HALAMAN JUDUL
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kedokteran Anestesiologi dan Reanimasi
Diajukan Oleh:
Bella Ardhilia Damayanti
J510185032
i
HALAMAN PENGESAHAN
Diajukan Oleh :
Bella Ardhilia Damayanti
J510185032
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari………………….
Penguji :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)
Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sectio cesarea didefinisikan sebagai tindakan pembedahan melalui dinding
abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin. Proses persalinan dengan
menggunakan metode sectio cesarea perlu perhatian yang lebih dan serius,
karena pada proses persalinan ini dapat menyebabkan risiko yang
membahayakan untuk keadaan ibu dan janin yang sedang dikandungnya. Salah
satu resiko yang dapat terjadi adalah perubahan hemodinamik tubuh ibu.
Kondisi pada ibu hamil alirah darah uterus secara langsung ditentukan oleh
tekanan darah maternal oleh karena itu bisa menyebabkan hipotensi akibat
anestesi spinal yang tidak dikelola dengan baik akan berpengaruh buruk pada
ibu dan fetus. Sehingga hal ini perlu pemantauan yang lebih dalam hal tekanan
darah dan denyut nadi selama proses sectio cesarea. Keadaan ini bisa diatasi
dengan pemberian loading cairan atau pemberian obat vasokonstriktor.
Penatalaksanaan sectio cesarea digunakan anestesi regional yang mana
anestesia spinal lah yang lebih banyak dipakai daripada anestesi epidural.
Anestesia spinal membuat pasien tetap dalam keadaan sadar sehingga masa
pulih lebih cepat dan dapat dimobilisasi lebih cepat. Zat anestesia pada
anestesia spinal yang masuk ke sirkulasi maternal lebih sedikit sehingga
pengaruh terhadap janin dapat berkurang. Pada umumnya, morbiditas ibu dan
janin lebih rendah pada prosedur anestesia spinal. Selain itu, anestesia spinal
lebih superior karena menunjukkan angka komplikasi yang lebih sedikit pada
beberapa kasus, seperti preeklampsia berat. Anestesia spinal juga menjadi
pilihan pada kasus plasenta previa karena perdarahan yang terjadi lebih sedikit
dibandingkan dengan bedah cesarea dengan anestesia umum. Pemberian
loading cairan dengan kristaloid maupun koloid sangat dianjurkan untuk
mengatasi masalah seperti diatas. Loading cairan yang biasa digunakan dalam
anestesia spinal cesarea adalah koloid. Koloid lebih baik dalam mencegah
perubahan hemodinamik, menurunkan angka kejadian mual, muntah,
1
2
2
BAB II
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
No.RM : 44.XX.XX
Jenis Kelamin : Perempuan
Masuk Tgl : 17 September 2018
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Gantiwarno, Matesih, Karanganyar
Diagnosis : G1P0A0 36 minggu dengan APH (Antepartum
Hemoragik) et causa Plasenta Previa Totalis
Dokter Anestesi : dr. Damai Suri, Sp.An.
Dokter Bedah : dr. Heryu Ristianto, Sp.OG.
B. ANAMNESIS
a. A (Alergy)
Pasien tidak ada alergi terhadap makanan, obat-obatan, dan tidak
menderita asma.
b. M (Medication)
Pasien tidak sedang menjalani pengobatan
c. P (Past Medical History)
Pasien memiliki tidak memiliki riwayat penyakit apapun.
d. L (Last Meal)
Pasien tidak puasa ≥ 6 jam
e. E (Elicit History)
Seorang wanita usia 22 tahun G1P0A0 datang ke RSUD Karanganyar
dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 06.20.
3
4
C. KELUHAN UTAMA :
Keluar darah dari jalan lahir
D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Seorang wanita usia 22 tahun G1P0A0 datang ke RSUD Karanganyar
dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 06.20. Keluarnya
darah makin lama makin banyak dan seperti gumpalan. Lalu pada pukul 06.45
pasien dibawa ke RSUD Karanganyar. Keluhan disertai dengan nyeri perut
yang makin lama makin berat. Kondisi umum pasien cukup, kesadaran
compos mentis.
E. ANAMNESIS SISTEM
Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-), nyeri
kepala (-)
Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
Gastro : Diare (-), kembung (+), konstipasi (+), mual (+)
Urologi : BAK nyeri (-)
Muskolo : Nyeri (-), atrofi otot (-), deformitas (-)
F. RIWAYAT HAID
Siklus menstruasi 31 hari, dengan durasi 4-5 hari
G. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
H. RIWAYAT PENYAKIT PADA EHAMILAN SEKARANG
Tidak Ada
I. RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Pasien memiliki riwayat makan 5 kali sehari. Pasien mengatakan akhir-
akhir ini nafsu makan meningkat. dalam satu hari pasien minum sebanyak
500cc air. BAK 2 kali sehari dan BAB 1x sehari. Pasien bekerja di sebuah
salon kecantikan dan merupakan peserta BPJS PBI.
5
K. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
1) Keadaan Umum : Baik
2) Kesadaran : Compos Mentis
3) Vital Sign :
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi Nafas : 20 x/ menit
- Frekuensi Nadi : 82 x/ menit
- Suhu : 37,3 o C
4) Kepala : Normocephal (+), sklera ikterik (-),
konjungtiva anemis (-/-), dispneu (-), napas cuping hidung (-),
5) Leher : Retraksi supra sternal (-), peningkatan JVP
(-), pembesaran kelenjar limfe (-)
6) Thorak
a. Paru
- Inspeksi :pergerakan dinding dada simetris, masa (-),
jejas (-), retraksi otot dada (-)
- Palpasi :fremitus dinding dada kanan dan kiri
simetris
- Perkusi : sonor
- Auskultasi: Suara dasar vesikuler, Wheezing (-/-),
Rhonki (-/-)
b. Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
- Perkusi : redup
- Auskultasi :Bunyi jantung I dan II murni
reguler, Murmur (-), Gallop (-)
6
2. Pemeriksaan Radiologi
a. USG
Kesimpulan :
Gambaran USG menunjukkan letak plasenta berada
dibawah menutupi ostium uteri internum.
M. DIAGNOSIS
Wanita 22 th G1P0A0 hamil 36 minggu dengan Antepartum Hemoragi
(APH) et causa Plasenta Previa Totalis
N. TERAPI
1. Medikamentosa
a. Dexamethason 5 x 1
b. Inbion 1 x 1
8
c. Nifedipin 1 x 1
d. Hystolan 3 x 1/2
e. Kalnex injeksi 3 x 1
2. Operatif : Sectio Caesarea Transperitonealis (SCTP)
O. KONSUL ANASTESI
Wanita 22 th G1P0A0 hamil 36 minggu dengan Antepartum Hemoragi (APH)
et causa Plasenta Previa Totalis yang akan dilakukan SCTP. Hasil
laboratorium, foto rontgen dan Vital sign terlampir.
Kegawatan Bedah : (+)
Derajat ASA : II E
Rencana tindakan anastesi : RA SAB
P. LAPORAN ANASTESI
Nama : Ny. A
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 22 tahun
No RM : 44.XX.XX
Diagnosa pra bedah : G1P0A0 hamil 36 minggu dengan Antepartum
Hemoragi (APH) et causa Plasenta Previa Totalis
Q. RENCANA ANASTESI
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
2. Jenis Anestesi : Regional Anestesi (Subarachnoid Block)
3. Premedikasi : - Ondansetron 3mg iv
4. Cairan : KristaloidTerastarch 500 ml
5. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
kedalaman Anestesi, cairan, perdarahan, dan produksi urin.
6. Perawatan pasca anestesi di ruang pulih sadar/ ruang pindah
7. Transfusi sebelumnya : tidak pernah transfusi darah
9
Intake Cairan :
a) RL
b) Terastarch
3. Recovery Room
Pasien sampai Ruang RR pukul 14.30 dalam posisi supine
(terlentang) dengan kepala ekstensi, pasien dalam keadaan sadar,
monitoring tanda vital diberikasn O2 2 liter/ menit lewat hidung. TD 90/58
mmHg, Nadi : 91x/m, RR : 20 x/m. Jam 14.45 pasien sadar penuh dan
dipindah ke Teratai 1.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Placenta Previa
1. Definisi Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian
segmen bawah rahim, sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan
lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat keluar melalui
vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester terakhir,
khususnya pada bulan kedelapan. Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi di segmen bawah rahim yang dapat memberikan dampak
yang sangat merugikan ibu maupun janin berupa perdarahan, prematuritas
dan peningkatan angka kesakitan dan kematian perinatal.
2. Insiden Plasenta Previa
Menurut Chalik (2008) plasenta previa lebih banyak terjadi pada
kehamilan dengan paritas tinggi, dan sering terjadi pada usia di atas 30
tahun. Uterus yang cacat juga dapat meningkatkan angka kejadian plasenta
previa. Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan angka
kejadian plasenta previa berkisar 1,7 % sampai dengan 2,9 %. Sedangkan di
negara maju angka kejadiannya lebih rendah yaitu kurang dari 1 % yang
mungkin disebabkan oleh berkurangnya wanita yang hamil dengan paritas
tinggi. Kejadian plasenta previa terjadi kira-kira 1 dari 200 persalinan,
insiden dapat meningkat diantaranya sekitar 1 dari 20 persalinan pada ibu
yang paritas tinggi.
3. Faktor Risiko dan Etiologi Plasenta Previa
Menurut Faiz & Ananth (2003) faktor risiko timbulnya plasenta
previa belum diketahui secara pasti namun dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa frekuensi plasenta previa tertinggi terjadi pada ibu yang
berusia lanjut, multipara, riwayat seksio sesarea dan aborsi sebelumnya
serta gaya hidup yang juga dapat mempengaruhi peningkatan resiko
timbulnya plasenta previa. Menurut penelitian Wardana (2007) yang
13
menjadi faktor risiko plasenta previa yaitu: 1. Risiko plasenta previa pada
wanita dengan umur 35 tahun 2 kali lebih besar dibandingkan dengan umur
< 35. 2. Risiko plasenta previa pada multigravida 1,3 kali lebih besar
dibandingkan primigravida. 3. Risiko plasenta previa pada wanita dengan
riwayat abortus 4 kali lebih besar dibandingkan dengan tanpa riwayat
abortus. 4. Riwayat seksio sesaria tidak ditemukan sebagai faktor risiko
terjadinya plasenta previa. Menurut Chalik (2008), yang menjadi penyebab
implantasinya blastokis pada segman bawah rahim belum diketahui secara
pasti. Namun teori lain mengemukakan bahwa yang menjadi salah satu
penyebabnya adalah vaskularisasi desidua yang tidak memadai, yang
mungkin terjadi karena proses radang maupun atropi.
4. Klasifikasi Plasenta Previa
Menurut Chalik (2008) plasenta previa dapat digolongkan menjadi
empat bagian yaitu:
1. Plasenta previa totalis atau komplit, adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis, adalah plasenta yang menutupi sebagian
ostium uteri internum.
3. Plasenta previa margianalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah, yang berarti bahwa plasenta yang berimplantasi
pada segmen bawah rahim yang sedemikian rupa sehingga tepi bawahnya
berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum.
Menurut Perisaei, Sheilendra, Pahay, Rian (2008) plasenta previa
dapat dibagi menjadi empat derajat berdasarkan scan pada ultrasound
yaitu:
1. Derajat I : plasenta sudah melampaui segmen terendah rahim.
2. Derajat II : plasenta sudah mencapai ostium uteri internum.
3. Derajat III : plasenta telah terletak pada sebagian ostium uteri internum.
4. Derajat IV : plasenta telah berada tepat pada segmen bawah rahim.
Menurut de Snoo dalam Mochtar (1998) klasifikasi plasenta previa
14
sudah berhenti atau sedikit sekali. Menurut Scearce, (2007) syarat terapi
ekspektatif yaitu:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d. Janin masih hidup.
2. Terminasi, dilakukan dengan segera mengakhiri kehamilan sebelum
terjadi perdarahan yang dapat menimbulkan kematian, misalnya:
kehamilan telah cukup bulan, perdarahan banyak, dan anak telah
meninggal. Terminasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
dengan cara ini maka pembuluh-pembuluh darah yang terbuka dapat
tertutup kembali (tamponade pada plasenta).
b. Dengan cara seksio sesarea, yang dimaksud untuk mengosongkan rahim
sehingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Selain
itu seksio sesarea juga dapat mencegah terjadinya robekan serviks dan
segmen bawah rahim yang sering terjadi pada persalinan pervaginam
(Mochtar, 1998). Persalinan seksio sesarea diperlukan hampir pada seluruh
kasus plasenta previa. Pada sebagian besar kasus dilakukan melalui insisi
uterus transversal. Karena perdarahan janin dapat terjadi akibat insisi ke
dalam plasenta anterior.
9. Komplikasi Plasenta Previa
Menurut Dutta (2004) komplikasi dapat terjadi pada ibu dan bayi
yaitu: Selama kehamilan pada ibu dapat menimbulkan perdarahan
antepartum yang dapat menimbulkan syok, kelainan letak pada janin
sehingga meningkatnya letak bokong dan letak lintang. Selain itu juga
dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Selama persalinan plasenta
previa dapat menyebabkan ruptur atau robekan jalan lahir, prolaps tali
pusat, perdarahan postpartum, perdarahan intrapartum, serta dapat
menyebakan melekatnya plasenta sehingga harus dikeluarkan secara
manual atau bahkan dilakukan kuretase. Sedangkan pada janin plasenta
18
previa ini dapat mengakibatkan bayi lahir dengan berat badan rendah,
munculnya asfiksia, kematian janin dalan uterus, kelainan kongenital serta
cidera akibat intervensi kelahiran.
10. Prognosis Plasenta Previa
Prognosis ibu pada plasenta previa dipengaruhi oleh jumlah dan
kecepatan perdarahan serta kesegeraan pertolongannya. Kematian pada ibu
dapat dihindari apabila penderita segera memperoleh transfusi darah dan
segera lakukan pembedahan seksio sesarea. Prognosis terhadap janin lebih
burik oleh karena kelahiran yang prematur lebih banyak pada penderita
plasenta previa melalui proses persalinan spontan maupun melalui
tindakan penyelesaian persalinan. Namun perawatan yang intensif pada
neonatus sangat membantu mengurangi kematian perinatal.
B. Anestesi Regional Anestesi Pada Sectio Cesarea Transperitoneal
Anestesi spinal adalah penyuntikan lokal anestesia pada L3-L4
dengan tujuan memasukkan lokal anestesia pada ruang subarachnoid
sehingga mendapatkan efek analgesia. Anestesi spinal lebih aman 16-17
kali dibandingkan anestesi umum. Anestesia spinal juga paling sering
digunakan pada bedah sesar dan menjadi pilihan utama pada pasien
kebidanan sekarang ini karena efek samping yang ditimbulkannya minimal
bagi ibu dan janin. Teknik ini adalah teknik yang sederhana yang dapat
dipelajari dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.
Ketika obat anestesi lokal disuntikkan ke ruangan subarachnoid
maka obat anestesi lokal akan menghambat konduksi impuls hampir
disetiap saraf yang dia kenai. Untuk beberapa saraf ada yang mudah
terblok dan ada yang sulit terblok. Ada 3 kelas saraf: motorik, sensorik dan
otonom. Biasanya otonom dan sensorik yang terblok terlebih dahulu
kemudian diikuti oleh motorik. Saraf motorik bertanggung jawab akan
kontraksi dari otot, dan bila di blok otot-otot akan relaks. Saraf sensoris
bertanggung jawab atas sensasi sentuhan dan nyeri. Sedangkan saraf
otonom bertanggung jawab atas dilatasi dari pembuluh darah, denyut nadi
dan pergerakan usus. Pada pasien yang dilakukan anestesi spinal dapat
19
cairan serebrospinal pada bayi dan neonatus relatif lebih tinggi dibanding
orang dewasa, sehingga membutuhkan dosis/kg yang relatif lebih besar untuk
menghasilkan block pada level yang sama.
Dosis yang direkomendasikan untuk anak-anak adalah sebagai berikut:
o 0,4 - 0,5 mg/kgBB, untuk bayi dengan BB > 5 kg
o 0,3 - 0,4 mg/kgBB, untuk anak-anak dengan BB 5 - 15 kg
o 0,25 - 0,3 mg/kgBB, untuk anak-anak > 15 kg
Injeksi spinal hanya boleh diberikan jikan ruang subarachnoid sudah
teridentifikasi secara jelas dengan ditandai keluar dan menetesnya cairan
serebrospinal yang jernih, atau terdeteksi oleh aspirasi cairan serebrospinal.
Larutan harus segera digunakan setelah ampul terbuka dan sisanya harus dibuang.
22
BAB IV
PEMBAHASAN
V KESIMPULAN
24
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Patricia D.Nova. Kamus Saku Kedokteran Dorland. 25th ed. Jakarta. EGC; 1998.
P975 .
Soenarjo,dkk. Teknik Anestesi Spinal dan Epidural. In: Soenarjo, Heru Dwi
Jatmiko (eds.)Anestesiologi. 1st ed. Semarang: Ikatan Dokter Spesialis
Anestesi dan Reanimasi Cabang Jawa - Tengah ; 2010. P285-294