Anda di halaman 1dari 8

6.6.

5 DAS Citanduy

Das Citanduy merupakan salah satu DAS prioritas di Jawa. Prioritas DAS ini disebabkan oleh
sedimentasi yang sangat besar pada bagian hilir Sungai Citanduy. Secara geografis wilayah
sungai Citanduy terletak pada posisi 1080 04‘ hingga 1090 30‘ Bujur Timur (BT) dan 70 03‘
hingga 70 52‘ Lintang Selatan (LS). DAS Citanduy terdiri dari 6 (enam) Sub, yaitu Sub DAS
Citanduy Hulu, Sub DAS Cijolang, Sub DAS Cikawung, Sub DAS Cimuntur, Sub DAS
Ciseel, Sub DAS Citanduy Hulu dan Sub DAS Segara Anakan (Gambar 6.83.)

Topografi DAS Citanduy berupa pegunungan di Bagian Utara dan daratan di Bagian Selatan
yang berbatasan dengan P. Nusakambangan. Sesuai dengan keadaan topografinya, maka
DAS Citanduy dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu, DAS bagian hulu, DAS bagian tengah
dan DAS bagian hilir

• DAS bagian Hulu

DAS bagian hulu berfungsi sebagai kawasan penyangga daerah tengah dan hilir. DAS bagian
hulu dicirikan sebagai daerah dengan tutupan lahan pegunungan dengan variasi topografi
dengan slope rata-rata 0,035 (curam), dan mempunyai curah hujan yang tinggi. Sub DAS
Citanduy yang termasuk dalam DAS bagian hulu yaitu, Sub DAS Citanduy Hulu, Sub DAS
Cimuntur, Sub DAS Cijolang.

• DAS bagian Tengah

DAS Citanduy bagian tengah memiliki panjang ± 60 km dengan topografi relatif landai
dengan slope rata-rata 0,006 (sedang). Sub DAS Citanduy yang berada pada DAS bagian
tengah yaitu, Sub DAS Ciseel dan Sub DAS Cikawung.

• DAS bagian Hilir

DAS bagian hilir dicirikan dengan topografi landai dengan slope rata-rata 0,0002 (landai),
dan curah hujan yang lebih rendah. Sub DASCitanduy yang berada pada DAS bagian hilir
yaitu, Segara Anakan dan sebagian Sub DAS Ciseel.

Gambar 6.83. Sub Das dari DAS Citanduy Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Citanduy
Tahun 2009

A. Karakteristik Lingkungan Fisik

Potensi sumberdaya air tidak lepas dari karakteristik lingkungan fisik yang terdiri dari jenis
dan formasi batuan penyusun, relief atau topografi, jenis tanah serta pemanfaatan lahan.
Masing-masing karakteristik lingkungan fisik tersebut akan mempengaruhi potensi
sumberdaya air yang dapat terlihat dari kuantitas maupun kualitas air di tiap daerah.
Karakteristik lingkungan fisik DAS Citanduy secara umum dibahas pada sub-bab berikut:

• Geologi

DAS Citanduy berada diantara dua sesar utama, yaitu sistem sesar Citanduy di sebelah
selatan dan sistem sesar Baribis di sebelah utara. Arah sesar pada umumnya mengarah ke
arah barat laut – tenggara dan timur – barat. Sesar arah barat laut – tenggara pada umumnya
lebih panjang dari arah timur barat (BBWS Citanduy, 2008). Bentuk sesar dapat terlihat pada
Gambar 6.85.

Gambar 6.84. Peta Jalur Sesar Jawa Barat

Perkembangan sistem pengaliran sungai di DAS Citanduy sangat dipengaruhi oleh pola
retakan (joint parrern) yang terbentuk akibat aktivitas tektonik dengan pergeseran sesar-sesar
Baribis dan sesar Citanduy. Daerah ini tergolong rawan gerakan tanah akibat dari kondisi
geologi (genesis) yang berbatuan lemah kembang-kerut (swelling shinking clays). Kondisi
fisik tersebut merupakan keterbatasan karakter genesis dalam keperluan tata ruang untuk
pengembangan wilayah. Jenis batuan penyusun berupa :

a. Perlapisan batulempung dari Formasi Pemali, berusia miosen bawah sampai tengah.
b. Selang-seling perlapisan batupasir, batulempung dan breksi dari Formasi Halang,
dengan massa breksi yang cukup tebal berada di bagian bawah; berusia miosen tengah
hingga Pliosen Bawah.
c. Breksi volkanik dari Formasi Cijolang berusia Pliosen, yang menutupi Formasi
Pemali dan Formasi Halang secara tidak selaras.
b.
d. Endapan volkanik Kuarter dari Gunung Sawal yang tidak selaras diatas semua
formasi bawahnya.
e. Endapan aluvium yang terdiri dari lempung dan lanau. Adanya lapisan batuan
aluvium disebabkan oleh pengendapan sedimen yang terbawa arus air setelah terjadi
banjir. Formasi batuan ini menyebar di daerah lembah yang memiliki elevasi yang
lebih rendah dengan kemiringan dasar sungai yang relatif kecil.

Formasi Pemali dan Formasi Halang telah terlipat-lipat dan tersesarkan. Sesar Baribis adalah
Sesar naik, kemudian pada Kala Pliosen-Pleistosen Sesar Citanduy bergeser mendatar
(Simandjuntak & Surono, 1982). Wilayah ini berada di dalam pengaruh pergerakan Sesar
Baribìs dan Sesar Citanduy yang sejak kala tersebut bergerak menganan (right lateral slip
faults), sehingga blok wilayah di antara kedua sesar mengalarni dampak gaya-gaya kopel
yang menyebabkan terbentuk retakan-retakan dan terbentuknya cekungancekungan depresi.
Gejala tersebut díkenal sebagai mekanisme pull apart basin.

Zona Depresi Citanduy berada pada wilayah tektonik aktif, yaitu suatu wilayah yang dibatasi
di selatan oleh Sistem Sesar Ciawi-Pangandaran dan batas utara oleh Sistem Sesar Baribis-
Majenang. Zona depresi ini berarah barat laut-tenggara, dengan panjang lebih dari 200 km
dan lebar lebih dari 50 km. Zona Depresi merupakan zona yang relatif datar dan rendah yang
terjadi karena merosok turun sehingga berelevasi lebih rendah dari wilayah sekitarnya. Zona
depresi ini terbentang luas mulai dari dataran Banjar sampai ke Cilacap, berarah barat laut-
tenggara sepanjang lebih dari 50 km dan lebar sekira 15 km, dibatasi sesar-sesar atau
patahan-patahan besar berarah N290oE – N310oE.

Segara Anakan merupakan salah satu produk kegiatan tektonik yang berada di dalam zona
depresi. Proses pembentukan wilayah perairan Segara Anakan terjadi karena berada pada
bagian yang rendah di bawah muka laut, termasuk Rawa Lakbok yang dahulu juga memiliki
kondisi ekosistem mangrove seperti Segara Anakan saat ini. Rawa Lakbok telah lama
menjadi daratan sebagai pedataran aluvium, dengan pematang-pematangnya dan batuan
dasarnya atau alasnya yang tersusun oleh batu pasir dari formasi tapak, berusia miosen atas –
Pliosen (terdapat jejak pelawangan atau muara). Mirip dengan kondisi Segara Anakan
sekarang dengan pematang dan batuan dasarnya berupa pugunungan-pegunungan selatan
termasuk Nusakambangan (dengan pelawangannya) dari formasi jampang, formasi pamali,
dan formasi pamutuan. Tiga formasi terakhir ini yang berusia jauh lebih tua oligo-miosen,
adalah alas atau batuan dasar yang berada jauh di bawah formasi tapak tersebut di atas
(Kastowo & Simanjuntak, 1979).

• Jenis Tanah

Secara umum jenis tanah dominan yang terdapat di DAS Citanduy berupa latosol dengan
bahan induk Tuff Vilkan yang sangat peka erosi. Jenis tanah ini mendominasi luasan Sub-
DAS. Jenis tanah akan berbeda sejalan dengan relief atau topografi yang berbeda. Tanah pada
lahan atas DAS Citanduy terdiri dari residu incesed yang terbentuk dari bahan vulkanis. Debu
vulkanis dan debris dari hasil letusan Gunung Galunggung tercampur dengan tanah ini. Jenis
tanahnya berupa kambisol, gleisol, latosol mediteran dan pedsolik merah kuning. Jenis tanah
pada elevasi yang lebih tinggi adalah andosol, sedangkan pada elevasi yang lebih rendah
berupa tanah latosol. Jenis tanah ini merupakan batuan induk yang selama ini tererosi dan
terangkut oleh aliran sungai dan akhirnya terendapkan di Segara Anakan.

• Hidrologi
Hidrolgi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke
atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Air berevaporasi,
kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan atau kabut. Setelah mencapai tanah,
siklus hidrologi terus bergerak secara kontinu dalam tiga cara yang berbeda:

a. Evaporasi/ transpirasi

Air yang ada dalam satu kawasan kemudian akan menguap ke angkasa (atmosfer) dan akan
menjadi awan. Pada keadaan jenuh uap air (awan) akan menjadi bintik-bintik air yang
selanjutnya akan turun (precipitation) dalam bentuk hujan, salju, es.

b. Infiltrasi/ Perkolasi ke dalam tanah

Air bergerak ke dalam tanah melalui celah dan pori-pori tanah menuju muka airtanah. Air
dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal
dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan.

c. Air Permukaan

Air bergerak diatas permukaan tanah dekat dengan aliran utama dan danau; makin landai
lahan dan makin sedikit pori-pori tanah, maka aliran permukaan semakin besar. Sungai-
sungai bergabung satu sama lain dan membentuk sungai utama yang membawa seluruh air
permukaan disekitar daerah aliran sungai menuju laut.

Air permukaan, baik yang mengalir maupun yang tergenang di sungai, danau, waduk dan
rawa maupun yang berada dibawah permukaan tanah akan terkumpul dan mengalir
membentuk sungai dan berakhir ke laut. Proses perjalanan air di daratan itu terjadi dalam
komponen-komponen siklus hidrologi yang membentuk sistem DAS.

Hubungan antara aliran ke dalam (In flow) dan aliran ke luar (out flow) di suatu daerah untuk
suatu periode tertentu dari proses sirkulasi air di lapangan dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan neraca air.Neraca merupakan persamaan antara jumlah air yang
diterima dalam satu sistem DAS dengan kehilangan air melalui proses evapotranspirasi
maupun keluaran dari outlet DAS itu sendiri.

Data yang digunakan untuk mengetahui neraca air DAS Citanduy adalah data potensial
evapotranspirasi dan curah hujan bulanan dan kapasitas simpanan airtanah. Output yang
diperoleh adalah informasi mengenai simpanan airtanah, kelebihan air serta aliran langsung
(run off). Parameter yang dihitung berdasarkan data curah hujan dan evapotranspirasi
potensial. Bila berkurangya curah hujan terhadap evapotranspirasi potensial bernilai negatif
maka akan terjadi pengurangan nilai kelembaban airtanah. kelebihan ai terjadi apabila curah
hujan dikurangi dengan evapotranspirasi potensial melebihi kapasitas medan. Kelebihan air
akan menjadi aliran permukaan dan aliran bawah permukaan serta infiltrasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rachmat (2007) mengenai ketersediaan airtanah di


DAS Citanduy, diketahui bahwa harga water surplus tidak pernah bernilai negatif untuk
periode Januari – Desember pada tahun 1993 dan 1998. Hal ini disebabkan karena curah
hujan selalu lebih besar daripada evapotranspirasi potensial yang terjadi. Nilai water surplus
terbesar terjadi pada pada bulan Febuari sebesar 436,71 mm/bulan, sedangkan harga
kelebihan air yang terkecil terjadi pada bulan September sebesar 66.13 mm/bulan.

• Pemanfaatan Lahan

Perubahan penutup dan penggunaan lahan di DAS Citanduy yang terlihat pada Gambar 6.86.
satelit landsat tahun 1991 dan 2003. Berdasarkan analisis pada citra satelit landsat diketahui,
terdapat 13 tipe penggunaan lahan. Penggunaan lahan dominan di DAS Citanduy berupa,
hutan tanaman (pinus dan jati), kebun campuran dan hutan alam. Hutan alam dan hutan
tanaman merupakan kawasan hutan negara (Hutan Lindung dan Hutan Suaka Alam). Kebun
campuran merupakan penggunaan lahan dengan berbagai spesies pohon (buah-buahan dan
kayu, sengon) terutama di lahan masyarakat. Sawah terutama dibudidayakan di dataran landai
di Sub DAS Segara Anak dan Citanduy hulu, diantara G. Sawal dan kompleks G.
Galunggung, G.Tlagabodas, G. Cakrabuana dan G. Sadakeling.

Gambar 6.85. Perubahan Penggunaan Lahan pada Citra Landsat


Sumber: Astyatika (t.t)

Hutan tanaman mengalami penurunan yang cukup tajam sebesar 31 900 ha (6.73%), yang
terjadi di semua Sub DAS. Sedangkan Kebun campuran mengalami peningkatan sebesar 34
157 ha (7.2%), terutama di Sub DAS di bagian Hulu (Sub Das Cimuntur, Citanduy Hulu,
Cijolang). Dari trend perubahan lahan periode 1991 – 2003, terdapat kecenderungan
peningkatan areal hutan alam, konversi hutan tanaman menjadi peruntukan lain dan ada
peningkatan areal kebun campuran. Secara lebih rinci terlihat pada Tabel 6.77.

Tabel 6.76. Rekapitulasi Perubahan Penggunaan Lahan DAS Citanduy

B. Potensi Sumberdaya Air

Potensi Sumberdaya air dapat dilihat dari potensi sumberdaya air permukaan dan potensi
sumberdaya airtanah. Potensi sumberdaya air permukaan terdiri dari sungai, situ, danau,
waduk, embung dan bendungan. Wilayah Sungai Citanduy dialiri oleh 17 anak sungai yaitu
Cirahong, Luwi Tanjong, Pataruman, Ciseel – Cilisung, Ciseel – Binangun, Ciseel –
Ciawilati, Cikawung, Cijolang – Cikadu, Cijolang – Bebedahan, Cinyirib – Magenggang,
Kali Cikuya – Suruh Sunda, Cikawung – Cukangleuleus, S. Cilemah Urug – Sadabumi,
Karangsari, Cimeneng – Gandrugmangu, Kawung Anten – Sarwodadi dan Cilisung –
Tanonjaya. Secara sistematis disajikan pada table berikut ini:

Tabel 6.77. Sungai di WS Citanduy

Sungai dengan Catchment Area terluas adalah sungai Pataruman yaitu seluas 1.162,80 km2
dengan debit rata-rata sebesar 8.75 m3/det. Sungai Pataruman berada pada Sub-DAS
Cijolang yang masuk dalam zona DAS bagian Hulu. Semkin ke bagian hilir debit aliran
sungai semakin melemah seperti di Kawung Anten – Sarwodadi yang berada di dekat muara
Sungai Citanduy hanya sebesar 0,47 m3/det.

Tabel 6.78. Daftar Situ di Wilayah Sungai Citanduy

Tabel 6.79. Daftar Embung di Wilayah Sungai Citanduy

Masyarakat memafaatkan potensi air permukaan untuk berbagai kepentingan seperti air baku
industi, air baku PDAM, usaha cuci mobil & motor, usaha perhotelan, usaha rumah makan,
usaha kolam renang, cukup berpotensi untuk dikembangkan. Volume air permukaan yang
potensinya dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan tidak kurang dari
6.227.259,00 m³ pertahun.

Sampai saat ini (Januari 2012) Balai PSDA WS Citanduy bersama-sama dengan UPPD (Unit
Pelayanan Pajak Daerah) Dispenda Provinsi Jawa Barat mencatat jumlah konsumen yang
memanfaatkan potensi air permukaan baik yang sudah mempunyai SIPA (Surat Ijin
Pemanfaatan Air), dan yang sedang/belum memproses SIPA adalah sebagai berikut :

Tabel 6.80. Pemanfaatan Potensi Air Permukaan oleh Perusahaan Bulan Januari 2012

Potensi airtanah di DAS Citanduy tidak lepas dari kondisi geohidrologinya. DAS Citanduy
terdiri dari 2 (dua) kawasan geohidrolog yaitu bagian hulu DAS dan bagian Hilir DAS.
Bagian hulu DAS Citanduy secara umum merupakan akuifer yang didominasi oleh akuifer
produktifitas sedang – tinggi dengan penyebaran yang luas dan banyak ditemukannya mata
air dengan debit < 10 – 500 lt/dt. Sedangkan, bagian hilir DAS Citanduy secara umum
merupakan akuifer yang didominasi oleh akuifer produktifitas rendah dan daerah langka air.

Berdasarkan data dari BBWS Citanduy potensi airtanah di DAS Citanduy dikelompokan
berdasarkan kecamatan yang masuk dalam sistem DAS. Potensi air bawah permukaan
dibedakan antara potensi airtanah dan potensi mata air. Potensi air bawah permukaan
tertinggi berada di Kecamatan Cijulang, baik dari potensi airtanah maupun dari potensi mata
airnya yaitu sebesar 13-32 l/dt/km2 untuk airtanah dan 5 – 100 l/dt untuk debit mata airnya.
Potensi airtanah terendah berada pada kecamatan Lakblok yaitu sebesar 9 lt/dt/km2. Secara
lebih rinci, potensi air bawah permukaan disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 6.81. Potensi Air Bawah Permukaan DAS Citanduy


C. Permasalahan Lingkungan

Permasalahan lingkungan di DAS Citanduy tidak lepas dari kondisi lahan yang mulai
terdegradasi yang ditunjukan oleh semakin menyusutnya penutup lahan yang berupa hutan.
Adanya degradasi lahan pada DAS Citanduy ditunjukan dengan semakin memburuknya
kondisi kualitas perairan baik dari segi fisik maupun kimianya. Tingkat kekeruhan air sungai
yang berwarna coklat kemerahan mengindikasikan semakin buruknya kualitas fisik perairan
DAS Citanduy. Hal ini dikarenakan oleh aliran sungai membawa beban sedimen yang luar
biasa. Permasalahan lingkungan DAS selanjutnya akan dibahas dengan membedakan
berdasarkan sumber pencemaran sumberdaya air DAS Citanduy dan sumber kerusakan
lingkungannya.

• Pencemaran Sumberdaya Air DAS Citanduy

Aktivitas kehidupan masyarakat di sekitar DAS yang sangat tinggi, telah menimbulkan efek
terhadap kondisi air DAS itu sendiri. Aktivitas-aktivitas tersebut dapat berupa kegiatan
pertanian, penebangan hutan, limbah rumah tangga maupun industri dan lain-lain. Aktifitas
tersebut mengakibatkan terganggunya kualitas bahkan kuantitas air. Permasalahan utama
yang dihadapi menyangkut sumberdaya air adalah kuantitas air yang berkualitas sudah tidak
dapat lagi memenuhi kehidupan masyarakat DAS.

Beberapa bentuk pencemaran air DAS yang banyak terjadi diantaranya:

1. Pencemaran oleh kegiatan pertanian Kegiatan pertanian baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi kualitas air, seperti penggunaan pupuk buatan yang
mengandung nitrogen dan fosfat yang tinggi. Limbah pertanian dari lahan sawah tersebut
kemudian mengalir ke sungai Citanduy yang lebih rendah.

2. Limbah rumahtangga

Masyarakat yang bermukim di DAS akan menghasilkan limbah rumahtangga (organik


maupun anorganik) yang dapat mempengaruhi kualitas air pada perairan sungai. Pada
umumnya warga yang membangun rumah tepat berada di pinggiran Sungai Citanduy masih
membuang limbah rumahtangga mereka ke sungai tersebut. Hal ini karena menurut mereka
lebih praktis jika dibandingkan dengan membakarnya untuk anorganik, sedangkan untuk
limbah organik pada umumnya pembuangan disalurkan ke sungai oleh warga yang bermukim
tepat di pingggir sungai.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh BBWS Citanduy terhadap 3 lokasi yang
berada di DAS Citanduy yaitu Pataruman, Tunggilis dan Panumbangan selama pemantauan,
tidak satu lokasipun yang kualitas airnya memenuhi kriteria baku mutu air kelas II, karena
tingginya kandungan koli tinja. Parameter lainnya yang tidak memenuhi kriteria umumnya
adalah kadar BOD. Demikian halnya dengan pengamatan yang dilakukan oleh BBWS
Citanduy yang disampaikan dalam rencana pola pengelolaan sumberdaya air Wilayah Sungai
Citanduy (2008) menyebutkan bahwa Sungai Cijolang Bantarheulang, Sungai Citanduy Hulu,
Sungai Banjar, Sungai Citanduy Pataruman dan Sungai Ciseel Bantarloa memeiliki kualitas
air yang sudah tidak sesuai untuk digunakan pada kelas 1 dan kelas 2 Tabel 6.82. Kualitas Air
Sungai DAS Citanduy.

Tabel 6.82. Kualitas Air Sungai DAS Citanduy


• Kerusakan Lingkungan

Beberapa permasalahan lingkungan terkait dengan potensi sumberdaya air di DAS Citanduy
berupa:

1. Tingginya Degradasi atau Rusaknya Lingkungan DAS

Perubahan tata guna lahan di DAS terutama di daerah catchment area tidak diimbangi dengan
usaha dan upaya konservasi. Diganggunya hutan pelindung lahan sebagai media penangkap
hujan menyebabkan air hujan sebagian besar menjadi run off dan langsung ke badan sungai
sehingga menyebabkan banjir dengan membawa erosi dan sedimentasi yang tinggi. Air hujan
yang meresap makin sedikit, maka tanah di lapisan bawah secara alami tidak lagi
menampung air (natural groundwater reservoir) maka pada musim kemarau terjadi
kekeringan. Semakin berkurangnya kawasan hutan juga dapat menambah jumlah kategori
luas lahan kritis di DAS. Terjadinya lahan-lahan kritis di DAS tidak saja menyebabkan
penurunan produktivitas tanah, tetapi juga menyebabkan rusaknya fungsi hidrologis DAS
dalam menahan, menyimpan dan meresapkan air hujan yang jatuh pada kawasan DAS yang
menyebabkan semakin menurunya kuantitas dan kualitas air sungai (sedimentasi sungai). Di
wilayah DAS Citanduy sendiri masih banyak terdapat lahan kritis, bahkan jumlahnya terus
bertambah seiring semakin berkurangnya luas hutan yang ada di DAS. Luas lahan kritis di
DAS Citanduy disajikan pada tabel berikut ini:

Tabel 6.83. Kondisi Lahan Kritis di DAS Citanduy Tahun 2009

Ciri utama lahan kritis adalah gundul, berkesan gersang, dan bahkan muncul batu-batuan di
permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam. Meluasnya
lahan kritis dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya tekanan penduduk, perluasan
areal pertanian yang tidak sesuai, perladangan berpindah, pengelolaan hutan yang tidak baik,
dan pembakaran yang tidak terkendali.

2. Sedimentasi tinggi

DAS Citanduy bagian hilir terdapat ekosistem mangrove unik (Segara Anakan) yang
terancam keberadaanya karena proses pendangkalan oleh sedimenasi Sungai Citanduy. Pada
tahun 1970 luas Segara Anakan diperkirakan 4580 ha, sedangkan pada tahun 2002
diperkirakan hanya tinggal 850 ha. Total Sedimentasi yang masuk ke Segara Anakan adalah
5.000.000 m3/tahun dan yang diendapkan di Laguna Segara Anakan adalah 1.000.000
m3/tahun. Laju penurunan luas laguna dari tahun 1984 hingga 2003 dapat terlihat pada
Gambar 6.87. dan Tabel 6.84

Gambar 6.86. Laju Penurunan Luas Laguna (Profil BBWS Citanduy)

Tabel 6.84. Luas dan Selisih Laguna Segara Anakan

3. Ancaman Degradasi Habitat dan Komunitas Mangrove

Peranan fungsi kawasan mangrove pada hakekatnya merupakan pengendali alamiah terhadap
lahan basah di bagian belakangnya. Terganggunya kawasan mangrove di Segara Anakan,
sebagai akibat dari genangan air tawar dan akumulasi sedimen yang dibawa oleh sungai dapat
menyebabkan kematian total terhadap jenis-jenis mangrove berakar lutut. Sedimentasi tanah
kapur yang terjadi akibat dari aktivitas pemanfaatan bahan baku semen menyebabkan sistem
perakaran mangrove menjadi terganggu. Lumpur berpasir yang menjadi persyaratan habitat
mangrove menjadi dangkal dan mengeras, hingga menyebabkan kematian mangrove secara
total, dan kini mulai digantikan oleh semak jenis-jenis wrakas dan gradelan. Terganggunya
komunitas mangrove pada zona ini, berpengaruh langsung terhadap semakin menjauhnya
batas pasang surut. Semakin jauh batas pasang surut, menyebabkan terhambatnya aliran air
sungai yang masuk ke laguna Segara Anakan, hingga menyebabkan lebih dari 10 tahun
sawah-sawah di daerah Sitinggil dan Kawunganten terendam, dan tidak produktif lagi
menjadi lahan pesawahan

4. Tingginya Kerusakan Infrastruktur Sumberdaya Air

Infrastruktur sumberdaya air rata-rata dibangun pada tahun 1970-1990 sehingga usia
bangunan sudah cukup tua, kemudian biaya rehabilitasi dan pemeliharaan masih belum sesuai
dengan kebutuhan di lapangan, serta perhatian dan partisipasi masyarakat dalam hal
pemeliharaan masih kurang maka hal ini mengakibatkan tingginya biaya investasi yang
diperlukan untuk merehabilitasi dan memelihara infrastruktur sumberdaya air. Sedimentasi
yang tinggi di DAS Citanduy juga menyebabkan bangunan sumberdaya air berkurang
fungsinya dan memperpendek umur pakainya seperti bangunan pelimpah banjir di Wanareja.

5. Menyempitnya Kapasitas Alur Sungai

Terganggunya kapasitas alur sungai seringkali diakibatkan oleh ulah manusia terutama
diperkotaan, digangunya daerah sempadan sungai dapat menyebabkan berkurangnya
kapasitas alur sungai untuk mengalirkan debit sehingga terjadi luapan air atau banjir.

Anda mungkin juga menyukai