Anda di halaman 1dari 26

BAB II

PELAKSANAAN KEGIATAN

2.1 Tinjauan Pustaka


Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan
pada empat program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi,
penurunan prevalensi balita pendek (stunting), pengendalian penyakit
menular dan pengendalian penyakit tidak menular. Upaya peningkatan
status gizi masyarakat termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi
salah satu prioritas pembangunan nasional yang tercantum di dalam sasaran
pokok Rencana Pembangunan jangka Menengah Tahun 2015 – 2019. Target
penurunan prevalensi stunting (pendek dan sangat pendek) pada anak baduta
(dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019).

Diperkirakan terdapat 162 juta balita pendek pada tahun 2012, jika
tren berlanjut tanpa upaya penurunan, diproyeksikan akan menjadi 127 juta
pada tahun 2025. Sebanyak 56% anak pendek hidup di Asia dan 36% di
Afrika (www.who.int). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mengenai
prevalensi balita pendek di Indonesia adalah persentase status gizi balita
pendek (pendek dan sangat pendek) di Indonesia Tahun 2013 adalah 37,2%,
dan telah terjadi penurunan pada tahun 2018 adalah 30,8%. Khususnya pada
Jawa Barat terjadi penurunan angka kejadian balita pendek meskipun belum
maksimal, di Jawa Barat tahun 2013 adalah sekitar 34% dan telah terjadi
penurunan menjadi 30,8%
Pada tahun 2015 Kementerian Kesehatan melaksanakan Pemantauan
Status Gizi (PSG) yang merupakan studi potong lintang dengan sampel dari
rumah tangga yang mempunyai balita di Indonesia. Hasil mengenai
persentase balita pendek menurut hasil PSG 2015, sebesar 29% balita
Indonesia termasuk kategori pendek, dengan persentase tertinggi juga di
Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat. Menurut WHO,
prevalensi balita pendek menjadi masalah kesehatan masyarakat jika
prevalensinya 20% atau lebih. Karenanya persentase balita pendek di
Indonesia masih tinggi dan merupakan masalah kesehatan yang harus
ditanggulangi. Dibandingkan beberapa negara tetangga, prevalensi balita
pendek di Indonesia juga tertinggi dibandingkan Myanmar (35%), Vietnam
(23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%)(UNSD, 2014).
Global Nutrition Report tahun 2014 menunjukkan Indonesia termasuk
dalam 17 negara, di antara 117 negara, yang mempunyai tiga masalah gizi
yaitu stunting, wasting dan overweight pada balita.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor


1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang
didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted
(pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting)
dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi
badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada di bawah
normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan
panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan
standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun
2005, nilai z-scorenya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek
jika nilai z-scorenya kurang dari -3SD.

Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis,


dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita,
termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi
lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi
berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan.

Oleh karenanya upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk


mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi
spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak
langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan
70% nya merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan
berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan
sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan sebagainya.

Upaya intervensi gizi spesifik untuk balita pendek difokuskan pada


kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu
Menyusui, dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan balita pendek yang
paling efektif dilakukan pada 1.000 HPK. Periode 1.000 HPK meliputi yang
270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama setelah bayi yang
dilahirkan telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang
menentukan kualitas kehidupan. Oleh karena itu periode ini ada yang
menyebutnya sebagai "periode emas", "periode kritis", dan Bank Dunia
(2006) menyebutnya sebagai "window of opportunity". Dampak buruk yang
dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode tersebut, dalam jangka
pendek adalah terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan
pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. Sedangkan
dalam jangka panjang akibat buruk yang dapat ditimbulkan adalah
menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya
kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya
penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah,
kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas kerja yang tidak
kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi. Upaya
intervensi tersebut meliputi:

1) Pada ibu hamil


a. Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik
dalam mengatasi stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang
baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat kurus atau
telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu
diberikan makanan tambahan kepada ibu hamil tersebut.
b. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90
tablet selama kehamilan.
c. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit

2) Pada saat bayi lahir


a. Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi
lahir melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
b. Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja
(ASI Eksklusif)
3) Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
a. Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping
ASI (MP-ASI). Pemberian ASI terus dilakukan sampai bayi
berumur 2 tahun atau lebih.
b. Bayi dan anak memperoleh kapsul vitamin A, imunisasi dasar
lengkap.
4) Memantau pertumbuhan Balita di posyandu merupakan upaya yang
sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan
pertumbuhan
5) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap
rumah tangga termasuk meningkatkan akses terhadap air bersih dan
fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan. PHBS
menurunkan kejadian sakit terutama penyakit infeksi yang dapat
membuat energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan
tubuh menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan
terhambatnya pertumbuhan. Walaupun remaja putri secara eksplisit
tidak disebutkan dalam 1.000 HPK , namun status gizi remaja putri atau
pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan
kehamilan dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu.

2.2 Profil Puskesmas dan Analisis Situasi


1.1.1 Dasar Hukum, Visi, dan Misi
A. DASAR HUKUM
 Permenkes No 75 tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
 Permenkes No 39 Tahun 2014 tentang Pedoman penyelenggaraan
pelaksanaan Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga
 Permenkes No 44 Tahun 2016 tentang Manajemen Puskesmas
 Permenkes No 43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan
 Peraturan Presiden No. 42 Tahun 2013 Tentang Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi yang mengintegrasikan pelayanan
kesehatan, terutama kesehatan ibu dan anak, dan pengendalian
penyakit dengan pendekatan berbagai program dan kegiatan yang
dilakukan lintas sektor.
 Presiden Nomor 83 tahun 2017 tentang Kebijakan Strategis Pangan
dan Gizi
 Peraturan Menteri PPN/Kepala bappenas Nomor 1 Tahun 2018
tentang Pedoman Rencana Aksi Nasional Pangan dn Gizi
 Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan
Pecapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).
B. VISI UPTD PUSKESMAS KARANGSARI
“Sebagai Pusat Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas”
C. MISI UPTD PUSKESMAS KARANGSARI
Untuk mencapai misi yang ditetapkan, maka UPTD Puskesmas Karangsari
menetapkan misi sebagai berikut :
1. Meningkatkan Mutu Pelayanan yang sesuai standar
2. Memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat
3. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat

1.1.2 Data Geografi


Puskesmas Karangsari terletak di Desa Karangsari Kecamatan
Weru Kabupaten Cirebon. Letak Puskesmas Karangsari berada di sebelah
utara Kota Sumber yang merupakan ibu kota kabupaten Cirebon. Jarak
antara Puskesmas Karangsari dengan kota Sumber yaitu 10 km dan dapat
ditempuh dengan angkutan kota.
Puskesmas Karangsari merupakan satu-satunya puskesmas yang
ada di wilayah Kecamatan Weru. Sehingga keberadaannya sangat
dibutuhkan oleh seluruh masyarakat kecamatan Weru.
Hampir sebagian desa-desa di wilayah kerja puskesmas Karangsari
adalah desa industri. Industri yang ada di wilayah kerja Puskesmas
Karangsari dimulai dari industri kecil sampai dengan industri menengah
dengan pasar domestik dan internasional. Industri-industri kecil berupa
home industri yang rata-rata bergerak dalam usaha makanan. Sedangkan
industri sekala menengah yang berorintasi ekspor adalah industri rotan dan
batik.
Puskesmas Karangsari teletak di Jalan Ki Sabalanang Nonor 1
Desa Karangsari Kecamatan Weru Kabupaten Cirebon Provinsi Jawa
Barat. Puskesmas Karangsari merupakan Puskesmas satu-satunya di
kecamatan Weru. Puskesmas Karangsari memiliki luas wilayah sama
dengan luas wilayah Kecamatan Weru dengan luas 9,2 km 2 Posisi wilayah
Puskesmas Karangsari sangat strategis di tengah-tengah wilayah
Kabupaten Cirebon.
Posisi Kabupaten Cirebon yang didalamnya terdapat puskesmas
Karangsari terletak diantara 06o 30’ sampai dengan 07o 00’ Lintang Selatan
(LS) dan diantara 108o 20’ sampai dengan 108 o
50’ Bujur Timur (BT).
Jarak terjauh dari arah Barat ke Timur sepanjang 54 Km dan Utara ke
Selatan sepanjang 39 km. UPT Puskesmas Karangsari merupakan
Puskesmas yang berada di wilayah kecamatan Weru Kabupaten Cirebon
dengan luas wilayah kerja sebesar 9.2 Km².
Puskesmas Karangsari mempunyai 9 Desa binaan yaitu :
1. Desa Karangsari
2. Desa Kertasari
3. Desa Megu Cilik
4. Desa Megu Gede
5. Desa Setu Kulon
6. Desa Setu Wetan
7. Desa Tegalwangi
8. Desa Weru Kidul
9. Desa Weru Lor
Dengan batas-batas wilayah kerja sebagai berikut :
 Sebelah Barat berbatasan dengan : Puskesmas Lurah
 Sebelah Utara berbatasan dengan : Puskesmas Plered
 Sebelah Timur berbatasan dengan : Puskesmas Watubelah
 Sebelah Selatan berbatasan dengan : Puskesmas Sumber
Tabel 2.1

Situasi Geografis Di Wilayah Puskesmas Karangsari


Kondisi Rata-rata
Luas Jml Keterjangkauan Waktu
Kualifik
Wilaya Rt/R Tempuh
Desa a Desa
h w Ke
s
(Km²) Puskesmas
i Rod Rod Jala Roda Rod
D a2 a4 n 2 a4
e Kaki
s
a

Karangsari 1.20 Desa 38/6    3’ 5’

Kertasari 1.23 Desa 13/6    3’ 5’

Megu Cilik 1.44 Desa 16/3    10’ 10’

Megu Gede 1.37 Desa 23/4    15’ 20’

Setu kulon 0.85 Desa 12/4    15’ 20’

Setu wetan 0.77 Desa 15/5    15’ 20’

Tegalwangi 1.25 Desa 34/8    5’ 10’

Weru Kidul 0.54 Desa 19/7    15’ 20’

Weru Lor 0.54 Desa 20/4    15’ 20’

Puskesmas 9.2 195/4   


7
Sumber Data : Kecamatan weru
Berdasarkan tabel 2.1 didapatkan daerah dengan luas wilayah yang besar
adalah desa Megu cilik, desa Megu Gede, dan desa Tegalwangi, akan tetapi
apabila jumlah RT/RW lebih banyak pada desa Tegalwangi.
1.1.3 Data Demografi
Jumlah penduduk pada tahun 2018 berdasarkan data Statistik berjumlah
66.049Jiwa, laki-laki sebanyak 32.958 jiwa dan perempuan sebanyak
33.091Jiwa. Jumlah Kepala Keluarga sebanyak : 18.559 KK

Tabel 2.2
Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga, dan Kepadatan Penduduk
Puskesmas Karangsari Tahun 2018
LUAS JUMLAH RATA-RATA KEPADATAN
JUMLAH
NO DESA WILAYAH RUMAH JIWA/RUMAH PENDUDUK
(km2) PENDUDUK TANGGA TANGGA per km2

1 Karangsari 3,87 6448,33


1,2 7.738 1.997

2 Kertasari 4,11 5794,31


1,2 7.127 1.734

3 Megu Cilik 3,90 5454,17


1,4 7.854 2.015

4 Megu Gede 3,41 6432,85


1,4 8.813 2.586

5 Setu Kulon 3,79 8555,84


0,8 6.588 1.740

6 Setu Wetan 3,83 7697,65


0,9 6.543 1.710

7 Tegalwangi 3,46 8038,40


1,3 10.048 2.908

8 Weru Kidul 2,76 10522,22


0,5 5.682 2.059

9 Weru Lor 0,5 5.656 3,12 10474,07


1.810
JUMLAH 9,2 66.049 18.559 3,56 7.187
Sumber Data : 1. Data Statistik Kecamatan weru dalam angkatahun 2018
Berdasarkan tabel 2.2 didapatkan jumlah penduduk yang paling banyak
yaitu pada desa Tegalwangi, dengan jumlah penduduk 10.048 orang, jadi
berdasarkan tabel 2.1 dan 2.2 didapatkan hasil daerah tegalwangi dengan luas
wilayah terbesar ketiga di daerah kecamatan weru mempunyai kepadatan
penduduk yang cukup tinggi.
Fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja UPT Puskesmas Karangsari dapat
dilihat pada tabel

1. Laporan Program Promosi Kesehatan UPTD Puskesmas


Karangsari Tahun 2018
2. Laporan Program KIA Data sasaran Proyeksi UPTD Puskesmas
Karangsari Tahun 2018
Tabel 2.3
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Puskesmas Karangsari
Tahun 2018

Tabel 2.4 Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur


KELOMPOK JUMLAH PENDUDUK
NO
UMUR (TAHUN) LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH
1 0-4 4.198 4.158 8.356

2 5-9 2.526 2.938 5.464

3 10 - 14 2.483 2.855 5.338

4 15 - 19 2.628 2.700 5.328


5 20 - 24 3.009 2.443 5.452

6 25 - 29 3.031 2.539 5.570

7 30 - 34 2.413 2.444 4.857

8 35 - 39 2.265 2.316 4.581

9 40 - 44 1.921 2.004 3.925

10 45 - 49 1.824 1.824 3.648

11 50 - 54 1.741 1.848 3.589

12 55 - 59 1.715 1.683 3.398

13 60 - 64 951 1.149 2.100

14 65 - 69 835 932 1.767

15 70 - 74 525 488 1.013

16 75+ 893 770 1.663

JUMLAH 32.958 33.091 66.049

Berdsasarkan tabel 2.4 jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur


didapatkan jumlah terbesar sebanyak 8.536 penduduk pada usia 0-4 tahun,
menandakan banyak nya anak yang berpotensi mengalami gangguan gizi. Karena
pada anak perlu diwaspadai pertumbuhan dan perkembangan nya.
Sumber Data :
1. Data Statistik Kecamatan weru dalam angka tahun 2018
2. Laporan Program Promosi Kesehatan UPTD Puskesmas
Karangsari Tahun 2018
3. Laporan Program KIA Data sasaran Proyeksi UPTD Puskesmas
Karangsari Tahun 2018
Tabel 2.5
Jumlah Jejaring di Puskesmas Karangsari Tahun 2018

Bidan Dokter
BP
NO DESA Pustu Posyandu Posbindu Praktek Apotek Praktek KLINIK JML
Desa
Swasta Mandiri
1 Tegalwangi 1 11 2 1 0 1 0 16
2 Karangsari 1 8 3 0 0 0 0 11
3 Megu Cilik 1 10 1 0 3 2 3 20
4 Megu Gede 1 11 1 1 0 1 1 16
5 Kertasari 1 9 1 0 1 2 0 13
6 Weru Lor 1 9 2 1 2 4 2 20
7 Setu Wetan 1 7 2 0 0 1 0 11
8 Setu Kulon 1 7 1 0 3 2 1 15
9 Weru Kidul 1 6 1 2 2 1 0 13
JUMLAH 7 2 78 14 5 11 15 7 135
Sumber Data : Data Yankes Puskesmas Karangsari

Dari tabel diatas fasyankes di wilayah Kecamatan Weru sudah memiliki banyak fasyankes diantaranya Puskesmas, Klinik, Bidan
Praktek, Dokter Praktek Mandiri, Posyandu, Posbindu, Apotek.
13

Tabel 2.6
Jumlah Tingkat pendidikan berdasarkan jenis kelamin di wilayah
Puskesmas Karangsari

JENIS PENDIDIKAN LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

TIDAK MEMILIKI IJAZAH SD 2.623 2.600 5.223

SD/MI 3.542 3.509 7.051

SMP/ MTs 4.853 4.809 9.662

SMA/ MA 6.559 6.499 13.057


SEKOLAH MENENGAH
1.312 1.300 2.611
KEJURUAN
DIPLOMA I/DIPLOMA II 525 520 1.045

AKADEMI/DIPLOMA III 2.755 2.729 5.484

UNIVERSITAS/DIPLOMA IV 3.673 3.639 7.312

S2/S3 (MASTER/DOKTOR) 394 390 783


Berdasarkan tabel 2.6 didapatkan jumlah tingkat pendidikan paling banyak
adalah SMA/MA, yang berarti sebagian besar pendidikan warga dikecamatan
weru sudah memenuhi target wajib belajar, dan dapat menerima serta
mengaplikasikan informasi yang baru guna untuk memperbaiki perilaku dan pola
hidup masyarakat.

2.2 Program Kegiatan


A. Upaya Wajib
1. Promosi Kesehatan
2. Kesehatan Lingkungan
3. Kesehatan Ibu & Anak termasuk KB
4. Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Penanggulangan Penyakit
6. Pengobatan dan penanganan kegawatdaruratan
14

B. Upaya Pengembangan
Dilaksanakan sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang ada
dan kemampuan Puskesmas. Bila ada masalah Kesehatan tapi Puskesmas
tidak mampu melakukan pemecahan masalahnya maka pelaksanaan
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Adapun Upaya Kesehatan
Pengembangan Puskesmas yang sudah dilakukan di Puskesmas
Karangsari meliputi :
1. Usaha Kesehatan Sekolah
2. Usaha Kesehatan Olah Raga
3. Usaha Kesehatan Gigi danMulut
4. Usaha Kesehatan Jiwa
5. Usaha Kesehatan Indra Kesehatan Mata
6. Usaha Kesehatan Usia Lanjut
7. Usaha Kesehatan Tradisional
(Depkes RI, 2004)

A. BENTUK KEGIATAN
1) Upaya Program Promkes
Aktivitas promosi kesehatan merupakan bagian dari program
pemerintah yang ada di bawah koordinasi Kementerian Kesehatan
khususnya Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat. Terdapat petugas promosi kesehatan yang ditempatkan di
setiap puskesmas sebagai lembaga pelayanan kesehatan yang
berinteraksi langsung dengan tingkatan masyarakat.
Petugas promosi kesehatan dapat menjadi elemen penting dari
kampanye gerakan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah. Hal ini
disebabkan karena petugas promosi kesehatan merupakan sosok yang
berinteraksi langsung di tingkatan masyarakat serta mengetahui
kondisi di lapangan sebagai bagian dari institusi puskesmas.

Adapun tugas promkes puskesmas karangsari sebagai berikut:


1. Melaksanakan KIP/K
2. Cakupan institusi kesehatan berPHBS (Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat)
15

3. Penyuluhan kelompok dalam gedung puskesmas


4. Pengkajian dan pembinaan PHBS di tatanan rumah
tangga
5. Pembinaan UKBM (Posyandu Purnama dan mandiri)
6. Pembinaan Desa Siaga Sehat
7. Penyuluhan kelompok oleh petugas di Masyarakat
8. Kunjungan rumah
9. Pelatihan kader
10. Penyuluhan masal
11. Kampanye CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun)
12. SMD (Survey Mawas Diri)
13. MMD (Musyawarah Masyarakat Desa)
14. Refreshing Kader

Adapun tugas-tugas dari promkes karangsari yang masih belum maksimal


adalah cakupan institusi kesehatan dengan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS), serta pengkajian pembinaan PHBS di tatanan rumah tangga, ini
merupakan bagian penting dimana PHBS mempunyai 10 indikator untuk
setiap keluarga menjalankan hidup bersih dan sehat. Kurang maksimalnya
PHBS dapat berpotensi menyebabkan seseorang kekurangan gizi.

2) Upaya Program Kesling


Kesehatan lingkungan adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau
gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi,
maupun sosial.

Adapun tugas dari program kesling puskesmas karangsari sebagai


berikut:
1. ISL Rumah
sehat,Sarsandas,TTU,TPM
2. Pemicuan
3. HSP anak sekolah
4. HSP masyarakat
5. Pemantauan DAM
6. Pengambilan sampel Air
bersih dan Jajanan Anak sekolah

Akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi yang buruk


dapat meningkatkan kejadian penyakit infeksi yang dapat membuat
energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh
16

menghadapi infeksi, gizi sulit diserap oleh tubuh dan terhambatnya


pertumbuhan. Berdasarkan konsep dan definisi MDGs, rumah
tangga memiliki akses sanitasi layak apabila fasilitas sanitasi yang
digunakan memenuhi syarat kesehatan antara lain dilengkapi
dengan leher angsa, tanki septik (septic tank) /Sistem Pengolahan
Air Limbah (SPAL), yang digunakan sendiri atau bersama.

3) Upaya Program KIA


a. Pelayanan Kesehatan Ibu

1. Akses pelayanan antenatal (Kunjungan K1) adalah cakupan ibu hamil


yang pertama kali mendapat pelayanan antenatal sesuai standar 10 T
oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
2. Pelayanan ibu hamil (Kunjungan K4) adalah cakupan ibu hamil yang
telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar, paling
sedikit 4 kali dengan distribusi waktu 1 kali pada trisemester ke-1, 1
kali pada trisemester ke-2, dan 2 kali pada trisemester ke-3 di suatu
wilayah pada kurun waktu tertentu.
3. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (Pn) adalah cakupan ibu
bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan di suatu wilayah kerja dalam
waktu tertentu.
4. Pelayanan nifas oleh tenaga kesehatan (KF3) adalah cakupan
pelayanan kepada ibu pada masa 6 jam sampai dengan 42 hari pasca
bersalin sesuai dengan standar paling sedikit 3 kali yaitu 1 kali saat 6
jam -3 hari,1 kali saat 8 hari -14 hari dan 1 kali saat 36 hari-42 hari.
5. Deteksi Resiko adalah cakupan ibu hamil dengan faktor resiko yang
ditemukan oleh tenaga kesehatan maupun non tenaga kesehatan atau
masyarakat di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
6. Penanganan komplikasi obstetri (PK) adalah cakupan ibu hamil
dengan komplikasi kebidanan di suatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu yang ditangani secara definitif sesuai dengan standar
17

oleh tenaga kesehatan kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan


rujukan. Penanganan definitif adalah penanganan/pemberian tindakan
akhir untuk menyelesaikan permasalahan setiap kasus komplikasi
kebidanan.
7. Cakupan peserta KB aktif adalah cakupan dari peserta KB yang baru
dan lama yang masih aktif menggunakan alat dan obat konstrasepsi
(alkon) di bandingkan dengan jumlah pasangan usia subur di suatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu

Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :


1. Pendataan KIA, yaitu mendata semua sasaran KIA untuk mendapatkan
data yang akurat, seperti jumlah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, bayi,
balita, PUS dan WUS.
2. Pemantauan resti, yaitu memantau ibu hamil, nifas dan bayi dengan
risiko tinggi sehingga tidak terjadi komplikasi.
3. Pendampingan P4K yaitu kegiatan yang difasilitasi oleh bidan dalam
rangka peran aktif suami, keluarga dan masyarakat dalam
merencanakan persalinana yang aman dan persiapan menghadapi
komplikasi termasuk perencanaan KB pasca persalinan dengan
menggunakan stiker sebagai media notifikasi sasaran.
4. Pertemuan kelas ibu hamil, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan merubah sikap dan perilaku ibu agar
memahami tentang kehamilan, persalinan dan nifas, KB pasca
persalinan, perawatan bayi lahir.
5. Pertemuan kelas ibu balita, yaitu kegiatan yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu dalam
meningkatkan kesehatan dan tumbuh kembang balita dengan
pemanfaatan buku KIA.
6. Pertemuan tim penanggulangan komplikasi kebidanan dan bayi, yaitu
pertemuan yang membahas masalah risiko tinggi baik pada ibu dan
bayi, baik tingkat puskesmas maupun tingkat kecamatan.
7. Pelacakan kematian ibu dan bayi, yaitu kegiatan yang dilaksanakan
bila ada kematian ibu atau bayi dengan menggunakan otopsi verbal.
8. Supervisi fasilitatif, yaitu kegiatan untuk memantau pelayanan dan
fasilitas di desa dengan menggunakan daftar tilik.
18

Program pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan salah satu program
pelayanan kesehatan dasar. Pelayanan KIA menjadi tolok ukur dalam Standar
Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan dan memiliki 10 (sepuluh) indikator
kinerja, antara lain (Depkes RI, 2008) :
1. Persentase cakupan kunjungan ibu hamil K4 dengan target 95%;
2. Persentase cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani dengan target
80%;
3. Persentase cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi kebidanan dengan target 90%;
4. Persentase cakupan pelayanan nifas dengan target 90%
5. Persentase cakupan neonatus komplikasi yang ditangani dengan target
80%;
6. Persentase cakupan kunjungan bayi dengan target 90%;
7. Persentase cakupan desa/kelurahan Universal Child Immunization (UCI)
dengan target 100%;
8. Persentase cakupan pelayanan anak balita dengan target 90%;
9. Persentase cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia
6-24 bulan pada keluarga miskin dengan target 100%;
10. Persentase cakupan bayi BBLR yang ditangani dengan target 100%

Program KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) untuk di puskesmas


karangsari sudah memenuhi target, ini penting karena praktek pengasuhan
yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai
kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. MPASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia
diatas 6 bulan. Karena banyak faktor dari program KIA yang
mempengaruhi ke gizi seseorang,

b. Pelayanan Kesehatan Anak


19

1. Pelayanan neonatus pertama (KN1) adalah cakupan kunjungan rumah


neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6-48 jam
setelah lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
2. Pelayanan neonatus 0-28 hari (KN lengkap) adalah cakupan neonatus
yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit 3 kali
dengan distribusi waktu 1 kali pada 6-48 jam, 1 kali pada hari ke-3 –
hari ke-7, dan pada hari ke-28 hari setelah lahir di suatu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu.
3. Penanganan komplikasi neonatus adalah cakupan neonatus dengan
komplikasi yang ditangani secara definitif oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan di suatu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Penanganan definitif adalah
pemberian tindakan akhir pada setiap kasus komplikasi neonatus yang
pelaporannya dihitung 1 kali pada masa neonatal. Kasus komplikasi
yang ditangani adalah seluruh kasus yang ditangani tanpa melihat
hasilnya hidup atau mati.
4. Pelayanan kesehatan bayi 29 hari-12 bulan (kunjungan bayi) adalah
cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan paripurna minimal 4 kali
pada umur 29 hari-2 bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, dan satu kali
pada umur 6-8 bulan dan 1 kali pada umur 9-11 bulan sesuai
standar,meliputi pemantauan tumbang minimal 4 kali setahun dan
pemberian vit A 2 kali setahun disuatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu.
5. Pelayanan anak balita 12-59 bulan (Kunjungan Balita) adalah cakupan
anak balita 12-59 bulan yang memperoleh pelayanan sesuai standar,
meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 2 kali setahun pemberian
Vitamin A 2x setahun.
6. Pelayanan kesehatan anak balita sakit yang dilayani dengan MTBS
adalah cakupan anak balita (umur 2-59 bulan) yang berobat ke
puskesmas dan mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar
(MTBS) di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
20

Pelayanan kesehatan yang baik pada balita akan meningkatkan


kualitas pertumbuhan dan perkembangan balita, baik pelayanan kesehatan
ketika sehat maupun saat dalam kondisi sakit. Dalam program kesehatan
anak, yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan
kesehatan pada bayi minimal 4 kali yaitu satu kali pada umur 29 hari-2
bulan, 1 kali pada umur 3-5 bulan, 1 kali pada umur 6-8 bulan, dan 1 kali
pada umur 9-11 bulan. Pelayanan Kesehatan tersebut meliputi pemberian
imunisasi dasar (BCG, DPT/HB1-3, Polio 1-4, Campak), pemantauan
pertumbuhan, Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang
(SDIDTK), pemberian vitamin A pada bayi umur 6-11 bulan, penyuluhan
pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI (MP ASI).
Sedangkan pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan
bagi anak umur 12 - 59 bulan yang memperoleh pelayanan sesuai standar,
meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun, pemantauan
perkembangan minimal 2 kali setahun, pemberian vitamin A 2 kali
setahun.

4) Upaya Program Gizi


1. Penimbangan Balita Di posyandu
2. Pendataan Kadarzi
3. Pemberian vitamin A bagi bayi dan balita
4. Pemberian vitamin A bagi ibu nifas
5. Pemberian Fe bagi ibu hamil
6. Pemberian Fe bagi ibu nifas
7. Pemberian MPASI bagi baduta Gakin
8. Pemberian ASI Eksklusif
9. Pemberian Tablet tambah darah bagi Remaja putri
10. Pemantauan Garam beryodium di masyarakat

Pentingnya gizi bagi anak baduta karena pada 1000 hari pertama
kelahiran mempengeruhi pertumbungan dan perkembangan otak anak,
Masalah balita pendek menggambarkan adanya masalah gizi kronis,
dipengaruhi dari kondisi ibu/calon ibu, masa janin, dan masa bayi/balita,
termasuk penyakit yang diderita selama masa balita. Seperti masalah gizi
21

lainnya, tidak hanya terkait masalah kesehatan, namun juga dipengaruhi


berbagai kondisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan.

Oleh karenanya upaya perbaikan harus meliputi upaya untuk


mencegah dan mengurangi gangguan secara langsung (intervensi gizi
spesifik) dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak
langsung (intervensi gizi sensitif). Intervensi gizi spesifik umumnya
dilakukan di sektor kesehatan, namun hanya berkontribusi 30%, sedangkan
70% nya merupakan kontribusi intervensi gizi sensitif yang melibatkan
berbagai sektor seperti ketahanan pangan, ketersediaan air bersih dan
sanitasi, penanggulangan kemiskinan, pendidikan, sosial, dan sebagainya.

2.3 Penilaian cakupan Pelayanan Upaya Kesehatan wajib dan


pengembangan
A. Upaya Program Kesling
Tabel 2.7
No Indikator Sasaran Target Cakupan

Jumlah % Jumlah %
22

1 Pengawasan Rumah sehat 11.846 9.477 80 10.772 91

2 Pengawasan Sarana Air Bersih 9.211 7.369 80 7.775 84

3 Pengawasan Jamban 8.588 6.890 80 7.467 87

4 Pengawasan SPAL 5.230 4.184 80 4.741 91

5 Pengawasan TTU 270 216 80 230 82

6 Pengawasan TPM 316 253 80 262 83

7 Pengawasan Industri 88 70 80 59 67

8 Klinik sanitasi 1.200 960 80 305 25

9 Pengawasan DAM 10 10 100 10 100

10 Pemeriksaan kualitas Air Minum 8 sampel 8 100 8 100

11 Pemeriksaan kualitas jajanan anak 4 sampel 4 100 4 100


sekolah
12 HSP anak sekolah 9 9 100 9 100
Sekolah
13 HSP Rumah Tangga 4 Desa 4 100 4 100

14 Verifikasi Desa ODF 4 4 100 1 25

Sumber : Laporan Kesling Puskesmas Karangsari Tahun 2018


Berdasarkan tabel 2.7 dapat disimpulkan bahwa beberapa indikator
kesehatan lingkungan di Kecamatan Karangsari yang sudah memenuhi target
yaitu sarana air bersih yang sudah memadai sehingga diharapkan dapat
menurunkan angka kejadian stunting dan yang masih belum memenuhi target,
yaitu jumlah klinik sanitasi yang masih belum merata sehingga berpotensi
meningkatkan kejadian stunting.

B. Upaya Program Promkes


23

Tabel 2.8

No Indikator Sasaran Target Cakupan

Jumlah % Jumlah %
1 Jumlah pengunjung mendapatkan 68.499 3425 5 3.020 4,4
KIP/K
2 Cakupan institusi kesehatan ber 10 10 100 10 100
PHBS
3 Penyuluhan kelompok dalam gedung 78 78 100 251 322
puskesmas
4 Pengkajian dan pembinaan PHBS di 18.559 12.063 65 11.846 64
tatanan rumah tangga
5 Posyandu Purnama dan Mandiri 78 51 65 12 15

6 Desa siaga sehat 9 5 65 9 100

7 Penyuluhan kelompok oleh petugas 936 936 100 963 103


di Masyarakat
8 KunjunganRumah 3425 1712 50 1387 40

9 Pelatihan Kader 9 9 100 6 68

10 Penyuluhan Masal 9 9 100 9 100

11 Kampanye CTPS 9 9 100 9 100

12 Survey MawasDiri (SMD) 9 9 100 9 100

13 MusyawarahMasyarakatDesa 9 9 100 9 100


(MMD)
14 Refreshing Kader 9 9 100 9 100

Sumber : Laporan Promkes Puskesmas Karangsari Tahun 2018


24

Berdasarkan tabel 2.8 dapat disimpulkan bahwa beberapa indikator


promkes di Kecamatan Karangsari yang sudah memenuhi target yaitu
cakupan institusi kesehatan ber-PHBS, Desa siaga sehat, dan perilaku cuci
tangan pakai sabun yang diharapkan dapat membantu menurunkan angka
kejadian stunting dan yang masih belum memenuhi target, yaitu pengkajian
dan pembinaan PHBS di tatanan rumah tangga, Posyandu Purnama dan
Mandiri yang masih belum merata sehingga berpotensi meningkatkan
kejadian stunting.
C. Upaya Program KIA
Tabel 2.9

Target Pencapaian
NO Kegiatan Program Sasaran
Jumlah % Jumlah %

Kunjungan K1 (T : 99,5% x Ibu Hamil)


1 1533 1525 99,5 1543 100,7
(S : Semua Ibu Hamil)

Kunjungan Ibu Hamil K4 (T=96 % x


2 1533 1479 96,5 1511 98,6
Jml Ibu Hamil)(S : Semua Ibu Hamil)
3 Pertolongan Persalinan oleh Tenaga 1463 1338 91,5 1430 97,7
Kesehatan (Linakes) (T=91% x Jml Ibu
Bersalin)(S : Semua Ibu Bersalin)
Deteksi Risiko (T=100% x Jml Sasaran)
4 307 307 100 371 120,6
(S=20% x Jml Ibu Hamil)

Komplikasi Kebidanan yg Ditangani


5 (T=80% x Jml Sasaran) (S= 20% x Jml 307 246 80 316 102,9
Ibu Hamil)
Pelayanan Nifas (KF3) (T=91 % x Jml
6 1463 1338 91,5 1428 97,6
Ibu Bersalin) (S : Semua Ibu Bersalin)
Kunjungan Neonatus (KN1) (T=91% x
7 1393 1275 91,5 1439 103,3
Jml Bayi) (S : Jumlah bayi)
8 Kunjungan Neonatus Lengkap (KN 1393 1275 91,5 1434 102,9
Lengkap) (T=91% x Jml Bayi) (S :
25

Jumlah bayi)

Neonatus dg Komplikasi yg Ditangani


9 (T=80% x Jml Sasaran) S= 15% x Jml 209 167 80 226 108,2
Bayi
Kunjungan Bayi (T=92% x Jml Bayi)(S
10 1393 1288 92,5 1417 101,7
: Jumlah Bayi)

Kunjungan Balita (T=92% x Jml Anak


11 4142 3831 92,5 4243 102,4
Balita)(S : Jumlah Balita)
Peserta KB Aktif (T=75% x Jml PUS)
12 10574 7931 75 8314 78,6
(S : jumlah PUS)
Sumber : Laporan KIA Puskesmas Karangsari Tahun 2018

Berdasarkan tabel 2.9 dapat disimpulkan bahwa semua indikator


program KIA di Kecamatan Karangsarisudah memenuhi target semua
diharapkan dapat membantu menurunkan angka kejadian stunting dengan
berbagai penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan ibu mengenai
kesehatan dan gizi dari sebelum masa kehamilan, saat kehamilan yaitu ante
natal care (ANC) dan setelah kehamilan yaitu pembinaan pola asuh anak yang
baik seperti pemberian kolostrum saat bayi lahir, inisiasi menyusui dini,
pemberian ASI-ekslusif dan pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI)
secara tepat.
D. Upaya Program Gizi
Tabel 2.10

KESENJANGA
TARGET PENCAPAIAN
No JENIS Sasaran N
. KEGIATAN Nomina Nomina Nomina
% % %
l l l
1 Cakupan Keluarga 180 180 100 131 72,78 -49 -27,22
Sadar Gizi
2 Cakupan Balita 5535 4705 85 5152 93,1 0 0
Ditimbang (D/S)
3 Cakupan Distribusi 579 579 100 579 100 0 0
26

Kapsul Vitamin A
bagi Bayi
(6-11 bulan)
4 Cakupan Distribusi 4257 3832 90 4257 100 0 0
Kapsul Vitamin A
Bagi Anak Balita
(12-59 bulan)
5 Cakupan Distribusi 1463 1463 89 1456 99,5
Kapsul Vitamin A
bagi Ibu Nifas
6 Cakupan Distribusi 1536 1383 90 1511 98,37 0 0
Tablet Fe 90 tablet
pada ibu hamil
7 Cakupan Distribusi 430 430 100 399 92,79 -31 -7,21
MP- ASI Baduta
Gakin
8 Cakupan balita gizi 7 7 100 7 100 0 0
buruk mendapat
perawatan
9 Cakupan ASI 1279 1024 80 1127 88,12 0 0
Eksklusif
Sumber : Laporan Gizi Puskesmas Karangsari Tahun 2018

Berdasarkan tabel 2.10 dapat disimpulkan bahwa semua indikator


program Gizi di Kecamatan Karangsari sudah memenuhi target yang
diharapkan dapat membantu menurunkan angka kejadian stunting dengan
perbaikan gizi dari mulai masa kehamilan sampai 1.000 HPK. Terdapat 2
indikator yang masih belum memenuhi target yaitu upaya keluarga sadar gizi,
dan distribusi MP-ASI Baduta Gakin sehingga berpotensi meningkatkan
angka kejadian stunting, dikarenakan faktor resiko terbesar terjadinya
stunting adalah kekurangan gizi kronis.

Anda mungkin juga menyukai