Tugas Immunologi
Tugas Immunologi
Tugas Immunologi
Aldiela Fitryanto
Semester : 3
Stase : Ruangan
1
α), interleukin 6 (IL-6) serta IL-8. Respons sistemik ini menggambarkan progresiviti
penyakit paru dan selanjutnya berkembang menjadi penurunan massa otot rangka
(muscle wasting), penyakit jantung koroner dan aterosklerosis.9 Mekanisme
molekuler dan seluler pada PPOK dapat dilihat pada gambar 1.6
Pajanan gas beracun mengaktifkan makrofag alveolar dan sel epitel jalan
napas dalam membentuk faktor kemotaktik, penglepasan faktor kemotaktik
menginduksi mekanisme infiltrasi sel-sel hematopoetik pada paru yang dapat
menimbulkan kerusakan struktur paru. Infiltrasi sel ini dapat menjadi sumber faktor
kemotaktik yang baru dan memperpanjang reaksi inflamasi paru menjadi penyakit
kronik dan progresif.6 Makrofag alveolar penderita PPOK meningkatkan penglepasan
IL-8 dan TNF-α. Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase serta
ketidakseimbangan oksidan dan antioksidan berperan dalam patologi PPOK.
Proteinase menginduksi inflamasi paru, destruksi parenkim dan perubahan struktur
paru. Kim & Kadel. dikutip dari 6 menemukan peningkatan jumlah neutrofil yang nekrosis
di jalan napas penderita PPOK dapat menyebabkan penglepasan elastase
dan reactive oxygen species (ROS) yang menyebabkan hipersekresi mukus.6
Respons epitel jalan napas terhadap pajanan gas atau asap rokok berupa
peningkatan jumlah kemokin seperti IL-8, macrophage inflamatory protein-1 α (MIP1-
α) dan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1). Peningkatan jumlah Limfosit T
yang didominasi oleh CD8+ tidak hanya ditemukan pada jaringan paru tetapi juga
pada kelenjar limfe paratrakeal. Sel sitotoksik CD8+ menyebabkan destruksi
parenkim paru dengan melepaskan perforin dan granzymes. CD8+ pada pusat jalan
napas merupakan sumber IL-4 dan IL-3 yang menyebabkan hipersekresi mukus
pada penderita bronkitis kronik.6
2
MEKANISME INFLAMASI SISTEMIK
3
oksidasi pada perokok dan penderita PPOK eksaserbasi akut. Peningkatan stres
oksidatif yang menetap dalam plasma penderita PPOK dibuktikan dengan penemuan
kadar lipid peroxidation yang tinggi.12
Nitric oxide (NO) merupakan radikal bebas yang dibentuk dari asam amino L-
arginin oleh Nitric Oxide Synthase (NOS) dan ditemukan pada otot dalam 3
bentuk isoform NOS. Bentuk pertama endothelial constitutive NOS (eNOS) berfungsi
mempertahankan tekanan pembuluh darah tetap rendah dan mencegah
perlengketan leukosit serta platelet ke dinding pembuluh darah. Bentuk
kedua neuronal constitutive NOS (nNOS) berperan sebagai neuromodulator atau
neuromediator. Bentuk ketiga inducible isoforms NOS (iNOS) melalui rangsangan
inflamasi dapat menghasilkan NO 1000 kali lebih banyak. Kelebihan jumlah NO akan
diubah menjadi bentuk peroksinitrit (ONOO-) yang mempunyai efek sitotoksik. Pada
penderita PPOK ditemukan kadar iNOS yang meningkat pada otot.15 Peningkatan
kadar iNOS menyebabkan proses penghancuran protein, meningkatkan proses
apoptosis dan menyebabkan kegagalan kontraksi otot sehingga berpotensi sebagai
penyebab keterbatasan toleransi latihan pada penderita PPOK.3
4
Penurunan massa sel tubuh pada PPOK
5
menekan proses pemecahan protein. Growth hormon meningkatkan massa lemak
bebas, merangsang produksi hepar dan sekresi IGF-1.3
Resistensi GH terjadi pada keadaan katabolisme saat inflamasi. Keadaan
puasa dan katabolik berhubungan dengan penurunan GH yang terikat pada reseptor,
ekspresi gen IGF-1 dan IGF-1 yang terikat protein. Perubahan IGF-1 selama
katabolisme diterangkan sebagai mekanisme adaptasi untuk membantu
pengurangan proses anabolik pada saat stres atau saat IGF-1 meningkat di jaringan.
Pemberian IL-1 dan TNF-α pada hewan percobaan berhubungan dengan kadar IGF-
1 plasma yang rendah dan penurunan sintesis protein. Sintesis protein yang
dirangsang oleh IGF-1 dihambat pada saat mioblas terpajan TNF-α.11
Hormon anabolik seperti testosteron bekerja pada otot dengan dua cara.
Pertama dengan merangsang efek anabolik protein melalui reseptor androgen,
kedua dengan menghambat katabolik protein melalui netralisasi efek glukokortikoid.
Penurunan kadar testosteron total dan bebas pada penderita PPOK telah banyak
dilaporkan. Pemberian glukokortikoid sistemik dosis rendah sebagai antiinflamasi
masih sering digunakan. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai keseimbangan
hormon anabolik dan katabolik pada PPOK untuk mendapatkan strategi terapi yang
lebih tepat. 13
Pengecilan Otot
Proses pemecahan protein sel pada otot merupakan keadaan yang sering
didapatkan sebagai respons terhadap asidosis, infeksi atau asupan kalori yang tidak
adekuat. Selama keadaan ini, otot dan kulit akan kehilangan protein dalam jumlah
lebih besar dibandingkan organ-organ viseral sedangkan otak tidak terpengaruh.
Pengurangan massa otot pada penderita PPOK terutama terdapat pada ekstremiti
bawah.7 Jalur adenosine triphosphate (ATP) tergantung pada ubiquitin-proteasom
berperan dalam peningkatan proteolisis pada berbagai tipe atropi otot. Pengaruh
TNF-α pada sel otot rangka berupa pengurangan kandungan protein total dan
hilangnya adult myosin heavy chain. Guttridge dkk.dikutip dari 7 melaporkan TNF-α
merangsang aktivasi nuclear factor κ β (NF- κ β) untuk menghambat diferensiasi otot
rangka dengan menekan myoD-mRNA pada saat pasca transkripsi. Tumor necrosis
factor-α dan interferon γ (IFγ) mempengaruhi regulasi otot rangka melalui
penghambatan terbentuknya serat-serat otot baru, degenerasi serat-serat otot yang
baru dibentuk dan menyebabkan ketidakmampuan memperbaiki kerusakan otot
rangka.13 Sitokin inflamasi diduga berperan pada pengecilan otot melalui
penghambatan difrensiasi miogen melalui jalur NF- κ β dan secara langsung
menghambat NF- κ β seperti yang terlihat pada pengurangan otot berhubungan
dengan kaheksia. Proses kematian sel yang terprogram atau apoptosis juga
berperan pada pengecilan otot.18
6
sintesis glutamin dalam otot. Kadar glutamat dan glutation yang rendah juga
didapatkan pada penderita emfisema. Proses asidosis laktat yang terjadi lebih awal
selama latihan pada penderita PPOK berhubungan dengan penurunan kadar
glutamat otot.11
Efek kardiovaskular
Penyakit pembuluh darah jantung sering ditemukan pada PPOK karena
keduanya mempunyai faktor risiko yang sama seperti merokok, usia lanjut dan
inaktiviti. Pajanan asap rokok atau particulate matter menghasilkan inflamasi sistemik
seperti terlihat pada gambar 2. Respons inflamasi ini berupa respons fase akut
dengan peningkatan pembekuan darah, penglepasan mediator inflamasi ke dalam
sirkulasi selanjutnya mengaktifkan endotelin dan merangsang sumsum tulang
melepaskan leukosit dan trombosit. Keadaan ini meningkatkan resiko penyakit
vaskular, menyebabkan ketidakstabilan plak aterosklerosis sehingga menjadi ruptur
dan menyebabkan trombosis.3,9
7
Efek terhadap sistem saraf
Perubahan metabolisme bioenergi penderita PPOK diperlihatkan
dengan nuclear magnetic resonance spectroscopy, hal ini mungkin disebabkan oleh
proses adaptasi terhadap kondisi hipoksia kronik. Tingginya prevalens depresi
mungkin berhubungan dengan respons terhadap kondisi kelemahan yang menetap
akibat penyakit kronik. Perubahan sistem saraf otonom yang abnormal dilaporkan
terutama pada penderita dengan berat badan rendah dan berhubungan dengan
pengaturan irama sirkadian leptin. Pemberian leptin mempunyai efek penting
terhadap fungsi saraf endokrin, pengaturan appetite dan berat badan. Kadar leptin
yang rendah berhubungan dengan patogenesis disfungsi otot rangka dan penurunan
berat badan pada penderita PPOK. 3,9
Efek terhadap tulang rangka
Prevalens osteoporosis meningkat pada penderita PPOK, hal ini dapat
disebabkan oleh banyak faktor seperti malnutrisi yang menetap, merokok, terapi
steroid dan inflamasi sistemik. Keadaan emfisema dan osteoporosis ditandai
dengan hilangnya jaringan paru atau jaringan tulang. Gambaran tulang yang
mengalami osteoporosis hampir sama dengan jaringan paru yang mengalami
emfisema. 3
8
1. Berhenti merokok
Merokok merupakan penyebab utama PPOK dan berhenti merokok merupakan
terapi yang sejauh ini dapat mengurangi progeresiviti penyakit. Proses inflamasi di
jaringan masih terus berlangsung walaupun sudah berhenti merokok. Kecanduan
nikotin merupakan masalah utama yang menjadi target terapi. Terapi pengganti
nikotin hanya menunjukkan keberhasilan 5-15%. Saat ini sedang dikembangkan
vaksin yang mampu menetralisir nikotin dalam darah.22 Jorenby dkk.dikutip dari
23
menemukan Bupropion yang merupakan suatu anti depresan cukup berhasil bila
digunakan sebagai terapi berhenti merokok. Pemberian bupropion selama 6-9
minggu memberikan keberhasilan berhenti merokok sebesar 18% dibandingkan
dengan nikotin skin patch 9% dan plasebo 6%. Obat ini ditoleransi dengan baik dan
hanya menimbulkan efek samping berupa serangan epilepsi sekitar 0,1% pada
penderita.23
2. Bronkodilator baru
Tiopropium bromid merupakan antikolinergik kerja lama. Inhalasi Tiopropium bromid
sebanyak 1 kali sehari memberikan efek bronkodilator yang lebih efektif daripada
pemberian ipratropium bromid sebanyak 4 kali sehari. Penelitian jangka panjang
memperlihatkan perbaikan gejala dan kualiti hidup yang bermakna serta
berkurangnya eksaserbasi pada penderita PPOK yang mendapat Tiopropium
bromid. Obat ini menjadi pilihan bronkodilator dan mempunyai efek yang lebih baik
bila dikombinasi dengan β2 agonis kerja lama.21
3. Antagonis Mediator
Sejumlah mediator inflamasi berperan dalam proses inflamasi PPOK dan proses ini
tetap berlangsung walaupun penderita sudah berhenti merokok. Inflamasi neutrofil
merupakan karakteristik PPOK dan pemberian terapi ditujukan pada mediator yang
berperan dalam pengaturan dan aktivasi netrofil ini seperti yang terlihat pada tabel
2.13
Tabel 2. Antagonis mediator untuk PPOK 21
9
Kadar IL-8 meningkat pada sputum penderita PPOK dan berhubungan dengan
beratnya penyakit. Antagonis IL-8 berupa antibodi monoklonal dapat menghambat
respons kemotaktik neutrofil pada hewan percobaan. Antagonis CXCR2, antagonis
MCP atau antagonis CCR2 masih dalam tahap uji klinis.21
c. Penghambat TNF-α
Antibodi monoklonal (infliximal®) dan soluble receptors TNF-α (etanercept®) efektif
digunakan pada penyakit kronik. Pemakaian jangka lama tidak menyenangkan untuk
penderita karena harus disuntikkan secara berulang.21,22
d. Antioksidan
N-acetyl cystein (NAC) meningkatkan produksi GSH (glutation). Pemberian NAC
peroral menunjukkan pengurangan eksaserbasi PPOK. Antioksidan yang lebih efektif
seperti senyawa glutation yang stabil, analog dengan SOD serta obat berbasis
selenium sedang dikembangkan.21
e. Penghambat iNOS
Stres oksidatif menyebabkan peningkatan penglepasan NO dari iNOS yang
akan menghasilkan radikal bebas peroksinitrit. Penghambat selektif iNOS seperti
N6-(1-imminoethyl)lysine (L-NIL) dapat mengurangi penglepasan NO jangka
panjang.22
Terapi inhalasi kortikosteroid yang digunakan pada penderita PPOK diduga dapat
mencegah progresiviti penyakit tetapi pada kenyataannya kortikosteroid tidak
mengurangi progresiviti penyakit dan tidak menghambat inflamasi neutrofil yang
diinduksi oleh ozon pada manusia bahkan sebaliknya dapat memperpanjang masa
hidup neutrofil. Alasan lain yang menyebabkan resistensi kortikosteroid adalah efek
hambatan asap rokok pada histon deasetilase yaitu suatu enzim yang dibutuhkan
kortikosteroid untuk menekan gen inflamasi. Beberapa jenis anti-inflamasi baru yang
dikembangkan sebagai terapi PPOK dapat dilihat pada tabel 3.21
Tabel 3. Obat anti-inflamasi baru untuk PPOK 21
10
b. Penghambat NF-κβ
NF-κβ mengatur ekspresi IL-8, TNF-α dan MMP. Efek hambatan jangka lama
terhadap NF-κβ dapat menekan sistem imun dan mengganggu kekebalan tubuh.
Tikus percobaan yang kekurangan NF-κβ akan mati akibat sepsis.21
c. Penghambat molekul adesi
Pengerahan neutrofil, monosit, T sel sitotoksik pada paru dan jalan
napas bergantung kepada ekspresi molekul adesi. Pemberian TBC 129 dapat
menghambat molekul adesi E-selektin pada endotel, adesi granulosit dan neutrofil.
Perlu dipikirkan bahwa hambatan terhadap neutrofil akan meningkatkan kejadian
infeksi.21
d. Interleukin 10
Sitokin IL-10 mempunyai aksi antiinflamasi yang luas, mekanisme kerjanya
menghambat sekresi TNF-α dan IL-8, menurunkan ekspresi MMP dan
meningkatkan ekspresi tissue inhibitor matrix metalloproteinase (TIMP). Pemberian
secara injeksi selama beberapa minggu dapat ditoleransi dengan baik sehingga
dapat menjadi terapi yang potensial untuk PPOK.21
e. Penghambat p38 mitogen activated protein (MAP) kinase
Mitogen activated protein kinase berperan dalam inflamasi kronik. Penghambat
nonpeptida seperti SB 203580, SB 239063, RWJ 67657 merupakan penghambat
p38MAP kinase. SB 239063 terbukti mengurangi infiltrasi neutrofil setelah inhalasi
endotoksin dan menurunkan konsentrasi IL-6, MMP-9 pada bilasan bronkoalveolar
(BAL) tikus percobaan. Pemberian secara inhalasi dianggap aman.21,22
f. Penghambat posfoinositid (PI)-3 kinase (PI-3K)
Posfoinositid (PI)-3 kinase merupakan kelompok enzim yang meningkatkan
pembentukan lipid second messenger yang mengatur beberapa peristiwa seluler
termasuk pengerahan dan aktivasi neutrofil. Hambatan terhadap PI-3K akan
menyebabkan gangguan pada migrasi dan aktivasi neutrofil sama baiknya dengan
hambatan limfosit T dan fungsi makrofag.21
5. Penghambat Protease
Hambatan terhadap enzim proteolitik atau peningkatan antiprotease endogen diduga
akan menguntungkan dan dapat mencegah progresiviti obstruksi jalan napas
penderita PPOK. Antiprotease endogen yang diberikan antara lain α1-antitripsin,
penghambat leukoprotease, elafin dan penghambat MMP. Pemberian ONO-5046
dan FR 901277 berpotensi menghambat elastase neutrofil yang menginduksi cedera
paru pada hewan percobaan. Obat ini dapat diberikan secara inhalasi dan
sistemik.22,25
6. Agen remodeling
Mekanisme obstruksi pada PPOK adalah karena hilangnya elastisiti dan rekoil
parenkim paru akibat proteolisis jaringan paru. Kerusakan ini tidak dapat diperbaiki
tetapi hanya dapat dicegah oleh terapi tertentu. Asam retinoat meningkatkan jumlah
alveoli pada tikus percobaan dan mengembalikan perubahan histologis, fisiologis
yang diinduksi oleh terapi elastase. Asam retinoat mengaktifkan reseptornya yang
berperan sebagai faktor transkripsi untuk mengatur gen yang berfungsi dalam
11
pertumbuhan dan difrensiasi sel. Perlu penelitian lebih lanjut apakah temuan ini
dapat diaplikasikan pada manusia.21
7. Hantaran Obat
Pemberian bronkodilator dengan cara inhalasi dosis terukur (IDT) atau inhalasi
bubuk kering kurang berfungsi pada penderita emfisema dan bronkitis kronik karena
proses inflamasi dan destruksi terjadi di parenkim dan jalan napas kecil. Perlu
dipikirkan pemberian inhalasi dengan ukuran partikel yang jauh lebih kecil sehingga
mencapai bagian perifer paru.22
Obat baru untuk PPOK sangat diperlukan mengingat proses inflamasi terus berlanjut
walaupun penderita sudah berhenti merokok. Faktor lingkungan seperti asap dapur,
polutan, perokok pasif serta inhalasi zat toksin lainnya perlu diperhatikan karena juga
dapat menyebabkan PPOK. Peranan faktor genetik perlu dipertimbangkan karena
hanya sekitar 10-20% perokok yang dapat berkembang menjadi PPOK. Penelitian
lebih lanjut diperlukan berdasarkan mekanisme molekuler dan seluler yang menjadi
patogenesis PPOK sehingga dapat dikembangkan terapi yang lebih baik terhadap
penyakit ini.22,26
12
DAFTAR PUSTAKA
1.Mangunnegoro H, Amin M, Yunus F, Abdullah A, Widjaja A, Surjanto E dkk.. PPOK
pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Edisi revisi. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia; 2004.p.vii.
2.NHLBI/ WHO workshop report. Global inisiatif for chronic obstructive pulmonary
disease. Geneva: WHO; 2001.p.6-95.
3.Agusti AGN, Noguera A, Sauleda J, Sala E, Pons J, Busquets X. Systemic effect of
chronic obstructive pulmonary disease. Eur Respir J 2003;21:347-60.
4.Andreassen H, Vestbo J. Chronic obstructive pulmonary disease as systemic
disease: an epidemiological perspective. Eur Respir J 2003;22suppl: 2-4.
5.Rennard SI. Chronic obstructive pulmonary disease, linking outcomes and
pathobiology of disease modification. Proc Am Thorac Soc 2006;3:276-80.
6.Dahesia M. Pathogenesis of COPD. Clin Applied Immunol Rev 2005;5:339-51.
7.Wouters EFM, Creutzberg EC, Schols AMWJ. Systemic effects of COPD. Chest
2002;121suppl:127-30.
8.Gan WQ, Man SFP, Senthilselvan A, Sin DD. Association between COPD and
systemic inflammation: a systematic review and a metaanalysis. Thorax
2004;59:574-80.
9.Eeden SF, Yeung A, Quinlam K, Hogg JC. Systemic response to ambient
particulate matter. Proc Am Thorac Soc 2005;2:61-7.
10.Donalson GC, Seemungal TAR, Patel IS, Bhowmik A, Wilkinson TMA, Hurst JR.
Airway and systemic inflammation and decline in lung function in patients with
COPD. Chest 2005;128:1995-2004.
11.Wouters EFM. Chronic obstructive pulmonary disease 5: Systemic effect of
COPD. Thorax 2002;57:1067-70.
12.Rahman I, Morrison D, Donalson K, MacNee W. Systemic oxidative stress in
asthma, COPD and smokers. Am J Respir Crit Care Med 1996; 154: 1055-60.
13.Wouters EFM. Local and systemic inflammation in COPD. Proc Am Thorac Soc
2005;2:26-33.
14.Repine JE, Bast A, Lankhorst and the oxidative stress studying group. Oxidative
stress in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 1997;
156:341-57.
15.Oca MM, Torres SH, Sanctis D, Mata A, Hernandez N, Talamo C. Skeletal muscle
inflammation and nitric oxide in patients with COPD. Eur Respir J 2005;26:390-7.
16.Schols AMWJ, Slangen J, Volovics L, Wouters EFM. Weight loss is reversible
factor in the prognosis of chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit
Care Med 1998;157:1791-7.
17.Landbo C, Prescott E, Lange P, Vestbo J, Amdal TP. Prognostic value of
nutritional status in chronic obstructive pulmonary disease. Am J Respir Crit Care
Med 1999; 160:1856-61.
13
18.Macnee W. Oxidant/antioxidats and COPD. Chest 2000;117suppl:303-17.
19.Noguera A, Busquets X, Sauleda J. Expression of adhesion molecules and G
protein in circulating neutrophils in chronic obstructive pulmonary disease. Am J
Respir Crit Care Med 1998;158:1664-8.
20.Oudijk EJD, Nijhuis EHJ, Zwank MD, Graaf EA, Mager HJ, Coffer P et al.
Systemic inflammation in COPD visualised by gene profiling in peripheral blood
neutrophils. Thorax 2005;60:538-44.
21.Barnes PJ. Chronic obstructive pulmonary disease 12: New treatment for COPD.
Thorax 2003;58:803-8.
22.Buhl R, Farmer SG. Future direction in the pharmacologic therapy of COPD. Proc
Am Thorac Soc 2005;2:89-93.
23.Jorenby DE, Leischow SJ, Nides MA. A controlled trial of sustained release
bupropion, a nicotine patch or both for smoking cessation. N Engl J Med 1999;340:
685-91.
24.Sturton G, Fitzgerald M. Phospodiesterase inhibitors for the treatment of COPD.
Chest 2002;121suppl:192-196.
25.Stockley RA. Neutrophils and protease/ antiprotease imbalance. Am J Respir Crit
Care Med 1999;160:549-52.
26.Debigare R, Cote CH, Maltais F. Peripheral muscle wasting in chronic obstructive
pulmonary disease. Am J Respir Crit Care Med 2001;164:1712-17
14