Sindrom Metabolik Dan Obstructive Sleep Apnea
Sindrom Metabolik Dan Obstructive Sleep Apnea
PENDAHULUAN
usia yang disesuaikan menurun dari 25,5% pada tahun 1999-2000 menjadi
22,9% tahun 2009-2010 di Amerika Serikat, namun masalah ini masih saja
merupakan topik umum yang sering dibicarakan. Lebih dari seperlima populasi
dan sekitar 60% individu yang obesitas terkena dampaknya (Beltran, et al, 2013).
bahwa pada responden berusia 26–82 tahun terdapat 29,4% pria dan 23,1%
Perancis menemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar 23% pada pria dan
21% pada wanita. Data dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia (HISOBI)
2004)
kardiovaskular (CVD), diabetes mellitus (DM), steatosis hati, dan kanker. Bukti
1
yang meningkat menunjukkan bahwa sindrom metabolik juga dapat dikaitkan
dengan penurunan fungsi paru, tetapi hubungannya masih belum jelas (Samson,
et al, 2014).
kardiovaskuler, dan gangguan fungsi kognitif (Xu, et al, 2015). Prevalensi OSA
dengan 38%, dan lebih tinggi pada populasi laki-laki (Senaratna, et al, 2017).
Data prevalensi OSA di Indonesia saat ini masih belum tersedia, namun satu
frekuensi dan durasi tidur yang cukup serta peningkatan berat badan atau
obesitas karena kurangnya aktivitas fisik, yang merupakan faktor risiko penting
pada penyakit yang dikenal dengan Obstructive sleep apnea (OSA) (Kumar,
2008).
pernapasan atas yang berulang secara parsial maupun total. Terdapat berbagai
faktor patogenesis OSA yaitu abnormalitas anatomi saluran nafas atas dan
aktivitas otot dilatornya selama tidur, genetik, jenis kelamin, kapasitas paru,
stabilitas kontrol ventilasi, umur, stabilitas fase tidur dan obesitas (Kapur, 2010).
2
Pasien OSA umumnya dengan berat badan berlebih disertai gangguan
faktor risiko utama penyakit kardiovaskular. OSA terdapat pada lebih dari 40%
3
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.1 Definisi
al, 2002).
yang sama pada satu orang, maka orang tersebut memiliki risiko yang
4
kelompok gout, hipertensi dan hiperglikemia. Yang kemudian sindrom
metabolik pertama kali dijelaskan oleh Jean Vague pada tahun 1940,
metabolik. Tiga dekade kemudian, yaitu pada tahun 1970 Gerald Phillips
mmHg
perempuan
wanita Mikroalbuminuria
5
(National Cholesterol Education Program Expert Panel on Detection,
penentuan kriteria yang berbeda. Pada tahun 1988, Alberti dan Zimmet
2. Resistensi insulin
3. Hipertensi
>30 kg/m2
pertama dan 2 dari empat kriteria terakhir terdapat pada individu tersebut,
terganggu atau diabetes mellitus, dan atau resitensi insulin yang disertai
Wirakmono, 2006).
6
Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien sindrom
dari 5 kriteria yang disepakati, antara lain: lingkar perut pria >102 cm atau
kadar HDL–C <40 mg/dL untuk pria, dan <50 mg/dL untuk wanita;
tekanan darah >130/85 mmHg; dan kadar glukosa darah puasa >110
mg/dL. Suatu kepastian fenomena klinis yang terjadi yaitu obesitas sentral
sentral (lingkar perut >90 cm untuk pria Asia dan lingkar perut >80 cm
untuk wanita Asia) ditambah 2 dari 4 faktor berikut : (1) Trigliserida >150
hipertrigliseridemia; (2) HDL–C: <40 mg/dL (1,03 mmol/L) pada pria dan
<50 mg/dL (1,29 mmol/L) pada wanita atau sedang dalam pengobatan
untuk peningkatan kadar HDL–C; (3) Tekanan darah: sistolik >130 mmHg
atau diastolik >85 mmHg atau sedang dalam pengobatan hipertensi; (4)
Gula darah puasa (GDP) >100 mg/dL (5,6 mmol/L), atau diabetes tipe 2.
lebih mudah untuk diperiksa dan diterapkan oleh para klinisi sehingga
7
jenis etnis. Oleh karena itu pada tahun 2000 WHO mengusulkan lingkar
definisi tersebut.
8
Gangguan fungsi sel β dan hipersekresi insulin untuk
sel lemak dan peningkatan asam lemak bebas dalam plasma bertanggung
2.1.4 Patofisiologi
9
Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya metabolisme lemak akan
glukosa di sel otot dan sel lemak serta menurunkan sekresi insulin oleh
10
generasi radikal bebas (stres oksidatif). Sel-sel otot dan adiposit dapat
dalam sel. Sel β dan endotelium adalah jaringan yang tidak tergantung
insulin. Glukosa dan FFA kelebihan dalam sel-sel ini dan menyebabkan
stres oksidatif, yang pada gilirannya menginduksi disfungsi dari kedua sel β
glucose tolerance (IGT). Situasi terakhir ini secara klinis ditandai dengan
2004).
11
Gambar 2.1 Peranan Oxidative Stress dalam Sindrom Metabolik
et al, 2017)
12
2.1.6 Tatalaksana Sindrom Metabolik
diet sangat rendah kalori (misalnya sekitar 1000 kalori per hari).
berat badan. Cara yang lebih baik adalah modifikasi perilaku yang
hidup untuk modifikasi diet. Bagi sebagian besar pasien, ini adalah
13
Komposisi asupan makanan juga harus dipertimbangkan.
2012).
14
Pengobatan lini pertama untuk kolesterol non-HDL pada
terapi lini pertama. Agen ini tidak menginduksi resistansi insulin atau
15
meningkatkan resistensi insulin dan berpotensi memperberat kondisi
adalah penurunan berat badan kurang dari 10% berat badan awal
16
2.1.6.5 Pengurangan Resiko Pro-Thrombotic State
aktivasi koagulan. Saat ini tidak ada terapi obat khusus untuk
(Bladbjerg, 2014).
lemak pada diafragma dan dinding dada, ekskursi diafragma terhalang dan
(kapasitas total paru < 85% prediksi) biasanya ditemukan pada obesitas
besar, pada rasio berat terhadap tinggi badan adalah 0,9–1,0 kg/m atau
lebih besar (Arter, et al, 2004). Namun, kelainan restriksi masih mungkin
ditemukan pada obesitas dengan rasio berat badan terhadap tinggi kurang
dari 0,9 kg/cm. ini biasanya terjadi dengan adanya penumpukan lemak
17
sentral, yang ditandai dengan rasio pinggang-pinggul 0,95 atau lebih.
Ketika obesitas yang terjadi kurang dari ukuran masif, kelainan restriksi
obesitas, tapi ini bukanlah temuan yang sering didapatkan. Kekuatan otot
18
compliance dinding dada dan penurunan kekuatan otot pernapasan ini
pada pasien obesitas bisa menyingkap tabir kondisi lain yang terkait,
2.2.1 Definisi
al,2009).
2.2.2 Patofisiologi
19
Permeabilitas jalan napas atas dipertahankan oleh keseimbangan antara
faktor yang berperan saat kolaps, dan faktor yang membuat patensi jalan
napas, tekanan negatif intraluminal, tekanan dari luar faring, dan tekanan
jalan napas. Tekanan pada area luar dinding faring contohnya kompresi
pada lateral faring dan lemak submandibula, lidah yang besar terhadap
20
kavum oral yang kecil. Tekanan positif ekstra lumen dipengaruhi adanya
jalan napas atas dan abnormalitas tonus motor neuron jalan napas atas.
Kolaps jalan napas lebih mudah terjadi pada pasien OSA dan terjadi pada
2010).
posisi kepala dan suplai darah ke mukosa atau jaringan sekitar jalan
napas atas. Posisi leher fleksi dan ekstensi berpengaruh pada mekanik
jalan napas karena leher merupakan aksis untuk rotasi, ekstensi, dan
fleksi jalan napas. Perubahan posisi saat tidur, seperti saat supinasi akan
lain penyebab OSA ialah faktor genetik yang berkaitan dengan bentuk
cenderung kolaps jika ada tekanan negatif. Ketika saat bangun, aktivitas
21
kompensasi dari penyempitan dan tahanan saluran napas yang tinggi
2.2.3 Diagnosis
gambaran umum OSA dan dapat tidak terlalu diperhatikan dan tidak
signifi kan karena onset yang lama dan kronis. Pasien dapat tidak
klinis lain dari OSA, dengan sensitivitas 80-90% dan spesifisitas kurang
dari 50% untuk diagnosis OSA. Selain keluhan di atas, gejala dan tanda
22
Pada pemeriksaan fisik, OSA umumnya dijumpai pada laki-laki
berusia 18-60 tahun, obesitas (IMT >30 kg/m2), dan saluran orofaringeal
usia, lingkar leher, dan jenis kelamin. Skor 3 atau lebih memiliki
jam, dan sensitivitas 93% dan spesifi tas 43% menggunakan AHI >15
dengan skor dari 0-100. Skor >15 memiliki probabilitas OSA 25-50%
23
pasien sebagai risiko rendah atau tinggi OSA. Skor risiko tinggi
indeks apnea hipopnea (AHI), yaitu jumlah rerata kejadian apnea dan
hipopnea per jam tidur atau RDI (Respiratory Disturbance Index / indeks
al, 2013).
24
Diagnosis OSA ditegakkan jika jumlah frekuensi penurunan aliran
hipopnea index (AHI), lebih dari 5 kali dalam 1 jam tidur. Hal tersebut
dan 9% wanita dewasa mempunyai angka kejadian atau AHI lebih dari 5 /
dewasa kulit putih yang memiliki rata-rata indeks massa tubuh (IMT) 25–
lebih tinggi yang dihubungkan dengan faktor hormonal dan orang usia
lanjut memiliki prevalensi OSA lebih tinggi dari dewasa muda. Gejala
uji tidur di luar sentral (out of center sleep testing / OCST) (Epstein, et al,
2009).
25
Diagnosis OSA dapat dikonfirmasi apabila dijumpai dua kondisi
berikut :
26
Gambar 2.4 Algoritma diagnosis OSA (Kline, et al, 2017).
2.2.4 Tatalaksana
27
berkurang), penurunan penggunaan dan biaya layanan kesehatan, serta
airway pressure (CPAP), penggunaan oral appliances atau aplikasi oral, dan
non-bedah yang sukses dalam tata laksana OSA ialah dengan penggunaan
sekitar 46%. Tata laksana lain OSA yaitu penggunaan aplikasi oral, yang
kasus OSA ringan sampai sedang, sedangkan pada OSA berat digunakan
pasien OSA.
28
menghantarkan tekanan positif saluran napas pada tingkat konstan melalui
sederhana, telah secara luas diteliti dengan pengalaman klinis paling banyak.
kenyamanan dan toleransi pasien terhadap alat ini (Libman, et al, 2017).
Indikasi pembedahan pasien OSA adalah (1) pasien dengan AHI >20;
(2) pasien yang memiliki AHI <20 tetapi dengan severe daytime sleepiness;
(3) pasien dengan saturasi oksihemoglobin 20%; (4) hipertensi diurnal atau
29
sleep related arrhythmia atau hipertensi; (5) tekanan esofagus kurang dari -
medikamentosa; dan (7) pasien yang memiliki abnormalitas jalan napas atas.
fungsi paru-paru, tetapi hubungannya masih belum jelas. Selain itu, komponen
fungsi paru. Di antaranya, obesitas sentral paling kuat terkait dengan hasilnya
30
2.3.1 OSA dan Perubahan dalam Metabolisme Glukosa
aktivitas simpatis tidak hanya selama tidur, namun juga pada saat
sensitivitas insulin.
insulin.
Inflamasi Sistemik
31
independen dari adipositas. Efek ini diperkirakan karena efek hipoksia
Adipokin
insulin dan kadar adiponektin yang tinggi pada studi manusia memiliki
32
Arsitektur Tidur
33
binatang percobaan juga terlihat mekanismenya pada OSA manusia dan
34
pengembangan resiko faktor kardiometabolik pada sindrom metaboli
2000).
Prothrombotik lainnya
35
mengawali peradangan pembuluh darah. Sindrom metabolik
dari lemak terlihat meningkat pada subyek dengan OSA dan tidak
36
dan ini dapat dikontrol dengan pemakaian CPAP (Htoo, et al,
2006).
37