Tugas Teknologi Bersih
Tugas Teknologi Bersih
Anggota Kelompok:
FAKULTAS TEKNIK
2019
PENERAPAN TEKNOLOGI PRODUKSI BERSIH
1. PENDAHULUAN
Penerapan prinsip-prinsip teknologi produksi bersih merupakan upaya
mengurangi beban biaya untuk memenuhi peraturan pengelolaan lingkungan,
karena jumlah limbah yang mungkin terbentuk relative berkurang dari jumlah
limbah apabila tidak menerapkannya. Dalam banyak contoh biaya pengelolaan
limbah dapat dieliminasi dengan diterapkannya teknologi produksi bersih.
Pengurangan limbah melalui teknologi produksi bersih juga dapat meningkatkan
produksi serta meningkatkan daya saing industri.
Penerapan produksi bersih di Indonesia dalam rangka meningkatkan daya
saing industri juga berlaku untuk jenis industri elektroplating. Dalam proses
produksinya, jenis industri ini selain menghasilkan limbah yang berupa logam
berat (heavy metal) juga menghasilkan limbah B3. Untuk meminimisasi
terjadinya pencemaran lingkungan, industry elektroplating seyogyanya
menerapkan produksi bersih, sehingga efisiensi dan efektifitas dalam proses
produksinya dapat dioptimalkan.
Industri yang menghasilkan peralatan rumah tangga seperti kompor, lampu,
berbagai bentuk ember, panci, sendok dan sebagainya, lebih dari 90 % bahan
bakunya adalah logam berbentuk plat. Besi berbentuk plat tersebut dipotong baik
dengan alat mekanis maupun dengan cara dipanasi, lalu dibentuk dengan cara
dipress sesuai dengan matras yang sudah ditentukan. Setelah itu logam besi
dipoles secara bertingkat (dari mesin polish yang paling kasar untuk membuang
kerak besi hingga yang mesin polish yang paling halus) sehingga didapatkan hasil
polesan yang halus dan mengkilat. Proses selanjutnya adalah pelapisan baik
menggunakan teknologi electroplating (lapis nikel ataupun nikel-krom) atau dicat
menggunakan serbuk enamel.
Proses pelapisan yang umumnya dikerjakan terhadap logam adalah pelapisan
dengan menggunakan bahan kimia dari garam-garam pelapis, misalnya : Cuprous
Cyanide, Nikel Sulphat, Nikel Clorida, Chromic Acid, dan sebagainya (Polution
Control Facilities For Small Electro Plating Plants). Pelapisan ini dilakukan
secara bertingkat untuk menekan biaya produksi mengingat bahan pelapis ini
sangat mahal dan kadang-kadang harus didatangkan dari luar negeri. Umumnya
sebelum dilapis benda kerja dibebaskan dari minyak lemak yang menempel
padanya. Disini diperlukan larutan yang bersifat basa. Setelah bersih kemudian
benda kerja dicuci dengan menggunakan asam dan kemudian masuk ke unit
pelapisan. Lapisan pertama adalah lapisan tembaga dengan diri benda kerja
setelah dicelup akan berwarna kemerahan. Lapisan kedua adalah lapisan nikel
yang berwarna putih, kemudian lapisan terakhir adalah lapisan khrom yang
berwarna putih mengkilat dan mempunyai daya tahan yang baik terhadap korosi.
Warna khrome yang mengkilat juga akan menambah daya tarik tersendiri bagi
para konsumen.
Saat ini pemerintah melalui industri terkait telah membuat rambu-rambu yang
harus ditaati oleh kalangan industri. Baku mutu limbah daur industry
elektroplating yang dibuat pemerintah dapat dilihat
pada “Tabel (1)”.
(Sumber: Keputusan Gubernur KDH Tk. I Jawa Timur, Nomor:136 tahun 1994)
Produsen sendiri harus selalu proaktif dalam menangani masalah pencemaran ini
dengan komitmen produksi yang berwawasan lingkungan.
Usaha yang dapat dilakukan, antara lain adalah membentuk atau menambah
tugas/tanggung jawab divisi Research and Development (R&D) yang selain untuk
melakukan pengembangan proses tetapi juga untuk melakukan penelitian atau
rekayasa mendaur ulang / treatment hasil samping industrinya. Selain itu juga
dapat bekerjasama dengan instansi yang diberi kewenangan atau yang mempunyai
kemampuan dalam menangani hal tersebut.
Proses pelapisan dengan proses elektroplating yang bertujuan untuk
mempertahankan bentuk dan menjaga keawetan produk dihasilkan limbah cair
yang banyak mengandung unsur-unsur berbahaya seperti disebutkan diatas yakni
unsur Cu, Ni dan Cr, CN, Zn dan sebagainya. Unsur-unsur ini dikenal sebagai
unsur B-3 (Beracun dan Berbahaya), karena unsur ini bersifat karsinogenik [3].
Unsur-unsur tersebut harus dipisahkan dengan cara diikat menggunakan
bahan kimia lain/koagulan sehingga akan berbentuk sebagai hidroksida dan
kemudian diendapkan dengan penambahan flokulan. Misalnya chrom bervalensi
enam yang sangat berbahaya harus dirubah menjadi chrom bervalensi tiga. Proses
reduksi ini dapat dilakukan misalnya dengan Sodium Meta Bisulfat dengan dosis
dan kondisi tertentu mengikuti reaksi / (Cahyono, 2003):
Unsur-unsur kimia yang lain dapat diendapkan dengan prinsip yang sama.
Pengendapan ini berlangsung lamban dan hal inilah yang menyebabkan kebutuhan
lahan semakin besar. Hal tersebut dapat dihindari jika diterapkan proses filterisasi
bertekanan pada air limbah. Pendangkalan sungai sekitar lokasi pabrik dapat
terjadi bila air limbah yang telah ditreatmen langsung dibuang ke badan air
penerima tanpa melalui tahap filterisasi hal ini sering dilakukan oleh perusahaan
yang kehabisan lahan untuk tempat penampungan lumpur. Selain polutan tersebut
diatas, limbah cair industri logam biasanya juga mengandung minyak solar/IDO.
Minyak dan lemak tersebut juga harus dipisahkan dahulu secara proses fisika saja
atau dengan bahan kimia tertentu. Setelah limbah kehilangan unsur polutannya
maka ia dapat dilepas ke badan air penerima atau dipergunakan lagi dalam proses
produksi sehingga akan memperkecil pemakaian air segar yang pada akhirnya
dapat menekan biaya pruduksi. [4].
2.2. Keuntungan
Keuntungan yang diperoleh dengan menerapkan konsep produksi bersih
antara lain adalah:
a. Penggunaan sumberdaya alam dan energi secara lebih efektif dan efisien.
b. Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar dan atau
limbah.
c. Mencegah berpindahnya pencemar dari satu media lingkungan ke media
lingkungan lainnya.
d. Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan.
e. Meningkatkan usaha kebersihan (“Good Housekeeping”) dan efisiensi.
f. Perubahan dalam proses untuk mereduksi emisi dan limbah.
g. Penggunaan kembali dan daur ulang di dalam proses.
h. Memformulasikan dan mendisain kembali produk.
i. Mensubstitusi atau mengurangi pemakaian bahan kimia mengandung B3.
j. Penggunaan bahan baku dan energi yang lebih efektif dan efisien.
k. Perubahan sikap dan perilaku dalam manajemen pengelolaan lingkungan.
5. Pelapisan Seng
a. Modifikasi praktek pengoperasian
b. Pengambilan kembali larutan
c. Penggantian bahan
d. Proses alternative
6. Pelapisan Seng
a. Proses alternatif
b. Peningkatan proses
c. Pengontrolan air pembilas
d. Kontrol dan perawatan larutan pelapis
e. Recovery/recycle bahan kimia ditempat
f. Recovery di luar lokasi
7. Pelapisan Kadmium
a. Praktek operasi yang baik
b. Pembilasan arus balik
c. Penggantian proses
d. Sistem recovery
8. Pelapisan Anodisasi
a. Mengurangi penggunaan senyawa kromium
b. Penerapan perbaikan proses untuk mengurangi proses pengelupasan
atau pengerjaan ulang
c. Pengontrolan air pembilas
d. Penerapan recovery/recycle bahan kimia ditempat
9. Pengelupasan (Stripping)
a. Praktek pengoperasian yang baik
b. Alternatif penggunaan teknologi
c. Penguapan Atmosferik
d. Penguapan Atmosferik dan penukar Ion
e. Penukar ion
4.3 Pembilasan
Terdapat 2 (dua) metode untuk mengurangi penggunaan air:
1. Peningkatan efisiensi pembilasan
a. Turbulensi antara benda kerja dan air pembilas
b. Menambah waktu kontak antara benda kerja dan air pembilas
c. Meningkatkan volume air selama waktu kontak untuk mengurangi
konsentrasi bahan kimia yang tercuci dari benda kerja
2. Pengendalian Aliran Air
a. Pemakaian alat pegendali kecepatan air
b. Pemakaian alat pengendali aliran secara konduktivitas
2 Penghilangan HCl/H2SO4 10
karat
5 Pembilasan Air 15
6 Pengeringan 60
9 Pembilasan Air 15
10 Pengeringan 60
11 Pemeriksaan 30
12 Produk Jadi
Penimban- 15
gan emas/
perak
3 Pelapisan nikel 5/dm2 7x
4 Pencucian 60 75 240
Pembilasan 15
5 Pelapisan 2/dm2 7x
emas/perak
6 Pencucian 60 75 240
Pembilasan 15
7 Pengeringan 60 60 240
DAFTAR PUSTAKA
1. Altemayer. F, Introduction to Technology of Metal Finishing and Electroplating
Processes, Jakarta, Indonesia, Workshop conducted by World Environment
Center, Bappedal, United States Agency for International Development, 1993.
2. Bappedal and USAID, Buku Panduan Pelatihan Produksi Bersih, Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan in Coorperation with United States Agency
for International Development through Indonesia Cleaner Production (ICIP)
Programme, 1997.
3. Bennett. P, Assesment of the Metal Finishing and Planning Industry Source
Reduction Planning Efforts, California Environmental Protection Agency,
Departemen of Toxic Substances Control, Office of Pollution Prevention and
Technology Development, 1996.
4. Cahyono. H.B, Lingkungan dan Industri Logam, Surabaya, ProRistand Indag,
2003.
5. Depperindag, Buku Panduan Produksi Bersih Industri Elektroplating,
Puslitbang Sumberdaya, Jakarta, Wilayah Industri dan Lingkungan Hidup
bekerjasama dengan Balai Besar Industri Kimia (BBIK)-Depperindag, 1998.
6. Sunaryo, S and Asmi, F, Efisiensi Produksi Melalui Penerapan Teknologi
Produk Bersih pada Industri Elektroplating, Jakarta, Buletin Ilmiah Litbang
Indag, No. 09.1.99.53, 1999.
7. US. Environmental Protection Agency, Waste Minimization for Metal
Fabrication and Metal Finishing, Denver, US Environmental Protection
Agency Workshop Region 8, 1990.