim dan pengangkut. 2 Perjanjian

multirateral yang mengatur B/L adalah International Convention for the

Unification of Certain Rules of Law Relating to Bills of Lading. Perjanjian ini

dikenal dengan The 1921 Hague Rules karena pada awalnya diajukan oleh

International Law Assosiation pada pertemuan di Hague tahun 1921 dan

Brussels Convention tahun 1924 karena direkomendasikan untuk

mengadopsi konfrensi diplomatik yang diadakan di Brussels tahun 1924.

Hague Rules telah direvisi secara intensif pada tahun 1968 oleh Brussels

Protocol, dan diamandemen pada tahun yang sama dan dikenal dengan

Hague Visby Rules. Bill of Lading (B/L) atau konosemen adalah dokumen

pengangkutan barang yang didalamnya memuat informasi lengkap mengenai

nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan pelabuhan

bongkar, rincian freight dan cara pembayaran, jumlah B/L yang harus

ditandatangani dan tanggal dari penandatanganan.3 B/L merupakan dokumen

2
Ray August, Don Mayer, Michael Bixby, International Business Law, Edisi V, Pearson Education, Inc.,
New Jersey, 2009. Hlmn. : 585
3
Capt. R. P. Suyono, M.Mar, Shipping, Pengangkutan Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut, Edisi IV,
Jakarta 2007. Hlmn. : 413.

2
BILL OF LADING SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB
PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN
PENGIRIM DALAM PENGANGKUTAN LAUT
STUDI KASUS KEBAKARAN M.V. SINAR JOMBANG
Juneddy Sinaga
yangUniversitas
sangat penting
Gadjah pada dariindustri
Mada, 2014 | Diunduh tranportasi atau distribusi barang,
http://etd.repository.ugm.ac.id/

pengangkutan barang melalui laut menggunakan Ocean Bill of Lading (Ocean

B/L) dan pengangkutan barang melalui udara menggunakan Airway Bill of

Lading (Air Way B/L) sebagai dokumen yang melindungi barang yang

diangkut. Halaman depan B/L memuat semua yang terkait dengan informasi

barang yang antara lain; siapa Shipper (pengirim), Consignee (penerima),

Notify Party atau address of arrival notice to (siapa saja yang ditetapkan

dalam L/C jika pembayaran menggunakan L/C), Carrier (pengangkut atau

perusahaan pelayaran), nama kapal yang mengangkut, tanggal

keberangkatan, pelabuhan pemuatan, dan informasi-informasi lainnya yang

berkaitan dengan barang.4 Konosemen adalah akta bertanggal dalam mana si

pengangkut menerangkan, bahwa dia telah menerima barang-barang tertentu

untuk diangkut ke suatu tempat tertentu dengan alamat tertentu pula,

selanjutnya menyerahkan barang-barang tersebut kepada seorang tertentu

(penerima), dengan disertai janji-janji (syarat-syarat) untuk menyerahkan

barang-barang itu. Dimana akta adalah surat yang ditandatangani, sengaja

dibuat untuk tanda bukti tentang adanya perbuatan tertentu.5

Bill of Lading mempunyai fungsi sebagai:6

1. Tanda terima barang atau muatan (document of receipt)

Bill of Lading berfungsi sebagai tanda terima barang untuk menyatakan

bahwa barang telah dimuat diatas kapal

4
John Sinyal, Shipping, Lembaga Pendidikan Dan Pelatihan Kepabeanan, 2005. Hlmn.: 20
5
H.M.N. Purwosutjipto, S.H., Ibid III. Hlmn. 208.
6
Capt. R. P. Suyono, M.Mar, Ibid III. Hlmn. : 413.

3
BILL OF LADING SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB
PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN
PENGIRIM DALAM PENGANGKUTAN LAUT
STUDI KASUS KEBAKARAN M.V. SINAR JOMBANG
Juneddy Sinaga
2. Dokumen Bukti
Universitas Gadjah Kepemilikan
Mada, 2014 | Diunduh dari(document of title)
http://etd.repository.ugm.ac.id/

Bill of Lading berfungsi bagi siapa yang dapat mengambil barang di

pelabuhan pembongkaran

3. Kontrak Pengangkutan (contract of carriage)

Bill of Lading berfungsi sebagai kontrak perjanjian bahwa barang atau

muatan akan dimuat diatas kapal hingga tempat tujuan.

Dikaitkan dengan fungsi B/L sebagai kontrak pengangkutan, halaman

belakang B/L memuat semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi semua

pihak yang terkait, juga memuat kondisi-kondisi tertentu yang menjadi acuan

para pihak saat mengapalkan atau mengirimkan barang melalui laut ketika

menuntut hak dan kewajibannya atau membatasi hak dan kewajibannya.

Menurut Purwosutjipto, perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal

balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan

dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang dari

suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim


7
mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan. Jelas bahwa dari

pengertian tersebut menyatakan adanya hak dan kewajiban yang timbul

sebagai akibat dari adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri yang

dibuktikan dengan adanya B/L sebagai akta kontrak antara pengangkut

dengan pengirim yang mana akta tersebut berisikan syarat dan ketentuan

yang mengandung hak dan kewajiban bagi para pihak yang harus dipatuhi

dan dilaksanakan oleh para pihak selama masa kontrak berlangsung.

B/L sebagai kontrak pengangkutan juga mengatur hal-hal yang berkaitan

dengan kerugian pengangkutan laut karena pengangkutan laut tidak terlepas

7
H.M.N. Purwosutjipto, S.H., Ibid. Hlmn. 2.

4
BILL OF LADING SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB
PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN
PENGIRIM DALAM PENGANGKUTAN LAUT
STUDI KASUS KEBAKARAN M.V. SINAR JOMBANG
Juneddy Sinaga
dari Universitas
risiko-risiko yang
Gadjah Mada, 2014 | berpotensi akan dihadapi pada saat perjalan dari
Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

pelabuhan pemuatan menuju pelabuhan tujuan. Potensi risiko yang dihadapi

pengangkutan laut jauh lebih tinggi dibanding jenis pengangkutan lainnya

karena transportasi laut membutuhkan waktu yang lebih lama dalam

melakukan pengiriman barang sehingga frekuensi peluang kemungkinan

terjadinya hal-hal yang tidak dikehendaki semakin besar. Resiko tersebut

dapat berupa adanya kemungkinan kejadian-kejadian alam berupa badai,

atau gejala alam lainnya, demikian pula adanya kejahatan-kejahatan manusia

yang berupa perompakan atau pembajakan di laut atau risiko-risiko lain yang

dapat terjadi dalam pengangkutan barang melalui laut yang menyebabkan

kapal gagal menghantarkan barang ke pelabuhan tujuan. Perjanjian

pengangkutan berupa B/L secara jelas telah mengatur risiko-risiko dan

dampaknya terhadap hak dan kewajiban serta pembatasan hak dan

kewajiban para pihak. Ketentuan-ketentuan dalam B/L menjadi acuan para

pihak untuk melakukan dan atau untuk tidak melakukan sesuatu ketika

terjadinya suatu kejadian atau risiko pengangkutan laut terjadi.

Dalam praktiknya, penulis menemukan kejadian dimana syarat dan ketentuan

dalam B/L tidak sepenuhnya dijadikan acuan dalam menuntut hak dan

kewajibannya atau membatasi hak dan kewajibannya pada saat terjadi suatu

kerugian pengangkutan laut. Disatu sisi ada pertimbangan lain bagi pihak

carrier untuk tidak secara sahih mengikuti syarat dan ketentuan dalam B/L,

disisi lain ada kekuatan lain selain kekuatan kepastian hukum dan mengikat

pada ketentuan B/L yang digunakan oleh shipper untuk menuntut hak dan

kewajiban atau untuk tidak membatasi hak dan kewajiban para pihak terkait.

Begitu pentingnya fungsi B/L dalam proses pengiriman barang melalui laut

khusunya fungsi B/L sebagai kontrak pengangkutan laut dan adanya praktik

5
BILL OF LADING SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB
PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN
PENGIRIM DALAM PENGANGKUTAN LAUT
STUDI KASUS KEBAKARAN M.V. SINAR JOMBANG
Juneddy Sinaga
di lapangan yang
Universitas Gadjah ternyata
Mada, tidak
2014 | Diunduh sepenuhnya mengindahkan ketentuan B/L
dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sebagai kekuatan hukum yang mengikat mengundang minat penulis untuk

melihat lebih jauh eksistensi B/L tersebut dalam aktual pelaksanaanya pada

industri pelayaran yang difokuskan pada fungsi B/L sebagai kontrak

pengangkutan.

B. Perumusan Masalah

Sesuai dengan judul yang telah dirumuskan yaitu “Bill of Lading Sebagai

Acuan Dasar Dalam Pelaksanaan Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap

Kerugian Pengirim Dalam Pengangkutan Laut” dan latar belakang yang telah

dijabarkan sebelumnya maka dapat dirumuskan permasalahan yang diangkat

dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah Bill of Lading dijadikan sebagai dasar acuan bagi pengangkut

dalam pelaksanaan tanggung jawab terhadap kerugian pengirim dalam

pengangkutan laut?

2. Bagaimana legitimasi penyelesaian tanggung jawab pengangkut terhadap

kerugian pengirim dalam pengangkutan laut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui bahwa Bill of Lading dijadikan atau tidak dijadikan

sebagai dasar acuan bagi pengangkut dalam pelaksanaan tanggung

jawab terhadap kerugian pengirim dalam pengangkutan laut.

2. Untuk mengetahui legitimasi penyelesaian tanggung jawab pengangkut

terhadap kerugian pengirim dalam pengangkutan laut.

6
BILL OF LADING SEBAGAI ACUAN DASAR DALAM PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB
PENGANGKUT TERHADAP KERUGIAN
PENGIRIM DALAM PENGANGKUTAN LAUT
STUDI KASUS KEBAKARAN M.V. SINAR JOMBANG
Juneddy Sinaga
D. Manfaat Penelitian
Universitas Gadjah Mada, 2014 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Penulis berharap kedepannya penulisan ini dapat dimanfaatkan sebagai:

1. Secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan

yang lebih kongkrit bagi penegak hukum khusunya dalam menangani

permasalahan hukum yang berkaitan dengan pertanggungjawaban para

pihak dalam proses pengangkutan laut, juga diharapkan dapat menjadi

sumbangan pemikiran terhadap hukum dagang Indonesia dan lebih

khusus lagi kedepannya dapat memberikan kontribusi dalam

pembentukan hukum maritim di Indonesia.

2. Secara praktis diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi praktisi

pelayaran, baik carrier, shipper, owner ataupun consignee maupun pihak

lainnya, yang dapat dijadikan sebagai masukan dalam membantu proses

pelaksanaan kerja pada praktik di lapangan.

Anda mungkin juga menyukai