Skripsi Bab1,2,3 & 4
Skripsi Bab1,2,3 & 4
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Diabetes Atlas edisi ke tujuh tahun 2015 yang dikeluarkan oleh
International Diabetes Federation (IDF), jumlah penderita DM semakin
bertambah. Menurut estimasi IDF (2015) 415 juta penduduk di seluruh dunia
mengalami DM, 8.8% orang penduduk diantara umur 20-79 tahun diestimasi
mengalami DM. Sekitar 75% tunggal di Negara-negara dengan pendapatan rendah
dan menegah. Jika tidak ada tindakan yang dilakukam, jumlah ini diperkirakan
akan meningkat menjadi 642 juta pada tahun 2040. Kenaikan besar akan terjadi di
wilayah di mana ekonomi bergerak dari tingkat pendapatan rendah ke tingkat
menegah.
Infeksi saluran kemih dapat menyerang pasien dari segala usia mulai bayi baru
lahir hingga orang tua. Pada umumnya wanita lebih sering mengalami ISK
daripada pria; ini disebabkan uretra wanita lebih pendek daripada pria. Insiden
ISK ini pada usia remaja anak perempuan 3,3% sampai 5,8%. Bakteriuria
asimtomatik pada wanita usia 18-40 tahun adalah 5-6% dan angka itu meningkat
menjadi 20% pada wanita lanjut (Basuki B, 2011)
Infeksi saluran kemih lebih banyak terjadi pada pasien diabetes perempuan.
Prevalensi ISK pada pasien DM perempuan 43% dan pada laki-laki DM 30%
(Pargavi, Mekala, Selvi, Moorthy, 2001). Hampir 50% perempuan minimal
mengalami satu kali ISK dalam kehidupannya (Foxman, Barlow, D’Arcy,
Gillespic, Sobel, 2000).
1. Untuk mengetahui distribusi kadar gula darah pada wanita DM tipe 2 yang
menderita ISK yang di Poliklinik Rawat Jalan Divisi Endokrinologi
Departemen Penyakit Dalam di RSUP Haji Adam Malik Medan pada
tahun 2017.
2. Untuk mengetahui distribusi kadar HbA1c pada wanita DM tipe 2 yang
menderita ISK yang di Poliklinik Rawat Jalan Divisi Endokrinologi
Departemen Penyakit Dalam di RSUP Haji Adam Malik Medan pada
tahun 2017.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
2.2.1 Definisi
dianggap sebagai non insulin dependent diabetes melitus (Selamet Suyono et al.,
2004).
2.2.2 Etiologi
2.2.4 Patofisiologi
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang digunakan
oleh jaringan perifer bergantung pada keseimbangan fisiologis beberapa hormon
yaitu (1) hormon yang merendahkan kadar glukosa darah, atau (2) hormon yang
meningkatkan kadar glukosa darah. Insulin adalah hormon yang menurunkan
glukosa darah, dibentuk oleh sel-sel beta pulau Langerhans pancreas. Hormon
yang meningkatkan kadar glukosa darah, antara lain: (1) glukagon yang disertai
sel-sel alfa pulau Langerhans, (2) epinefrin yang disekresi oleh medulla adrenal
dan jaringan kromafin lain, (3) glukokortikoid yang disekresi oleh korteks
adrenal, dan (4) growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
Glukagon, epinefrin, glukokortikoid, dan growth hormone, membentuk suatu
pelayanan mekanisme regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat
pengaruh insulin.
2.2.6 Diagnosa
Table 2.2 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan
penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
2.2.7 Penatalaksanaan
a. Edukasi
terdiri dari; karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energy,
asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, protein dibutuhkan
sebesar 10-20% total asupan energy, anjuran asupan natrium tidak lebih dari 3000
mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh garam dapur), dianjurakn
mengkonsumsi cukup serat lebih kurang 25 gram per hari, dan pemanis aman
digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (Accepted Daily Intake/ADI).
c. Latihan jasmani
Latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali seminggu selama kurang
lebih 30 menit yang sifatnya CRIPE (Continous Rythmiccal Intensity Progressive
Endurance). Latihan dilakukan terus menerus tanpa berhenti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Latihan CRIPE minimal dilakukan
selama 3 hari dalam seminggu, sedangkan 2 hari yang lain dapat digunakan untuk
melakukan olah raga kesenangannya. Adanya kontraksi otot yang teratur akan
merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan glukosa ke dalam sel. Latihan
jasmani yang teratur akan memperbaiki sirkulasi insulin dengan cara
meningkatkan dilatasi sel dan pembuluh darah sehingga membantu masuknya
glukosa ke dalam sel.
d. Intervensi farmakologis
2.2.8 Komplikasi
2.3.1 Definisi
2.3.2 Epidemiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang
sering ditemukan di praktik umum, walaupun pelbagai antibiotika sudah tersedia
luas di pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35%
semua perempuan dewasa pernah mengalami ISK seumur hidupnya. (Enday
Sukandar, 2007)
2.3.3 Etiologi
2.3.4 Klasifikasi
Menurut gejala:
Menurut komplikasi:
Patofisiologi ISK
a. Sistitis
Adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria
bermakna. Presentasi klinis sistitis adalah seperti sakit suprapubik,
polakisuria, nokturia, disuria, dan stranguria.
b. SUA
Sindroma uretra akut adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikrooraganime (steril), sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian
terkini SUA disebabkan MO anaeroibik. Presentasi kilinisnya adalah
piuria, disuria, sering kencing, leukosituria.
a. PNA
Pielonefritis akut adalah proses inflamais parenkim ginjal yang disebabkan
infeksi bakteri. Presentasi klinisnya adalah seperti panas tinggi (39.5-
20
40.5), disertai menggigil dan sakit pinggang. PNA ini sering didahului
gejala ISK bawah (sistitis).
b. PNK
Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjutan dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan
vesikoureter reflex dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti
pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal. (Enday Sukandar, 2007)
Gambaran klinis infeksi saluran kemih sangat bervariasi mulai dari tanpa
gejala hingga menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada organ
lain. Pada umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat,
epididimis, dan testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada
organ berongga (buli-buli, ureter, dan pielum) memberikan keluhan yang lebih
ringan. (Basuki.B, 2011)
Pemeriksaan Urine
suprapubik yang sering dilakukan pada bayi, (2) kateterisasi per uretrem pada
wanita untuk menghindari kontaminasi oleh kuman-kuman di sekitar introitus
vagina, dan (3) miksi dengan pengambialn urine porsi tengah atau midstream
urine. Dikatakan bakteriuria jika didapatkan lebih dari 105 cfu (colony forming
per mL pada pengamilan contoh urine porsi tengah, sedangkan pada pengambilan
contoh urine melalui aspirasi suprapubik dikatakan bakteriuria bermakna
didapatkan > 103 cfu per mL. (Basuki.B, 2011)
Pemeriksaan darah
Pencitraan
a. Ultrasonogram
b. Radiografi
- Foto polos perut
- Pielografi IV
- Micturating cystogram
c. Isotop Sanning
22
Kronik
Akut
Makrovaskular:
1.Penyakit jantung koroner
1. Ketoasidosis akut
2.Penyakit serebrovaskular
2. Sindrom hiperglikemi
hiperosmolar nonketotik 3.Hipertensi
Kadar HbA1C
Wanita
Infeksi Saluran Kemih Jenis Bakteri
Diabetes Melitus
(ISK)
Perkerjaan
Tipe 2
Umur
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif cross sectional.
Deskriptif adalah studi yang ditujukan untuk menentukan jumlah atau frekuensi
serta distribusi penyakit disuatu daerah berdasarkan variabel orang, tempat dan
waktu. Cross sectional adalah melakukan observasi atau pengukuran variabel
pada satu saat tertentu. Dalam hal ini, yang akan dikaji merupakan prevalensi
kejadian Infeksi Saluran Kemih pada wanita yang menderita penyakit Diabetes
Melitus tipe 2 yang di Poliklinik Rawat Jalan Divisi Endokrinologi Departemen
Penyakit Dalam di RSUP Haji Adam Malik Medan pada tahun 2017.
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien diabetes melitus tipe 2 yang
tercatat dalam rekam medik di Poliklinik Rawat Jalan Divisi Endokrinologi
Departemen Penyakit Dalam di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan
Januari 2017- Juni 2017.
3.3.2 Sampel
a. Kriteria Inklusi
i. Pasien DM yang menderita ISK.
b. Kriteria Ekslusi
i. Pasien DM tipe 2 dengan ISK yang telah mendapatkan terapi antibiotik
ii. Pasien DM tipe 2 dengan pemasangan kateter.
iii.Pasien wanita DM tipe 2 yang hamil.
iv.Pasien DM tipe 2 dengan data rekam medik yang tidak lengkap.
Analisa data ini akan dilakukan dengan tabel distribusi menggunakan program
komputer yang sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui prevalensi
kejadian infeksi saluran kemih dikalangan pasien wanita DM tipe 2.
3.6 Definisi Operasional
Sesuai dengan masalah, tujuan, dan model penelitian, yang menjadi variabel
dalam penelitian beserta dengan definisi operasionalnya masing-masing sesuai
dengan yang dicatat oleh petugas rumah sakit sebagai berikut:
1. Diabetes melitus tipe 2
2. Infeksi saluran kemih
3. Kadar gula darah
4. HbA1C
5. Jenis bakteri
6. Umur
7. Pekerjaan
Diabetes melitus
a. Definisi Operasional Penyakit diabetes melitus tipe 2 yang diderita subjek
penelitian. Tercatat dalam rekam medis dan didiagnosis oleh dokter.
b. Cara ukur Observasi
c. Alat ukur Rekam medis
d. Skala ukur -
e. Hasil ukur Ya/tidak menderita diabetes melitus tipe 2
HbA1C
a.Definisi Operasional HbA1C pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang
tercatat di rekam medis
b. Cara ukur Observasi
c. Alat ukur Rekam medis
d. Skala ukur Interval
e. Hasil ukur Data lengkap dalam rekam medis
Jenis Bakteri
a.Definisi Operasional Bateri yang menyebabkan pasien menderita isk di data
rekam medis
b. Cara ukur Observasi
c. Alat ukur Rekam medis
d. Skala ukur Nominal
e. Hasil ukur Data lengkap dalam rekam medis
Umur
a.Definisi Operasional Usia penderita diabetes mellitus tipe 2 yang tercatat di
rekam medis
b. Cara ukur Observasi
c. Alat ukur Rekam medis
d. Skala ukur Interval
29
Pekerjaan
a.Definisi Operasional Pekerjaan penderita diabetes melitus tipe 2 yang
mengalami infeksi saluran kemih yang tercatat di rekam medis
b. Cara ukur Observasi
c. Alat ukur Rekam medis
d. Skala ukur Ordinal
e. Hasil ukur Data lengkap dalam rekam medis
30
BAB IV
JADWAL PENELITIAN DAN BIAYA
No Kegiatan Bulan
Maret April Mei Juni September– November-
2017 2017 2017 2017 Oktober Desember
2017 2017
1 Pengajian X
judul
2 Studi pustaka X X X X
3 Pengumpulan X
sampel
4 Pengolahan X X
dan analisis
data
5 Laporan X
analisa
penelitian
31
Total Rp 398,000.00
32
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2013. Diagnosis and classification of diabetes melitus. Diabetes Care, 36,
p.67-74.
Nicolle LE, Friesen D, Harding GKM, Roos L, 1996. Hospitalization for acute
pyelonephritis in Manitoba, Canada, During Periode 1989-1992: impact of
diabetes, pregnancy, and aborigin origin. Clin Infect Dis, 22:105-106.
Noor Fatimah, R. 2005. Diabetes Melitus Tipe 2 . Jurnal Majority
Pargavi, B., Mekala, T., Selvi A. T., Moorty, K., 2011. Prevalence of urinary tract
infection among diabetics patients in Vandavasi, Tamil Nadu, India. International
Journal Of Biological Technology, 2(2):42-45.
PERKENI. 2015. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabtes mellitus tipe 2
di Indoensia. Jakarta.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2011. Konsensus pengelolaan dan
pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PB PERKENI.
Peter J Watkins, 2003. What is diabetes ?, In ABC of Diabetes, 5th Edition, BMJ
Publishing Group, London p 1-3
Richard A. Harvey & Denise R. Ferrier. 2011. Diabetes Mellitus, Lippincott’s
Illustrated Reviews: Biochemistry 5th Edition. p 337-341
Richard N. Mitchell, Vinay Kumar, Abul K. Abbas, Nelson Fausto, Jon C. Aster,
2012. The Endocrine Pancreas. In: Robbins & Cotran Pathologic Basis Of
Disease Edition 8, p. 570-571
Ronald, A. 2002. The etiology of urinary tract infection: traditional and emerging
pathogens. America Journal Medical.
Saryono, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan.Jogjakarta: MITRA CENDIKA
Press.
Slamet S, 2008 Diet pada diabetes Dalma Noer dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FK-iII.
Soegondo.S, 2004. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini dalam
Soegondo, S., Soewondo, P., Penatalaksanaan diabetes mellitus terpadu. Cetakan
ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.hal 17-22
WHO. 2014. Global Status Report On Non Communicable Diseases. Geneva.
Yunir, E. 2015. Risiko isk penderita diabetes melitus. In Semijurnal Farmasi &
Kedokteran, Ethical Digest. No.133, thn XXI, Maret, hal 56-57
Yunir, E. 2015. Infeksi pada penderita diabetes melitus. In Semijurnal Farmasi &
Kedokteran, Ethical Digest. No.133, thn XXI, Maret, hal 58-59